Anda di halaman 1dari 17

PENULISAN DAN PEMENTASAN DRAMA

ALIRAN-ALIRAN DRAMA

DOSEN PENGAMPU :

Ita Khairani. S. Pd.M.Hum

DISUSUN OLEH :

Adiatullina 2211210012

Nurazmi Zelita Putri 2211210015

Oxana Simanungkalit 2212210003

PRODI SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2023


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah Swt yang dengan rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang mengulas tentang Aliran-aliran
Drama dimana ini adalah mata kuliah “Penulisan Dan Pementassan Drama”. Kami sadari
bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna baik dari segi teknik penyajian maupun
dari segi penyusunan.

Oleh karena itu demi penyempurnaan makalah ini, penyusun siap menerima kritik dan
saran dari pembaca yang dapat menunjang perbaikan makalah ini lebih baik kedepannya.
Terima kasih kepada Ibu Ita selaku dosen yang telah membimbing kami sehingga kami dapat
lebih mengerti tentang. Aliran-aliran Drama yang di ulas dalam mata kuliah Penulisan Dan
Pementasan Drama, dan tidak lupa terima kasih kami bagi teman-teman kampus dan keluarga
yang memberikan masukan saran terbaik bagi kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik walau jauh dari kata sempurna. Demikian makalah ini dibuat semoga
bermanfaat, Terima kasih.

Medan, 12 September 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................................................4
1.4 Manfaat.......................................................................................................................................4
BAB 2...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Drama......................................................................................................................5
2.2 Aliran-Aliran Drama.................................................................................................................5
2.3 Tokoh-tokoh Gaya Ekspresionisme dalam Penciptaan Karya-Karya Drama Teater........13
BAB 3..................................................................................................................................................15
PENUTUP..........................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Drama merupakan sebuah karya sastra yang ditampilkan dan dipertontonkan untuk
menghibur masyarakat. Budianta, dkk (2002:95), menyatakan bahwa drama merupakan
sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog
atau percakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Dalam perkembangannya, drama
mempunyai beberapa bentuk dalam pementasan dan penyajiannya. Hal tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang mendukung terjadinya perbedaan Aliran-aliran drama, diantaranya
karena perkembangan jaman yang menuntut manusia untuk berbudaya, kejenuhan para
penikmat sastra atau penonton drama karena bentuk-bentuk yang disajikan selalu sama,
kekreatifan dan ide-ide para pelopornya.

Drama merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang telah mengakar dalam
budaya manusia sejak zaman kuno. Seiring berjalannya waktu, drama telah berkembang
menjadi berbagai aliran yang masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri. Setiap aliran ini
membawa pemahaman unik tentang bagaimana cerita dapat disampaikan, karakter dapat
dikembangkan, dan pesan dapat diungkapkan dalam seni teater. Dalam makalah ini, kami
akan menjelajahi aliran-aliran drama yang paling signifikan dalam sejarah seni pertunjukan.
Kami akan mengungkapkan sejarah perkembangan mereka, karakteristik utama yang
membedakannya, dan dampaknya terhadap dunia teater yang kita kenal hari ini.

