Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Membaca Sastra

"Naskah Drama Berdasarkan Periodisasi, Penulis, dan Karyanya"

Dosen Pengampu: Dra. Rosmaini, M.Pd

Kelompok 4

Nama Nim

1. Rasya Izmi Olivia 2213210017

2. Nurazmi Zelita Putri 2211210015

3. Marini Romauli Pardede 2213210001

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASADAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
Abstrak

Perkembangan drama di Indonesia dapat dilihat berdasarkan periodisasinya mulai dari


Sastra Drama Melayu Rendah hingga sampai pada zaman sekarang. Hal tersebut dapat dilihat
dari segi tema, cara penampilannya, karya tulis, ataupun musik yang digunakan, yang disetiap
perkembangannya terdapat perbedaan. Di dalam drama terdapat juga unsur-unsur intrinsik
drama adalah unsur-unsur pembangunan struktur yang ada di dalam drama itu sendiri. Unsur-
unsur intrinsik itulah yang sangat banyak terdapat dalam naskah drama sebelum dan sesudah
kemerdekaan Indonesia. Ada juga struktur drama, jenis-jenis drama, serta ciri-ciri drama.
Adapun tujuan penelitian penulis untuk menyusun artikel sederhana ini yang mencari
perkembangan drama hingga sekarang, yaitu agar dapat membatu pembaca ataupun juga orang
yang menyukai drama serta menambah pula wawasan. Metode yang digunakan adalah metode
etnografi. Diharapkan bagi pembaca dapat memahaminya atau memaparkan naskah drama
berdasarkan periodisasinya.

PENDAHULUAN
Drama berasal dari bahasa Yunani draomai, yang berarti ‘berbuat’, ‘bertindak’, atau ‘beraksi’.
Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama disebut
juga sandiwara. Kata ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu ‘sandi’ yang berarti ‘tersembunyi’ dan
‘warah’ yang berarti ‘ajaran’. Dengan demikian, sandiwara berarti ajaran yang tersembunyi
dalam tingkah laku dan percakapan.

Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak dan konflik sebagai sumber pokok dari
drama. Pengertian drama secara umum adalah jenis karya sastra yang menggambarkan
kehidupan manusia dengan gerak. Umumnya, sebuah drama menggambarkan realita
kehidupan, watak, serta tingkah laku manusia melalui peran dan dialog yang dipentaskan.Kisah
dan cerita dalam drama memuat konflik dan emosi yang secara khusus ditujukan untuk
pementasan teater. Pada perkembangannya, definisi drama menjadi lebih luas lagi, mencakup
sejumlah media lain seperti film hingga unsur-unsur kehidupan.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) drama memiliki beberapa pengertian.
Pertama, drama diartikan sebagai komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat
menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang
dipentaskan. Kedua, cerita atau kisah terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang
khusus disusun untuk pertunjukan teater. Ketiga, kejadian yang menyedihkan.
Pengertian Drama menurut pendapat para ahli.

1. Moulton
Pengertian drama adalah kisah hidup digambarkan dalam bentuk gerak (disajikan
langsung dalam tindakan).

2. Balthazar Vallhagen
Pengertian drama adalah seni yang menggambarkan alam dan sifat manusia dalam
gerakan.

3. Ferdinand Brunetierre
Pengertian drama yakni harus melahirkan keinginan oleh aksi atau gerakan.

Dari teori Akhmad Saliman (1996 : 23) tentang unsur-unsur intrinsik dalam drama, ia
mengatakan bahwa unsur-unsur intrinsik itu ada 7 yakni: alur, amanat, bahasa, dialog, latar,
petunjuk teknis, tema dan tokoh. Unsur-unsur intrinsik drama adalah unsur-unsur
pembangunan struktur yang ada di dalam drama itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik itulah yang
sangat banyak terdapat dalam naskah drama sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia.
Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 480 judul karya sastra drama Indonesia baik berupa
drama pendek (satu babak) maupun drama panjang (tiga hingga lima babak). Hal ini
menunjukkan bahwa perkembangan sastra drama Indonesia cukup semarak. Bertolak dari hasil
kerja Boen S. Oemarjati, Jakob Sumardjo membuat periodisasi perkembangan sastra lakon
Indonesia sebagai berikut :

1. Sastra Drama Melayu Rendah (1891-1940);


2. Sastra Drama Pujangga Baru (1926-1939);
3. Sastra Drama Zaman Jepang (1941-1945);
4. Sastra Drama Setelah Kemerdekaan (1945-1970);
5. Sastra Drama Mutakhir (1970-sekarang).

