Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KONFORMITAS, KEPATUHAN, DAN PERAN LOCUS OF CONTROL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial II


Dosen Pengampu: Ibu Dr. Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si.

Disusun Oleh :
Kelompok 3 – Psikologi Kelas C

1. Khoirunnisa Mulida Rahma (G0120079)


2. Kristianni (G0120080)
3. La Tansa Milata Hanifa (G0120081)
4. Pritapuskarini Abida (G0120113)
5. Raihana Qonita Azzahra (G0120116)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konformitas, Kepatuhan, dan
Peran Locus of Control” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Sosial II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
konformitas, kepatuhan, dan locus of control bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si.
selaku dosen mata kuliah Psikologi Sosial II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Surakarta, 19 September 2021

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 3
1. 1 Latar Belakang.............................................................................................................. 3
1. 2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 3
1. 3 Tujuan........................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 5
2. 1 Pengertian Konformitas dan Kepatuhan....................................................................... 5
2.1.1 Pengertian Konformitas....................................................................................... 5
2.1.2 Pengertian Kepatuhan......................................................................................... 6
2. 2 Riset Dasar Tentang Konformitas dan Kepatuhan....................................................... 7
2.2.1 Penelitian Pembentukan Norma Sherif............................................................... 7
2.2.2 Eksperimen Solomon Asch................................................................................. 8
2.2.3 Eksperimen Kepatuhan Milgram....................................................................... 10
2. 3 Faktor Penyebab Konformitas.................................................................................... 11
2. 4 Faktor yang Mempengaruhi Konformitas.................................................................. 12
2. 5 Penerapan Konformitas dan Kepatuhan dalam Perilaku Manusia.............................. 13
2. 6 Pengertian Locus of Control........................................................................................ 14
2. 7 Tipe Locus of Control..................................................................................................
18
2. 8 Penerapan Locus of Control dalam Perilaku Manusia................................................ 20
BAB III PENUTUP…................................................................................................................. 22
3. 1 Kesimpulan................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 24

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia adalah makhluk sosial yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan
lingkungan sosial di sekitarnya. Dalam kehidupannya, manusia saling bergantung antara satu
sama lain. Hal ini memungkinkan terjadinya interaksi sosial, baik dalam taraf individu maupun
kelompok. Interaksi sosial tersebut terjadi secara terus menerus dan melahirkan sebuah proses
yang dinamis. Dalam dinamika interaksi sosial, salah satu hal yang dapat kita cermati adalah
adanya pengaruh sosial.
Tidak dapat dipungkiri, pengaruh sosial merupakan sebuah kekuatan yang mengatur
kehidupan sosial masyarakat. Keberadaan pengaruh sosial memberikan arah dan warna dalam
dinamika interaksi sosial. Adapun pengaruh sosial yang akan kami bahas dalam makalah ini
adalah konformitas, kepatuhan, dan locus of control. Lebih lanjut, dalam makalah ini, kami akan
membahas mengenai pengertian konformitas dan kepatuhan, riset dasar konformitas dan
kepatuhan, faktor penyebab konformitas, faktor yang mempengaruhi konformitas, penerapan
konformitas dan kepatuhan dalam perilaku manusia, pengertian locus of control, tipe locus of
control, dan penerapan locus of control dalam perilaku manusia. Dengan adanya makalah ini,
kami berharap dapat membantu memahami pengetahuan mengenai konformitas, kepatuhan, dan
locus of control, baik bagi kami sebagai penulis maupun kepada pembaca.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari konformitas dan kepatuhan?
b. Apa saja riset dasar tentang konformitas dan kepatuhan?
c. Apa saja faktor penyebab konformitas?
d. Apa saja faktor yang mempengaruhi konformitas?
e. Bagaimana penerapan konformitas dan kepatuhan dalam perilaku manusia?
f. Apa pengertian dari locus of control?
g. Apa saja tipe locus of control?
h. Bagaimana penerapan locus of control dalam perilaku manusia?

3
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari konformitas dan kepatuhan.
b. Untuk mengetahui riset dasar tentang konformitas dan kepatuhan.
c. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab konformitas.
d. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi konformitas.
e. Untuk mengetahui penerapan konformitas dan kepatuhan dalam perilaku manusia.
f. Untuk mengetahui pengertian dari locus of control.
g. Untuk mengetahui tipe-tipe locus of control.
h. Untuk mengetahui penerapan locus of control dalam perilaku manusia.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Konformitas dan Kepatuhan


2.1.1. Pengertian Konformitas
Terdapat beberapa pengertian konformitas menurut beberapa tokoh :
● Menurut Baron & Branscombe (2012), konformitas mengacu pada tekanan untuk
berperilaku dengan cara yang konsisten dengan aturan yang menunjukkan bagaimana
kita harus atau seharusnya berperilaku. Aturan-aturan ini dikenal sebagai norma sosial,
dan mereka sering memberikan efek yang kuat pada perilaku kita.
● Menurut Feldman (1995), konformitas adalah perubahan perilaku atau sikap yang
disesuaikan untuk mengikuti keyakinan atau standar kelompok.
● Asch (dalam Feldman, 1995), mendefinisikan konformitas sebagai perubahan dalam
sikap dan perilaku yang dibawa seseorang sebagai hasrat untuk mengikuti kepercayaan
atau standar yang ditetapkan orang lain.
● Menurut Deux, Dane, dan Wrightsman (1993), konformitas diartikan sebagai bujukan
untuk merasakan tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk
tunduk pada kelompok.
● Menurut David O’Sears, konformitas adalah bahwa seseorang melakukan perilaku
tertentu karena disebabkan orang lain melakukan hal tersebut.
● Menurut Baron dan Byrne, konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana
individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang
ada.
● Menurut Shelly et. al., konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau
perilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain.
● Menurut Prayitno, konformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan
pendapat atau pola tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang mempengaruhinya.
● Menurut Myers (2012), konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari
tekanan kelompok. Ini terlihat dari kecenderungan untuk selalu menyamakan perilaku
dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan.

