ALIRAN-ALIRAN DRAMA
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
Adiatullina 2211210012
Oleh karena itu demi penyempurnaan makalah ini, penyusun siap menerima kritik dan
saran dari pembaca yang dapat menunjang perbaikan makalah ini lebih baik kedepannya.
Terima kasih kepada Ibu Ita selaku dosen yang telah membimbing kami sehingga kami dapat
lebih mengerti tentang. Aliran-aliran Drama yang di ulas dalam mata kuliah Penulisan Dan
Pementasan Drama, dan tidak lupa terima kasih kami bagi teman-teman kampus dan keluarga
yang memberikan masukan saran terbaik bagi kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik walau jauh dari kata sempurna. Demikian makalah ini dibuat semoga
bermanfaat, Terima kasih.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................................................4
1.4 Manfaat.......................................................................................................................................4
BAB 2...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Drama......................................................................................................................5
2.2 Aliran-Aliran Drama.................................................................................................................5
2.3 Tokoh-tokoh Gaya Ekspresionisme dalam Penciptaan Karya-Karya Drama Teater........13
BAB 3..................................................................................................................................................15
PENUTUP..........................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Drama merupakan sebuah karya sastra yang ditampilkan dan dipertontonkan untuk
menghibur masyarakat. Budianta, dkk (2002:95), menyatakan bahwa drama merupakan
sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog
atau percakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Dalam perkembangannya, drama
mempunyai beberapa bentuk dalam pementasan dan penyajiannya. Hal tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang mendukung terjadinya perbedaan Aliran-aliran drama, diantaranya
karena perkembangan jaman yang menuntut manusia untuk berbudaya, kejenuhan para
penikmat sastra atau penonton drama karena bentuk-bentuk yang disajikan selalu sama,
kekreatifan dan ide-ide para pelopornya.
Drama merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang telah mengakar dalam
budaya manusia sejak zaman kuno. Seiring berjalannya waktu, drama telah berkembang
menjadi berbagai aliran yang masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri. Setiap aliran ini
membawa pemahaman unik tentang bagaimana cerita dapat disampaikan, karakter dapat
dikembangkan, dan pesan dapat diungkapkan dalam seni teater. Dalam makalah ini, kami
akan menjelajahi aliran-aliran drama yang paling signifikan dalam sejarah seni pertunjukan.
Kami akan mengungkapkan sejarah perkembangan mereka, karakteristik utama yang
membedakannya, dan dampaknya terhadap dunia teater yang kita kenal hari ini.
Dengan memahami keragaman aliran drama ini, kita akan dapat mengapresiasi
kekayaan seni pertunjukan dan melihat bagaimana setiap aliran telah memengaruhi
perkembangan teater serta bagaimana mereka terus berperan dalam membentuk teater
kontemporer. Langkah pertama dalam perjalanan ini adalah memahami dasar-dasar aliran-
aliran drama yang telah membentuk teater selama berabad-abad.
Drama Klasik pada dasarnya adalah suatu bentuk seni drama yang menyajikan lakon-
lakon klasik terutama dari kisah pewayangan. Berbeda dengan yang terjadi dalam Drama
Gong, dalam Drama Klasik faktor iringan tidak begitu mengikat dan dalam banyak hal
gamelan dimainkan sekedar hanya sebagai ilustrasi yang berfungsi sebagai pengisi
kekosongan ketika terjadi peralihan adegan. Pemusik tidak ditampilkan di pentas melainkan
disembunyikan dibalik layar. Lakon dan dialog - dialog dalam Drama Klasik dituangkan
kedalam sebuah skenario yang disusun oleh seorang sutradara Di dalam membawakan lakon,
para pemain berakting secara realistis dengan dialog berbahasa Indonesia gaya sandiwara
atau bahasa Bali, dengan mengenakan busana yang dirancang mendekati busana pewayanga
Klasik juga merupakan sebuah aturan naskah yang sangat di taati (tunduk pada trilogi
Aristoteles) dan mengarah kepada Yunani romawi. Pada aliran ini, watak pelaku yang baik
dan buruh jahat sangat nampak. Yang benar akan mendapatkan ganjaran, dan yang jahat akan
mendapatkan hukuman. Aliran klasik dengan tokoh-tokoh: (1) Pine Coneille, (2) Jean
Raceme, dan (3) Joost van de Vondel.
