Disusun Oleh :
Kelompok 3 – Psikologi Kelas C
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konformitas, Kepatuhan, dan
Peran Locus of Control” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Sosial II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
konformitas, kepatuhan, dan locus of control bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si.
selaku dosen mata kuliah Psikologi Sosial II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Kelompok 3
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 3
1. 1 Latar Belakang.............................................................................................................. 3
1. 2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 3
1. 3 Tujuan........................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 5
2. 1 Pengertian Konformitas dan Kepatuhan....................................................................... 5
2.1.1 Pengertian Konformitas....................................................................................... 5
2.1.2 Pengertian Kepatuhan......................................................................................... 6
2. 2 Riset Dasar Tentang Konformitas dan Kepatuhan....................................................... 7
2.2.1 Penelitian Pembentukan Norma Sherif............................................................... 7
2.2.2 Eksperimen Solomon Asch................................................................................. 8
2.2.3 Eksperimen Kepatuhan Milgram....................................................................... 10
2. 3 Faktor Penyebab Konformitas.................................................................................... 11
2. 4 Faktor yang Mempengaruhi Konformitas.................................................................. 12
2. 5 Penerapan Konformitas dan Kepatuhan dalam Perilaku Manusia.............................. 13
2. 6 Pengertian Locus of Control........................................................................................ 14
2. 7 Tipe Locus of Control..................................................................................................
18
2. 8 Penerapan Locus of Control dalam Perilaku Manusia................................................ 20
BAB III PENUTUP…................................................................................................................. 22
3. 1 Kesimpulan................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 24
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari konformitas dan kepatuhan.
b. Untuk mengetahui riset dasar tentang konformitas dan kepatuhan.
c. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab konformitas.
d. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi konformitas.
e. Untuk mengetahui penerapan konformitas dan kepatuhan dalam perilaku manusia.
f. Untuk mengetahui pengertian dari locus of control.
g. Untuk mengetahui tipe-tipe locus of control.
h. Untuk mengetahui penerapan locus of control dalam perilaku manusia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
● Menurut Sherif, konformitas berarti keselarasan, kesesuaian perilaku individu-individu
anggota masyarakat dengan harapan-harapan masyarakatnya, sejalan dengan
kecenderungan manusia dalam kehidupan kelompok membentuk norma sosial.
● Menurut Kiesler, konformitas mengarah pada suatu perubahan tingkah laku ataupun
kepercayaan seseorang sebagai hasil dari tekanan kelompok baik secara nyata maupun
tidak nyata.
● Menurut Cialdini dan Goldstein (dalam Taylor, Peplau, dan Sears, 2012)
mengemukakan konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan seseorang agar
sesuai dengan keyakinan orang lain.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah
tendensi untuk melakukan perubahan dengan cara menyamakan perilaku, sikap, pendapat,
keyakinan, dan kepercayaan sesuai harapan dan standar masyarakat (norma sosial) yang
disebabkan oleh pengaruh sosial berupa tekanan kelompok, baik yang nyata maupun tidak
nyata, sehingga tercipta keselarasan dan kesesuaian dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga hal pokok dari konformitas, yaitu :
a. Penyesuaian.
Penyesuaian ini dilakukan individu terhadap norma yang berlaku dalam kelompok
tertentu.
b. Perubahan
Perubahan terjadi sebagai hasil dari penyesuaian individu terhadap suatu norma
kelompok tertentu. Perubahan meliputi keyakinan, sikap maupun perilaku.
c. Tekanan kelompok
Tekanan kelompok ini sebagai penyebab individu melakukan penyesuaian. Tekanan
kelompok ini dapat bersifat nyata maupun imajinasi.
6
● Menurut Taylor (dalam Tri Wibowo, 2006), kepatuhan adalah memenuhi permintaan
orang lain, didefinisikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan
berdasarkan keinginan orang lain atau melakukan apa apa yang diminta oleh orang
lain.
