Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN-BAGIAN CERITA DAN TEKNIK BERMAIN

DRAMA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Apresiasi Drama

Disusun Oleh:

Kelompok 6 Indralaya

1. M. Zakiul Fikri 06021182025004


2. Alisia Maharani 06021182025005
3. Nabila 06021182025013
4. Shelfie Oktafiani 06021282025024
5. Lilis Suryani 06021282025034

Dosen Pengampu:

Drs. Supriyadi, M.Pd.

Akhmad Rizqi Turama, S.Pd., M.A

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT., atas semua limpahan berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu. Selawat beserta salam senantiasa penulis curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun dan
membimbing kita dari zaman jahiliah sampai zaman terang benderang.

Makalah yang berjudul "Bagian-Bagian Cerita dan Teknik Bermain Drama


" ini dibuat oleh Penulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Apresiasi Drama.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. Supriyadi, M.Pd. dan Bapak
Akhmad Rizqi Turama, S.Pd., M.A. yang telah memberikan bimbingan dan
arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis menyadari dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan


dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun agar makalah ini lebih baik lagi. Semoga dari isi materi
dari makalah, dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para
pembaca.

Palembang, 11 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................................... 2
D. Manfaat ..................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Unsur dan Bagian Cerita dalam Naskah Drama....................................................... 3


B. Dimensi Tokoh dalam Drama .................................................................................. 9
C. Teknik Bermain Drama ............................................................................................ 11

PENUTUP.................................................................................................. 16

A. Kesimpulan................................................................................................................ 16

B. Saran .......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17

iii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut W.S. Rendra, drama atau sandiwara adalah seni yang
mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku
jasmani dan ucapan kata-kata. Drama merupakan salah satu karya sastra
yang dipenuhi dengan dialog-dialog dan dipentaskan di atas panggung.
Sebagai salah satu karya sastra yang dipentaskan, maka dalam
pementasannya senantiasa mengacu pada naskah drama yang telah
disiapkan. Penulisan naskah drama biasanya diambil melalui kejadian
nyata yang bersumber dari kehidupan manusia maupun kejadian fiktif
yakni berdasarkan pada imajinasi penulis. Naskah drama biasanya ditulis
dalam bentuk dialog dan dipentaskan oleh aktor dengan tujuan
menggambarkan kejadian kehidupan melalui pertikaian dan konflik yang
terjadi di atas panggung.
Drama merupakan sebuah karya yang memuat nilai artistik yang
tinggi. Sebuah drama mengikuti struktur alur yang tertata. Struktur yang
tertata akan membantu penonton menikmati sebuah drama yang
dipentaskan. Drama adalah cerita yang menggambarkan kehidupan atau
watak manusia melalui tingkah laku atau akting yang dipentaskan. Drama
adalah karya seni yang memiliki ciri utama, yaitu merupakan cerita
berbentuk dialog dengan tujuan dipentaskan. Akan tetapi, percakapan atau
dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian tindakan, dalam
sebuah cerita drama tentu memiliki unsur yang akan mendukung sebuah
cerita drama. Unsur tersebut adalah tema, alur, tokoh, latar/setting, dan
amanat. Oleh karena itu, penulis tertarik mendalami dan mengetahui
bagian-bagian cerita dan teknik bermain dalam drama.
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja bagian-bagian cerita dalam drama?


2. Apakah saja dimensi yang ada di dalam drama ?
3. Apa saja teknik bermain drama menurut W.S. Rendra dan Putu Wijaya?

1
C. Tujuan
Penulisan makalah ini secara lebih khusus bertujuan untuk
memberikan pemahaman bagi pembaca agar dapat:
1. Mengetahui bagian-bagian atau struktur di dalam drama.
2. Mengetahui macam-macam dimensi yang ada di dalam drama.
3. Mengetahui teknik bermain drama menurut W.S. Rendra dan Putu
Wijaya.
D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini yaitu diharapkan agar pembaca
dapat menambah wawasan serta pengetahuan. Selain itu, diharapkan dapat
menjadi pedoman dasar dalam mengetahui suatu Bagian-Bagian Cerita
Dalam Drama.

