Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DALAM NASKAH

DRAMA OPERA KELAMIN OLEH DWI FEBRI SETIAWAN

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Apresiasi Drama

Dosen Pengampu
Siswanto S.Pd, M.A
Dr. Akhmad Taufiq, S.S, M.Pd

Oleh:
Bagas Yudha Prawira
NIM: 180210402099

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Dalam Naskah Drama Delusi”.
Penyusunan makalah ini guna melengkapi tugas UTS mata kuliah Apresiasi
Drama. Selain itu, untuk meningkatkan kreativitas mahasiswa dalam pembuatan
makalah. Kami berharap materi yang disajikan pada makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk pembaca, terutama untuk mata kuliah
Apresiasi Drama.
Penyusun berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga proses pembuatan makalah ini dapat berjalan dengan lancar. Penyusun
berharap makalah ini dengan segala kelebihannya dapat memberikan sesuatu yang
berharga, dan dengan kekurangannya dapat dijadikan pelajaran. Penyusun
mengharapkan adanya kritik dan saran demi membangun karya ini lebih lanjut.

Jember, 5 Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................1
BAB 2. PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Drama………………………………………………………………….3
2.2 Unsur intrinsik........................................................................................3
2.3 Unsur Ekstrinsik.....................................................................................9
BAB. 3 PENUTUP................................................................................................10
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Drama merupakan genre (jenis) karya sastra yang menggambarkan
kehidupan manusia dengan gerak. Drama menggambarkan realita kehidupan,
watak, serta tingkah laku manusia melalui peran dan dialog yang
dipentaskan. Kisah dan cerita dalam drama memuat konflik dan emosi yang
secara khusus ditujukan untuk pementasan teater. Naskah drama dibuat
sedemikian rupa sehingga nantinya dapat dipentaskan untuk dapat dinikmati oleh
penonton. Istilah untuk drama pada masa penjajahan Belanda di Indonesia disebut
dengan istilah tonil. Tonil kemudian berkembang diganti dengan istilah sandiwara
oleh P.K.G Mangkunegara VII. Sandiwara berasal dari kata dalam bahasa Jawa
sandi dan wara. Sandi artinya rahasia, sedangkan wara (warah) artinya pengajaran.
Drama Opera Kelamin Oleh Dwi Febri Setiawan merupakan drama berisi
konflik yang terjadi dalam melakukan tindakan kebenaran. Kesalahpahamana
dengan tanpa klarifikasi setelahnya berujung petaka bagi sang tokoh protagonist.
Pesan moral yang terkandung dalam naskah drama ini sangatlah penting bagi
kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisis
naskah drama ini.
Dalam telaah prosa, analisis struktur adalah sesuatu yang utama
sebagaimana yang telah dikatakan oleh Hill (1996 : 6) bahwa sebuah karya sastra
perlu terlebih dahulu dianalisis strukturnya yang kompleks. Unsur-unsur yang
membangun cerita dalam drama merupakan satu kesatuan yang padu. Analisis
terhadap karya sastra secara umum dapat di dekati dari unsur-unsur dalam
(intrinsik) dan unsur-unsur luar (ekstrinsik).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur intrinsik dalam naskah drama Opera Kelamin?
2. Apa saja unsur ekstrinsik dalam naskah drama Opera Kelamin?
1.3 Tujuan Penelitian

1
Tujuan dari diadakannya penelitian dan analisis unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik dalam naskah drama “Opera Kelamin Oleh Dwi Febri Setiawan” adalah
sebagai manfaat kita dapat menetahui dan memahami unsur-unsur yang terdapat
dalam naskah tersebut. Baik itu berupa unsur instrinsik yang meliputi tema, alur,
amanat, penokohan, latar dan juga konflik dalam drama tersebut. Dan juga unsur
ekstrinsik yang meliputi latar belakang pengarang cerita, kondisi sosial budaya,
dan tempat novel dikarang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Drama
Kata drama berasal dari bahasa Greek, dari kata kerja dran yang berarti
“berbuat, to act atau to do”. Dari segi etimologi, drama mengutamakan perbuatan,
gerak, yang memang hakikat setiap karangan yang bersifat drama. Moulton
mengatakan bahwa “drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak” (life
presented in action) ataupun Bathazar Verhagen yang mengemukakan bahwa
“drama adalah kesenian melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak”
(Slametmuljana dalam Tarigan, 1985: 70). Jadi, drama adalah cerita dengan tema
tertentu yang dibawakan dengan dialog dan gerak sebagai pengungkapannya.
Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya
memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan diantara tokoh-tokoh
yang ada (Budianta dkk., 2002: 95). Dalam pertunjukkan drama, dialog yang
terjadi di atas panggung itu sangat penting sebab dialog menentukan isi dari cerita
drama yang dipertunjukkan. Jika kembali pada pengertian umum, maka akan ada
semacam pembeda antara drama dengan genre sastra lainnya, dengan genre puisi
dan prosa misalnya. Setelah itu maka niscaya akan diperoleh jati diri dari drama
bahwa drama diniatkan dari awal oleh penulisnya sebagai karya sastra yang
dimaksudkan untuk dipertunjukkan. Atau jika mengikuti rumusan Sylvian Barnet
dan kawan-kawannya (dalam Budianta, 2002: 105), “A play is written to be seen
and to be heard.”
2.2 Unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik adalah unsur pembangun yang terkandung di dalam karya
sastra itu sendiri. Unsur ini saling berkaitan dan menguatkan satu sama lain
hingga karya sastra itu bisa terbentuk dengan baik. Pada umumnya unsur intrinsik
terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, bahasa, dan amanat. Pada
penelitian ini unsur intrinsik yang akan ditelaah ialah unsur intrinsik yang terdapat
pada drama. Tentu saja berbeda jika dibandingkan dengan fiksi. Pada drama tidak
ditemukan adanya unsur pencerita, sebagaimana terdapat di dalam fiksi
(Hassanudin, 2015: 92). Berikut ini adalah unsur-unsur intrinsic naskah drama
Opera Kelamin
A. Tema
Secara keseluruhan, naskah drama ini bertemakan ketidakadilan dan
kesalahpahaman. Ibu Guru di dalam tokoh ini adalah korban dari kesalahpahaman
tokoh protagonist. Meskipun kebenaran terus ditegakkan, kesalahpahaman akan
menjadikan kebenaran yang akan disampaikan menjadi salah. Tema seperti inilah
yang melandasi tersusunnya drama ini. Berikut adalah salah satu contoh terjadinya
kesalahpahaman dalam drama ini yang menyebabkan ketidakadilan terhadap
kebenaran:
Ibu: “Bu Guru mengajarkan seperti itu? Bu Guru macam apa itu? Hal
ini ga boleh dibiarin. Bisa merusak sistem yang sudah ada. Anak sekecil ini
sudah dijejali dengan hal-hal yang tidak benar. Bu Guru harus diadili dengan
kelakuannya yang salah ini.”
B. Alur
Alur yang dipakai dalam naskah drama Opera Kelamin adalah alur maju.
Runtutan ceritanya rapi dari awal dan terus berurutan tanpa adanya pengulangan
kembali ke masa lampau. Kerangka cerita berlangsung runtut mulai dari awal
cerita ketika Budi sekolah dan menemukan sesuatu yang harus ditanyakan, lalu
berlanjut ketika Budi bertanya kepada orang tuanya namun mereka tidak
menjawabnya, hingga ketika terjadi kesalahpahaman dari orang tua Budi kepada
Ibu Guru yang mengatakan kebenaran terhadap pertanyaan Budi hingga berujung
petaka baginya.
C. Amanat
Amanat atau pelajaran yang dapat diambil dari petikan naskah drama di
atas yaitu, kebenaran harus selalu ditegakkan. Ketika menemukan sesuatu yang
salah maka hal yang pertama dan yang paling utama adalah memastikan kesalahan
itu memang murni kesalahan. Jangan gelap mata terhadap kesalahan sehingga
harus memandang kebenaran menjadi kesalahan pada sudut pandang yang salah.
D. Penokohan
Dalam petikan naskah tersebut terdapat beberapa tokoh dengan berbagai
karakter penokohannya, yang mencerminkan letak posisi tokoh dalam cerita.