● Menurut Caplin, kepatuhan (compliance) didefinisikan sebagai pemenuhan, mengalah
dengan kerelaan, rela memberi, menyerah, mengalah membuat suatu keinginan sesuai
dengan harapan orang lain (Kartono, 2009).
● Feldman (2003), mendefinisikan kepatuhan merupakan suatu perubahan sikap dan
tingkah laku seseorang dalam mengikuti permintaan atau perintah orang lain. Peraturan
digunakan sebagai sarana untuk mengatur pola hidup seseorang agar dapat berjalan
dengan baik.
● Soekanto (1982), menjelaskan bahwa kepatuhan pada individu merupakan hasil proses
internalisasi yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan sosial yang memberikan efek
pada kognisi seseorang, sikap-sikap maupun perilaku dan hal tersebut bersumber pada
individu-individu lain di dalam sebuah kelompok tersebut.
● Milgram (1974) menjelaskan bahwa kepatuhan adalah sikap yang menunjukkan rasa
patuh dengan menerima dan melakukan tuntutan atau perintah orang lain.
● Menurut Blass (1999), kepatuhan adalah sikap dan tingkah laku taat individu dalam arti
mempercayai, menerima serta melakukan permintaan maupun perintah orang lain atau
menjalankan peraturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan dapat terjadi dalam bentuk
apapun, selama individu menunjukan sikap dan tingkah laku taat terhadap sesuatu atas
seseorang, misalnya kepatuhan terhadap peraturan.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah
perbuatan, tingkah laku, dan sikap dimana seseorang mempercayai, menerima, dan
melakukan permintaan, perintah, harapan, dan aturan dari orang lain yang merupakan hasil
dari pengaruh sosial berupa proses internalisasi dalam suatu kelompok. Kepatuhan juga
dapat diartikan sebagai kerelaan untuk mengalah, memberi, menyerah sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan harapan orang lain.
7
Pada penelitian sherif, partisipan duduk dalam ruangan gelap dalam jarak 15 kaki dan
kemudian muncul titik cahaya. Cahaya bergerak secara tidak beraturan dan menghilang.
Partisipan diminta untuk mengamati sejauh mana cahaya itu bergerak. Partisipan menjawab
“6 inci”, kemudian eksperimenter mengulangi pertanyaan tersebut, partisipan menjawab “10
inci”. Pengulangan terjadi sehingga menndapat nilai rata-rata 8 inci. Sebenarnya cahaya
tidak bergerak, Sheriff memanfaatkan pergerakan cahaya, yang disebut dengan autokinetic
effect. Esok harinya partisipan bergabung dengan dua partisipan yang mengikuti eksperimen
yang sama dengan sebelumnya. Ketika cahaya dimatikan, dua partisipan menjawab 1 inci
dan satunya menjawab “2 inci”.dengan pengulangan sama pada hari berikutnya, ternyata
partisipan pertama cenderung mengubah pendapatnya sesuai dengan norma kelompok.
8
mempercayai pendapatnya kepada orang lain. Sisanya 63% partisipan menjawab sesuai
dengan pendapatnya.
Gambar 2. Pada eksperimen Solomon Asch, partisipan diminta untuk menilai manakah dari
ketiga garis itu yang sesuai dengan garis referensi
Setelah melakukan eksperimen, Asch melakukan wawancara terhadap partisipan
terkait mengapa mereka melakukan konformitas dan non konformitas. Sebagian kecil
partisipan yang mengikuti mayoritas mengatakan bahwa mereka mengalami distortion of
perception, yang menganggap bahwa mayoritas adalah benar. Sebagian besar partisipan
mengalami distortion of judgment. Partisipan tidak yakin atau tidak percaya diri terhadap
persepsinya, tanpa keyakinan partisipan masih tetap independen. Sebagian kecil mengalami
distortion action, yaitu mereka tahu bahwa mayoritas salah, namun partisipan tidak ingin
kelihatan berbeda dengan mayoritas sehingga mengikuti mayoritas (Bordens & Horowitz,
2008). Dari eksperimen tersebut dapat dilihat bahwa seseorang melakukan konformitas
karena adanya tekanan sosial dari kelompok.