Dengan memahami keragaman aliran drama ini, kita akan dapat mengapresiasi
kekayaan seni pertunjukan dan melihat bagaimana setiap aliran telah memengaruhi
perkembangan teater serta bagaimana mereka terus berperan dalam membentuk teater
kontemporer. Langkah pertama dalam perjalanan ini adalah memahami dasar-dasar aliran-
aliran drama yang telah membentuk teater selama berabad-abad.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Drama
Kata "drama" dikenal berasal dari bahasa Perancis yang berbunyi "drama" dan
digunakan sebagai perantara untuk menjelaskan lakon - lakon tentang kehidupan kelas
menengah. Sebuah kesenian yang melukiskan sifat serta sikap manusia melalui
percakapan dan aksi para tokohnya kedalam sebuah gerakan.
Menurut Pratiwi dan Siswayanti (2014:14) drama merupakan cerita yang
dikembangkan dengan berlandaskan pada konflik kehidupan manusia dan dituangkan
dalam bentuk dialog untuk dipentaskan dihadapan penonton.
Pada umumnya drama terbagi menjadi dua bentuk, yaitu sebagai karya sastra (text
play) dan drama teater (pementasan). Text play dalam sebuah drama biasanya terlihat
dalam bentuk naskah drama. Melalui naskah drama, para pelaku drama akan dimudahkan
dalam berdialog di atas pentas. Apabila dialog sebuah drama tidak komunikatif, maka
maksud pengarang, dan respon emosional pengarang tidak akan sampai kepada para
penonton .
Dari pengertian diatas dapat disimpulka bahwa karya sastra (dramatik) merupakan
pertunjukan di atas panggung yang menggabungkan gerakan tubuh (mimik) dengan
dialog untuk menggambarkan konflik dalam diri manusia kepada penonton. Jadi, Karya
sastra berupa drama diwujudkan sebagai representasi pertikaian / konflik yang dirasakan
manusia melalui lakuan dan dialog agar tersampaikan kepada para penontonnya.

2.2 Aliran-Aliran Drama


A. Aliran Klasik

Drama Klasik pada dasarnya adalah suatu bentuk seni drama yang menyajikan lakon-
lakon klasik terutama dari kisah pewayangan. Berbeda dengan yang terjadi dalam Drama
Gong, dalam Drama Klasik faktor iringan tidak begitu mengikat dan dalam banyak hal
gamelan dimainkan sekedar hanya sebagai ilustrasi yang berfungsi sebagai pengisi
kekosongan ketika terjadi peralihan adegan. Pemusik tidak ditampilkan di pentas melainkan
disembunyikan dibalik layar. Lakon dan dialog - dialog dalam Drama Klasik dituangkan
kedalam sebuah skenario yang disusun oleh seorang sutradara Di dalam membawakan lakon,
para pemain berakting secara realistis dengan dialog berbahasa Indonesia gaya sandiwara
atau bahasa Bali, dengan mengenakan busana yang dirancang mendekati busana pewayanga
Klasik juga merupakan sebuah aturan naskah yang sangat di taati (tunduk pada trilogi
Aristoteles) dan mengarah kepada Yunani romawi. Pada aliran ini, watak pelaku yang baik
dan buruh jahat sangat nampak. Yang benar akan mendapatkan ganjaran, dan yang jahat akan
mendapatkan hukuman. Aliran klasik dengan tokoh-tokoh: (1) Pine Coneille, (2) Jean
Raceme, dan (3) Joost van de Vondel.
Adapun ciri-ciri aliran klasik adalah:
1. unduk terhadap bukum trilogi Aristoteles dalam hal kesatuan tempat, waktu,
dan gerak.
2. Acting nya bergaya deklamasi,
3. drama lirik lebih banyak ditulis,
4. irama permainan

B. Aliran Neo Klasik

Aliran ini merasukki drama dan teater terutamadi Prancis, yaitu ketika teori Neoklasik
dari Itali masuk ke perancis kira-kira tahun 1630-an. Dasar-dasar teori neo Klasik Menurut
Sumardjo sebagai beikut:

1. Hanya ada dua bentuk drama, yaitu tragedi dan komedi daan keduanya tidak boleh
campur
2. Drama harus berisi ajaran moral yang di sajikan secara menarik 3. Kesatuan waktu
dan kejadian harus di pertahankan

Para penulis drama Neo-klasik adalah sebabagai berikut;

1. Piere Cornicle (1606-1684), karyanya: Horace, Cinna. Polyeucte. Buku teori Drama
dengan judul "Risalah Tentang Tragedi
2. Jean Racine (1639-1673), Karyanya: Les Playdeurs, Esther, Athalie, dll. 3. Moliere
(1622-1673), asli namanya adalah jean Baptiste Poquelin Karyanya: dokter gadung,
sekolah Istri, caalon Gentelmen dil