1. Budi berperan sebagai tokoh deutragonist, sebab dia adalah tokoh yang
memihak pada tokoh protagonist. Namun Budi tidak bisa membantu
tokoh protagonist secara lebih sebab dia adalah anak kecil yang polos
dan haus akan pengetahuan. Karakter ini terlihat ketika tokoh Budi
menerima sebuah kosakata yang belum dia mengerti dan langsung
menanyakannya kepada gurunya. Sebagaimana yang ada pada dialog
berikut:
Budi: “Begini, Bu. Tadi ketika pelajaran IPA, Budi mendengar sebuah
kata baru. Kata itu adalah liang, Bu. Nah, yang mau Budi tanyain,
liang itu sejenis apa yah, Bu?”
Rasa ingin tahu Budi terus tampak ketika pertanyaan yang diajukan
Budi belum terjawab hingga mengharuskannya untuk berusaha
bertanya kepada kedua orang tuanya. Ketika konflik memanas, Budi
tetap menampilkan citra seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa
dan mengatakan kejujuran berdasarkan sesuatu yang dilakukannya.
Hal ini terbukti pada dialog berikut:
Budi: “Bu Guru tidak seperti yang Ibu pikirkan. Bu Guru sudah
mengatakan hal yang memang sesuai dengan nilai kebenaran dan
kejujuran. Keadilan baru dapat ditegakkan jika ada orang yang mau
mengungkapkannya dengan jujur dan benar.”
2. Ibu Guru berperan sebagai tokoh protagonist, sebab sosok Ibu Guru di
drama ini menjunjung tinggi nilai kebenaran. Ketika Ibu Guru diberi
pertanyaan oleh Budi terkait liang, dia tetap memperjuangkan
kebenaran dengan memerintahkan Budi untuk bertanya kepada kedua
orang tuanya. Penggalan dialog ini sebagai bukti tertulis dari sifat Ibu
Guru:
Bu Guru: “(tersenyum sambil mengeluskan tangan kanan ke rambut
Budi) Kamu cerdas yah. Rasa ingin tahu kamu akan hal-hal yang baru
sangat tinggi sekali. Namun, Ibu hanya bisa menyarankan begini,
cobalah kamu tanyakan ini kepada kedua orangtua kamu. Mereka
pasti bisa menjawabnya dengan bijak.”
Namun orang tua Budi tidak menyempatkan waktunya untuk
menjawab pertanyaan Budi sehingga terpaksa Ibu Guru itu yang
menjawabnya. Sifat keteguhan terhadap kebenaran yang dimiliki Ibu
Budi ini tampak setelah menjawa pertanyaan Budi dan mengakibatkan
kesalahpahaman kedua orang tua Budi yang berujung malapetaka.
Berikut adalah penggalan bukti dialognya:
Bu Guru: “Kebenaran harus ditegakkan karena ia tak dapat tegak
dengan sendirinya. Saya tidak pernah merasa salah terhadap yang
saya ucapkan karena ucapan yang keluar dari mulut saya adalah
kebenaran, walaupun nyawaku sebagai taruhannya”
3. Ibu berperan sebagai tokoh protagonist. Meskipun dia Ibu kandung
Budi, namun sikap egoisnya dalam menghadapi permasalahan
menjadikan dia tokoh yang menjadi lawan tokoh protagonist. Ibu
merupakan sosok yang hanya menerima informasi mentahnya, namun
ketika informasi itu sebenarnya salah dia justru emosi dan tidak
melakukan tindakan klarifikasi terlebih dahulu. Hal ini dibuktikan
pada dialog:
Ibu: “Bu Guru mengajarkan seperti itu? Bu Guru macam apa itu? Hal
ini ga boleh dibiarin. Bisa merusak sistem yang sudah ada. Anak
sekecil ini sudah dijejali dengan hal-hal yang tidak benar. Bu Guru
harus diadili dengan kelakuannya yang salah ini.”
4. Ayah Budi juga berperan menjadi tokoh protagonis sebab sikap dia
yang hampir sama dengan istrinya ketika mendapatkan informasi. Sifat
Ayah Budi yang lainnya adalah kekejaman yang melekat pada dirinya.
Dia tega mengikat anaknya hanya karena kesalahan informasi yang dia
dapatkan. Selain itu dia juga yang memimpin warga untuk membunuh
Ibu Guru tersebut. Hal ini terbukti pada dialog:
Ayah: “Kalau begitu, aku yang akan menjemput nyawamu saat ini.
Serang dia!”