9
Gambar 3. Kesimpulan dari eksperimen Solomon Asch tentang alasan individu melakukan
konformitas (Bordens & Horowitz, 2008)
2.2.3. Eksperimen Kepatuhan Milgram (1974)
Kenapa kita patuh kepada pemimpin? Apakah ketika perintah pemimpin tidak sesuai
dengan hati nurani tetap kita patuhi? Pertanyaan ini menarik Milgram untuk melakukan
eksperimen tentang tuntutan otoritas yang berbenturan dengan tuntutan hati nurani.
Penelitian ini merupakan penelitian yang kontroversial dalam psikologi sosial. Penelitian ini
melibatkan satu eksperimenter, partisipan yang berperan sebagai guru dan satu orang (tim
eksperimen) berperan sebagai murid. Peraturannya, murid akan duduk dengan tangan terikat
yang dialiri kabel yang terhubung dengan listrik yang dikendalikan oleh guru mulai dari 15
volt sampai 450 Volt (lihat gambar 4, instruksinya guru harus memberikan terapi kejut
listrik apabila murid salah menjawab soal). Terapi kejut listrik akan ditingkatkan tegangan
15 volt setiap jawaban salah. Jika partisipan mengikuti perintah eksperimenter, ia
mendengar mengeluh pada 75, 90, dan 105 volt. Pada 120 volt pelajar berteriak, dan 150
volt pelajar menangis, pada 270 volt berteriak kesakitan tidak ingin melanjutkan kembali.
300 volt dan 315 volt menolak memberi jawaban, dan 330 volt hanya diam. Untuk tetap
melanjutkan eksperimen, eksperimenter menggunakan desakan verbal kepada guru untuk
tetap melanjutkan, misalkan: 1) tolong lanjutkan, 2) eksperimen mengharuskan anda
melanjutkan kembali, 3) sangat penting jika Anda melanjutkan kembali, dan, 4) Anda tidak
memiliki pilihan lain, Anda terus melanjutkan kembali. Hasilnya penelitian terhadap 40
orang (20- 50 tahun) dengan latar belakang berbeda 65% terus melakukan eksperimen
10
hingga 450 volt. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan cenderung
patuh terhadap perintah dari eksperimenter untuk melanjutkan penelitian (Myers, 2012).
Dengan kata lain, berdasarkan penelitian tersebut individu cenderung akan patuh pada
individu lain yang memiliki otoritas.
Gambar 4. Posisi eksperimenter, guru, dan murid dalam eksperimen Milgram tentang
kepatuhan
2.3. Faktor Penyebab Konformitas
Terdapat beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa seseorang melakukan konformitas.
Faktor tersebut berupa dua motif kuat yang dimiliki manusia, yaitu :
a. Pengaruh Sosial Normatif : Keinginan untuk Disukai
Bagaimana kita bisa membuat orang lain menyukai kita? Salah satu taktik yang
paling sukses adalah tampak sedekat mungkin dengan orang lain. Sejak awal
kehidupannya, manusia belajar bahwa setuju dengan orang-orang di sekitarnya dan
berperilaku seperti yang mereka lakukan, menyebabkan ia disukai oleh orang-orang di
sekitarnya. Orang tua, guru, teman, dan orang lain sering memuji dan menyetujui kita
karena menunjukkan kesamaan tersebut. Salah satu alasan pentingnya adalah bahwa
melakukan hal itu dapat membantu seseorang memenangkan persetujuan dan penerimaan
yang didambakan. Sumber konformitas ini dikenal sebagai pengaruh sosial normatif
karena melibatkan mengubah perilaku kita untuk memenuhi harapan orang lain.