5
● Menurut Sherif, konformitas berarti keselarasan, kesesuaian perilaku individu-individu
anggota masyarakat dengan harapan-harapan masyarakatnya, sejalan dengan
kecenderungan manusia dalam kehidupan kelompok membentuk norma sosial.
● Menurut Kiesler, konformitas mengarah pada suatu perubahan tingkah laku ataupun
kepercayaan seseorang sebagai hasil dari tekanan kelompok baik secara nyata maupun
tidak nyata.
● Menurut Cialdini dan Goldstein (dalam Taylor, Peplau, dan Sears, 2012)
mengemukakan konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan seseorang agar
sesuai dengan keyakinan orang lain.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah
tendensi untuk melakukan perubahan dengan cara menyamakan perilaku, sikap, pendapat,
keyakinan, dan kepercayaan sesuai harapan dan standar masyarakat (norma sosial) yang
disebabkan oleh pengaruh sosial berupa tekanan kelompok, baik yang nyata maupun tidak
nyata, sehingga tercipta keselarasan dan kesesuaian dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga hal pokok dari konformitas, yaitu :
a. Penyesuaian.
Penyesuaian ini dilakukan individu terhadap norma yang berlaku dalam kelompok
tertentu.
b. Perubahan
Perubahan terjadi sebagai hasil dari penyesuaian individu terhadap suatu norma
kelompok tertentu. Perubahan meliputi keyakinan, sikap maupun perilaku.
c. Tekanan kelompok
Tekanan kelompok ini sebagai penyebab individu melakukan penyesuaian. Tekanan
kelompok ini dapat bersifat nyata maupun imajinasi.

2.1.2. Pengertian Kepatuhan


Terdapat beberapa pengertian kepatuhan, yaitu :
● Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan
dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran
dan aturan.

6
● Menurut Taylor (dalam Tri Wibowo, 2006), kepatuhan adalah memenuhi permintaan
orang lain, didefinisikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan
berdasarkan keinginan orang lain atau melakukan apa apa yang diminta oleh orang
lain.
● Menurut Caplin, kepatuhan (compliance) didefinisikan sebagai pemenuhan, mengalah
dengan kerelaan, rela memberi, menyerah, mengalah membuat suatu keinginan sesuai
dengan harapan orang lain (Kartono, 2009).
● Feldman (2003), mendefinisikan kepatuhan merupakan suatu perubahan sikap dan
tingkah laku seseorang dalam mengikuti permintaan atau perintah orang lain. Peraturan
digunakan sebagai sarana untuk mengatur pola hidup seseorang agar dapat berjalan
dengan baik.
● Soekanto (1982), menjelaskan bahwa kepatuhan pada individu merupakan hasil proses
internalisasi yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan sosial yang memberikan efek
pada kognisi seseorang, sikap-sikap maupun perilaku dan hal tersebut bersumber pada
individu-individu lain di dalam sebuah kelompok tersebut.
● Milgram (1974) menjelaskan bahwa kepatuhan adalah sikap yang menunjukkan rasa
patuh dengan menerima dan melakukan tuntutan atau perintah orang lain.
● Menurut Blass (1999), kepatuhan adalah sikap dan tingkah laku taat individu dalam arti
mempercayai, menerima serta melakukan permintaan maupun perintah orang lain atau
menjalankan peraturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan dapat terjadi dalam bentuk
apapun, selama individu menunjukan sikap dan tingkah laku taat terhadap sesuatu atas
seseorang, misalnya kepatuhan terhadap peraturan.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah
perbuatan, tingkah laku, dan sikap dimana seseorang mempercayai, menerima, dan
melakukan permintaan, perintah, harapan, dan aturan dari orang lain yang merupakan hasil
dari pengaruh sosial berupa proses internalisasi dalam suatu kelompok. Kepatuhan juga
dapat diartikan sebagai kerelaan untuk mengalah, memberi, menyerah sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan harapan orang lain.

2.2. Riset Dasar Tentang Konformitas dan Kepatuhan


2.2.1. Penelitian Pembentukan Norma Sherif (1935; 1937)

7
Pada penelitian sherif, partisipan duduk dalam ruangan gelap dalam jarak 15 kaki dan
kemudian muncul titik cahaya. Cahaya bergerak secara tidak beraturan dan menghilang.
Partisipan diminta untuk mengamati sejauh mana cahaya itu bergerak. Partisipan menjawab
“6 inci”, kemudian eksperimenter mengulangi pertanyaan tersebut, partisipan menjawab “10
inci”. Pengulangan terjadi sehingga menndapat nilai rata-rata 8 inci. Sebenarnya cahaya
tidak bergerak, Sheriff memanfaatkan pergerakan cahaya, yang disebut dengan autokinetic
effect. Esok harinya partisipan bergabung dengan dua partisipan yang mengikuti eksperimen
yang sama dengan sebelumnya. Ketika cahaya dimatikan, dua partisipan menjawab 1 inci
dan satunya menjawab “2 inci”.dengan pengulangan sama pada hari berikutnya, ternyata
partisipan pertama cenderung mengubah pendapatnya sesuai dengan norma kelompok.

Gambar 1. Partisipan penelitian Sherif menunjukkan kecenderungan untuk bergerak ke satu


titik setelah dilakukan pengukuran berulang kali
2.2.2. Eksperimen Solomon Asch (1951)
Solomon Asch meminta individu untuk menilai tentang 3 garis lurus pembanding yang
sebenarnya sama dengan satu garis standar (referensi) dan membuat penilaian mereka
sendiri yang ternyata sama dengan penilaian orang lain, ketika orang lain membuat
keputusan yang salah, 37 % para partisipan memberikan jawaban yang salah, artinya mereka

8
mempercayai pendapatnya kepada orang lain. Sisanya 63% partisipan menjawab sesuai
dengan pendapatnya.

