Anda di halaman 1dari 16

PRAGMATIK

Kesopanan dan Interaksi

KELOMPOK 1

Hadini Najah 2213210039

Marini Romauli Pardede 2213210001

Maya Rani 2211210011

Nurazmi Zelita Putri 2211210015

Oxana A. F. Simanungkalit 2213210045

Patrisia Deni Sidebang 2211210005

KELAS: SASTRA INDONESIA A 21

Dosen Pengampu: Dr. Syairal Fahmi Dalimunthe, M.I.KOM. & Ayu Nadira Wulandari,
M.I.Kom.

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

2023
KATA PENGANTAR

Kami ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya,
pembentukan hasil dari pengerjaan secara kelompok. Pembahasan materi di dalam makalah
ialah mengenai Kesopanan dan Interaksi yang merupakan bagian dari pembelajaran mata kuliah
Pragamtik. Untuk dosen pengampu mata kuliah ini ialah bapak Dr. M. Oky F Gafari, M.Hum.
dan Ibu Ayu Nadira Wulandari, M.I.Kom. juga kami ucapakan terima kasih.

Dengan adanya makalah ini kami berharap semoga pemaparan yang disampaikan
bertambahnya wawasan dan pengetahuan bagi kelompok kami dan juga para pembaca. Kami
ucapkan maaf bila dalam penyusunan makalah ini ada yang salah baik dari segi penulisan dari
huruf ke huruf, dari kata demi kata. Kami juga menerima kritik dan saran untuk dapat
membentuk makalah semakin bagus dan terlihat sempurna lagi.

Medan, 10 Maret 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3

2.1 Pengertian Kesopanan...................................................................................................3

2.2 Prinsip-Prinsip Kesopanan............................................................................................4

2.3 Skala-Skala Kesopanan.................................................................................................8

2.4 Pengertian Interaksi.....................................................................................................10

2.5 Contoh Interaksi dalam Kegiatan Belajar Mengajar...................................................11

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................12

3.2 Saran........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses interaksi antar manusia memerlukan bahasa. Bahasa sebagai alat yang
digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampai informasi
(Chaer, 2015:30). Bahasa digunakan manusia untuk segala aspek tindak sosial. Seperti
halnya tindak saling tukar pengalaman, saling mengemukakan pendapat/ide, dan saling
mengutarakan perasaan atau saling menyutujui suatu pendirian. Proses berbahasa menjadi
penting dalam berinteraksi sehari-hari baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan di
sekolah. Proses interaksi yang tepat menjadikan informasi dapat tersampaikan secara baik
dan efektif. Seperti yang disampaikan (Tarigan, 1986:3) bahwa tujuan berinteraksi sebagai
alat untuk mempersatu dan mempererat hubungan sosial manusia sehingga dapat terjalin
dengan baik. Hubungan sosial penutur dan lawan tutur dapat tercipta dengan baik salah
satunya dengan cara memperhatikan kesantunan berkomunikasi.
Seperti halnya ketika berkomunikasi perlu menciptakan muka positif dan menghindari
muka negatif mitra tutur/lawan tutur. Kesantunan berbahasa berkaitan dengan konsep muka
atau dalam bahasa inggris disebut dengan dengan konsep face yang dipengaruhi oleh bahasa
atau tuturan yang digunakan (Djatmika, 2016:77). Sehingga kesantunan berbahasa berbeda
halnya dengan kesopanan. Kesopanan tidak dipengaruhi dengan bahasa dalam bentuk
tuturan. Sopan lebih berdekatan dengan konsep deference atau penghormatan. Orang yang
sopan belum tentu bersifat santun, sedangkan orang yang santun kemungkinan besar adalah
orang sopan. Seperti halnya, ketika kita bertemu dengan guru langsung mencium tangan,
berbicara dengan nada lirih dan pelan, pandangan mata ruruh ke bawah, dan berbicara
dengan menggunakan bahasa umum krama. Contoh tersebut adalah wujud sikap yang sopan.
Akan tetapi, seandainya hal tersebut menggunakan tuturan yang tidak santun maka akan
merusak sikap sopan yang sudah dibangun. Dengan begitu, kesantunan berbahasa yang
rusak akan berimbas kepada kesopanan.
Kita mengerti, bahwa komunikasi yang baik terjadi jika penutur dan mitra tutur
menggunakan bahasa yang santun. Akan tetapi, kenyataanya dalam kehidupan sehari-hari
masih banyak manusia yang kurang memperhatikan kesantunan berbahasa. Sadar atau tidak,
kita sendiri termasuk ke dalamnya. Tuturan yang semakin jauh dari kesantunan terutama di