b. Pengaruh Sosial Informatif : Keinginan untuk Menjadi Benar
Ketergantungan pada orang lain sering menjadi alasan kuat dari kecenderungan
untuk menyesuaikan diri. Tindakan dan pendapat orang lain menentukan realitas sosial
bagi seseorang, yang kemudian digunakan sebagai panduan untuk tindakan dan pendapat
11
seseorang tersebut. Dasar untuk konformitas ini dikenal sebagai pengaruh sosial
informasional, karena didasarkan pada kecenderungan kita untuk bergantung pada orang
lain sebagai sumber informasi tentang banyak aspek dunia sosial
Bukti penelitian menunjukkan bahwa karena motivasi kita untuk menjadi benar
atau akurat sangat kuat, pengaruh sosial informasional merupakan sumber konformitas
yang kuat. Namun, hal ini lebih mungkin tepat jika berada dalam situasi dimana kita
sangat tidak yakin tentang apa yang "benar" atau "akurat" daripada dalam situasi di mana
kita memiliki lebih banyak kepercayaan pada kemampuan kita sendiri untuk membuat
keputusan seperti itu (Baron et al., 1996).
Pengaruh sosial informasional menjadi sangat kuat ketika kita tidak yakin tentang
apa yang benar dan apa yang tidak. Di satu sisi, hal ini dapat mendorong timbulnya
miskonsepsi dalam diri seseorang. Namun, di sisi lain, hal ini dapat membantu seseorang
menghadapi situasi tertentu. Sebagai contoh, ketika dihadapkan dengan keadaan darurat
(misalnya, kebakaran), kita bisa melarikan diri dari bahaya dengan melakukan apa yang
dilakukan orang lain—misalnya, mengikuti mereka ke pintu keluar terdekat.
12
kelompok, tetapi hanya sampai sekitar tiga atau empat anggota; melampaui titik itu,
tampaknya mendatar atau bahkan menurun. Namun, penelitian yang lebih baru telah
gagal untuk mengkonfirmasi temuan awal mengenai temuan awal mengenai ukuran
kelompok (Bond & Smith, 1996). Sebaliknya, studi-studi selanjutnya menemukan bahwa
konformitas cenderung meningkat dengan ukuran kelompok hingga delapan anggota
kelompok dan seterusnya. Singkatnya, semakin besar kelompok—semakin besar jumlah
orang yang berperilaku dengan cara tertentu—semakin besar kecenderungan kita untuk
menyesuaikan diri dan "melakukan apa yang mereka lakukan".
c. Jenis norma sosial
Norma sosial dapat dibedakan menjadi norma deskriptif dan norma perintah.
Norma deskriptif mendeskripsikan apa yang kebanyakan orang lakukan dalam situasi
tertentu. Norma ini mempengaruhi tingkah laku dengan menginformasikan tentang
tindakan apa yang secara umum terlihat efektif atau adaptif dalam situasi tersebut.
Norma perintah secara spesifik menginformasikan apa yang harus dilakukan,
perilaku apa yang diterima atau tidak diterima dalam situasi tersebut. Contohnya, ada
norma perintah yang kuat perihal tindakan menyontek dalam ujian. Perilaku menyontek
dianggap salah secara etis. Fakta bahwa beberapa siswa tidak mematuhi norma ini tidak
mengubah harapan moral bahwa mereka harus mematuhinya. Kedua jenis norma dapat
memberikan efek yang kuat atas perilaku kita (Brown, 1998).
13
3. Pada saat kuliah hendak dimulai kebanyakan mahasiswa akan mengeluarkan telepon
selulernya kemudian mengaktifkan profil silent atau mematikannya
4. Membawakan buah-buahan atau memberikan hadiah ketika menjenguk orang sakit.
14
● Menurut Lau (1988), locus of control adalah kontrol diri yang berkaitan dengan hal-
hal yang menyangkut masalah perilaku dari individu yang bersangkutan.
● Menurut Spector (1988), locus of control adalah kepercayaan umum bahwa
keberhasilan dan kegagalan individu dikendalikan oleh perilaku individu (internal),
atau mungkin, bahwa prestasi, kegagalan dan keberhasilan dikendalikan oleh
kekuatan lain seperti kesempatan, keberuntungan dan nasib (eksternal) (dalam Karimi
dan Alipour, 2011).