Gambar 2. Pada eksperimen Solomon Asch, partisipan diminta untuk menilai manakah dari
ketiga garis itu yang sesuai dengan garis referensi
Setelah melakukan eksperimen, Asch melakukan wawancara terhadap partisipan
terkait mengapa mereka melakukan konformitas dan non konformitas. Sebagian kecil
partisipan yang mengikuti mayoritas mengatakan bahwa mereka mengalami distortion of
perception, yang menganggap bahwa mayoritas adalah benar. Sebagian besar partisipan
mengalami distortion of judgment. Partisipan tidak yakin atau tidak percaya diri terhadap
persepsinya, tanpa keyakinan partisipan masih tetap independen. Sebagian kecil mengalami
distortion action, yaitu mereka tahu bahwa mayoritas salah, namun partisipan tidak ingin
kelihatan berbeda dengan mayoritas sehingga mengikuti mayoritas (Bordens & Horowitz,
2008). Dari eksperimen tersebut dapat dilihat bahwa seseorang melakukan konformitas
karena adanya tekanan sosial dari kelompok.

9
Gambar 3. Kesimpulan dari eksperimen Solomon Asch tentang alasan individu melakukan
konformitas (Bordens & Horowitz, 2008)
2.2.3. Eksperimen Kepatuhan Milgram (1974)
Kenapa kita patuh kepada pemimpin? Apakah ketika perintah pemimpin tidak sesuai
dengan hati nurani tetap kita patuhi? Pertanyaan ini menarik Milgram untuk melakukan
eksperimen tentang tuntutan otoritas yang berbenturan dengan tuntutan hati nurani.
Penelitian ini merupakan penelitian yang kontroversial dalam psikologi sosial. Penelitian ini
melibatkan satu eksperimenter, partisipan yang berperan sebagai guru dan satu orang (tim
eksperimen) berperan sebagai murid. Peraturannya, murid akan duduk dengan tangan terikat
yang dialiri kabel yang terhubung dengan listrik yang dikendalikan oleh guru mulai dari 15
volt sampai 450 Volt (lihat gambar 4, instruksinya guru harus memberikan terapi kejut
listrik apabila murid salah menjawab soal). Terapi kejut listrik akan ditingkatkan tegangan
15 volt setiap jawaban salah. Jika partisipan mengikuti perintah eksperimenter, ia
mendengar mengeluh pada 75, 90, dan 105 volt. Pada 120 volt pelajar berteriak, dan 150
volt pelajar menangis, pada 270 volt berteriak kesakitan tidak ingin melanjutkan kembali.
300 volt dan 315 volt menolak memberi jawaban, dan 330 volt hanya diam. Untuk tetap
melanjutkan eksperimen, eksperimenter menggunakan desakan verbal kepada guru untuk
tetap melanjutkan, misalkan: 1) tolong lanjutkan, 2) eksperimen mengharuskan anda
melanjutkan kembali, 3) sangat penting jika Anda melanjutkan kembali, dan, 4) Anda tidak
memiliki pilihan lain, Anda terus melanjutkan kembali. Hasilnya penelitian terhadap 40
orang (20- 50 tahun) dengan latar belakang berbeda 65% terus melakukan eksperimen

10
hingga 450 volt. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan cenderung
patuh terhadap perintah dari eksperimenter untuk melanjutkan penelitian (Myers, 2012).
Dengan kata lain, berdasarkan penelitian tersebut individu cenderung akan patuh pada
individu lain yang memiliki otoritas.

Gambar 4. Posisi eksperimenter, guru, dan murid dalam eksperimen Milgram tentang
kepatuhan
2.3. Faktor Penyebab Konformitas
Terdapat beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa seseorang melakukan konformitas.
Faktor tersebut berupa dua motif kuat yang dimiliki manusia, yaitu :
a. Pengaruh Sosial Normatif : Keinginan untuk Disukai
Bagaimana kita bisa membuat orang lain menyukai kita? Salah satu taktik yang
paling sukses adalah tampak sedekat mungkin dengan orang lain. Sejak awal
kehidupannya, manusia belajar bahwa setuju dengan orang-orang di sekitarnya dan
berperilaku seperti yang mereka lakukan, menyebabkan ia disukai oleh orang-orang di
sekitarnya. Orang tua, guru, teman, dan orang lain sering memuji dan menyetujui kita
karena menunjukkan kesamaan tersebut. Salah satu alasan pentingnya adalah bahwa
melakukan hal itu dapat membantu seseorang memenangkan persetujuan dan penerimaan
yang didambakan. Sumber konformitas ini dikenal sebagai pengaruh sosial normatif
karena melibatkan mengubah perilaku kita untuk memenuhi harapan orang lain.
b. Pengaruh Sosial Informatif : Keinginan untuk Menjadi Benar
Ketergantungan pada orang lain sering menjadi alasan kuat dari kecenderungan
untuk menyesuaikan diri. Tindakan dan pendapat orang lain menentukan realitas sosial
bagi seseorang, yang kemudian digunakan sebagai panduan untuk tindakan dan pendapat