2
PEMBAHASAN

A. Unsur dan Bagian Cerita dalam Naskah Drama


Sebelum membahas bagian cerita dalam drama, perlu diketahui
unsur-unsur yang membangun cerita dari suatu naskah drama. Unsur-
unsur tersebut akan membentuk kesatuan yang utuh dalam bagian-bagian
cerita. Berikut unsur-unsur dalam naskah drama dan bagian-bagian cerita
dalam drama.
1. Unsur Naskah Drama
Menurut Aristoteles (dalam Sufiani, 2004: 6) menyatakan bahwa
drama adalah "representation of an action" Action, adalah tindakan yang
kelak menjadi akting. Drama adalah penyajian atau peragaan (peniruan)
semua kejadian atau cerita. Dalam drama pasti ada akting. Jadi ciri utama
dari drama yaitu harus ada akting dan lakon. Permainan penuh dengan
sandi dan simbol, yang menyimpan kisah dari awai hingga akhir. Daya
simpan kisah ini yang menjadi daya tarik drama. Drama yang terlalu
mudah ditebak justru kurang menarik. Drama naskah disebut juga sastra
lakon. Sebagai salah satu jenis sastra, drama naskah dibangun oleh struktur
fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna). Unsur-unsur dan
bagian dalam drama meliputi:
a. Plot atau kerangka cerita
Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga
akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang
berlawanan. Konflik itu semakin lama semakin meningkat untuk
kemudian mencapai titik klimaks. Setelah klimaks lakon akan menuju
kepada penyelesaian masalah. Adapun Bagian-bagian plot cerita dalam
drama yang dikemukakan oleh Hudson (dalam Supriyadi, 2013) yaitu :
1. Pemaparan (ekposisi)
Bagian yang pertama sekali pada pola struktural dalam
suatu pementasan drama ialah pemaparan (ekposisi): pembeberan
atau penjelasan atau juga pengantar ke dalam situasi awal dari
lakon atau ceritera yang akan disajikan. Waktu, tempat, aspek-
3
aspek psikologis dari situasi dan tokoh-tokoh ditampilkan dalam
bagian ini. Melaui bagian inilah tema lakon di-introduksikan dalam
bentuk sketsa sedemikian rupa, hingga pembaca atau penonton
menyadari bahwa semua kejadian dan rangsangan mengandung
konflik, walau selama berlangsungnya ekposisi situasi dalam
keseluruhannya masih berlangsung dalam keadaan yang seimbang.
Biasanya dalam adegan permulaan ini banyak sekali terdapat
penjelasan-penjelasan. Oleh karena itulah agar tidak membosankan
dialog-dialog yang disajikan pada bagian ini hendaknya cukup
menarik, wajar dan begitu memikat. Dialog juga harus langsung
menuntunnya ke arah permulaan plot.
2. Penggawatan
lnsiden permulaan, penggawatan atau juga komplikasi
awal adalah yang merupakan plot sebenarnya dalam drama, karena
ia merupakan konflik yang menjadi dasarnya sebuah ceritera
drama. la merupakan tenaga perangsang (exciting force) walaupun
sebenarnya ia sendiri hanya merupakan momen dalam lakon,
dimana ia berfungsi sebagai penghancuran keseimbangan atau
penggegeran. Dimana melalui insiden permulaan ini pula konflik-
konflik yang merupakan tubuh atau lakon drama itu dimulai dan
berkembang. Dalam insiden permulaan inilah pelaku tokoh pokok
dalam lakon (ceritera) tersebut harus sudah mulai terlibat di
dalamnya.
3. Penanjakan laku
Penanjakan laku atau rising action; apa yang terjadi pada
permulaan plot (insiden permulaan) itu akan membawa kepada
kejadian di rentetan berikutnya, dimana konflik-konflik itu makin
menjadi. Tiap watak, laku dan situasi serta kejadian nyata tumbuh
secara wajar dari apa yang menyebabkannya; yang satu
menambahkan pada persoalan baru lainnya, sehingga makin
menambahkan persoalan-persoalan baru pada konflik tersebut.
Peranan motif harus nyata dan jelas, dan berhubungan dengan apa