● Menurut Owie (1993), locus of control adalah karakteristik individu yang didasarkan
pada keyakinan bahwa kehidupan seseorang ditentukan oleh kombinasi kekuatan
internal dan eksternal.
● Menurut Baron dan Byrne (1994), locus of control adalah persepsi seseorang
mengenai sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
● Menurut Smet (1994), locus of control adalah sesuatu yang diyakini individu sebagai
pusat yang secara kontinum bergerak dari dalam dirinya (internal) atau kearah dirinya
(eksternal).
● Menurut Ibson, Ivancevich, dan Donnelly (1995), locus of control adalah
karakteristik kepribadian dimana orang yang menganggap bahwa kendali kehidupan
mereka datang dari dalam diri mereka sendiri disebut “internalizers” sedangkan orang
yang yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh faktor eksternal disebut
“externalizer”.
● Menurut Monks (2001), locus of control adalah anggapan seseorang tentang sejauh
mana ia merasa ada tidaknya hubungan antara usaha-usaha yang dilakukan dengan
akibat yang diterimanya.
● Menurut Robbins (2002), locus of control adalah tingkat kendali dimana individu
yakin ada yang mengendalikan nasibnya.
● Menurut Strauser (2002), locus of control adalah suatu kepercayaan bahwa seseorang
dapat mengontrol suatu peristiwa kehidupan dengan kemampuannya sendiri.
● Menurut Peterson (2003), locus of control adalah harapan seseorang tentang sumber
penguatan yang khusus.
15
● Menurut Grimes, Millea dan Woodruff (2004), locus of control adalah konstruk
psikologis yang digunakan untuk mengidentifikasi persepsi afektif seseorang dalam
hal kontrol diri terhadap lingkungan eksternal dan tingkat tanggung jawab atas
personal outcome.
● Menurut Kustini dan Suharyadi (2004), locus of control adalah salah satu aspek
kepribadian yang dimiliki individu. Aspek kepribadian tersebut menunjukkan
keyakinan individu terhadap sumber penyebab peristiwa yang terjadi pada dirinya.
● Menurut Benson dan Steele (2005), locus of control adalah keyakinan seseorang
tentang bagaimana upaya individu dalam mencapai hasil yang diinginkan.
● Menurut Duffy dan Atwarer (2005), locus of control adalah sumber keyakinan yang
dimiliki oleh individu dalam mengendalikan peristiwa yang terjadi baik itu dari diri
sendiri maupun dari luar dirinya.
● Menurut Forte (2005), locus of control adalah kondisi-kondisi dimana individu
mengatribusikan kesuksesan dan kegagalan mereka.
● Menurut Jaya dan Rahmat (2005), locus of Control adalah suatu cara yang mana
individu memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan yang terjadi di dalam kontrol
atau di luar kontrol dirinya.
● Menurut Greenhaus (2006), locus of control adalah kecenderungan menempatkan
persepsi atas suatu kejadian atau hasil yang didapat dalam hidup individu, apakah
sebagai hasil dari dirinya sendiri atau karena bantuan dari sumber-sumber di luar
dirinya seperti keberuntungan, takdir, atau bantuan dari orang lain.
● Menurut Sardogan (2006), locus of control adalah salah satu dari pemikiran seseorang
bahwa kekuasaan atau kekuatan di luar kendalinya sendiri sangat berpengaruh dalam
situasi positif atau negatif yang terjadi selama hidupnya.
● Menurut Engko dan Gudono (2007), locus of Control adalah cara pandang seseorang
apakah ia dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya.
● Menurut Hirayappa (2009), locus of control adalah sesuatu yang mengacu pada
keyakinan seseorang, bahwa apa yang terjadi itu karena kendali dirinya (internal) atau
di luar kendali dirinya (eksternal).