11
seseorang tersebut. Dasar untuk konformitas ini dikenal sebagai pengaruh sosial
informasional, karena didasarkan pada kecenderungan kita untuk bergantung pada orang
lain sebagai sumber informasi tentang banyak aspek dunia sosial
Bukti penelitian menunjukkan bahwa karena motivasi kita untuk menjadi benar
atau akurat sangat kuat, pengaruh sosial informasional merupakan sumber konformitas
yang kuat. Namun, hal ini lebih mungkin tepat jika berada dalam situasi dimana kita
sangat tidak yakin tentang apa yang "benar" atau "akurat" daripada dalam situasi di mana
kita memiliki lebih banyak kepercayaan pada kemampuan kita sendiri untuk membuat
keputusan seperti itu (Baron et al., 1996).
Pengaruh sosial informasional menjadi sangat kuat ketika kita tidak yakin tentang
apa yang benar dan apa yang tidak. Di satu sisi, hal ini dapat mendorong timbulnya
miskonsepsi dalam diri seseorang. Namun, di sisi lain, hal ini dapat membantu seseorang
menghadapi situasi tertentu. Sebagai contoh, ketika dihadapkan dengan keadaan darurat
(misalnya, kebakaran), kita bisa melarikan diri dari bahaya dengan melakukan apa yang
dilakukan orang lain—misalnya, mengikuti mereka ke pintu keluar terdekat.

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Konformitas


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konformitas, yaitu :
a. Kohesivitas
Kohesivitas adalah sejauh mana kita tertarik pada kelompok sosial tertentu dan
ingin menjadi bagian darinya (Turner, 1991). Semakin besar kohesivitas, semakin kita
cenderung mengikuti norma kelompok. Semakin kita menghargai menjadi anggota
kelompok dan ingin diterima oleh anggota lain, semakin kita ingin menghindari
melakukan apa pun yang akan memisahkan kita dari mereka. Bertindak dan terlihat
seperti orang lain sering kali merupakan cara terbaik untuk memenangkan persetujuan
mereka. Kohesivitas dan keinginan untuk diterima merupakan faktor yang meningkatkan
tendensi untuk melakukan konformitas.
b. Jumlah anggota kelompok
Faktor lain yang menghasilkan efek serupa adalah ukuran kelompok yang
memberikan pengaruh. Asch (1956) dan peneliti awal lainnya (Gerard, Wilhelmy, &
Conolley, 1968) menemukan bahwa konformitas meningkat seiring dengan ukuran

12
kelompok, tetapi hanya sampai sekitar tiga atau empat anggota; melampaui titik itu,
tampaknya mendatar atau bahkan menurun. Namun, penelitian yang lebih baru telah
gagal untuk mengkonfirmasi temuan awal mengenai temuan awal mengenai ukuran
kelompok (Bond & Smith, 1996). Sebaliknya, studi-studi selanjutnya menemukan bahwa
konformitas cenderung meningkat dengan ukuran kelompok hingga delapan anggota
kelompok dan seterusnya. Singkatnya, semakin besar kelompok—semakin besar jumlah
orang yang berperilaku dengan cara tertentu—semakin besar kecenderungan kita untuk
menyesuaikan diri dan "melakukan apa yang mereka lakukan".
c. Jenis norma sosial
Norma sosial dapat dibedakan menjadi norma deskriptif dan norma perintah.
Norma deskriptif mendeskripsikan apa yang kebanyakan orang lakukan dalam situasi
tertentu. Norma ini mempengaruhi tingkah laku dengan menginformasikan tentang
tindakan apa yang secara umum terlihat efektif atau adaptif dalam situasi tersebut.
Norma perintah secara spesifik menginformasikan apa yang harus dilakukan,
perilaku apa yang diterima atau tidak diterima dalam situasi tersebut. Contohnya, ada
norma perintah yang kuat perihal tindakan menyontek dalam ujian. Perilaku menyontek
dianggap salah secara etis. Fakta bahwa beberapa siswa tidak mematuhi norma ini tidak
mengubah harapan moral bahwa mereka harus mematuhinya. Kedua jenis norma dapat
memberikan efek yang kuat atas perilaku kita (Brown, 1998).

2.5. Penerapan Konformitas dan Kepatuhan dalam Perilaku Manusia


Kecenderungan untuk melakukan konformitas dan mematuhi norma-norma sosial dapat
kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Fakta bahwa kebanyakan orang mematuhi sebagian
besar norma sosial hampir sepanjang waktu menunjukkan besarnya prediktabilitas dalam
hubungan sosial: kita tahu bagaimana kita dan orang lain diharapkan untuk berperilaku, dan
dapat melanjutkan dengan asumsi bahwa harapan ini akan terpenuhi. Adapun contoh
penerapan dari konformitas dan kepatuhan dalam perilaku manusia adalah sebagai berikut:
1. Pengendara lain akan mengemudi di sisi jalan yang benar (apa pun yang ada di
masyarakat sendiri) dan berhenti karena lampu merah
2. Orang yang menunggu layanan di toko akan membentuk antrian dan menunggu
giliran.

13
3. Pada saat kuliah hendak dimulai kebanyakan mahasiswa akan mengeluarkan telepon
selulernya kemudian mengaktifkan profil silent atau mematikannya
4. Membawakan buah-buahan atau memberikan hadiah ketika menjenguk orang sakit.