1
kalangan anak usia remaja. Terkadang sulit memposisikan kepada siapa tuturan itu
ditujukan. Sehingga bahasa bercampur antara tuturan kepada teman sebaya atau kepada
orang yang lebih tua. Kesantunan berbahasa dalam cabang ilmu bahasa merupakan bagian
dari kajian pragmatik. Menurut Tarigan (1986:31) pragmatik adalah telaah mengenai makna
dalam hubungannya dengan aneka situasi ujaran. Penelitian mengenai kesantunan berbahasa
sangatlah penting untuk diteliti.
Sejauh pengamatan peneliti fenomena kurangnya kesantunan berbahasa di lingkungan
sekolah masih tergolong sangat tinggi, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Kegiatan
berkomunikasi dapat terjalin dengan baik jika penutur dan lawan tutur saling menyadari
bahwa setiap tuturan terdapat kaidah-kaidah yang perlu di perhatikan. Kaidah yang
mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, interpretasi-interpretasi tindakannya, dan
ucapan lawan tuturnya (Wijana & Rohmadi, 2011:43). Sehingga peserta tindak tutur
bertanggung jawab terhadap kaidah-kaidah kebahasaan yang digunakan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusann masalah yang akan dibahas di makalah ialah:


1. Apa yang dimaksud kesopanan?
2. Apa saja prinsip kesopanan?
3. Apa saja skala kesopanan para ahli?
4. Apa yang dimaksud interaksi?
5. Bagaimana Contoh Interaksi?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini ialah:


1. Mengetahui kesopanan dalam pragmatik
2. Mengetahui prinsip-prinsip kesopanan
3. Mengetahui skala kesopanan menurut para ahli
4. Mengetahui Interaksi
5. Mengetahui contoh Interaksi

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesopanan

Kesopanan adalah salah satu aspek yang dibahas dalam pragmatik. Kesopanan
dalam berbahasa merupakan sebagai dasar bagi penutur untuk mencapai komunikasi yang
baik dengan lawan tutur sehingga apa yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan
baik. Melalui sikap kesopanan orang dapat dikatakan memiliki sifat bijak, pemurah,
simpatik, dan rendah hati. Sudah saatnya kita menyadari jika partisipan interaksi merupakan
norma dan prinsip-prinsip yang ada di dalam masyarakat luas. Kesantunan atau kesopanan
adalah suatu hal yang menjadi kebiasaan berlaku dalam masyarakat dan sudah sebaiknya
seharusnya menyadari untuk memiliki sikap kesopanan. Bisa dikatakan bahwa ini
merupakan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu
sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh
karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama”.
Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari dari berbagai segi
dalam pergaulan sehari-hari. Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung
nilai sopan santun atau etiket dalam pergaulan sehari-hari. Ketika orang dikatakan santun,
maka dalam diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku
secara baik di masyarakat tempat seseorang itu megambil bagian sebagai anggotanya.
Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu
dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang, memakan
waktu lama.
Kesantunan perbuatan adalah tatacara bertindak atau gerak-gerik ketika menghadapi
sesuatu atau dalam situasi tertentu.misalnya ketika menerima tamu, bertamu ke rumah
orang, duduk di ruang kelas, menghadapi orang yang kita hormati, berjalan di tempat
umum, menunggu giliran (antre), makan bersama di tempat umum, dan sebagainya.
Masing-masing situasi dan keadaan tersebut memerlukan tatacara yang berbeda.
Kesopansantunan sendiri pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan
yang dapat disebut sebagai ‘diri sendiri’ dan ‘orang lain’.
Kesopanan dalam bertindak tutur atau melakukan komunikasi terkait dengan bahwa
ungkapan kepribadian yang baik, benar, dan santun perlu dikembangkan pada diri pribadi