PEMBAHASAN
A. DRAMA
Drama adalah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud
dipertunjukkan. Drama dapat dipertunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti pementasan
teater, sandiwara, lenong, film, sinetron, dan sebagainya. Semua bentuk drama itu tercipta dari
dialog-dialog yang diperankan mengidentifikasi peristiwa, pelaku, dan perwatakan oleh pemain-
pemain dengan didukung latar yang sesuai. Drama dapat memukau penonton jika pemain
berhasil memerankan tokoh drama dengan karakter yang sesuai.

Drama sebagai salah satu bentuk tontonan sering kita sebut dengan istilah teater, lakon,
sandiwara, atau tonil. Menurut perkembangannya, bentuk drama di Indonesia mulai pesat pada
masa pendudukan Jepang. Hal itu terjadi karena pada masa itu drama menjadi sarana hiburan
bagi masyarakat sebab pada masa itu film dilarang karena dianggap berbau Belanda.

B. STRUKTUR DRAMA

Drama terikat pada struktur yang tersusun rapi dan padu. Struktur dalam drama yaitu
prolog, dialog, dan epilog.

1. Babak

Babak atau episode, yaitu bagian dari naskah drama yang merangkum peristiwa di
suatu tempat dengan urutan waktu tertentu.

2. Adegan

Adegan, yaitu bagian dari drama yang menunjukkan terjadinya perubahan peristiwa,
ditandai dengan terjadinya pergantian setting waktu, tempat, dan tokoh.

3. Prolog

Prolog merupakan bagian awal dari sebuah drama. Prolog biasanya digunakan untuk
menceritakan gambaran drama yang akan dimainkan secara umum.

4. Dialog

Dialog adalah percakapan yang ada di dalam suatu drama. Percakapan tersebut terjadi
antar tokoh untuk menggambarkan kehidupan, watak, permasalahan, dan solusi dalam
suatu drama.

Di dalam dialog terdapat beberapa bagian yaitu:

a. Orientasi, yaitu bagian pengenalan, menggambarkan situasi yang sedang atau sudah
terjadi.
b. Komplikasi, yaitu berisi konflik dan pengembangannya. Pada bagian ini tokoh mengalami
halangan untuk mencapai tujuannya.

c. Resolusi, adalah bagian akhir dari drama. Biasanya berisi penyelesaian konflik yang
dialami para tokoh.

5. Epilog

Epilog adalah bagian terakhir dari sebuah drama. Epilog berfungsi untuk menyampaikan
intisari cerita atau menginterpretasikan maksud cerita.

C. UNSUR-UNSUR DRAMA

Sebetulnya drama memiliki unsur-unsur atau struktur yang hampir serupa dengan
karya sastra lainnya. Unsur-unsur pembentuk atau struktur dari drama tersebut adalah
sebagai berikut ini.

1. Tema

Tema adalah gagasan umum yang menjalin keseluruhan dari struktur isi drama yang
ingin dikisahkan atau disampaikan oleh penulis naskah kepada penonton. Tema merupakan
muara dari pemikiran Penulis atau Sutradara dalam merangkai cerita yang diciptakannya.

Tema dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu tema utama dan tema tambahan.

a. Tema utama, adalah tema secara keseluruhan yang menjadi landasan pokok dari suatu
lakon drama
b. Tema tambahan, yaitu tema-tema kecil lain yang terdapat dalam drama untuk
mendukung tema utama.

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah individu atau seseorang yang menjadi pelaku cerita. Tokoh dalam drama
berkaitan dengan nama, usia, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaan.
Tokoh-tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan seperti berikut ini.

a. Berdasarkan sifatnya, tokoh diklasifikasikan sebagai berikut:

 Tokoh protagonis yaitu tokoh utama yang mendukung cerita.


 Tokoh antagonis yaitu tokoh penentang cerita.
 Tokoh tritagonis yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk
tokoh antagonis.
b. Berdasarkan peranannya, tokoh diklasifikasikan menjadi tiga.

 Tokoh sentral yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan dalam drama. Tokoh
sentral merupakan penyebab terjadinya konflik. Tokoh sentral tersebut meliputi
tokoh protagonis dan antagonis.
 Tokoh utama yaitu tokoh yang mendukung atau menentang tokoh sentral. Dapat
juga sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis.
 Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau
tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut
kebutuhan cerita saja. Tidak semua drama menampilkan kehadiran tokoh
pembantu.