2.6. Pengertian Locus of Control


Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1966
berdasarkan pendekatan social learning theory (Wolman,1977). Menurut Rotter (dalam
Putri, 2015), locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personality) yang
didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu atau tidaknya seseorang
mengontrol nasibnya (destiny) atau peristiwa-peristiwa (event-event) dalam kehidupannya.
Selain itu, terdapat pengertian mengenai locus of control menurut beberapa tokoh yaitu
sebagai berikut:
● Menurut Hjele dan Ziegler (1981), locus of control adalah persepsi seseorang tentang
penyebab kesuksesan atau kegagalan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
● Menurut Levenson (1981), locus of control adalah keyakinan individu mengenai
sumber penyebab dari peristiwa-peristiwa yang dialami dalam hidupnya.
● Menurut Petri (1981), locus of control adalah ekspektasi umum mengenai
kemampuan seseorang untuk mengontrol reinforcement yang diterima.
● Menurut Brownell (1982), locus of control adalah tingkatan dimana seseorang
menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka.
● Menurut Lefcourt (1982), locus of control adalah derajat di mana individu
memandang peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya sebagai konsekuensi
perbuatannya, dengan demikian dapat dikontrol (kontrol internal) atau sebagai
sesuatu yang tidak berhubungan dengan perilakunya sehingga di luar kontrol
pribadinya (kontrol eksternal).
● Menurut Zimbardo (1985), locus of control adalah suatu kepercayaan (anggapan)
tentang apakah hasil dari tindakan kita adalah tergantung pada apa yang kita lakukan
(internal control orientation) atau kejadian diluar kendali kita (orientasi kendali
eksternal).
● Menurut Morgan (1986), locus of control adalah sejauh mana tingkat kepercayaan
individu terhadap hal-hal yang mengatur kehidupannya.

14
● Menurut Lau (1988), locus of control adalah kontrol diri yang berkaitan dengan hal-
hal yang menyangkut masalah perilaku dari individu yang bersangkutan.
● Menurut Spector (1988), locus of control adalah kepercayaan umum bahwa
keberhasilan dan kegagalan individu dikendalikan oleh perilaku individu (internal),
atau mungkin, bahwa prestasi, kegagalan dan keberhasilan dikendalikan oleh
kekuatan lain seperti kesempatan, keberuntungan dan nasib (eksternal) (dalam Karimi
dan Alipour, 2011).
● Menurut Owie (1993), locus of control adalah karakteristik individu yang didasarkan
pada keyakinan bahwa kehidupan seseorang ditentukan oleh kombinasi kekuatan
internal dan eksternal.
● Menurut Baron dan Byrne (1994), locus of control adalah persepsi seseorang
mengenai sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
● Menurut Smet (1994), locus of control adalah sesuatu yang diyakini individu sebagai
pusat yang secara kontinum bergerak dari dalam dirinya (internal) atau kearah dirinya
(eksternal).
● Menurut Ibson, Ivancevich, dan Donnelly (1995), locus of control adalah
karakteristik kepribadian dimana orang yang menganggap bahwa kendali kehidupan
mereka datang dari dalam diri mereka sendiri disebut “internalizers” sedangkan orang
yang yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh faktor eksternal disebut
“externalizer”.
● Menurut Monks (2001), locus of control adalah anggapan seseorang tentang sejauh
mana ia merasa ada tidaknya hubungan antara usaha-usaha yang dilakukan dengan
akibat yang diterimanya.
● Menurut Robbins (2002), locus of control adalah tingkat kendali dimana individu
yakin ada yang mengendalikan nasibnya.
● Menurut Strauser (2002), locus of control adalah suatu kepercayaan bahwa seseorang
dapat mengontrol suatu peristiwa kehidupan dengan kemampuannya sendiri.
● Menurut Peterson (2003), locus of control adalah harapan seseorang tentang sumber
penguatan yang khusus.

15
● Menurut Grimes, Millea dan Woodruff (2004), locus of control adalah konstruk
psikologis yang digunakan untuk mengidentifikasi persepsi afektif seseorang dalam
hal kontrol diri terhadap lingkungan eksternal dan tingkat tanggung jawab atas
personal outcome.
● Menurut Kustini dan Suharyadi (2004), locus of control adalah salah satu aspek
kepribadian yang dimiliki individu. Aspek kepribadian tersebut menunjukkan
keyakinan individu terhadap sumber penyebab peristiwa yang terjadi pada dirinya.
● Menurut Benson dan Steele (2005), locus of control adalah keyakinan seseorang
tentang bagaimana upaya individu dalam mencapai hasil yang diinginkan.
● Menurut Duffy dan Atwarer (2005), locus of control adalah sumber keyakinan yang
dimiliki oleh individu dalam mengendalikan peristiwa yang terjadi baik itu dari diri
sendiri maupun dari luar dirinya.
● Menurut Forte (2005), locus of control adalah kondisi-kondisi dimana individu
mengatribusikan kesuksesan dan kegagalan mereka.
● Menurut Jaya dan Rahmat (2005), locus of Control adalah suatu cara yang mana
individu memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan yang terjadi di dalam kontrol
atau di luar kontrol dirinya.
● Menurut Greenhaus (2006), locus of control adalah kecenderungan menempatkan
persepsi atas suatu kejadian atau hasil yang didapat dalam hidup individu, apakah
sebagai hasil dari dirinya sendiri atau karena bantuan dari sumber-sumber di luar
dirinya seperti keberuntungan, takdir, atau bantuan dari orang lain.
● Menurut Sardogan (2006), locus of control adalah salah satu dari pemikiran seseorang
bahwa kekuasaan atau kekuatan di luar kendalinya sendiri sangat berpengaruh dalam
situasi positif atau negatif yang terjadi selama hidupnya.
● Menurut Engko dan Gudono (2007), locus of Control adalah cara pandang seseorang
apakah ia dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya.
● Menurut Hirayappa (2009), locus of control adalah sesuatu yang mengacu pada
keyakinan seseorang, bahwa apa yang terjadi itu karena kendali dirinya (internal) atau
di luar kendali dirinya (eksternal).