3
seseorang. Hal tersebut merupakan cerminan budi pekerti halus dan pekerti luhur seseorang.
Penggunaan bahasa yang santun mampu menjaga harkat dan martabat dirinya dan
menghormati orang lain. Menjaga harkat dan martabat ialah substansi kesantunan,
sedangkan menghormati orang lain itu bersifat perlokutif. Jadi, dapat dikatakan bahwa
kesantunan berbahasa diwujudkan dalam perilaku manusia dengan cara yang berbeda-beda
akan tetapi sesuai dengan aturan norma sopan santun sehingga tercipta hubungan yang baik
dalam berinteraksi.
Pandangan kesantunan dalam kajian pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli.
Diantaranya adalah Leech, Robin Lakoff, Bowl dan Levinson. Prinsip kesopanan memiliki
beberapa maksim, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim
penghargaan, maksim kerendehan hati, maksim kecocokan, maksim kesimpatian. Prinsip
kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan
orang lain (other).
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah
yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya
terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai
bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim
tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan
menghindari ujaran yang tidak sopan.

2.2 Prinsip-Prinsip Kesopanan

Leech membagi prinsip kesantunan menjadi enam yang terdiri dari;


1. Maksim Kebijaksanaan
Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para
peserta petuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi
keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan
bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan
dapat dikatakan sebagai orang santun. Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh
pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan
sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap si mitra tutur.

4
Dengan perkataan lain, menurut maksi ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan
pabila maksim kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik. Sebagai pemerjelas atas
pelaksanaan maksim kebijaksanaan ini dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat
dilihat pada contoh berikut ini.

Tuan rumah: “silakan makan saja dulu, nak!


Tamu : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu,”

Di dalam contoh di atas tampak dengan jelas bahwa apa yang dituturkan si Tuan rumah
sungguh memaksimalkan keuntungan bagi sang tamu. Lazimnya, tuturan semacam itu
dapat ditemukan dalam keluarga-keluarga pada masyarakat tutur desa.

2. Maksim Kedermawaan
Dengan maksim kedermawaan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan
diharapkan dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan
keuntungan bagi pihak lain. Contoh :

Anak kos A : “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak kok,
Yang kotor.”
Anak kos B : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga,kok.”

Dari tuturan yang disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha
memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya
sendiri. Hal itu dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian
kotornya si B. Di dalam masyarakat tutur jawa, hal demikian itu sangat sering terjadi
karena merupakan salah satu wujud nyata dari sebuah kerja sama.

Bapak A : “Wah, oli mesin mobilku agak sedikit kurang.”


Bapak B : “Pakai oliku juga boleh. Sebentar, saya ambilkan dulu!”

3. Maksim Penghargaan

5
Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun
apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain.
Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek,
saling mancaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Peserta tutur yang sering
mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang
yang tidak sopan. Dikatakan demikian, karena tindakan mengejek merupakan tindakan
tidak menghargai orang lain. Karena merupakan perbuatan tidak baik, perbuatan itu
harus dihindari dalam pergaulan sesungguhnya.
Contoh:

Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Business
English.”
Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar bahasa Inggrismu jelas sekali dari sini.”

Pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap rekannya dosen B pada contoh di


atas, ditanggapi dengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian atau penghargaan
oleh dosen A. Dengan demikian. Dapat dikatakah bahwa di dalam pertuturan itu dosen
B berprilaku santun terhadap dosen A. Hal itu berbeda dengan cuplikan percakapan
pada tuturan di bawah ini.