E. Latar
Latar tempat dari cerita dalam petikan naskah di atas yaitu rumah Pak
Budi yang terbukti dari dialog keluarga Pak Budi di pagi hari sebelum
anaknya berangkat sekolah. Berikut ini adalah penggalan dialog keluarganya:
Ayah :“Ayo, Bud. Ayah antar kamu ke sekolah.”
Budi :“Ayo, Yah. Bu, Budi berangkat ke sekolah dulu yah.
Assalamualaikum (sambil mencium tangan).”
Ibu :”Waalaikumsalam, belajar yang tekun, Nak.”
Latar tempat selanjutnya adalah sekolah. Hal ini terbukti dari sebagian
cerita drama yang bercerita Budi ketika sekolah. Bukti lain dari latar sekolah
adalah petikan narasi berikut:
Sebuah papan tulis berwarna putih dengan dua penghapus. Ada seorang
guru perempuan sedang mengajar dua puluh anak muridnya. Suasana
menjadi gaduh karena ada murid yang sedang membicarakan sesuatu hal di
tempat duduk paling belakang, bersebelahan dengan Budi.
Untuk latar waktu drama ini yang paling jelas adalah latar waktu pagi hari
seperti ketika mereka beraktivitas seperti berangkat sekolah menyiapkan
sarapan dan lain-lain. Untuk latar waktu yang lain tidak begitu dijelaskan dan
diilustrasikan secara jelas. Latar suasana di awal cerita adalah kehangatan
keluarga yang digambarkan melalui dialog mereka ketika keluarga
berkomunikasi dan ceria ketika di waktu sekolah. Namun seiring berjalannya
cerita ke akhir cerita, cerita semakin memanas dan terus memanas hingga
tokoh Ibu Guru meninggal
F. Konflik
Konflik yang ada di dalam drama ini adalah konflik eksternal. Konflik
eksternal adalah konflik yang terjadi antara tokoh dengan sesuatu di luar
dirinya, baik dengan lingkungan alam ataupun lingkungan manusia untuk
konflik disini mengangkat tentang masalah pertambangan illegal yang
mana bisa kita lihat pada salah satu penggalan dialog naskah ini. Konflik
yang ada pada drama ini dimulai ketika Budi menjelaskan pertanyaan yang
telah dijawab gurunya itu kepada Ibunya. Penggalan naskahnya sebagai
berikut:
Budi: “Okelah kalau begitu. Budi nanya tentang sebuah kata baru, kata
yang baru Budi dengar. Kata itu adalah liang, Bu. Bu guru menjelaskan
bahwa liang adalah organ reproduksi yang dimiliki oleh manusia dan
hanya terdapat pada jenis kelamin wanita saja. Selain itu, liang atau yang
lebih dikenal dengan vagina merupakan saluran yang berhubungan
dengan rahim yang berfungsi sebagai lubang keluar untuk bayi yang baru
lahir. Nah, begitu, Bu.”
Ibu: “Bu Guru mengajarkan seperti itu? Bu Guru macam apa itu? Hal
ini ga boleh dibiarin. Bisa merusak sistem yang sudah ada. Anak sekecil
ini sudah dijejali dengan hal-hal yang tidak benar. Bu Guru harus diadili
dengan kelakuannya yang salah ini.”

G. Dialog
Dialog yaitu percakapan dalam drama. Dialog harus memenuhi dua
tuntutan berikut ini:
a) Dialog harus menunjang gerak dan laku tokohnya. Gerakan dalam
sebuah naskah drama biasanya dituangkan dalam bentuk tanda
kurung. Tanda tersebut merupakan bentuk gerakanyang harus
dilakukan ketika sebuah naskah dipentaskan. Dengan adanya
dialog akan lebih memperjelas maksud dan tujuan antartokoh.
- Budi: “Ayo, Yah. Bu, Budi berangkat ke sekolah dulu yah.
Assalamualaikum (sambil mencium tangan).”
- Ibu: “(tidak menoleh) Boleh tapi nanti aja ya, Bud. Ibu lagi
sibuk nih.”
- Ayah: “(sambil tersenyum) Aduh, istriku tercinta rajin betul”.
b) Dialog dalam pentas harus lebih tajam daripada dialog sehari-hari.