4
yang diucapkan atau diperbuat. Dan mempunyai pertalian yang
kokoh antara karakter dan laku. Tiap-tiap adegan yang ditampilkan
mempunyai kedudukan tertentu dalam pergerakan organik lakon.
Dan ia juga hendaknya membawa ke arah krisis konflik. Kemajuan
ini hendaknya pula tidak mendapat gangguan oleh bagian-bagian
yang kurang perlu dari penampilan lakon, karena ia mungkin akan
mengurangi ketegangan yang sedang berkembang atau menanjak.
Sehingga penanjakan laku itu mendapat gangguan dan mengalami
suatu kelambatan (staginess ).
4. Krisis atau titik balik
Konflik klimaks dalam suatu lakon, bila ditinjau dari sudut
pembaca atau penonton merupakan ketegangan lakon. Sedangkan
ditinjau dari sudut konflik itu sendiri, klimaks berarti merupakan
titik perselisihan paling ujung yang bisa dicapai oleh konfrontasi
protagonis-antagonis. Bila sudah sampai pada titik ini bisa saja
konflik itu mulai menurun atau mungkin juga semakin menghebat.
Klimaks dalam lakon ini merupakan sebuah momen yang
menentukan kelanjutan dari lakon itu. Biasanya untuk suatu 'drama
kehidupan' klimaks ini akan menjadi begitu dramatisnya dan
bahkan kadangkala begitu tragis terjadi.
5. Peleraian
Peleraian atau juga yang dikenal sebagai anti krimak adalah
bagian yang menyajikan ketegangan konflik yang sudah tidak
tertahankan karena sudah mencapai klimaknya. Mulailah
diketengahkan suatu pemecahan konflik. Dipandang dari sudut
konflik, bagian ini boleh dipandang sebagai anti klimak;
ketegangan yang menurun. Tetapi dari sudut pembaca atau
penonton, bagian ini sebeturnya tidak boleh menurun begitu saja,
jelasnya ia tidak boleh menimbulkan kesan kelesuan strukturil
(yang berkepentingan dengan susunannya ).

5
6. Penyelesaian
Penyelesaian atau juga yang dikenal dengan conclusion;
bagian akhir lakon atau yang juga biasa disebut catastrophe
(rnenurut Aristoteles), berfungsi mengembalikan lakon pada
kemiripan keseimbangan awal. Bagian ini secara strukturil
merupakan bagian yang mengakhiri segenap kejadian dalam lakon,
memberikan jawaban yang diperlukan publik yang telah mengikuti
segala persoalan dan menyaksikan konflik -konflik di dalamnya.
b. Penokohan dan perwatakan
Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Penokohan
dalam drama mayoritas menggunakan dialog. Susunan tokoh adalah
daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Dalam susunan
tokoh itu, yang terlebih dahulu dijelaskan adalah nama, umur, jenis
kelamin, tipe fisik, jabatan dan keadaan jiwanya.
a. Klasifikasi Tokoh
Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita:
a. Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita.
b. Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menentang cerita.
c. Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu atau penengah antara
tokoh protagonis dan antagonis:
Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya :
a. Tokoh sentral, yaitu tokoh yang paling menentukan gerak
lakon.
b. Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh
sentral.
c. Tokoh pembantu, yaitu tokoh yang memegang peran pelengkap
atau tambahan dalam cerita

c. Perwatakan

Tokoh-tokoh dalam cerita harus memiliki watak yang berbeda.