A (mahasiswi) : “Maaf, aku pinjam pekerjaan rumahnya.


Aku tidak bias mengerjakan tugas itu sendiri.”
B (mahasiswa) : “Tolol……ini, cepat kembalikan!”

4. Maksim Kerendahan Hati


Maksim kesederhanaan dapat disebut maksim kerendahan hati, dalam komunikasi
peserta tutur diharapkan dapat memiliki sikap kerendahan hati dengan cara mengurangi
pujian atas dirinya sendiri. Orang bisa dikatakan sombong hati jika dalam komunikasi
bertutur selalu mengunggulkan dirinya sendiri atau memuji dirinya sendiri. Di
kehidupan masyarakat Indonesia, kesederhanaan atau kerendahan hati dijadikan sebagai

6
parameter penilaian kesantunan seseorang. Sebagai contoh tuturan di bawah ini sering
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh:

Ibu A : “Nanti Ibu yang memberikan sambutan ya dalam rapat Dasa Wisma!”
Ibu B : “ Waduh,.... nanti grogi aku”

Tuturan terjadi saat pertemuan rapat Dasa Wisma. Dituturkan oleh seorang
Ibu anggota Dasa Wisma kepada temannya. Mereka sedang berangkat
bersama-sama. Ibu A menyuruh Ibu B untuk memberikan sambutan. Akan
tetapi, ibu B bersikap rendah hati bahwa ia nanti bisa grogi.

5. Maksim Kecocokan
Maksim permufakatan bisa disebut maksim kecocokan. Pada maksim ini, menekankan
supaya si penutur dan mitra tutur dapat saling membina kecocokan, persetujuan atau
kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Penutur dan mitra tutur dapat dikatakan
memiliki sikap yang santun jika sudah terjadi kemufakatan atau kecocokan dalam
kegiatan bertutur. Kehidupan masyarakat Jawa, orang tidak diperbolehkan membantah
secara langsung atas apa yang dituturkan orang lain. Kehidupan masyarakat Jawa
dahulu, wanita tidak diperkenankan menentang sesuatu yang dikatakan pria. Jika kita
mencermati orang bertutur masa saat ini, seringkali si mitra tutur menggunakan
anggukan-anggukan untuk tanda setuju, acungan jempol, wajah tanpa kerutan pada
dahi, dan lainnya. Hal tersebut merupakan sifat paralinguistik kinetik untuk menyatakan
maksud tertentu. Contoh:

Guru A : “Ruangannya gelap ya, Bu”


Guru B : “He, eh! Saklarnya mana, ya?”

Tuturan terjadi saat mereka berada di ruang guru. Dituturkan oleh seorang
guru kepada temannya yang juga seorang guru. Guru A bertanya dengan
penuh makna tentang ruangan yang gelap. Kemudian Guru B merespon
secara tanggap dengan pemikiran yang sama dan segeramencari saklar.

7
6. Maksim kesimpatian
Maksim kesimpatian merupakan pemberian sikap perhatian. Tujuan maksim ini ialah
agar peserta tutur dapat memaksimalkan sikap sikap simpatinya antara pihak yang satu
dengan pihak yang lain. Masyarakat tutur di Indonesia, menjunjung tinggi sikap simpati
kepada orang lain dalam komunikasi sehari-hari. Jika peserta tutur tidak memiliki sikap
simpati maka dapat dikatakan peserta tutur memiliki sikap antipati dan bisa dikatakan
sebagai suatu tindakan tidak santun. Sikap simpati kepada orang lain bisa ditunjukkan
dengan cara memberikan senyuman, anggukan, gandengan tangan, dan lainnya.
Contoh:

Siswa A : “Mas, aku akan ujian tesis minggu depan”.


Siswa B: “Wah, proficiat ya! Kapan pesta?”