16
● Menurut Hanurawan (2010), locus of control adalah kecenderungan orang untuk
mencari sebab dari sebuah peristiwa pada arah tertentu. Bisa dikategorikan ke dalam
locus of control internal dan juga eksternal.
● Menurut Larsen dan Buss (2010), locus of control adalah sebuah konsep yang
menggambarkan persepsi seseorang tentang tanggung jawab atas kejadian-kejadian
dalam hidupnya.
● Menurut Munir dan Sajid (2010), locus of control adalah cerminan dari sebuah
kecenderungan seorang individu untuk percaya bahwa dia mengendalikan peristiwa
yang terjadi dalam hidupnya (internal) atau kendali atas peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya itu berasal dari hal lain (eksternal).
● Menurut Ghufron dan Risnawita (2011), locus of control adalah sebuah gambaran
pada keyakinan seseorang tentang sumber penentu perilaku dirinya. Locus of control
menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan bagaimana perilaku individu.
● Menurut Soemanto (2012), locus of control adalah bagaimana individu merasa atau
melihat garis atau hubungan antara tingkah lakunya dan akibatnya, apakah dia dapat
menerima tanggung jawab atau tidak atas tindakannya.
● Menurut Carti (2013), locus of control adalah persepsi atau pandangan mengenai
adanya kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan dan bertanggungjawab
atas semua peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya sendiri.
● Menurut Pervin, locus of control adalah bagian dari Social Learning Theory yang
menyangkut kepribadian dan mewakili harapan umum mengenai masalah faktor-
faktor yang menentukan keberhasilan, pujian, dan hukuman terhadap kehidupan
seseorang (dalam Smet,1994).
● Menurut Erdogan, locus of Control adalah gagasan bahwa individu menganalisis
peristiwa sebagai hasil dari perilaku mereka atau mereka percaya bahwa peristiwa
tersebut merupakan hasil dari kebetulan, nasib atau kekuatan di luar kendali mereka
(dalam Kutanis, Mesci, dan Ovdur, 2011).
● Menurut Lee-Kelley, locus of control adalah sesuatu yang digambarkan sebagai
dimensi dengan dua sisi yang berlawanan. Dimensi yang mencerminkan sejauh mana
orang percaya bahwa apa yang terjadi kepada mereka adalah dalam kendali mereka
atau di luar kendali mereka (dalam April, Dharani, dan Peters, 2012).
17
● Menurut Demirtas, locus of control adalah persepsi orang tentang siapa atau apa yang
bertanggung jawab atas hasil dari perilaku atau peristiwa dalam kehidupan mereka
(dalam Hamedoglu, Kantor dan Gulay, 2012).
Dari definisi-definisi di atas terlihat ada perbedaan dan persamaan pendapat antara para
tokoh. Pendapat-pendapat tersebut juga saling melengkapi satu sama lain. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa locus of control adalah tingkat sejauh mana keyakinan yang dimiliki
oleh individu terhadap siapa pengendali nasib dan siapa yang bertanggungjawab atas
peristiwa yang dialaminya. Apakah keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya
dikendalikan oleh dirinya sendiri (internal locus of control) ataukah kendali dari luar dirinya
(external locus of control). Kemudian, apakah Ia dapat menerima tanggung jawab atau tidak
atas peristiwa yang dialaminya. Locus of Control berperan dalam motivasi, Locus of
Control yang berbeda bisa mencerminkan motivasi yang berbeda dan kinerja yang berbeda.
Locus of Control internal akan cenderung lebih sukses dalam karir mereka daripada Locus
of Control eksternal, mereka cenderung mempunyai level kerja yang lebih tinggi, promosi
yang lebih cepat dan mendapatkan uang yang lebih. Sebagai tambahan, Locus of Control
internal dilaporkan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dengan pekerjaan mereka dan
terlihat lebih mampu menahan stress daripada Locus of Control eksternal (Baron dan
Greenberg, 1990 dalam Maryanti, 2005).
