Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Apresiasi Drama
Disusun Oleh:
Kelompok 6
Indralaya
Dosen Pengampu:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
PENUTUP .................................................................................................. 12
A. Kesimpulan................................................................................................................ 12
B. Saran .......................................................................................................................... 12
iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut W.S. Rendra, drama atau sandiwara adalah seni yang
mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku
jasmani dan ucapan kata-kata. Drama merupakan salah satu karya sastra yang
dipenuhi dengan dialog-dialog dan dipentaskan di atas panggung. Sebagai salah
satu karya sastra yang dipentaskan, maka dalam pementasannya senantiasa
mengacu pada naskah drama yang telah disiapkan. Penulisan naskah drama
biasanya diambil melalui kejadian nyata yang bersumber dari kehidupan
manusia maupun kejadian fiktif yakni berdasarkan pada imajinasi penulis.
Naskah drama biasanya ditulis dalam bentuk dialog dan dipentaskan oleh aktor
dengan tujuan menggambarkan kejadian kehidupan melalui pertikaian dan
konflik yang terjadi di atas panggung.
Drama merupakan sebuah karya yang memuat nilai artistik yang tinggi.
Sebuah drama mengikuti struktur alur yang tertata. Struktur yang tertata akan
membantu penonton menikmati sebuah drama yang dipentaskan. Drama adalah
cerita yang menggambarkan kehidupan atau watak manusia melalui tingkah
laku atau akting yang dipentaskan. Drama adalah karya seni yang memiliki ciri
utama, yaitu merupakan cerita berbentuk dialog dengan tujuan dipentaskan.
Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai
pengertian tindakan, dalam sebuah cerita drama tentu memiliki unsur yang akan
mendukung sebuah cerita drama. Unsur tersebut adalah tema, alur, tokoh,
latar/setting, dan amanat. Oleh karena itu, penulis tertarik mendalami dan
mengetahui bagian-bagian cerita dan teknik bermain dalam drama.
B. Rumusan Masalah
1
6. Apa saja patokan dasar dalam drama?
7. Apa saja patokan movement dalam drama?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini secara lebih khusus bertujuan untuk
memberikan pemahaman bagi pembaca agar dapat:
D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini yaitu diharapkan agar pembaca
dapat menambah wawasan serta pengetahuan. Selain itu, diharapkan
dapat menjadi pedoman dasar dalam mengetahui suatu Teknik
Movement Dalam Drama.
2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Movement
Movement adalah gerakan atau perpindahan dari satu tempat ke tempat
lain. Movement terjadi bila seorang pemain ingin mengungkapkan perasaan
dalam hubungannya dengan suatu alasan sehingga melahirkan satu suasana
baru. Sedangkan apa yang terdapat dalam suasana adalah motivasi untuk
beberapa movement. Karenanya tiap movement harus berkaitan erat dengan
motif yang menyebabkan lahirnya suatu gerakan (Hamzah, 1985:28).
B. Jenis Movement
Movement harus memperlihatkan kekuatan dari motif yang
mendorongnya berbuat. Motifnya dapat bermacam-macam. Dapat kuat dan
lemah. Bila alasan atau motivasinya dilakukannya movement itu memang
kuat, maka mesti pula diterjemahkan ke dalam movement yang berwatak
demikian.
3
Tetapi bila seorang pemain harus melintasi ruang yang luas, maka akan lebih
kena apabila dia melakukan pintas arena terbuka itu dengan satu garis lengkung.
Motivasi yang tidak kuat akan membuat orang men ndar dari langkah singkat.
Membuatnya tidak suka menempuh gerak langsung. Biasanya mereka melakukan
movement dari motivasi yang tidak kuat dengan gerakan lengkung. Gerakan ini
disebut curve movement, gerak lengkung (B).