Watak para tokoh ini harus konsisten dari awal sampai akhir. Watak

6
para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional).
Penggambaran ini berdasarkan keadaaan fisik, psikis, dan sosial.

d. Dialog (percakapan)

Dalam menyusuin dialog ini, pengarang harus benar-benar


mamperhatikan pambicaraan tokoh-tokoh dalam cerita. Ragam bahasa
dalam dialog drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan
ragam bahasa tulis. Dialog juga harus bersifiat estesis, artinya
memiliki keindahan bahasa.

e. Setting

Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut dengan


latar cerita. Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu tempat, ruang
dan waktu. Setting tempat tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan
dengan waktu dan ruang. Setting waktu juga berarti apakah jalan cerita
terjadi di waktu pagi, siang, sore atau malam hari. Ruang dapat berarti
ruang dalam atau luar rumah, tetapi juga dapat bererti lebih mendetail.

f. Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam cerita.


Tema berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang
berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut
pandang yang dikemukakan oleh pengarangnya.

g. Amanat

Amanat ialah pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang


melalui dramanya lewat jalan cerita yang ditampilkan. Seorang
pengarang drama secara sadar atau tidak sadar pasti menyampaikan
amanat dalam karyanya itu.

7
h. Petunjuk teknis

Dalam naskah drama diperlukan juga petunjuk teknis yang sering


pula disebut teks samping yang kedudukannya sangat penting. Teks
samping memberikan petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana
pentas, suara, musik, dan yang lainnya.

2. Bagian-Bagian Cerita dalam Drama

a. Prolog

Prolog merupakan sebuah bagian yang menjadi pengantar


naskah. Prolog dapat berisi satu atau beberapa keterangan maupun
pendapat dari penulis naskah drama tentang cerita yang akan
dipentaskan. Prolog biasanya disampaikan oleh seorang narator.
Gambaran umum yang disampaikan dapat berupa latar belakang
diadakannya pementasan, sinopsis drama, atau sekedar pancingan
kepada penonton untuk menyambut pementasan (Kompas, 2020).

b. Dialog

Dialog merupakan bagian dari naskah drama yang berupa


rangkaian percakapan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya.
Penulisan dialog dalam naskah drama biasanya menggunakan tanda
baca petik (“_”). Dialog adalah pembeda drama dengan karya sastra
lainnya. Menurut Herman J. Waluyo dalam Drama: Teori dan
Pengajarannya (2006), dalam menyusun dialog ini pengarang harus
benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam
kehidupan sehari-hari. Dialog berguna untuk menggiring tokoh dalam
konflik. Dialog dapat membangun ekspresi, emosi, pemikiran,
pembentukan karakter, bahkan motivasi gerakan yang dilakukan oleh
pemeran. Dialog terjadi karena percakapan antara dua tokoh atau lebih
yang terdapat dalam drama. Sementara percakapan dengan satu tokoh
disampaikan dalam bentuk monolog (Kompas, 2020)..

8
c. Epilog

Epilog merupakan bagian penutup dari suatu drama. Sama seperti


prolog, bagian ini biasanya juga akan disampaikan oleh narator yang
berisi tentang sekilas kisah balik maupun kesimpulan dari isi drama
yang telah dipentaskan.

d. Adegan

Adegan merupakan struktur yang meliputi cara seorang aktor atau


aktris membawakan tokoh yang diperankannya dalam suatu drama.
Adegan juga merupakan bagian dari suatu babak di mana batas dari
suatu adegan ditentukan oleh perubahan peristiwa ataupun transisi
datang perginya seorang tokoh serta suasana dalam suatu babak
drama. Pergantian suasana tersebut dapat diiringi dengan pergantian
tata panggung, tata cahaya, properti panggung, atau perubahan sikap
tokoh (Kompas, 2020)..

e. Babak

Babak dalam naskah drama merupakan setiap bagian atau sesi


adegan dalam drama. Babak merupakan rangkuman semua peristiwa
yang terjadi di suatu latar tempat pada urutan waktu tertentu. Penulis
naskah drama biasa membedakan babak satu dengan babak lainnya
berdasarkan susunan alur cerita dalam drama atau susunan waktu.
Pembagian babak atau episode adalah bagian penting dalam sebuah
drama. Babak sebagai penanda susunan alur, sehingga mempermudah
pembaca memahami cerita yang hendak disampaikan (Kompas,
2020)..