16
● Menurut Hanurawan (2010), locus of control adalah kecenderungan orang untuk
mencari sebab dari sebuah peristiwa pada arah tertentu. Bisa dikategorikan ke dalam
locus of control internal dan juga eksternal.
● Menurut Larsen dan Buss (2010), locus of control adalah sebuah konsep yang
menggambarkan persepsi seseorang tentang tanggung jawab atas kejadian-kejadian
dalam hidupnya.
● Menurut Munir dan Sajid (2010), locus of control adalah cerminan dari sebuah
kecenderungan seorang individu untuk percaya bahwa dia mengendalikan peristiwa
yang terjadi dalam hidupnya (internal) atau kendali atas peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya itu berasal dari hal lain (eksternal).
● Menurut Ghufron dan Risnawita (2011), locus of control adalah sebuah gambaran
pada keyakinan seseorang tentang sumber penentu perilaku dirinya. Locus of control
menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan bagaimana perilaku individu.
● Menurut Soemanto (2012), locus of control adalah bagaimana individu merasa atau
melihat garis atau hubungan antara tingkah lakunya dan akibatnya, apakah dia dapat
menerima tanggung jawab atau tidak atas tindakannya.
● Menurut Carti (2013), locus of control adalah persepsi atau pandangan mengenai
adanya kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan dan bertanggungjawab
atas semua peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya sendiri.
● Menurut Pervin, locus of control adalah bagian dari Social Learning Theory yang
menyangkut kepribadian dan mewakili harapan umum mengenai masalah faktor-
faktor yang menentukan keberhasilan, pujian, dan hukuman terhadap kehidupan
seseorang (dalam Smet,1994).
● Menurut Erdogan, locus of Control adalah gagasan bahwa individu menganalisis
peristiwa sebagai hasil dari perilaku mereka atau mereka percaya bahwa peristiwa
tersebut merupakan hasil dari kebetulan, nasib atau kekuatan di luar kendali mereka
(dalam Kutanis, Mesci, dan Ovdur, 2011).
● Menurut Lee-Kelley, locus of control adalah sesuatu yang digambarkan sebagai
dimensi dengan dua sisi yang berlawanan. Dimensi yang mencerminkan sejauh mana
orang percaya bahwa apa yang terjadi kepada mereka adalah dalam kendali mereka
atau di luar kendali mereka (dalam April, Dharani, dan Peters, 2012).

17
● Menurut Demirtas, locus of control adalah persepsi orang tentang siapa atau apa yang
bertanggung jawab atas hasil dari perilaku atau peristiwa dalam kehidupan mereka
(dalam Hamedoglu, Kantor dan Gulay, 2012).

Dari definisi-definisi di atas terlihat ada perbedaan dan persamaan pendapat antara para
tokoh. Pendapat-pendapat tersebut juga saling melengkapi satu sama lain. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa locus of control adalah tingkat sejauh mana keyakinan yang dimiliki
oleh individu terhadap siapa pengendali nasib dan siapa yang bertanggungjawab atas
peristiwa yang dialaminya. Apakah keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya
dikendalikan oleh dirinya sendiri (internal locus of control) ataukah kendali dari luar dirinya
(external locus of control). Kemudian, apakah Ia dapat menerima tanggung jawab atau tidak
atas peristiwa yang dialaminya. Locus of Control berperan dalam motivasi, Locus of
Control yang berbeda bisa mencerminkan motivasi yang berbeda dan kinerja yang berbeda.
Locus of Control internal akan cenderung lebih sukses dalam karir mereka daripada Locus
of Control eksternal, mereka cenderung mempunyai level kerja yang lebih tinggi, promosi
yang lebih cepat dan mendapatkan uang yang lebih. Sebagai tambahan, Locus of Control
internal dilaporkan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dengan pekerjaan mereka dan
terlihat lebih mampu menahan stress daripada Locus of Control eksternal (Baron dan
Greenberg, 1990 dalam Maryanti, 2005).

2.7. Tipe Locus of Control


Dalam Locus of Control, dibagi menjadi dua kategori yaitu locus of control internal dan
locus of control eksternal. Rotter (1990:489) menyatakan bahwa internal-eksternal kontrol
mengacu pada sejauh mana seseorang mengharapkan bahwa penguatan atau hasil dari
perilaku mereka tergantung pada penilaian mereka sendiri atau karakteristik pribadi,
sebaliknya sejauh mana seseorang mengharapkan bahwa penguatan atau hasil merupakan
fungsi dari kesempatan, keberuntungan, atau nasib, adalah berada di bawah kendali
kekuatan orang lain atau tidak berdaya. Individu dengan locus of control internal percaya
mereka mempunyai kemampuan menghadapi tantangan dan ancaman yang timbul dari
lingkungan (Brownell, 1978) dan berusaha memecahkan masalah dengan keyakinan yang
tinggi sehingga strategi penyelesaian atas kelebihan beban kerja dan konflik antar peran
bersifat proaktif. Individu yang memiliki Locus of Control eksternal sebaliknya lebih mudah