Aliran klasik mendasari penciptaan naskah drama yang bertemakan duka cerita seperti
pada drama-drama zaman Yunani- Romawi. Dialognya panjang-panjang dengan
menggunakan bentuk sajak berirama. Lakonnya bersifat statis dan diselingi monolog. Dalam
pementasan laku dramatis diselingi dengan deklamasi. Aspek keindahan akting dan dialog
sangat diutamakan tanpa menghiraukan komunikatif tidaknya lakon.

Drama Klasik pada dasarnya adalah suatu bentuk seni drama yang menyajikan lakon-
lakon klasik terutama dari kisah pewayangan. Berbeda dengan yang terjadi dalam Drama
Gong, dalam Drama Klasik faktor iringan tidak begitu mengikat dan dalam banyak hal
gamelan dimainkan sekedar hanya sebagai ilustrasi yang berfungsi sebagai pengisi
kekosongan ketika terjadi peralihan adegan. Pemusik tidak ditampilkan di pentas melainkan
disembunyikan dibalik layar. Lakon dan dialog dialog dalam Drama Klasik dituangkan
kedalam sebuah skenario yang disusun oleh seorang sutradara. Di dalam membawakan lakon,
para pemain berakting secara realistis dengan dialog berbahasa Indonesia gaya sandiwara
atau bahasa Bali, dengan mengenakan busana yang dirancang mendekati busana pewayangan,
Seni drama modern ini diciptakan oleh seorang tokoh drama asal Badung, Ida Bagus Anom
Ranuara, melalui sanggar teater yang dipimpinnya yaitu Sanggar Mini Badung. Kreasi ini
muncul menjelang akhir tahun 1970 yang kehadirannya banyak didorong oleh TVRI
Denpasar, Penampilan Drama Klasik karya Anom Ranuara sebagian besar melalui tayangan
layar kaca. Satu aspek penting yang membedakan drama ini dengan Drama Gong adalah
tidak adanya peran Punakawan untuk menterjemahkan dialog para pemeran utama. Set
dekorasi dan properti panggung yang realistis menjadi salah satu kekuatan dari Drama Klasik
ini. Disamping itu durasi pementasan dari Drama Klasik relatif singkat yaitu sekitar 2 jam,
dibandingkan dengan Drama Gong yang bisa dipentaskan semalam suntuk.

C. Aliran drama Romantik

Drama Romantik berkembang antara tahun 1800-1850 karena memudarnya gagasan


neoklasik dan terjadinya peristiwa revolusi Perancis. Revolusi Perancis yang berhasil
mengubah struktur dan pola kehidupan rakyat Perancis - menghadirkan gerakan baru di dunia
teater yang mendorong terciptanya formula penulisan tema dan penokohan dalam naskah
lakon.

Adapun ciri-ciri aliran ini adalah:

1. Isinya bersifat fantastik dan tidak logis,


2. Menggunakan bahasa yang mengikuti kaidah tata bahasa,
3. Aspek visual ditonjolkan dengan segala perlengkapan baik busana, rias, maupun
panggung yang gemerlapan,
4. Acting-nya sangat bersifat bombastis dengan mimik yang berlebihan,
5. Lakonnya biasanya tentang pembunuhan dengan tokoh-tokohnya yang sentimental,
dan
6. Bentuk drama bersifat bebas, artinya bukannya drama lirik seperti pada aliran klasik.
Dapat ditambahkan bahwa panggung dibuat sangat indah dengan lukisan-lukisan
alam, pemandangan, rumah, dan sebagainya
Ciri-ciri pertunjukan teater Romantik adalah:
1. Menggunakan naskah dengan struktur yang bersifat longgar dengan karakter tokoh
yang berubah-ubah di setiap episode.
2. Setiap bagian plot cerita memiliki episodenya sendiri (plot episodik).
3. Inti cerita adalah masalah kebebasan memberontak pada fakta dan aturan yang
bersifat klasik.
4. Membawakan cerita kesejarahan yang memuat adegan perang, pemberontakan,
pembakaran istana, perang tanding dan sebagainya
5. Panggung dihiasi dengan gambar-gambar yang sangat indah.
6. Setting perspektif diganti dengan lukisan untuk layar sayap panggung dan sayap
belakang dan bentuk skeneri ditampilkan bergantian.