Perwatakan tokoh-tokoh dalam drama digambarkan melalui dialog, ekspresi, atau


tingkah laku sang tokoh. Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak
dimensional).

a. Keadaan Fisik

Keadaan fisik tokoh digambarkan melalui umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat
jasmani, ciri khas yang menonjol, suku, bangsa, raut muka, kesukaan, tinggi/pendek,
kurus/gemuk, hingga suka senyum/cemberut.

b. Keadaan Psikis
Keadaan psikis tokoh meliputi: watak, kegemaran, mental, standar moral,
temperamen, ambisi, psikologis yang dialami, dan keadaan emosi.

c. Keadaan Sosiologis

Keadaan sosiologis tokoh meliputi: jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, dan
ideologi.

3. Latar

Latar adalah keterangan mengenai tempat, waktu dan suasana di dalam suatu naskah
drama.

a. Latar tempat, adalah penggambaran tempat kejadian dalam suatu naskah drama seperti
nama Kota, di rumah, di meja makan hingga di medan pertempuran/perang.
b. Latar waktu adalah waktu kejadian, tahun berapa rangkaian dalam peristiwa itu terjadi,
misalnya, drama diawali dari hari senin 16 desember 2019.
c. Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana dan budaya yang melatarbelakangi
terjadinya suatu adegan atau peristiwa dalam drama; budaya jawa, sumatera, dsb.
4. Plot

Plot atau alur merupakan rangkaian cerita dari awal sampai akhir pementasan
drama. Secara umum, unsur drama ini mengandung permasalahan, konflik, klimaks, dan
penyelesaian permasalahan.Plot menjadi satu di antara unsur paling penting dalam sebuah
drama, hal ini yang akan menentukan menarik tidaknya pementasan drama.

5. Amanat

Amanat dalam drama biasanya akan diselipkan melalui dialog-dialog yang diperankan
oleh para tokoh. Dengan adanya amanat, penonton akan mendapatkan pelajaran atau
pesan yang ada di dalam drama tersebut.

D. JENIS-JENIS DRAMA

Menurut Nurhayati (2019: 162) Drama dapat dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan bentuk sastra cakapannya, sajian isi, kuantitas kecakapan, besaran pengaruh
unsur seni lain dan bentuk lainnya. Jenis-jenis drama tersebut adalah sebagai berikut ini:

Jenis Drama Berdasarkan Bentuk Sastra Cakapannya:

 Drama Prosa, Merupakan drama yang cakapannya disusun dalam bentuk prosa.
 Drama Puisi, Yaitu drama yang sebagian besar cakapannya disusun oleh puisi atau
berdasarkan unsur-unsur (ciri) puisi.

Jenis Drama Berdasarkan Sajian Isi:

 Tragedi, yaitu drama yang menampilkan tokoh sedih dan muram yang melibatkan
situasi dan peristiwa duka atau tidak menguntungkan bagi tokoh didalamnya. Konflik
antar tokoh menjadi bumbu utama dalam jenis drama ini dan biasanya berakhir
dengan malapetaka atau kesedihan.
 Komedi, yaitu drama yang tidak bersifat menghibur dan berakhir dengan bahagia,
meskipun dapat berisi satir atau menyindir.
 Tragikomedi, seperti namanya, merupakan gabungan dari tragedi dan komedi yang
dapat menggunakan alur dukacita dan berakhir dengan kebahagiana (happy ending).

Jenis Drama Berdasarkan Kuantitas Cakapannya

 Pantomim, Drama tanpa kata-kata atau komunikasi verbal namun mengutamakan


bahasa tubuh dan mimik muka sebagai media komunikasi.
 Minikata, yaitu drama yang menggunakan komunikasi verbal yang terbatas (sedikit
sekali kata-kata).
 Dialog-monolog, merupakan drama yang mengutamakan dan banyak menggunakan
komunikasi verbal baik dalam dialog (komunikasi dua atau banyak arah) maupun
monolog (berbicara satu arah).

Jenis Drama Berdasarkan Besarnya Pengaruh Unsur Seni Lainnya

 Opera, yaitu drama yang menguatamakan seni suara atau seni musik pada
umumnya.
 Sendratari, yakni drama yang menonjolkan seni tari.
 Tablo, adalah drama yang biasanya tidak menggunakan gerak atau dialog.