Adapun ciri-ciri aliran klasik adalah:
1. unduk terhadap bukum trilogi Aristoteles dalam hal kesatuan tempat, waktu,
dan gerak.
2. Acting nya bergaya deklamasi,
3. drama lirik lebih banyak ditulis,
4. irama permainan
Aliran ini merasukki drama dan teater terutamadi Prancis, yaitu ketika teori Neoklasik
dari Itali masuk ke perancis kira-kira tahun 1630-an. Dasar-dasar teori neo Klasik Menurut
Sumardjo sebagai beikut:
1. Hanya ada dua bentuk drama, yaitu tragedi dan komedi daan keduanya tidak boleh
campur
2. Drama harus berisi ajaran moral yang di sajikan secara menarik 3. Kesatuan waktu
dan kejadian harus di pertahankan
1. Piere Cornicle (1606-1684), karyanya: Horace, Cinna. Polyeucte. Buku teori Drama
dengan judul "Risalah Tentang Tragedi
2. Jean Racine (1639-1673), Karyanya: Les Playdeurs, Esther, Athalie, dll. 3. Moliere
(1622-1673), asli namanya adalah jean Baptiste Poquelin Karyanya: dokter gadung,
sekolah Istri, caalon Gentelmen dil
Aliran klasik mendasari penciptaan naskah drama yang bertemakan duka cerita seperti
pada drama-drama zaman Yunani- Romawi. Dialognya panjang-panjang dengan
menggunakan bentuk sajak berirama. Lakonnya bersifat statis dan diselingi monolog. Dalam
pementasan laku dramatis diselingi dengan deklamasi. Aspek keindahan akting dan dialog
sangat diutamakan tanpa menghiraukan komunikatif tidaknya lakon.
Drama Klasik pada dasarnya adalah suatu bentuk seni drama yang menyajikan lakon-
lakon klasik terutama dari kisah pewayangan. Berbeda dengan yang terjadi dalam Drama
Gong, dalam Drama Klasik faktor iringan tidak begitu mengikat dan dalam banyak hal
gamelan dimainkan sekedar hanya sebagai ilustrasi yang berfungsi sebagai pengisi
kekosongan ketika terjadi peralihan adegan. Pemusik tidak ditampilkan di pentas melainkan
disembunyikan dibalik layar. Lakon dan dialog dialog dalam Drama Klasik dituangkan
kedalam sebuah skenario yang disusun oleh seorang sutradara. Di dalam membawakan lakon,
para pemain berakting secara realistis dengan dialog berbahasa Indonesia gaya sandiwara
atau bahasa Bali, dengan mengenakan busana yang dirancang mendekati busana pewayangan,
Seni drama modern ini diciptakan oleh seorang tokoh drama asal Badung, Ida Bagus Anom
Ranuara, melalui sanggar teater yang dipimpinnya yaitu Sanggar Mini Badung. Kreasi ini
muncul menjelang akhir tahun 1970 yang kehadirannya banyak didorong oleh TVRI
Denpasar, Penampilan Drama Klasik karya Anom Ranuara sebagian besar melalui tayangan
layar kaca. Satu aspek penting yang membedakan drama ini dengan Drama Gong adalah
tidak adanya peran Punakawan untuk menterjemahkan dialog para pemeran utama. Set
dekorasi dan properti panggung yang realistis menjadi salah satu kekuatan dari Drama Klasik
ini. Disamping itu durasi pementasan dari Drama Klasik relatif singkat yaitu sekitar 2 jam,
dibandingkan dengan Drama Gong yang bisa dipentaskan semalam suntuk.
Pada awal abad ke 19, sebuah pergerakan teater besar yang dikenal dengan Romantik
mulai berlangsung di Jerman. August Wilhelm Schlegel adalah seorang penulis Roman
Jerman yang menganggap Shakespeare adalah salah satu dari pengarang naskah lakon
terbesar dan menerjemahkan 17 dari naskah lakonnya. Penggemar besar Shakespeare lain
adalah Ludwig Tiecky yang sangat berperan dalam memperkenalkan karya-karya
Shakespeare kepada orang-orang Jeman. Salah satu lakon tragedinya adalah Kaiser
Octaveous. Pengarang Jerman lainnya di awal abad ke 19 antara lain, Henrich von Kleist
yang dikenal sebagai penulis lakon terbaik zaman itu, Christian Grabbe yang menulis Don
Juan dan Faust, Franz Grillparzer yang dipandang sebagai penulis lakon serius pertama
Austria, dan George Buchner yang menulis Danton's Death dan Leoce & Lena.