Pada awal abad ke 19, sebuah pergerakan teater besar yang dikenal dengan Romantik
mulai berlangsung di Jerman. August Wilhelm Schlegel adalah seorang penulis Roman
Jerman yang menganggap Shakespeare adalah salah satu dari pengarang naskah lakon
terbesar dan menerjemahkan 17 dari naskah lakonnya. Penggemar besar Shakespeare lain
adalah Ludwig Tiecky yang sangat berperan dalam memperkenalkan karya-karya
Shakespeare kepada orang-orang Jeman. Salah satu lakon tragedinya adalah Kaiser
Octaveous. Pengarang Jerman lainnya di awal abad ke 19 antara lain, Henrich von Kleist
yang dikenal sebagai penulis lakon terbaik zaman itu, Christian Grabbe yang menulis Don
Juan dan Faust, Franz Grillparzer yang dipandang sebagai penulis lakon serius pertama
Austria, dan George Buchner yang menulis Danton's Death dan Leoce & Lena.

Di Inggris, pergerakan Romantik dipicu oleh naskah lakon karya Samuel Taylor
Coleridge, Henry James Byron, Percy Bysshe Shelley, dan John Keats. Dengan naskah lakon
seperti. Remorse karya Coleridge. Marino Fanceiro karya Byron, dan The Cinci karya
Shelley. Inggris menjadi berpengaruh kuat dalam mempopulerkam aliran Romantik. D
Perancis, Victor Hugo menulis Hernani (tahun 1830). The Moor of Venice adalah naskah
lakon yang ditulis oleh Alfred de Vigny yang merupakan adaptasi Othello. Alexandre Dumas
menulis lakon Henri III and His Court dan Christine. Alfred de Musset menulis lakon A
Venician Night dan No Trifling With Love.

D. Aliran drama realisme

Aliran ini berkembang pada tahun 1850-an, aliran ini sebagai wujud perkembangan
drama dan teater modern dalam aliran kesenian. Ketidakpuasan terhadap konsepsi romantik,
merupakan salah satu penyebab mengapa aliran ini berkembang. Kaum realisme menganggap
bahwa idealisme yang dituntut oleh kaum romantik tidak mungkin terwujud. Karena itulah
para penulis realisme berusaha menggambarkan kenyataan kehidupan yang subjektif.
Kenyataan yang sebagaimana terjadi pada kehidupan sehari-hari

Drama Realisme bukan lagi berbicara tentang persoalan pemujaan dewa, tetapi lebih
kepada persoalan kehidupan yang berkaitan dengan kejadian nyata pada kehidupan sehari-
hari seperti masalah ekonomi, hubungan persaudaraan dan sebagainya. Realisme menyajikan
seni yang mengandung tujuan lain dibalik itu. Pembicaraan tentang realisme bukan
mempersoalkan seberapa cocok dan pas antara lakon yang dilukiskan pada naskah dengan
pementasan yang disajikan secara realitas di dalam masyarakat. Ada dua macam aliran
realisme, yaitu: (1) realisme sosial dan (2) realisme psikologis

1. Realisme sosial. Aliran ini sering kali disebut aliran realisme murni. Dalam drama
dilukiskan kepincangan sosial, penderitaan, dan ketidakadilan untuk maksud
mengadakan protes sosial. Aliran realisme sosial berbeda dengan aliran naturalisme
karena sifatnya yang optimis, aliran naturalisme bersifat pesimis.