Jenis Drama Bentuk Lainnya (Khas/Alternatif

 Drama absurd, yaitu drama yang sengaja mengabaikan atau melanggar konvensi-
konvensi utama dari struktur atau unsur drama seperti: alur, penokohan dan tema.
 Drama baca, naskah yang hanya lebih cocok untuk dibacakan, bukan untuk
dipentaskan.
 Drama borjuis, drama yang spesifik bertema tentang kehidupan kaum borjuis
(bangsawan abad -18) yang sering menjadi bahan satir di masa itu.

E. CIRI-CIRI DRAMA

Adapun beberapa ciri-ciri drama adalah sebagai berikut.

1. Mempertunjukkan Dialog

Dialog menjadi salah satu unsur penting dalam drama. Keberadaan dialog sekaligus
menjadi salah satu ciri-ciri dari drama yang paling menonjol. Dialog ditampilkan oleh tokoh-
tokoh yang saling berinteraksi.

2. Adanya Adegan

Di samping adanya dialog, ciri-ciri drama lainnya adalah adanya adegan. Dialog dan
adegan dalam drama memang menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan. Adegan dalam drama
juga berlangsung satu kali, artinya tanpa ada pengulangan sama sekali.

3. Merupakan Bagian dari Prosa


Drama adalah bagian dari karya sastra, khususnya jenis prosa. Seperti yang kita tahu,
drama merupakan naskah cerita yang kemudian dipentaskan. Artinya, drama berasal dari
prosa atau cerita yang bermula dari imajinasi dan ide. Apalagi, belakangan banyak
bermunculan pementasan drama yang diadopsi dari karya-karya bentuk prosa seperti novel,
cerpen, hikayat, dan sebagainya.

4. Mengandung Nilai-Nilai Kehidupan

Sebagai bagian dari karya sastra, drama tidak saja menghibur. Dalam drama juga
terkandung banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa dipettik penonton.

5. Menceritakan Suatu Konflik

Drama mempunyai alur yang bisa dibilang saklek. Alur dalam drama harus meliputi
perkenalan, permulaan konflik, konflik, klimaks, hingga penyelesaian konflik. Ya, konflik
menjadi bagian terpenting atau inti dalam drama. Oleh karena itu, konflik dalam drama
sering dibuat besar, pelik, dan acap kali tak tertebak.

6. Menggunakan Gaya Bahasa yang Khas

Drama sering kali dibuat dengan mengangkat ceirta sehari-hari. Oleh karena itu,
pemakaian gaya bahasa yang khas salah satu ciri-ciri drama. Pemakaian bahasa dalam
dialog drama akan disesuaikan dengan tema drama yang diangkat. Namun, untuk membuat
drama tampak realistis biasanya drama akan disajikan dengan bahasa sehari-hari.

7. Bisa Menampilkan Puisi

Drama ternyata juga bisa muncul dalam bentuk pertunjukan puisi. Terlebih drama
dan puisi juga punya kesamaan dalam hal mengandung pesan atau makna mendalam.
Selain itu, sering kali dialog-dialog dalam drama juga disampaikan dalam bahasa kiasan
layaknya puisi.

8. Dipentaskan di Atas Panggung dengan Properti

Sebagai seni pertunjukan, pada umumnya drama dipentaskan secara langsung di


atas panggung. Panggung pementasan drama akan di-setting dengan berbagai properti
untuk mendukung suasana dan alur cerita.

PERIODISASI NASKAH DRAMA


1. Periode Drama Melayu Rendah (1891-1940)

Sastra drama melayu rendah pada masa – masa ini muncul karena adanya tuntutan
dari teater modern Indonesia yang merupakan produk dari budaya kota Indonesia. Untuk
itu, penduduk yang pada saat itu terdiri dari beberapa kebangsaan dari beberapa kota,
yakni Indo, Arab, Cina, Indosia sendiri yang juga didominasi oleh Belanda dan Cina. Muncul
komedi Stambul yang bersifat opera (tahun 1891), menampilkan hikayat-hikayat dari Persia,
India, Eropa. penampilannya realistis, walaupun secara struktural belum berbentuk lakon.
Pada umumnya pertunjukan meliputi Cerita 1001 Malam Arab dan Cerita Rakyat Eropa dan
Opera, termasuk Hikayat India dan Persia. Sebagai selingan, antar adegan maupun
pembukaan, diperdengarkan musik Mars, Polka, Gambus, dan Keroncong. Khusus musik
keroncong dikenal pada waktu itu Stambul I, Stambul II, dan Stambull III. Para pemain
terdiri atas seniman Bumiputera (Indonesia), Eropa, Arab, India, Filipina, Melayu, sebagai
pemain teater, musisi, penari, maupun para penunjang pertunjukan.