B. Dimensi Tokoh Drama


Drama merupakan salah satu jenis karya sastra. Drama sendiri
dibedakan menjadi dua yaitu drama sebagai naskah yang merupakan sebuah
bentuk prosa dan drama sebagai pertunjukan yaitu sebagai bentuk
implementasi dari naskah drama yang biasa disebut pementasan atau teater.

9
Agar cerita drama bisa tersampaikan dengan baik, seorang aktor
memerlukan penghayatan terhadap karakter tokoh yang diperankan. Untuk
menghayati suatu tokoh kita bisa menggunakan tiga dimensi tokoh berikut
ini.
1. Dimensi fisik; adalah keadaan fisik tokoh yang akan di perankan. Misal
tokoh kakek - kakek, fisik sang kakek itu bagaimana, sehat bugarkah atau
sakit - sakitan.
2. Dimensi sosial; adalah keadaan sosial tokoh tersebut. Misal tokoh kakek -
kakek seperti di contoh pertama, kakek yang tinggal di daerah pedesaan
dan perkotaan tentulah berbeda. Inilah yang dimaksud dimensi sosial.
3. Dimensi psikologis; adalah keadaan kejiwaan tokoh. Misal masih dengan
contoh sebelumnya, kakek yang hidup sakit - sakitan lalu tinggal di desa
tidak ada sanak saudara yang merawat itu bagaimana keadaan kejiwaannya
akankan gembira? Tentulah tidak, inilah yang dimaksud dimensi
psikologis.

Ketiga tahapan tersebut haruslah urut dalam pencariaannya. Jika


salah satu tahap tidak di jalankan, mendalami tokoh masih bisa namun tidak
dapat maksimal. Dengan ketiga tahapan diatas di harapkan dapat
memudahkan dalam menghayati tokoh drama yang akan di pentaskan.
Namun menurut Hasanuddin memiliki 2 dimensi yaitu:

1. Dimensi pertama: Dimensi Teks pertunjukan

Drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan yaitu
sebaliknya dengan orang yang menganggap drama sebagai seni
pertunjukan akan membuang fokus itu sebab perhatiannya harus dibagi
dengan unsur lain. hal itu disebabkan bahwa dalam seni pertunjukan
naskah drama hanya salah satu unsur yang berdampingan dengan unsur
gerak, suara, mimik/bunyi, dan rupa.

2. Dimensi kedua: Dimensi Teks Sastra atau genre sastra

Drama sebagai genre sastra yaitu sebuah genre sastra. Drama


memungkinkan ditulis dalam bahasa yang memikat dan mengesankan.
10
Drama dapat ditulis oleh pengarangnya dengan mempergunakan bahasa
sebagaimana sebuah sajak: penuh irama dan karya akan bunyi yang
indah, namun sekaligus menggambarkan watak-watak manusia secara
tajam.

C. Teknik Bermain Drama

Ada berbagai ahli yang mengemukakan teknik bermain drama.


Namun, pada kali ini pemaparan teknik bermain drama terbatas pada teknik
yang dikemukakan oleh W.S. Rendra dan Putu Wijaya. Berikut dua teknik
bermain yang dikemukakan oleh W.S. Rendra dan Putu Wijaya.