4
penonton. Lalu mengucapkan dialog akhirnya. Kita mengetahui movement terjadi
sebagai pemenuhan motivasi. Sedangkan motivasi merupakan titik kait antara
subjek dengan objek sehingga melahirkan hubungan. Hubungan-hubungan
memaksa pemain mendekati sesuatu, atau malah menghindarinya. Bila kedua jenis
hubungan itu terjadi pada satu saat yang sama (ingin mendekati tapi pada saat itu
juga ingin menghindari), dalam situasi semacam ini pemain cenderung melakukan
gerakan seperti mengitari objek.
5
adalah kuat dan ada tekanan. Tetapi apabila hal itu membuat aktor memalingkan
punggungnya pada penonton, maka efek totalnya mungkin berarti kehilangan
kekuatan dan tekanan.
Tiap movement pemain memberikan beberapa tekanan padanya. Movement
yang panjang lebih punya tekanan disbanding dengan yang pendek. Efeknya
dikembangkan oleh movement-movement yang menambah kontras, membawa
pemain pada permukaan yang lebih tinggi atau pada area yang lebih cerah, atau
mengembangkan tekanan-tekanan dasar dari pose, sikap (bukannya pause istirahat,
jeda) sang peran. (Hamzah 1985:32)
Pada Gambar 4 di bawah ini, movement dari A ke B, dari B ke C dan
seterusnya merupakan penanjakan level yang memberi tekanan. Sedangkan
movement dari E ke D, C seterusnya merupakan kebalikannya.
Begitu pula tekanan lewat sudut pose pemain. Pada gambar 5 terlihat
perubahan sudut posisi pemain yang memancarkan tekanan yang berbeda. Dari A
ke B dan seterusnya merupakan penambahan muatan tekanan dari yang lemah
pada tekanan yang kuat. Demikian juga berlaku sebaliknya, jika menginginkan
pengurangan tekanan. Berarti dari C ke B merupakan pelemahan tekanan.
6
Tekanan pun mungkin sekali ditimbulkan melalui peralihan posisi di pentas.
(Perhatikan Gambar 6). Pembagian dan perwatakan dibidang pentas harus diingat.
Misalnya seorang pemain yang berada pada KrA bergerak ke KB. Watak KrA
yang lemah memberi tekanan pada pemain dengan beralih ke posisi KB yang lebih
kuat. Ini berarti kedudukan sang peran menjadi lebih memiliki tekanan.
D. Akhir Movement
Akhir dari sebuah movement mempunyai lebih banyak efek pada tekanan dan
kekuatan dari pada yang dimiliki oleh movement itu sendiri. Ketika seseorang
duduk, terjadilah movement dari tinggi ke posisi lebih rendah. Karenanya lemah.
Tapi apabila dilakukan dengan sentakan, atau dengan sedikit menjatuhkan ketika
duduk dan lalu tegak dengan tajam, efeknya adalah sekuat bila telah berdiri.
Sebaliknya, movement yang kuat dengan akhir yang lemah, adalah lemah.
E. Panjang Movement
Suatu movement yang cukup panjang untuk membuat satu perubahan
sungguh-sungguh, disebut sebagai crossing, persilangan. Istilah ini termasuk
movement upstage atau downstage, dan juga movement memintas pentas. Namun,
persilangan yang langsung downstage itu jarang. Dan yang langsung upstage
hampir tidak dikenal. Untuk kedua movement itu upstage dan downstage. Satu
persilangan yang normal umumnya harus berisi tiga langkah. Para aktor biasanya
mengikuti hukum ini tanpa disadarinya. Persilangan oleh peranperan penting harus
mempergunakan beberapa teknik untuk menopang tetap terpeliharanya suasana
adegan.