2. Periode Drama Pujangga Baru (1926-1939)

Seperti mengalami perkembangan dari Sastra Drama Melayu Rendah ke Sastra


Drama Pujangga Baru. Hal ini kerena memang penulis naskah pada periode ini dikenal
sebagai pujangga baru, dialah Roestam Effendi. Ada perbedaan yang mencolok antara
naskah yang ditulis oleh orang – orang Tionghoa dan naskah yang ditulis oleh Roestam
Effendi sangat berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada dialog. Satu hal lagi yang
mencolok dari karakteristik dari sastra drama Pujangga Baru, yakni sasrta yang ditulis
memang untuk tujuan karya sastra dan bukan ditulis dengan dasar akan dipentaskan. Tidak
hanya Rustam Effendi yang menulis naskah pada periode ini. Namun masih ada lainnya
yakni Mohammad Yamin (Ken Arok dan Ken Dedes), Sanusi Pane (Airlangga), Armijn Pane
(Lukisan Masa).

Karya Roestam yang cukup terkenal ialah Bebasari, yaitu naskah drama yang ditulisnya pada
tahun 1920-an. Naskah ini sempat dilarang oleh pemerintah Belanda ketika ingin
dipentaskan oleh siswa MULO Padang dan para mahasiswa kedokteran di Batavia (Jakarta).
Pelarangan itu disebabkan karena karya ini dianggap sindiran terhadap pemerintah Hindia
Belanda.

Cuplikan teks Bebasari:

Harapan beta perawan pada Bujangga hati pahlawan

Lepaskan beta oh kakanda, lepaskan

Dengarlah peluk asmara hamba


Kilatkan jaya kekasih hati

Isi cerita Bebasari ialah, putri seorang bangsawan yang terkurung di antara kawat berduri,
setelah ayahnya dibunuh. Bebasari diculik. Barangkali dia yakin kekasihnya, Bujangga, terus
membawa dendam kesumat pada penjahat Rahwana. Bagaimana tak sakit hati Bujangga,
kekasih diculik, kerajaan porak-poranda, bapak mati berkubang kesedihan. Hatinya geram
dan bersiap menuntut balas. Jiwa kebangsaan, dendam patriotik hingga cinta asmara
menjadi senjata pamungkas menghadapi penjajah durjana.

3. Periode Drama Zaman Kolonial dan Jepang (1941-1945)

a) Belanda

Sepanjang tahun 1930-an para dramawan pribumi kita umumnya adalah sastrawan
yang tidak begitu akrab dengan seni pertunjukan sehingga naskah-naskah yang mereka buat
digolongkan dalam drama kamar, jenis yang lebih merupakan bacaan daripada bahan
pementasan. Para sastrawan muda angkatan Sanusi Pane mendapatkan pendidikan di
sekolah menengah Belanda yang memberikan pengetahuan mengenai kesenian sekitar
tahun 1880-an di negeri itu. Itulah sebabnya angkatan 1880-an yang muncul di negeri
Belanda menjadi acuan bagi perkembangan drama romantic di Indonesia. Dalam rangka
pengaruh itu, muncullah drama-drama yang menunjukkan perhatian mereka terhadap masa
lampau dan negeri asing seperti Sandyakala ning Majapahit (Sanusi Pane) yang berlatar
zaman klasik dan Manusia Baru (Sanusi Pane) yang berlatar negeri asing untuk
mengungkapkan idialisme dan simpati mereka terhadap kaum tetertindas

b) Jepang

Dalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai
naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan. Dengan adanya sensor
ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di pihak lain justru memacu
munculnya naskah drama. Perkembangan drama boleh dikatakan praktis berubah ke arah
lain ketika pada awal tahun 1940-an para pemerintah Jepang menguasai militer Indonesia
dan menentukan dengan tegas bahwa segala jenis seni, tak terkecuali pertunjukkan, harus
dipergunakan sebagai alat propaganda untuk mendukung gagasan Asia Timur Raya. Sensor
sangat ketat dari pemerintah militer Jepang menyebabkan dramawan kita tidak bisa
berbuat lain kecuali mematuhinya dengan menghasilkan sejumlah drama yang dianggap
bisa menyebarluaskan gagasan dasar Asia Timur Raya, tujuan utama Jepang dalam
melakukan ekspansi ke Asia Timur dan Tenggara. Dengan demikian muncullah drama
seperti karya:

• Pandu Partiwi
Karya Merayu Sukma, jelas-jelas menggunakan simbol-simbol dalam rangka
menyebarluaskan gagasan militerisme, suatu hal yang pada dasarnya dilakukan juga oleh
Rustam Efendi dalam Bebasari, tetapi tujuan penulisannya berbeda, bahkan berlawanan.
Bebasari adalah drama yang mempropogandakan gagasan kemerdekaan sebagai lakon
simbolis sementara Pandu Partiwi adalah drama yang memaksakan pelaksanaan gagasan
militerisme Jepang. Persamaannya adalah keduanya menggunakan simbol-simbol dalam
teknik penulisannya.