Ciri-ciri aliran realisme sosial adalah:

a) Pemeran utama biasanya rakyat jelata, misalnya buruh tani, orang


gelandangan, dan sebagainya
b) Acting-nya bersifat wajar seperti dalam kehidupan sehari-hari.
c) Aspek visual dalam pertunjukan tidak berlebih-lebihan, hiasan panggung,
pakaian, rias, dan sebagainya tidak berlebihan dan disesuaikan dengan
realitas kehidupan sehari-hari,
d) Cerita diambil dari kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat dengan lebih
mengutamakan konflik sosial karena perbedaan sosial.
2. Realisme psikologis. Dalam realisme psikologis yang ditekankan bukan dalam hal
kenyataan sosial, tetapi dalam hal kenyataan psikologis para pelakunya. Adapun ciri-
ciri realisme psikologis adalah:
a) lebih menekankan diri kepada penonjolan aspek kejiwaan atau aspek dalam
diri tokoh atau lakon,
b) Setting-nya bersifat wajar dengan intonasi yang tepat.
c) Suasana digambarkan dengan pelambangan (simbolis), dan
d) Sutradara mementingkan pembinaan konflik psikologis, disebutkan juga
sutradara psikolog, artinya menitikberatkan aspek psikologis daripada
dandanan yang bersifat fisik
E. Aliran Ekspresionisme

Aliran ekspresionisme terkenal juga dengan sebutan seni menyatakan, mengungkapkan


maksud menyatakan gagasan, mengekspresikan gagasan Aliran ekspresionisme mendasari
naskah drama yang menyodorkan perubahan sosial, seperti di Inggris dan Jerman ada
revolusi industri: perubahan zaman seperti rezim Soeharto berganti dengan era reformasi.
Nilai-nilai yang ditampilkan atau dipentaskan adalah chaos atou kekosongan dalam
psikologis, Ciri-ciri aliran ekspresionisme adalah pergantian adegan berlangsung cepat,
penggunaan pentas yang ekstrim, dan fragmen-fragmen ditampilkan secara filmis (meniru
adegan dalam film).

Ekspressionisme adalah kecenderungan seorang seniman untuk mendistorsi kenyataan


dengan efek-efek emosional. Ekspresionisme bisa ditemukan di dalam karya lukisan, sastra,
film, arsitektur, dan musik. Istilah emosi ini biasanya lebih menuju kepada jenis emosi
kemarahan dan depresi daripada emosi bahagia. Ekspresionisme adalah aliran seni rupa yang
menganggap bahwa seni merupakan sesuatu yang keluar dari din seniman, bukan dari
peniruan alam dunia. Seniman memiliki ingatan dan cara pandang tersendiri dari apa yang
pernah dilihatnya di alam, lalu diekspresikan pada karyanya. Seniman ekspresionis
menghiraukan berbagai teknik penciptaan formal untuk mendapatkan ekspresi yang lebih
murni dan tanpa tekanan dari kepentingan ekstrinsik Seni. Singkatnya dapat dikatakan bahwa
Ekspresionisme adalah aliran seni rupa yang menonjolkan ungkapan dari dalam jiwa.
Meskipun begitu biasanya seorang ekspresionis tetap memiliki kemampuan teknis yang hebat
dan sensitibilitas tinggi terhadap issue-issue seni, Baik secara langsung (mempelajarinya)
sendirl) maupun secara tidak langsung terpengaruh dari lingkungannya yang kaya akan
khazanah seni. Hanya saja aliran ini memang menentang teknik-teknik yang telah mapan
sebelumnya dan memilih untuk menggunakan formulanya sendiri, gejala yang biasa terjadi
dalam proses perkembangan seni,