Dikatakan Henning Nelms dikutip Hamzah (1985) ada empat penopang yakni:
a) Potonglah persilangan ke dalam unit tiga langkah. Sedangkan jeda antara unit-
unit itu hanyalah sejurus.
b) Pada langkah ketiga hendaknya pemain melakukan sesuatu. Misalnya mulai
berkata, menoleh lewat bahu, dan seterusnya. Sedikit sentuhan telah cukup
untuk memelihara suasana yang tengah dibangun.
c) Hendaklah peran yang lain mulai berkata atau membantu satu sentuhan dengan
mempergunakan langkah ketiga persilangan sebagai cue (baca kiu=isyarat,
tanda untuk melakukan sesuatu). Di sini tentu saja perhatian – paling tidak
untuk sejenak – beralih pada pemain lain.
d) Mempergunakan langka cepat atau lambat, hingga tekanan biasa pada tiap
langkah terpatahkan.
8
F. Beberapa Patokan Dasar
Patokan dasar satu persilangan atau sejumlah persilangan amat penting. Dari
persilangan ini terdapat dua istilah. Pertama persilangan ke atas, dan kedua
persilangan ke bawah. Pada saat seorang pemain yang mengucapkan dialog
melakukan persilangan melewati pemain yang diam berdiri, persilangan harus
dilakukan downstage, atau disebut persilangan ke bawah. Hal ini perlu dilakukan,
sebab bila tidak demikian, pemain yang berdiri akan menutup pemain yang
melakukan persilangan.
Apabila satu persilangan di atas pemain yang berdiri tidak dapat dihindari
(lihat Gambar 7) maka pemain yang melakukan persilangan ke atas (A) haruslah
berhenti berbicara sewaktu tertutup oleh yang berdiri (perhatikan titik-titik pada
persilangan A), dan mulai lagi setelah tidak tertutup oleh B.
Persilangan akan berbentuk lain lagi jika pemain yang diam itu duduk
(Gambar 8), dan pemain yang melakukan. Persilangan berbicara langsung padanya
tanpa jeda. Untuk persilangan demikian lebih baik dilakukan upstage.
9
Peran-peran yang tidak penting, atau peran yang diam tidak berbicara, apabila
mereka harus melakukan persilangan, biasanya melakukan persiangan upstage.
G. Patokan Movement
Movement bukanlah hanya satu cara untuk berpindah dari satu tempat ke
tempat lain. Movement itu sendiri merupakan suatu bahasa, suatu ungkapan, suatu
simbol. Sering lebih baik merencanakan terlebih dahulu directions (petunjuk-
petunjuk) tiap adegan atas sebuah skenario sebagai patokan movement, lalu
menyesuaikan pada reka-rekaan pengelompokan. Pola semacam ini di kalangan
Teater Ramada Yogyakarta disebut script movement.
Gambar 9 memperlihatkan suatu patokan movement yang dipergunakan pada
suatu adegan dimana dua peran terpisah. Nomor-nomor memperlihatkan petunjuk
giliran movement. Pada akhirnya mereka terpisah oleh kursi panjang, yang
melambangkan batas antara keduanya dengan lebih efektif. Patokan dasar ini dapat
dipergunakan apakah peran-peran melewati sejumlah pertentangan keras atau
damai, atau hanya mengungkapkan kenyataan bahwa mereka tidak cocok.
10
Patokan movement terutama penting dalam sebuah adegan di mana seorang
peran melangkah ke atas dan ke bawah. Adegan semacam ini (Gambar 10) tentu
saja monoton. Kecuali bila patokan itu diberi variasi sebanyak mungkin.
Pengulangan harus tidak pernah ada kecuali satu efek pengulangan yang memang
diperhitungkan perlu.
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Demikian pokok bahasan yang telah disusun oleh penulis tentang
Teknik Movement Dalam Drama. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat dan menjadi acuan untuk menambah wawasan para
pembaca. Tentunya penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kesalahan. Penulis akan segera melakukan perbaikan
susunan makalah dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber
dan kritik yang dapat membangun dari para pembaca.
12
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi. (2013). Teori Apresiasi Drama/Teater. Palembang: Maheda Utama
Jaya.
Hamzah, A. Adjib. (1985). Pengantar Bermain Drama. Bandung: CV Rosda
13