Tuturan terjadi di ruang perpustakaan kampus. Dituturkan oleh siswa


kepada siswa yang lain. Kemudian, siswa B menanggapi dengan rasa
simpati/ perhatian.

2.3 Skala-Skala Kesopanan

Sedikitnya terdapat tiga macam skala pengukur peringkat kesantunan yang sampai
dengan saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penilitian kesantunan. Ketiga
macam skala itu antara lain:
1. Skala Kesantunan Leech
Di dalam model kesantuna Leech (1983), setiap maksim interpersonal itu dapat
dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Berikut skala
kesantunan yang disampaikan Leech itu selengkapnya, antara lain:
1) Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar
kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada
sebuah pertuturan.
2) Optionality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan
yang disampaikan si penutur kepada mitra tutur di dalam kegiatan bertutur.

8
3) Indirectness scale atau skala ketidaklansungan menunjuk kepada peringkat langsung
atau tidak lansungnya maksud sebuah tuturan.
4) Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status social
anatar penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak
peringkat social antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung
menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status social di
antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang
digunakan dalam bertutur itu.
5) Social distance scale atau skala jarak social menunjuk kepada peringkat hubungan
sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan.

2. Skala Kesantunan Brown dan Levinson


Di dalam model kesantunan Brown dan Levinson (1987) terdapat tiga skala penentu
tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala itu, antara lain:
1) Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur banyak ditentukan oleh
parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiolkultural.
2) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur atau seringkali disebut
dengan peringkat kekuasaan didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan
mitra tutur.
3) Skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank rating didasarkan
atas kedudukan relative tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya.

3. Skala Kesantunan Robin lakoff


Robin Lakoff (1973) menyatakan tiga ketentuan untuk dapat dipenuhinya kesantunan di
dalam kegiatan bertutur. Ketiga ketentuan itu, antara lain:
1) Skala formalitas, dinyatakan bahwa agar para peserta tutur dapat merasa nyaman dan
kerasan dalam kegiatan bertutur, tuturan yang digunakan tidak boleh bernada memaksa
dan tidak boleh berkesan angkuh.
2) Skala ketidaktegasan atau seringkali disebut skala pilihan menunjukkan bahwa agar
penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dan kerasan dalam bertutur,
pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua belah pihak.

9
3) Skala kesekawanan atau kesamaan menunjukkan bahwa agar dapat bersifat santun,
orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak
yang satu dengan pihak lain. Agar tecapai maksud demikian penutur haruslah dapat
menganggap mitra tutur sebagai sahabat.

2.4 Pengertian Interaksi

Interaksi adalah jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih objek berinteraksi
atau saling mempengaruhi (berhubungan). Sebagai makhluk sosial, manusia selalu
berhubungan dengan manusia lainnya. Saat membuat hubungan atau interaksi satu sama
lain, orang membutuhkan komunikasi. Alat komunikasi ini digunakan. Menyampaikan ide,
ide atau alat opini. Media ini disebut Bahasa. Bloomfield (melalui Sumarsono, 2009:18)
mengklaim bahwa bahasa adalah Sistem simbol dalam bentuk suara apa saja. Anggota
komunitas terbiasa berkomunikasi satu sama lain untuk berinteraksi. Pragmatik adalah
cabang linguistik yang mempelajari bahasa digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi
tertentu (Nadar, 2009: 2) untuk berbicara Pragmatik sangat erat kaitannya dengan konteks.
Hal yang sama dikatakan Pengarang: Rohmadi (2004: 2) yang mengatakan bahwa
pragmatik adalah studi tentang bahasa terikat konteks. Konteks memainkan peran yang kuat
dalam definisi maksud pembicara ketika berinteraksi dengan lawan bicara.
Kajian pragmatik erat kaitannya dengan penafsiran proposisi atau interaksi kalimat
(ujaran) dalam konteks yang lebih luas yang mencakup pemahaman wacana keunggulan,
keyakinan dan harapan pembicara dan pendengar, tanggung jawab pembicara dan
pendengar, pengetahuan mereka, dll. Pragmatik mengacu pada kesimpulan yang ditarik
pendengar dari pernyataan dan tanggapan pembicara (disebut ilokusi dalam teori wicara).
Menurut Chaer dan Agustina (2004: 47) peristiwa tutur merupakan proses terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan
dua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu,
tempat, dan situasi tertentu. Dengan cara ini, mereka menggunakan interaksi bahasa yang
berkelanjutan satu sama lain. Mediasi informasi antara dua pihak tentang subjek, waktu, di
tempat dan situasi tertentu disebut peristiwa linguistik. Dengan Peristiwa tutur merupakan