Cuplikan naskah drama Pandu Partiwi:

…. Sifat saudara yang tidak takut mati itu, baik digunakan buat maju ke medan perjuangan
guna menghancurkan musuh kita kaum penindas dan pengkhianat itu. …. Saudara Pandu,
Saudara mesti hidup terus menjadi Pandu masyarakat (Sukma. 1943 : 196).

Pandu Partiwi merupakan drama beraliran romantis-idealis yang kuat, penuh dengan
simbol-simbol yang mewakili berbagai konsep kompleks. Mengandung dua sisi
bertentangan antara unsur propaganda dan kontra propaganda, yang dikemas secara apik
dalam suatu karya yang koheren tanpa adanya tumpang tindih.

4. Periode Drama setelah Kemerdekaan (1945-1970)

Pada masa ini masa-masa Indonesia sedang sibuk mempertahankan keutuhan


Indonesia dan serangan dari Belanda. Pada masa – masa ini, tidak memberikan peluang
yang lebar kepada para sastrawan untuk membuat karya sastra. Maka, tidak dapat
dihindari, jumlah karya sastra yang tercipta pada periode ini menurun sangat drastis. Hanya
beberapa karya sastra yang dihasilkan, yakni

• Keluarga Surono oleh Idrus (1948)

• Suling (1946)

• Bunga Rumah Makan oleh Utuy Tatang Sontai (1947)

• Tumbang oleh Trisno Sumardjo

Adapun dari segi tema yang ditampilkan pada penulis ini pun sudah jauh berbeda.
Jika sebelumnya tema – tema yang ditampilkan adalah masalah politik maka pada saat ini
lebih banyak dihadirkan tema – tema tentang kejiwaan.

5. Periode Drama Mutakhir (1970-Sekarang)

Sastra drama mutakhir yang dimulai sejak tahun 1970 dan sampai saat ini tidak
dapat dilepaskan begitu saja dengan berdirinya Dewan Kesenian Jakarta. Melalui Dewan
Kesenian Jakarta yang melakukan sayembara- sayembara naskah drama kemudian lahirlah
banyak sekali naskah drama Indonesia yang tidak lagi bertema-tema tertentu, tetapi dengan
tema-tema yang lebih umum. Setelah memengerahui perkembangan sastra drama, tidak
dapat melepaskan diri pada seniman pada periode mutakhir ini. Berbicara mengenai drama,
tidak dapat dilepaskan dari tokoh drama yang tetap legendaris, meskipun sudah meninggal
dunia.Tokoh tersebut adalah WS Rendra. WS Rendra adalah pendiri Bengkel Teater. Bengkel
Teater didirikan pada tahun 1967. WS Rendra yang mendapat julukan Burung Merak ini,
turut membentuk sejarah drama Indonesia. Rendra turut mewarnai dunia drama dengan
memainkan drama, kadang Rendra sendiri juga yang membuat naskah drama sendiri ,
menyutradarai, sakaligus memerankan.

DAFTAR PUSTAKA
Prasetyowati, R. (2019). Keterampilan Membaca; Karya Sastra Drama.

Khaerudin, D. I. D. I. N., Kusmana, S. U. H. E. R. L. I., & Khaerudin, I. R. (2019). Pengembangan bahan ajar
menulis drama berdasarkan pengalaman pengarang sebagai bahan ajar drama. Jurnal tuturan, 8(2), 86-
95.

Anjani, A. (2021). Mengenal Struktur Drama Beserta Unsur dan Kaidah Kebahasaan. Jakarta: DetikEdu.

Nugroho, F. T. (2021). Unsur-Unsur Intrinsik Drama Lengkap Beserta Penjelasannya yang Perlu
Diketahui. Jakarta: Bola.com.

Yuda, A. (2021). Pengertian Drama, Jenis, Struktur, Unsur, dan Ciri-Cirinya. jakarta: bola.com.

Anda mungkin juga menyukai