Menjadi sebuah keharusan pada setiap naskah drama agar mampu
membangkitkan emosi pemeran dan penonton melalui dialog yang
dijalaninya. Melalui hal inilah penulisan dialog dalam naskah
drama dipertajam dengan tujuan supaya naskah itu menjadi lebih
hidup dan memainkan emosi dengan sebaik-baiknya.
- Ayah: “Itukah penjelasanmu? Apakah kau tak memikirkan
dampak buruk bagi anak itu? Bagaimana kalau nantinya Budi
menjadi Gigolo? Pernahkah kau memikirkan itu?
- Ibu: “Jangan munafik Bu Guru. Jasamu memang mulia,
tetapi sikapmu membuat martabatmu sirna.”
H. Bahasa
Menurut Akhmad Saliman (1996: 68), bahasa yang digunakan
dalam drama sengaja dipilih pengarang dengan titik berat fungsinya
sebagai sarana komunikasi. Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri
dalam mengolah kosa kata sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaannya. Selain berkaitan dengan pemilihan kosa kata, bahasa
juga berkaitan dengan pemilihan gaya bahasa (style). Untuk bahasa yang
digunakan di dalam naskah ini keseluruhanya menggunakan bahasa
indonesia
2.2 Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya
sastra. Meskipun berada di luar karya sastra, unsur ini tetap saja secara tidak
langsung mempengaruhi terhadap karya sastra. Dapat dikatakan unsur ekstrinsik
sebagai unsur yang mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra dalam hal
ini adalah makalah namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Nurgiyantoro
(2005: 23).Wallek dan Warren (Rokhmansyah, 2014: 33) mengemukakan bahwa
unsur ekstrinsik karya sastra meliputi unsur biografi; unsur psikologis; keadaan
lingkungan; dan pandangan hidup pengarang. Sedangkan Menurut Kosasih (2012:
72) unsur ekstrinsik karya sastra yaitu:
A. Latar Belakang Pengarang Cerita
Naskah drama dipengaruhi oleh latar beakang pengarang yang berasal dari
Depok, Jawa Barat. Daerah ini merupakan daerah kota yang tentu
berpengaruh terhadap jalannya cerita. Pengaruh ini dapat ditemukan pada
alur naskah drama yang salah satunya menggunakan sudut pandang
pendidikan sebagai unsur pembentuknya. Tidak bisa dipungkiri bahwa
kota asal penulis merupakan daerah yang memiliki banyak sekali sekolah
yang berkualitas sebab lokasinya yang merupakan daerah Ibukota
Indonesia. Melalui fenomena inilah penulis kemungkinan besar
menemukan inspirasi dari penyusunan naskah drama tersebut..
B. Kondisi Sosial Budaya
Di dalam naskah drama ini tidak terlalu kuat menonjolkan kondisi sosial
budaya sesuai yang dialami penulis. Sebab genre drama ini memang
konflik melawan ketidak adilan sehingga penguatan cerita juga ada pada
alur yang panas. Sehingga dari sisi tradisi kedaerahan juga minim. Namun,
melihat dari naskah drama yang hampir seluruhnya menggunakan Bahasa
Indonesia sehari-hari. Tentu ini memiliki kedekatan dengan daerah penulis
menulis naskah drama ini yaitu Kota Metropolitan DKI Jakarta.
C. Tempat Novel Dikarang
Novel ini dikarang di tempat penulis tinggal yaitu Depok, Jawa Barat.
Daerah perkotaan tempat penulis tinggal tentu penuh dengan gerakan
demo membela kebenaran. Demo yang dilakukan di daerah perkotaan
tentu berasal dari semua elemen yang merasa perlu bergerak di jalan
kebenaran. Melalui hal ini juga penulis drama ini dimungkinkan
mendapatkan inspirasi dari naskah drama yang dia susun.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa
naskah drama “Opera Kelamin Oleh Dwi Febri Setiawan” memiliki unsur
intrinsik berupa tema, alur, amanat, penokohan, latar dan konflik, dialog dan,
bahasa. Tema drama ini sangat mengarah kepada ketidakadilan dan
kesalahpahaman. Alur pada naskah drama ini adalah alur maju yang tersusun
secara rapi dan runtut. Amanat yang tersirat dalam drama delusi ini adalah
kebenaran harus selalu ditegakkan. Ketika menemukan sesuatu yang salah maka
hal yang pertama dan yang paling utama adalah memastikan kesalahan itu
memang murni kesalahan. Jangan gelap mata terhadap kesalahan sehingga harus
memandang kebenaran menjadi kesalahan pada sudut pandang yang salah.