1. Teknik Bermain Menurut W.S. Rendra


Rendra mengemukakan teori acting, yang disebut teori jembatan
keledai, meliputi 11 langkah, yang juga disebutnya sebagai teknik
menciptakan peran (Rendra, 1976: 69-72). Sebelas langkah ini adalah
sebagai berikut.
a) Mengumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh
sang peran dalam drama itu.
b) Mengumpulkan sifat-sifat watak sang peran, kemudian dicoba
dihubungkan dengan tindakan-tindakan pokok yang harus
dikerjakannya, kemudian ditinjau, manakah yang harus ditonjolkan
sebagai alasan untuk tindakan tersebut.
c) Mencari dalam naskah, pada bagian mana sifat-sifat pemeran itu harus
ditonjolkan.
d) Mencari dalam naskah, ucapan-ucapan yang hanya memiliki makna
tersirat untuk diberi tekanan lebih jelas, hingga maknanya lebih
tersembul keluar.
e) Menciptakan gerakan-gerakan air muka, sikap dan langkah yang dapat
mengekspresikan watak tersebut di atas.
f) Menciptakan timing atau aturan ketepatan waktu yang sempurna, agar
gerakan-gerakan dan air muka sesuai dengan ucapan yang dinyatakan.
g) Memperhitungkan teknik, yaitu penonjolan terhadapucapan, serta
penekanannya, pada watak-watak sang peran itu.
11
h) Merancang garis permainan yang sedemikian rupa sehingga gambaran
tiap perincian watak-watak itu, disajikan dalam tangga menuju puncak,
dan tindakan yang terkuat pula.
i) Mengusahakan agar perencanaan kebiasaan oleh sang peran tersebut
tidak berbenturan dengan rencana (konsep) penyutradaraan.
j) Menetapkan business dan blocking yang sudah ditetapkan bagi sang
peran dan diusahakan dihafal agar menjadi kebiasaan oleh sang peran.
k) Menghayati dan menghidupkan peran dengan imajinasi dengan jalan
pemusatan perhatian pada pikiran dan perasaan peran yang dibawakan.
Proses terakhir ini, boleh dikatakan meleburkan diri, encounter, di mana
terjadi penjiwaan mantap.

Selain teknik pembinaan peran di atas, dalam buku yang sama


Rendra juga membicarakan teknik muncul, teknik memberi isi, teknik
pengembangan (progresi), teknik membina puncak, teknik timing, teknik
penonjolan, keseimbangan peran, pengaturan tempo permainan, latihan
sikap badan dan gerak vakin, teknik ucapan, dan latihan menanggapi atau
mendengarkan (Supriyadi, 2013).

2. Teknik Bermain Menurut Putu Wijaya


Wijaya (2007:112) mengemukakan bahwa pemain teater adalah
orang yang mempergunakan tubuh dan perasaannya untuk
mengekspresikan karakter orang lain. Untuk berhasil melakukan semua
itu, pertama-tama ia harus mengenal tubuh dan rasa yang dimilikinya.
Baru sesudah mengenal, ia akan mampu menguasai dan mempergunakan
secara maksimal untuk mengekspresikan tokoh yang harus dihidupkannya.

a. Mengenal Potensi Diri


Jadi yang pertama dilakukan oleh seorang pemain adalah
mengenal, memahami tubuhnya sendiri. Apa kekuatan dan
kelemahan-kelemahannya. karena kelemahannya itulah yang
membedakan in dari orang lain. Untuk itu ada pelatihan-pelatihan

12
mengenal diri sendiri. Di dalam latihan calon pemain akan bertemu
batas kemampuannya. Rahasia kelemahannya Kemudian upaya
mengatasinya. Berkat melihat kelemahan pada cara berjalan seseorang
akan tahu bagaimana berjala yang lebih baik dan efisien sesuai dengan
tubuhnya sendiri. Sebagai hasilnya, ia akan berhenti meniru orang lain
dan menjadi dirinya sendiri.
Memahami diri sendiri, menguasai diri dan kemudian percaya
kepada diri, lalu melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan
sendiri, akan membuat seorang pemain keluar dari klise. Jadi berlatih
tidak hanya baik buat seorang yang ingin menjadi, tetapi bagi yang
sudah menjadi pemain. Agar ia kembali segar dan tumbuh mencari
bentuk bentuk pengungkapan yang baru. Jadi "taksu" karisma juga
memerlukan "perawatan".
Ada satu hal yang diucapkan oleh Stanislavsky, pakar akting
modern yang dapat menjelaskan banyak hal, Tidak ada peran-peran
kecil di dalam teater. Yang ada adalah aktor-aktor kecil menghadapi
peran-peran besar. Artinya, semua peranan di dalam teater sebenarnya
adalah peran besar tergantung dari siapa dan bagaimana
memerankannya.