Gaya ekspresionisme dalam dunia penciptaan drama teater merupakan salah-satu gaya
modern di mana perasaan-perasaan atau respons-respons jiwa yang bersifat subjektif terhadap
subjek/objek yang diapresiasi seniman pencipta, menjadi objek ungkapan seniman pencipta.
Muncul pada awal abad 20/1901. Seperti halnya simbolisme, ekspresionisme sebenarnya
muncul sebagai suatu gerakan dalam penciptaan karya seni yang ditujukan untuk
menolak/menandingi penciptaan karya seni bergaya realisme dan naturalisme yang menurut
anggapan kaum ekspresionisme, juga terlalu berorientasi pada akal/logika dan tidak memberi
jalan bagi kebenaran-kebenaran/kenyataan-kenyataan individualistik yang berkenaan dengan
perasaan-perasaan/respons-respons yang bersifat khusus. Gerakan ini merebak setelah karya-
karya pelukis ekspresionistik pertama. Vincent Van Gogh, mulai menarik perhatian dunia,
terutama para kritikus karya seni lukisan.

F. Aliran Absurdisme

Absurdisme adalah suatu paham atau aliran yang didasarkan pada kepercayaan bahwa

usaha manusia untuk mencari arti dari kehidupan akan berakhir dengan kegagalan dan bahwa

kecenderungan manusia untuk melakukan hal itu sebagai suatu yang absurd. Filsafat

absurdisme berhubungan dengan eksistensialisme dan nihilisme dan dipelopori oleh Denmark

abad ke-19.

Aliran absurdisme dalam kesusastraan yang menonjolkan hal-hal yang di luar jalur

logika, satu kehidupan dan bentang peristiwa imajinatif, dari alam bawah sadar, suasana trans

Pengarang aliran ini memiliki kesan mengada-ngada, sengaja menyimpang dari konvensi
kehidupan dan pola penulisan, tetapi pada super starnya, nampak kuat kebaruan dan

kesegaran kreativitas mereka, bahkan kegeniusan mereka. Aliran ini menyajikan satu lakon

yang seolah tidak memiliki kaitan antara peristiwa satu dengan yang lain, antara percakapan

satu dengan yang lain.

Unsur-unsur Surealisme dan Simbolisme digunakan secara bersamaan. Hal tersebut

digunakan untuk memberikan saran ketidakbermaknaan hidup manusia serta kepelikan

komunikasi antarsesama, absurdisme selalu menyimpang dari realitas apa yang ada di dunia,

kontradiksi dari apa yang selalu terjadi. Pemicu Munculnya Aliran Absurdisme Muncul

karena, terhadap aliran-aliran sebelumnya.

1. Konsep absurd dimunculkan oleh Abert Camus dalam sebuah esainya, Mitos Sisipus.
2. Inti cerita Mitos Sisipus diambil dari mitologi Yunani Kuno.

Dalam cerita itu dikisahkan bahwa Sisipus dihukum para dewa. Hukuman yang harus

dilakukan Sisipus mengangkut batu besar ke atas gunung yang terjal. Akan tetapi, setelah

mengangkat batu yang berakhir di puncak, batu itu menggelinding, kemudian mengangkut

batu itu kembali ke puncak. Hukuman itu terus berulang dilakukan oleh Sisipus. Hukuman

Sisipus itu dimaknai oleh Camus sebagal amsal hidup manusia.

Goenawan Mohamad menulis dalam "Catatan Pinggir"-nya, "Dalam dongeng ini,

menurut tafsiran Albert Camus sejarah manusia berlangsung tapi diujungnya harapan besar

apa pun tak akan terpenuhi" (1982:201). Menurut kaum Absurd, kebenaran di dunia ini

adalah suatu kekacauan, kacau tak berbentuk, dan penuh kontradiksi. Menurut mereka.

kebenaran itu tidak bisa dinilai secara mutlak, melainkan relatif karena dunia ini terdapat

berbagai pandangan tentang sesuatu yang benar.