Di Inggris, pergerakan Romantik dipicu oleh naskah lakon karya Samuel Taylor
Coleridge, Henry James Byron, Percy Bysshe Shelley, dan John Keats. Dengan naskah lakon
seperti. Remorse karya Coleridge. Marino Fanceiro karya Byron, dan The Cinci karya
Shelley. Inggris menjadi berpengaruh kuat dalam mempopulerkam aliran Romantik. D
Perancis, Victor Hugo menulis Hernani (tahun 1830). The Moor of Venice adalah naskah
lakon yang ditulis oleh Alfred de Vigny yang merupakan adaptasi Othello. Alexandre Dumas
menulis lakon Henri III and His Court dan Christine. Alfred de Musset menulis lakon A
Venician Night dan No Trifling With Love.
Aliran ini berkembang pada tahun 1850-an, aliran ini sebagai wujud perkembangan
drama dan teater modern dalam aliran kesenian. Ketidakpuasan terhadap konsepsi romantik,
merupakan salah satu penyebab mengapa aliran ini berkembang. Kaum realisme menganggap
bahwa idealisme yang dituntut oleh kaum romantik tidak mungkin terwujud. Karena itulah
para penulis realisme berusaha menggambarkan kenyataan kehidupan yang subjektif.
Kenyataan yang sebagaimana terjadi pada kehidupan sehari-hari
Drama Realisme bukan lagi berbicara tentang persoalan pemujaan dewa, tetapi lebih
kepada persoalan kehidupan yang berkaitan dengan kejadian nyata pada kehidupan sehari-
hari seperti masalah ekonomi, hubungan persaudaraan dan sebagainya. Realisme menyajikan
seni yang mengandung tujuan lain dibalik itu. Pembicaraan tentang realisme bukan
mempersoalkan seberapa cocok dan pas antara lakon yang dilukiskan pada naskah dengan
pementasan yang disajikan secara realitas di dalam masyarakat. Ada dua macam aliran
realisme, yaitu: (1) realisme sosial dan (2) realisme psikologis
1. Realisme sosial. Aliran ini sering kali disebut aliran realisme murni. Dalam drama
dilukiskan kepincangan sosial, penderitaan, dan ketidakadilan untuk maksud
mengadakan protes sosial. Aliran realisme sosial berbeda dengan aliran naturalisme
karena sifatnya yang optimis, aliran naturalisme bersifat pesimis.
Gaya ekspresionisme dalam dunia penciptaan drama teater merupakan salah-satu gaya
modern di mana perasaan-perasaan atau respons-respons jiwa yang bersifat subjektif terhadap
subjek/objek yang diapresiasi seniman pencipta, menjadi objek ungkapan seniman pencipta.
Muncul pada awal abad 20/1901. Seperti halnya simbolisme, ekspresionisme sebenarnya
muncul sebagai suatu gerakan dalam penciptaan karya seni yang ditujukan untuk
menolak/menandingi penciptaan karya seni bergaya realisme dan naturalisme yang menurut
anggapan kaum ekspresionisme, juga terlalu berorientasi pada akal/logika dan tidak memberi
jalan bagi kebenaran-kebenaran/kenyataan-kenyataan individualistik yang berkenaan dengan
perasaan-perasaan/respons-respons yang bersifat khusus. Gerakan ini merebak setelah karya-
karya pelukis ekspresionistik pertama. Vincent Van Gogh, mulai menarik perhatian dunia,
terutama para kritikus karya seni lukisan.
F. Aliran Absurdisme
Absurdisme adalah suatu paham atau aliran yang didasarkan pada kepercayaan bahwa
usaha manusia untuk mencari arti dari kehidupan akan berakhir dengan kegagalan dan bahwa
kecenderungan manusia untuk melakukan hal itu sebagai suatu yang absurd. Filsafat
absurdisme berhubungan dengan eksistensialisme dan nihilisme dan dipelopori oleh Denmark
abad ke-19.