b. Bakat dan Kemauan


Bagi yang ingin menjadi pemain teater/film tv ada satu
persyaratan mutlak yang harus dipenuhi, yakni kemauan. Tanpa ada
kemauan, seorang yang memiliki bakat besar, akan kalah dengan
mereka yang semula dianggap tidak berbakat, bisa berbalik menjadi
menjad seorang pemain ulung, yang mampu mengalahkan bakat bakat
besar, yang tidak ditunjang dengan kemauan.
Dengan kata lain, menjadi seorang pemain tidak cukup lagi
hanya diserahkan sebagai proses alami. Dulu memang bisa begitu.
Setidaknya-tidaknya cukup aman dengan begitu, menjadi pemain
adalah menunggu kesempatas ditemukan oleh mencari bakat.

13
Sekarang, menjadi seorang pemain, harus memerlukan tindakan
aktif dari personal bersangkutan. Itu pun belum menjamin akan
membuat seseorang benar-benar menjadi pemain. Karena dunia
pertunjukan erat hubungannya dengan bisnis sehingga kualitas,
peluang, dan nasib baik ikut menentukan. Tetapi itu pun tidak bisa
hanya ditunggu, tetap saja harus direbut.

c. Upaya yang Harus Dilakukan


Upaya-upaya yang harus dilakukan oleh seorang pemain terbagi
dalam dua hal besar. Pertama, upaya ke dalam dirinya sendiri. Ini
meliputi bagaimana ia menyiapkan tubuh dan jiwanya sebagai lahan
yang siap untuk memainkan karakter-karakter yang akan menjadi
tugasnya. Untuk itu ia harus mengenal terlebih dulu siapa dirinya.
Setelah itu ia baru bisa mengembangkan dan mengarahkan dengan
berbagai tindakan yang tepat.
Mengenal diri sendiri dapat ditempuh berbagai cara. Yang paling
banyak dilakukan adalah merenungi bayangan-bayang diri. Ini
kesalahan fatal. Mengenal diri sendiri tidak bisa melompati jalan
pintas seperti itu. Harus memakai produser, yaitu dengan mengenal
orang lain. Diri setiap orang baru akan terpantul dengan sejujurnya
dari kehadiran, tingkah laku, dan reaksi-reaksi orang lain.
Kesalahan yang biasa dibuat oleh calon pemain adalah menolak
dirinya. Bukan saja karena dirinya tidak sesuai dengan harapannya,
tetapi karena sebenarnya ia tidak mencari dirinya. Ia mencari orang
lain di dalam dirinya dan bila ia tidak menemukan itu, ia dengan
kekerasan memaksakan menciptakan itu ke dalam dirinya.
Ada seorang pemain yang sangat percaya kepada kesempurnaan
tubuhnya. Ada juga yang begitu yakin kepada keberaniannya,
sebagian lagi percaya kepada sukses yang sudah didapatkan ketika
bekerja dengan seorang sutradara hebat dalam sebuah produksi yang
sukses. Tetapi begitu mendapat beban baru, ia hanya mencoba
mengulang-ulang dan bertahan mati apa yang sudah kadaluarsa.