18
merasa terancam dan tidak berdaya, maka strategi yang dipilih cenderung reaktif. Internal
control mengacu pada persepsi terhadap kejadian baik positif maupun negatif sebagai
konsekuensi dari tindakan atau perbuatan diri sendiri dan berada dibawah pengendalian
dirinya. External control mengacu pada keyakinan bahwa suatu kejadian tidak memiliki
hubungan langsung dengan tindakan yang dilakukan oleh diri sendiri dan berada diluar
kontrol dirinya (Lefcourt, 1982).
Beberapa peneliti mengasosiasikan locus of control internal dengan usaha yang aktif
untuk mencapai tujuan, hal ini dimanifestasikan dalam bentuk tindakan sosial (Levenson,
1974; Strik-Land, 1965), tindakan mencari informasi (Lefcourt & wine, 1969; Seeman,
1963), pengambilan keputusan secara otonomi (Crown,dkk, 1963). Individu yang lebih
memandang bahwa hidupnya ditentukan oleh perilakunya sendiri akan lebih percaya diri
dan lebih gigih dalam menghadapi kehidupan, sebaliknya individu yang tidak berdaya,
tertekan dan selalu memandang bahwa kehidupannya dikontrol oleh kekuatan eksternal,
akan menambah perasaan pasrah dalam dirinya (Myers, 1983: 434).
Hasil berbagai penelitian menunjukkan tipe locus of control internal lebih banyak
menimbulkan dampak positif. Phares menyatakan mereka yang berorientasi internal
cenderung lebih percaya diri, berpikir optimis dalam setiap langkahnya. Pernyataan tersebut
didukung oleh Sceibe (1978) bahwa individu dengan locus of control internal cenderung
lebih aktif, percaya diri, berusaha keras, berprestasi, penuh kekuatan, tidak tergantung dan
efektif (Allen, 2003: 297).
Individu dengan locus eksternal yang berkeyakinan bahwa peristiwa-peristiwa yang
dialaminya merupakan konsekuensi dari hal-hal di luar dirinya, seperti takdir, kesempatan,
keberuntungan, atau orang lain. Individu cenderung menjadi malas, karena usaha apapun
yang dilakukan tidak akan menjamin keberhasilan dalam pencapaian hasil yang diharapkan.
Menurut Spector (1982) keyakinan yang dimiliki mereka yang berorientasi locus of control
eksternal menyebabkan mereka mengabaikan adanya hubungan antara hasil yang diperoleh
dengan usaha yang dilakukan. Pernyataan Spector tersebut didukung dengan banyak
ditemukannya orang-orang dengan control eksternal dalam keadaan depresi ataupun cemas.
Selain itu, Phares juga menyebutkan bahwa individu dengan locus of control eksternal
kurang dapat mencari informasi yang dibutuhkan, kurang dapat menyesuaikan diri, prestasi
lebih rendah, tidak dapat mengontrol emosi dan kurang percaya diri (Marga,dkk 2000: 33).

19
No. Locus of Control Internal Locus of Control Eksternal

1. Suka bekerja keras Kurang memiliki inisiatif

2. Memiliki inisiatif Memiliki harapan bahwa ada sedikit


korelasi antara usaha dan kesuksesan

3. Selalu berusaha mencari pemecahan Kurang suka berusaha karna percaya


masalah bahwa adanya faktor luar yang
mengontrol

4. Selalu berusaha berfikir efektif Kurang mencari informasi untuk


menyelesaikan masalah

5. Selalu berpikir bahwa usaha harus


dilakukan jika ingin berhasil

2.8. Penerapan Locus of Control dalam Perilaku Manusia


Sebuah Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2007) mengenai lokus kendali (locus of
control) pada audit menyebutkan bahwa lokus kendali (locus of control) eksternal
berpengaruh positif terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit, dimana auditor
yang memiliki kecenderungan lokus kendali (locus of control) eksternal akan lebih
memberikan toleransi disfungsional audit, tetapi lokus kendali (locus of control) eksternal
memiliki hubungan negatif terhadap kinerja pegawai, dimana auditor yang memiliki
kecenderungan lokus kendali (locus of control) eksternal memiliki kinerja yang lebih
rendah.
Penelitian lain oleh Spector (1982) (dalam Donnelly dkk, 2003) menunjukkan hubungan
positif antara kinerja dengan lokus kendali (locus of control) internal. Orang yang
memiliki lokus kendali (locus of control) internal cenderung berusaha lebih keras ketika ia
meyakini bahwa usahanya tersebut akan memberikan hasil. Penelitian oleh Ayudiati
(2010) juga menunjukkan hasil yang positif antara lokus kendali (locus of control) internal
terhadap kinerja karyawan.
Pada bidang pendidikan konsep lokus kendali (locus of control) memberikan penjelasan
mengenai upaya siswa dalam atribusi kegagalan dan keberhasilan dalam belajar.
Keberhasilan dan kegagalan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Kemampuan.

20
2. Usaha.
3. Tugas yang sulit.
4. Keberuntungan atau nasib.
Keberhasilan maupun kegagalan dalam prestasi belajar yang diraih oleh seseorang dapat
mendorong mereka untuk mencari alasan atas apa yang mereka raih. Saat mereka berhasil
ada kecenderungan alasan bahwa apa yang mereka raih adalah hasil kemampuan dan
usahanya sendiri. Hal ini menunjukan bahwa faktor internal menjadi alasan utama
keberhasilan seseorang dalam prestasi belajar. Sebaliknya, jika alasan “kurang beruntung”
atau “tugas dari guru yang terlalu sulit” menjadi alasan saat seseorang gagal mencapai
prestasi belajar yang diinginkan maka faktor eksternal yang menjadi alasan utama
keberhasilan seseorang. Siswa dengan tipe lokus kendali (locus of control) eksternal
biasanya tidak pernah mau belajar dari pengalaman, karena mereka selalu
menghubungkan kesuksesan dan kegagalan hanya berdasarkan nasib, mereka juga
cenderung tidak memiliki perilaku yang persisten serta tidak memiliki pengharapan yang
tinggi sehingga cenderung meraih prestasi belajar yang rendah.
Pada sebuah penelitian (Sihkabuden, 1999) ditemukan adanya hubungan positif dan
signifikan antara motivasi prestasi belajar dengan lokus kendali (locus of control). Sehingga,
motivasi prestasi belajar yang tinggi dapat membuat seseorang kecenderungan untuk
menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin dan seorang siswa yang memiliki motivasi
prestasi belajar yang tinggi juga akan meraih prestasi belajar yang tinggi pula.
Seseorang yang memiliki lokus kendali (locus of control) internal yang tinggi juga
memiliki pengendalian yang lebih baik terhadap perilaku mereka, cenderung menunjukkan
perilaku yang politis, akan berusaha untuk mempengaruhi orang lain serta berasumsi
bahwa usahanya akan berhasil, lebih aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan
mengenai situasi mereka dibandingkan dengan seseorang yang memiliki lokus kendali
(locus of control) eksternal. Mereka juga percaya bahwa pengalaman mereka
dikendalikan oleh keterampilan dan usaha mereka sendiri.