Ciri-ciri Aliran Absurdisme:

1. Menyuguhkan pada ketidakjelasan kenyataan, yang dihadirkan adalah realitas


manusia tetapi selalu hal-hal yang irasional, tidak masuk akal.
2. Berusaha mengekspresikan keadaan manusia itu dengan cara yang lepas dan bebas
dan acak.
3. Galeri bahwa dunia itu merupakan tempat yang tidak dapat terpahami.

Tokoh-tokoh Absurdisme:

1. Samuel Beckett
2. ugene Ionesco
3. Arthur Adamov
4. Friefrich Durrenmatt
5. Iwan Simatupang
6. Arifin C.Noer
7. Putu Wijaya

2.3 Tokoh-tokoh Gaya Ekspresionisme dalam Penciptaan Karya-Karya Drama


Teater
1. Georg Kaiser: Georg Kaiser adalah seorang penulis drama Jerman yang dianggap
sebagai salah satu pelopor ekspresionisme teater. Beberapa karyanya yang terkenal
antara lain "From Morn to Midnight" (1912) dan "The Burghers of Calais" (1913).
Karyanya sering mengeksplorasi tema-tema psikologis dan emosional.
2. Ernst Toller: Ernst Toller adalah seorang penulis drama dan penyair Jerman yang aktif
pada era ekspresionisme. Karya-karyanya seperti "Transformation" (1919) dan
"Hinkemann" (1923) sering menggambarkan pengaruh traumatis Perang Dunia I pada
individu dan masyarakat.
3. August Strindberg: Meskipun bukan tokoh ekspresionisme murni, dramawan Swedia
August Strindberg memiliki pengaruh besar pada perkembangan teater ekspresionis.
Karyanya seperti "A Dream Play" (1902) dan "The Ghost Sonata" (1907)
mengeksplorasi unsur-unsur ekspresionis dalam struktur dan tema.
4. Oskar Kokoschka: Oskar Kokoschka adalah seorang seniman ekspresionis Austria
yang juga menciptakan karya drama teater. Salah satu drama terkenalnya adalah
"Murderer, the Hope of Women" (1909), yang memadukan seni visual dan teater
untuk menciptakan pengalaman dramatis yang intens.
5. Bertolt Brecht: Meskipun lebih dikenal dengan aliran teater "teater epik" atau "teater
bertentangan," Brecht memiliki pengaruh besar pada ekspresionisme dengan karya-
karyanya seperti "Baal" (1923) yang mengeksplorasi sisi gelap manusia dan
masyarakat.
6. Eugene O'Neill: Meskipun berasal dari Amerika Serikat dan lebih dikenal dengan
teater realis, beberapa karya Eugene O'Neill seperti "The Emperor Jones" (1920) dan
"The Hairy Ape" (1922) memiliki elemen-elemen ekspresionis yang kuat dalam
penggambaran konflik psikologis karakternya.
7. Max Reinhardt: Max Reinhardt adalah seorang sutradara teater dan produser Jerman
yang mendukung penggunaan efek visual dan desain panggung yang dramatis dalam
pertunjukan teater. Ia sering bekerja dengan dramawan ekspresionis untuk membawa
karya-karya mereka ke panggung.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aliran klasik mendasari penciptaan naskah drama yang bertemakan duka cerita seperti
pada drama-drama zaman Yunani-Romawi. Dialognya panjang-panjang dengan
menggunakan bentuk sajak berirama. Lakonnya bersifat statis dan diselingi monolog. Dalam
pementasan laku dramatis diselingi dengan deklamasi. Aspek keindahan akting dan dialog
sangat diutamakan tanpa menghiraukan komunikatif tidaknya lakon.