Penokohan dalam drama juga memberikan cerminan letak dan posisi tokoh dalam
kehidupan. Latar pada drama sudah tergambar dengan jelas dan konflik yang
terdapat dalam drama yaitu berrupa konflik eksternal. Dialog pada drama delusi
sudah memenuhi dua kriteria yang telah disebutkan dan Bahasa yang digunakan
adalah Bahasa Indonesia. Unsur ekstrinsik yang terdapat dalam naskah berupa
latar belakang budaya, kondisi yang digambarkan dan tempat novel dikarang.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, Widyasni. 2017. Unsur-Unsur Intrinsik Naskah Drama Aeng. Lampung:
Universitas Bandar Lampung
Lestari, Sri dkk. 2016. Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik pada Kumpuan
Cerpen Pilihan Kompas 2014. Solo: Jurnal BASASTRA Vol 4 Nomor 1 April
2016
Kosasih, Encang. 2012. Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama
Widya
Sinopsis Naskah Drama Opera Kelamin Karya Dwi Febri Setiawan

Drama ini diawali dengan Budi yang tengah bersiap-siap untuk berangkat
sekolah dan diantarkan oleh Ayahnya. Ketika kegiatan pembelajaran selesai, Budi
mendengar seorang temannya yang menjawab pertanyaan Ibu Guru dengan kata
liang. Mendengar kosakata baru ini menjadikan rasa ingin tahu Budi ingin
menanyakannya kepada gurunya. Melihat dari kata yang ditanyakan terdengar
agak tabu. Guru itu tidak menjawabnya namun melemparkan pertanyaan itu
kepada orang tua Budi dengan cara memerintahkan Budi untuk bertanya kepada
kedua orang tuanya. Hal ini Ibu Guru lakukan dengan harapan supaya jawaban
dari kedua orang tua Budi dirasa lebih bijak daripada harus Ibu Guru yang
menjawabnya.
Ketika Budi telah sampai di rumah, Budi menjalankan apa yang
diinstruksikan kepada gurunya. Dia menanyakan arti dari kata liang kepada kedua
orang tuanya. Namun, kedua orang tua Budi tidak menyisihkan waktunya sedikit
saja untuk melayani permintaan Budi ini. Kedua orang tua Budi terlalu sibuk
dengan aktivitas mereka masing-masing. Sebab hal inilah Budi belum
menemukan jawaban dari pertanyaannya.
Budi tidak menyerah untuk bertanya lalu dia menanyakan kembali kepada
gurunya. Ibu Guru itu merespon dengan menanyakan apakah Budi belum
menanyakannya kepada kedua orang tuanya. Lalu Budi menceritakan keadaan
yang mengakibatkan dia belum menemukan jawabannya. Mengetahui hal ini, Ibu
guru langsung menuruti permintaan Budi dengan menjawab pertanyaanya. Dia
menjawab bahwa yang Budi tanyakan itu maknanya kemaluan wanita. Ibu Guru
itu juga menjelaskan hingga Budi faham terhadap kosakata yang Budi tanyakan.
Setelah Budi menemukan jawabannya, dengan polosnya Budi bercerita hal
ini kepada Ibunya. Ibunya yang hanya menerima informasi mentah tidak terima
dan menganggap Ibu Guru itu mengajarkan kepada anaknya sesuatu yang tabu.
Ibu Budi marah dan menceritakan hal ini kepada Ayah Budi. Hal ini menjadikan
kedua orang tua Budi marah dengan tanpa tindakan klarifikasi setelahnya. Melihat
kemarahan kedua orang tuanya tentu Budi kaget dan berusaha memberikan
klarifikasi atas apa yang dia terima. Namun hal ini percuma, kegelapan mata
kedua orang tua Budi membutakan segalanya hingga mereka tega mengekang
anaknya dengan tali dengan harapan supaya anaknya tidak ikut campur.
Kemarahan kedua orang tua Budi memuncak hingga mereka membunu Ibu Guru
Budi.

Anda mungkin juga menyukai