10
rangkaian dari beberapa tindakan untuk mencapai ekspresi dan intonasi ucapan yang
terorganisir tujuan acara.

2.5 Contoh Interaksi dalam Kegiatan Belajar Mengajar

Menurut Rohmadi (2004: 26) tindak tutur merupakan produk tindak verbal yang
terlihat dalam setiap percakapan lisan maupun tertulis antara penutur dengan lawan tutur.
Penjelasan pendapat tersebut, dalam hal interaksi di antara mereka yaitu bagi guru dan
siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang menggunakan bahasa indonesia sebagai media.
Ada interaksi antara guru dan siswa. Kegiatan belajar mengajar harus digunakan untuk jenis
interaksi ini dapat membangkitkan minat dan merasa berguna bagi siswa.
Berdasarkan uraian di atas, menjadi guru itu cocok kecenderungan yang baik dalam
tindak tutur, khususnya dalam interaksi belajar. Mengajar agar siswa dapat
menginterpretasikan tindak tutur yang ada direncanakan dengan benar oleh guru dan
pembelajaran berlangsung dengan benar, bagus dan halus. Para siswa juga harus menyadari
hal ini bahwa tentu saja membuat perbedaan untuk berbicara dengan orang lain ceritakan
kepada teman atau guru.
Uraian tersebut, sejalan dengan pendapat Purwo (1990: 30) yang menyatakan bahwa
sekalipun benar penutur asli bahasa Indonesia tanpa harus berpikir panjang, namun sama-
sama menyatakan pendapat tentunya ada perbedaan di antara menyatakan kepada teman
sebaya, kepada seorang atasannya, atau kepada seseorang yang belum dikenalnya. Dengan
demikian, baik guru ataupun siswa dalam bertindak tutur harus selalu mempertimbangkan
dengan siapa ia menyampaikan tuturannya dan dalam situasi seperti apa tuturan tersebut
yang disesuaikan dengan konteks.

11
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

Makalah ini ditujukan agar para pembaca bisa lebih memahami tentang seputar
pemahaman kesopanan dan interaksi pragmatik. Demikianlah makalah yang dapat kami
sajikan semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca semua terkhusus untuk pemakalah.
Kami berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah pengetahuan sebagai
sumber bacaan dan referensi dalam mencari pengetahuan tentang pragmatik. Namun, kami
menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, untuk itu kami
menerima kritik dan saran yang membangun.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku:

Chaer, Abdul. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer & Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka cipta.

Djatmika.2016. Mengenal Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rahardi, Kunjana. 2008. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:Erlangga.

Rohmadi, Muhamad. 2004. Pragmatik: Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media.

Tarigan , Henry G. 1986. Menulis Sebagai Suatu Keterapilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Wijana & Muhammad. 2011. Analisis Wacana Pragmatik, Kajian Teori dan Analisis. Surakarta:
Yuma Pustaka.

Sastra, P. S. P. B. D. 2013. Tindak tutur direktif dalam interaksi belajar mengajar mata
pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Melati Sleman Yogyakarta.
Skripsi.

Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Purwo, Bambang K. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.

Sumber website:

Blogspot. 2010. Pengertian Kesantunan. (Dikutip pada 10 April pukul 20.11)


https://www.blogger.com/profile/14732993431172405759

13

Anda mungkin juga menyukai