Aliran Romantik berkembang pada akhir abad XVIII, mendasari naskah drama yang
isinya fantastis, seringkali tidak logis. Isi ceritanya bunuh membunuh, teriak-teriakan dalam
gelap, korban pembunuhan hidup kembali, tokohnya bersifat sentimentil keindahan bahasa
diutamakan dan memperhatikan aspek komunikatif. Dalam pementasan aktingnya lebih
bernafsu dan bombastis dengan mimik yang dilebih-lebihkan (overacting).

Aliran Realisme mendasari naskah drama yang melukiskan semua kejadian seperti apa
adanya (sesuai dengan kenyataan yang ada). Kenyataan yang dilukiskan tidak dilebih-
lebihkan dan tidak menggunakan perlambangan (lambang). Naskah drama ini disebut drama
realis yang berusaha mengungkapkan problema-problema kehidupan sosial kemasyarakatan
secara nyata. Namun demikian aspek keindahan tetap diperhatikan, yakni keindahan meniru
alam dan lingkungan sebenarnya. Ada dua macam aliran realisme, yaitu realisme sosial dan
realisme psikologis. Realisme sosial melukiskan problema sosial yang sangat berpengaruh
terhadap kehidupan psikologis pelaku. Realisme sosial menyodorkan problema sosial seperti
kesenjangan sosial, kemiskinan, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan sejenisnya yang
terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan Dalam pementasan aktingnya wajar,
bahasanya sederhana (bahasa seharihari yang digunakan masyarakat yang digambarkan
dalam naskah drama). Pemakaian bahasa mencerminkan realita sosial kemasyarakatan

Aliran ekspresionisme terkenal juga dengan sebutan seni menyatakan, mengungkapkan,


menyatakan gagasan mengekspresikan gagasan. Aliran ekspresionisme mendasari naskah
drama yang menyodorkan perubahan sosial, seperti di Inggris dan Jerman ada revolusi
industri; perubahan zaman seperti rezim Soeharto berganti dengan era reformasi. Nilai-nilai
yang ditampilkan atau dipentaskan adalah chaos atau kekosongan dalam psikologis. Ciri-ciri
aliran ekspresionisme adalah pergantian adegan berlangsung cepat, penggunaan pentas yang
ekstrim, dan fragmen-fragmen ditampilkan secara filmis (meninu adegan dalamfilm).

Aliran Eksistensialisme Aliran eksistensialisme mengikuti aliran filsafat


eksistensialisme di negara barat yang dipelopori oleh Albert Camus, Jean Paul Sartre, Gabriel
Marcel, Samuel Bachett, Naskah-naskah drama aliran eksistensialisme menyodorkan tema-
tema yang berkaitan dengan keberadaan manusia, pilihan-pilihan hidup individual maupun
komunal yang berhubungan langsung dengan eksistensi hakiki manusia (keberadaan manusia
yang paling hakiki).

Aliran absurdisme dalam kesusastraan yang menonjolkan hal-hal yang di luar jalur
logika, satu kehidupan dan bentang peristiwa imajinatif, dari alam bawah sadar, suasana
trans. Pengarang aliran ini memiliki kesan mengada-ngada, sengaja menyimpang dari
konvensi kehidupan dan pola penulisan, tetapi pada super starnya, nampak kuat keburuan dan
kesegaran kreativitas mereka, bahkan kegeniusan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, Yuri & Siswiyanti, Frida. (2014). Teori Drama dan Pengajarannya. Yogyakarta:
Ombak.

Widyahening, Ch Evy Tri. (2012). KAJIAN DRAMA: Teori dan Implementasi. Surakarta:
FKIP UNS.

Santosa, Eko, dkk. 2008. Seni teater, jilid 2. Jakarta: Direktur Pembinaan SMK

http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/gaya-dramateater-ekspresionisme/dikases
07/10/2021

http://bintangmakmur-id.com/portfolio/macam-gaya-pementasan diakses/07/10/2021

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekspresionisme/diakses/07/10/2021

Anda mungkin juga menyukai