21
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Konformitas adalah tendensi untuk melakukan perubahan dengan cara menyamakan
perilaku, sikap, pendapat, keyakinan, dan kepercayaan sesuai harapan dan standar
masyarakat (norma sosial) yang disebabkan oleh pengaruh sosial berupa tekanan kelompok,
baik yang nyata maupun tidak nyata, sehingga tercipta keselarasan dan kesesuaian dalam
kehidupan masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga hal pokok dari
konformitas, yaitu penyesuaian, perubahan, dan tekanan kelompok. Sedangkan kepatuhan
adalah perbuatan, tingkah laku, dan sikap dimana seseorang mempercayai, menerima, dan
melakukan permintaan, perintah, harapan, dan aturan dari orang lain yang merupakan hasil
dari pengaruh sosial berupa proses internalisasi dalam suatu kelompok. Kepatuhan juga
dapat diartikan sebagai kerelaan untuk mengalah, memberi, menyerah sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan harapan orang lain.
Adapun riset dasar mengenai konformitas dan kepatuhan ada 3 yaitu penelitian
pembentukan norma yang dilakukan oleh Sherif (1935; 1937) tentang kecenderungan untuk
bergerak ke satu titik setelah dilakukan pengulangan berulang kali, eksperimen yang
dilakukan oleh Solomon Asch (1951) tentang seseorang melakukan konformitas karena
adanya tekanan sosial dari kelompok, dan eksperimen yang dilakukan Milgram (1974)
tentang individu cenderung akan patuh pada individu yang memiliki otoritas. Selain itu,
konformitas memiliki faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhinya.
Kecenderungan untuk melakukan konformitas dan mematuhi norma-norma sosial
dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Fakta bahwa kebanyakan orang mematuhi
sebagian besar norma sosial hampir sepanjang waktu menunjukkan besarnya prediktabilitas
dalam hubungan sosial: kita tahu bagaimana kita dan orang lain diharapkan untuk
berperilaku, dan dapat melanjutkan dengan asumsi bahwa harapan ini akan terpenuhi.
Adapun contoh penerapan dari konformitas dan kepatuhan dalam perilaku manusia adalah
diantaranya pengendara lain akan mengemudi di sisi jalan yang benar (apa pun yang ada di
masyarakat sendiri) dan berhenti karena lampu merah, orang yang menunggu layanan di
toko akan membentuk antrian dan menunggu giliran. pada saat kuliah hendak dimulai

22
kebanyakan mahasiswa akan mengeluarkan telepon selulernya kemudian mengaktifkan
profil silent atau mematikannya, dan membawakan buah-buahan atau memberikan hadiah
ketika menjenguk orang sakit.
Kemudian ada pula locus of control. Locus of control adalah tingkat sejauh mana
keyakinan yang dimiliki oleh individu terhadap siapa pengendali nasib dan siapa yang
bertanggungjawab atas peristiwa yang dialaminya. Apakah keberhasilan atau kegagalan
yang dialaminya dikendalikan oleh dirinya sendiri (internal locus of control) ataukah
kendali dari luar dirinya (external locus of control). Kemudian, apakah ia dapat menerima
tanggung jawab atau tidak atas peristiwa yang dialaminya. Dalam Locus of Control, dibagi
menjadi dua kategori yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal.

Penelitian oleh Spector (1982) (dalam Donnelly dkk, 2003) menunjukkan hubungan
positif antara kinerja dengan lokus kendali (locus of control) internal. Orang yang
memiliki lokus kendali (locus of control) internal cenderung berusaha lebih keras ketika ia
meyakini bahwa usahanya tersebut akan memberikan hasil. Penelitian oleh Ayudiati
(2010) juga menunjukkan hasil yang positif antara lokus kendali (locus of control) internal
terhadap kinerja karyawan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Achadiyah, B. N., & Laily, N. (2013). Pengaruh locus of control terhadap hasil belajar
mahasiswa akuntansi. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 11(2).

Agung, I. (2013). Dinamika Kelompok Perspektif Psikologi Sosial (Group Dynamics of Social
Psychological Perspective). Oleh Mirra, dkk, 1-35.

Baron & Branscombe. 2012. Social Psychology 13th Edition. New Jersey : Pearson Education.

Ida, I. D. A., & DWINTA, C. Y. (2010). Pengaruh Locus Of Control, financial knowledge,
income terhadap financial management behavior. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 12(3), 131-
144.

Indrawardhana, E. (2018). Pengaruh Locus of Control, Job Insecurity dan Faktor Demografis
Terhadap Work-Family Conflict.

Julianingtyas, B. N. (2012). Pengaruh Locus Of Control, Gaya Kepemimpinan Dan Komitmen


Organisasi Terhadap Kinerja Auditor. Accounting Analysis Journal, 1(1).

Nurullah, M. (2005). Hubungan Antara Locus of Control Internal Dengan Stres kerja karyawan
di CV. Duta malang. 8–44.

Pinasti, W. (2011) Pengaruh Self-efficacy, Locus Of Control, dan Faktor Demografis Terhadap
Kematangan Karir. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 38.
http://www.repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1364.

Sulistin, Y. (2012). Hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja pada perawat di
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang. (Doctoral Dissertation, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim)., 2005, 12–59.

Syatriadin, S. (2017). Locus of Control: Teori Temuan Penelitian dan Reorientasinya dalam
Manajemen Penanganan Kesulitan Belajar Peserta Didik. FONDATIA, 1(1), 144-164.

24
Sulistin, Yudina (2012) Hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja pada perawat
di Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang. Undergraduate thesis, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.

DL, W., & Kuswati, R. (2013). analisis pengaruh Locus of Control pada Kinerja Karyawan.

25

Anda mungkin juga menyukai