Aliran absurdisme dalam kesusastraan yang menonjolkan hal-hal yang di luar jalur
logika, satu kehidupan dan bentang peristiwa imajinatif, dari alam bawah sadar, suasana trans
Pengarang aliran ini memiliki kesan mengada-ngada, sengaja menyimpang dari konvensi
kehidupan dan pola penulisan, tetapi pada super starnya, nampak kuat kebaruan dan
kesegaran kreativitas mereka, bahkan kegeniusan mereka. Aliran ini menyajikan satu lakon
yang seolah tidak memiliki kaitan antara peristiwa satu dengan yang lain, antara percakapan
komunikasi antarsesama, absurdisme selalu menyimpang dari realitas apa yang ada di dunia,
kontradiksi dari apa yang selalu terjadi. Pemicu Munculnya Aliran Absurdisme Muncul
1. Konsep absurd dimunculkan oleh Abert Camus dalam sebuah esainya, Mitos Sisipus.
2. Inti cerita Mitos Sisipus diambil dari mitologi Yunani Kuno.
Dalam cerita itu dikisahkan bahwa Sisipus dihukum para dewa. Hukuman yang harus
dilakukan Sisipus mengangkut batu besar ke atas gunung yang terjal. Akan tetapi, setelah
mengangkat batu yang berakhir di puncak, batu itu menggelinding, kemudian mengangkut
batu itu kembali ke puncak. Hukuman itu terus berulang dilakukan oleh Sisipus. Hukuman
menurut tafsiran Albert Camus sejarah manusia berlangsung tapi diujungnya harapan besar
apa pun tak akan terpenuhi" (1982:201). Menurut kaum Absurd, kebenaran di dunia ini
adalah suatu kekacauan, kacau tak berbentuk, dan penuh kontradiksi. Menurut mereka.
kebenaran itu tidak bisa dinilai secara mutlak, melainkan relatif karena dunia ini terdapat
Tokoh-tokoh Absurdisme:
1. Samuel Beckett
2. ugene Ionesco
3. Arthur Adamov
4. Friefrich Durrenmatt
5. Iwan Simatupang
6. Arifin C.Noer
7. Putu Wijaya
Aliran Romantik berkembang pada akhir abad XVIII, mendasari naskah drama yang
isinya fantastis, seringkali tidak logis. Isi ceritanya bunuh membunuh, teriak-teriakan dalam
gelap, korban pembunuhan hidup kembali, tokohnya bersifat sentimentil keindahan bahasa
diutamakan dan memperhatikan aspek komunikatif. Dalam pementasan aktingnya lebih
bernafsu dan bombastis dengan mimik yang dilebih-lebihkan (overacting).
Aliran Realisme mendasari naskah drama yang melukiskan semua kejadian seperti apa
adanya (sesuai dengan kenyataan yang ada). Kenyataan yang dilukiskan tidak dilebih-
lebihkan dan tidak menggunakan perlambangan (lambang). Naskah drama ini disebut drama
realis yang berusaha mengungkapkan problema-problema kehidupan sosial kemasyarakatan
secara nyata. Namun demikian aspek keindahan tetap diperhatikan, yakni keindahan meniru
alam dan lingkungan sebenarnya. Ada dua macam aliran realisme, yaitu realisme sosial dan
realisme psikologis. Realisme sosial melukiskan problema sosial yang sangat berpengaruh
terhadap kehidupan psikologis pelaku. Realisme sosial menyodorkan problema sosial seperti
kesenjangan sosial, kemiskinan, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan sejenisnya yang
terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan Dalam pementasan aktingnya wajar,
bahasanya sederhana (bahasa seharihari yang digunakan masyarakat yang digambarkan
dalam naskah drama). Pemakaian bahasa mencerminkan realita sosial kemasyarakatan
Aliran absurdisme dalam kesusastraan yang menonjolkan hal-hal yang di luar jalur
logika, satu kehidupan dan bentang peristiwa imajinatif, dari alam bawah sadar, suasana
trans. Pengarang aliran ini memiliki kesan mengada-ngada, sengaja menyimpang dari
konvensi kehidupan dan pola penulisan, tetapi pada super starnya, nampak kuat keburuan dan
kesegaran kreativitas mereka, bahkan kegeniusan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, Yuri & Siswiyanti, Frida. (2014). Teori Drama dan Pengajarannya. Yogyakarta:
Ombak.
Widyahening, Ch Evy Tri. (2012). KAJIAN DRAMA: Teori dan Implementasi. Surakarta:
FKIP UNS.
Santosa, Eko, dkk. 2008. Seni teater, jilid 2. Jakarta: Direktur Pembinaan SMK
http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/gaya-dramateater-ekspresionisme/dikases
07/10/2021
http://bintangmakmur-id.com/portfolio/macam-gaya-pementasan diakses/07/10/2021
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekspresionisme/diakses/07/10/2021