14
Orang tersebut bukan seorang pemain, tetapi mayat yang menghalangi
proses kreatif, karena ia tenggelam dalam nostalgianya.
Kesalahan lain adalah ketika calon pemain yakin menemukan
beberapa persamaan elemen dalam dirinya, dengan apa yang akan ada
pada idolanya. Lalu ia banting tulang, menyerahkan upayanya untuk
mengembangkan kekayaannya yang palsu itu. Meskipun ia sudah
melakukan kerja keras, serta terbakar oleh ambisi, ia tetap tidak akan
pernah bisa tumbuh dengan baik. Calon pemain seperti ini
memerlukan penyadaran, sebuah cuci jiwa untuk mengembalikan ia
pada jati dirinya. Betapa pun kecil, hina atau layaknya dirinya, tetapi
karena itu adalah miliknya, itu adalah kekuatan. Tidak bisa tidak, ia
harus mulai dari sana.
Banyak calon pemain sudah salah menafsirkan partisipasinya
atau keikutsertaannya dalam sebuah pembuatan film/sinetron,
lokakarya atau kursus, sebagai semacam sertifikat. Seakan kalau ia
sudah pernah terlibat, atau pernah masuk dalam sebuah akademi,
misalnya, ia langsung sudah terformat jadi pemain. Ini salah kaprah.
Metode atau latihan calon pemain, bahkan kursus dan akademi, hanya
semacam "jebakan moral" untuk memberikan kesadaran kepada
seseorang, bahwa menjadi pemain, memerlukan proses belajar.
Dengan masuk, bersetia dan fanatik pada Sanggar Teater
Populer, atau Bengkel Teater atau Akademi Teater, misalnya,
seseorang tidak dengan sendirinya menjadi seorang pemain. Bahkan
dengan mendapatkan Piala Citra dari Festival Film Indonesia (FFI),
seseorang belum tentu adalah seorang pemain. Seseorang menjadi
pemain kalau ia mengenal siapa dirinya, lalu berlatih mengembangkan
potensinya sehingga siap untuk melayani peran dengan bantuan
pengarahan seorang sutradara.

15
PENUTUP

A. Kesimpulan
Drama merupakan salah satu karya sastra yang dipenuhi dengan
dialog-dialog dan dipentaskan di atas panggung. Sebagai salah satu karya
sastra yang dipentaskan, maka dalam pementasannya senantiasa mengacu
pada naskah drama yang telah disiapkan. Percakapan atau dialog itu bisa
juga dipandang sebagai pengertian tindakan, dalam sebuah cerita drama
tentu memiliki unsur yang akan mendukung sebuah cerita drama. Unsur
tersebut adalah tema, alur, tokoh, latar/setting, dan amanat. Unsur-unsur
tersebut membangun bagian-bagian cerita drama yang meliputi prolog,
dialog, epilog, adengan dan babak. Untuk melakukakan pementasan yang
baik, aktor perlu memahami dimensi tokoh drama untuk mendalami peran
tokoh yang dimainkan. Dimensi tokoh mencakup dimensi fisik, sosial, dan
psikologis. Dimensi tokoh akan memudahkan aktor untuk menerapkan
teknik bermain ketika mementaskan suatu drama. Teknik bermain paling
penting yang harus dikuasai oleh aktor adalah pendalaman tokoh.

B. Saran
Demikian pokok bahasan yang telah disusun oleh penulis tentang
Bagian-Bagian Cerita Dalam Drama. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat dan menjadi acuan untuk menambah wawasan para pembaca.
Tentunya penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kesalahan. Penulis akan segera melakukan perbaikan susunan
makalah dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik
yang dapat membangun dari para pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Asmara, Adhy.(1979). Apresiasi Drama. Yogyakarta:Nur Cahaya

Kompas.com. (2020) “Struktur dan Kaidah Kebahasaan Drama. (Halaman web).


https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/18/184743169/struktur-dan-
kaidah-kebahasaan-drama?page=all diakses pada 14 November 2021
Pukul 09.30 WIB.

Rendra, W.S. (1876). Tentang Bermain Drama. Jakarta: Pustaka Jaya.

Supriyadi. (2013). Teori Apresiasi Drama/Teater. Palembang: Maheda Utama


Jaya.

Wijaya, Putu. (2007). Teater: Buku Pelajaran seni Budaya. Jakarta: Lembaga
Pendidikan Seni Nusantara

17

Anda mungkin juga menyukai