18
merasa terancam dan tidak berdaya, maka strategi yang dipilih cenderung reaktif. Internal
control mengacu pada persepsi terhadap kejadian baik positif maupun negatif sebagai
konsekuensi dari tindakan atau perbuatan diri sendiri dan berada dibawah pengendalian
dirinya. External control mengacu pada keyakinan bahwa suatu kejadian tidak memiliki
hubungan langsung dengan tindakan yang dilakukan oleh diri sendiri dan berada diluar
kontrol dirinya (Lefcourt, 1982).
Beberapa peneliti mengasosiasikan locus of control internal dengan usaha yang aktif
untuk mencapai tujuan, hal ini dimanifestasikan dalam bentuk tindakan sosial (Levenson,
1974; Strik-Land, 1965), tindakan mencari informasi (Lefcourt & wine, 1969; Seeman,
1963), pengambilan keputusan secara otonomi (Crown,dkk, 1963). Individu yang lebih
memandang bahwa hidupnya ditentukan oleh perilakunya sendiri akan lebih percaya diri
dan lebih gigih dalam menghadapi kehidupan, sebaliknya individu yang tidak berdaya,
tertekan dan selalu memandang bahwa kehidupannya dikontrol oleh kekuatan eksternal,
akan menambah perasaan pasrah dalam dirinya (Myers, 1983: 434).
Hasil berbagai penelitian menunjukkan tipe locus of control internal lebih banyak
menimbulkan dampak positif. Phares menyatakan mereka yang berorientasi internal
cenderung lebih percaya diri, berpikir optimis dalam setiap langkahnya. Pernyataan tersebut
didukung oleh Sceibe (1978) bahwa individu dengan locus of control internal cenderung
lebih aktif, percaya diri, berusaha keras, berprestasi, penuh kekuatan, tidak tergantung dan
efektif (Allen, 2003: 297).
Individu dengan locus eksternal yang berkeyakinan bahwa peristiwa-peristiwa yang
dialaminya merupakan konsekuensi dari hal-hal di luar dirinya, seperti takdir, kesempatan,
keberuntungan, atau orang lain. Individu cenderung menjadi malas, karena usaha apapun
yang dilakukan tidak akan menjamin keberhasilan dalam pencapaian hasil yang diharapkan.
Menurut Spector (1982) keyakinan yang dimiliki mereka yang berorientasi locus of control
eksternal menyebabkan mereka mengabaikan adanya hubungan antara hasil yang diperoleh
dengan usaha yang dilakukan. Pernyataan Spector tersebut didukung dengan banyak
ditemukannya orang-orang dengan control eksternal dalam keadaan depresi ataupun cemas.
Selain itu, Phares juga menyebutkan bahwa individu dengan locus of control eksternal
kurang dapat mencari informasi yang dibutuhkan, kurang dapat menyesuaikan diri, prestasi
lebih rendah, tidak dapat mengontrol emosi dan kurang percaya diri (Marga,dkk 2000: 33).
19
No. Locus of Control Internal Locus of Control Eksternal
20
2. Usaha.
3. Tugas yang sulit.
4. Keberuntungan atau nasib.
Keberhasilan maupun kegagalan dalam prestasi belajar yang diraih oleh seseorang dapat
mendorong mereka untuk mencari alasan atas apa yang mereka raih. Saat mereka berhasil
ada kecenderungan alasan bahwa apa yang mereka raih adalah hasil kemampuan dan
usahanya sendiri. Hal ini menunjukan bahwa faktor internal menjadi alasan utama
keberhasilan seseorang dalam prestasi belajar. Sebaliknya, jika alasan “kurang beruntung”
atau “tugas dari guru yang terlalu sulit” menjadi alasan saat seseorang gagal mencapai
prestasi belajar yang diinginkan maka faktor eksternal yang menjadi alasan utama
keberhasilan seseorang. Siswa dengan tipe lokus kendali (locus of control) eksternal
biasanya tidak pernah mau belajar dari pengalaman, karena mereka selalu
menghubungkan kesuksesan dan kegagalan hanya berdasarkan nasib, mereka juga
cenderung tidak memiliki perilaku yang persisten serta tidak memiliki pengharapan yang
tinggi sehingga cenderung meraih prestasi belajar yang rendah.
Pada sebuah penelitian (Sihkabuden, 1999) ditemukan adanya hubungan positif dan
signifikan antara motivasi prestasi belajar dengan lokus kendali (locus of control). Sehingga,
motivasi prestasi belajar yang tinggi dapat membuat seseorang kecenderungan untuk
menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin dan seorang siswa yang memiliki motivasi
prestasi belajar yang tinggi juga akan meraih prestasi belajar yang tinggi pula.
Seseorang yang memiliki lokus kendali (locus of control) internal yang tinggi juga
memiliki pengendalian yang lebih baik terhadap perilaku mereka, cenderung menunjukkan
perilaku yang politis, akan berusaha untuk mempengaruhi orang lain serta berasumsi
bahwa usahanya akan berhasil, lebih aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan
mengenai situasi mereka dibandingkan dengan seseorang yang memiliki lokus kendali
(locus of control) eksternal. Mereka juga percaya bahwa pengalaman mereka
dikendalikan oleh keterampilan dan usaha mereka sendiri.
21
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konformitas adalah tendensi untuk melakukan perubahan dengan cara menyamakan
perilaku, sikap, pendapat, keyakinan, dan kepercayaan sesuai harapan dan standar
masyarakat (norma sosial) yang disebabkan oleh pengaruh sosial berupa tekanan kelompok,
baik yang nyata maupun tidak nyata, sehingga tercipta keselarasan dan kesesuaian dalam
kehidupan masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga hal pokok dari
konformitas, yaitu penyesuaian, perubahan, dan tekanan kelompok. Sedangkan kepatuhan
adalah perbuatan, tingkah laku, dan sikap dimana seseorang mempercayai, menerima, dan
melakukan permintaan, perintah, harapan, dan aturan dari orang lain yang merupakan hasil
dari pengaruh sosial berupa proses internalisasi dalam suatu kelompok. Kepatuhan juga
dapat diartikan sebagai kerelaan untuk mengalah, memberi, menyerah sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan harapan orang lain.
Adapun riset dasar mengenai konformitas dan kepatuhan ada 3 yaitu penelitian
pembentukan norma yang dilakukan oleh Sherif (1935; 1937) tentang kecenderungan untuk
bergerak ke satu titik setelah dilakukan pengulangan berulang kali, eksperimen yang
dilakukan oleh Solomon Asch (1951) tentang seseorang melakukan konformitas karena
adanya tekanan sosial dari kelompok, dan eksperimen yang dilakukan Milgram (1974)
tentang individu cenderung akan patuh pada individu yang memiliki otoritas. Selain itu,
konformitas memiliki faktor penyebab dan faktor yang mempengaruhinya.
Kecenderungan untuk melakukan konformitas dan mematuhi norma-norma sosial
dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Fakta bahwa kebanyakan orang mematuhi
sebagian besar norma sosial hampir sepanjang waktu menunjukkan besarnya prediktabilitas
dalam hubungan sosial: kita tahu bagaimana kita dan orang lain diharapkan untuk
berperilaku, dan dapat melanjutkan dengan asumsi bahwa harapan ini akan terpenuhi.
Adapun contoh penerapan dari konformitas dan kepatuhan dalam perilaku manusia adalah
diantaranya pengendara lain akan mengemudi di sisi jalan yang benar (apa pun yang ada di
masyarakat sendiri) dan berhenti karena lampu merah, orang yang menunggu layanan di
toko akan membentuk antrian dan menunggu giliran. pada saat kuliah hendak dimulai
22
kebanyakan mahasiswa akan mengeluarkan telepon selulernya kemudian mengaktifkan
profil silent atau mematikannya, dan membawakan buah-buahan atau memberikan hadiah
ketika menjenguk orang sakit.
Kemudian ada pula locus of control. Locus of control adalah tingkat sejauh mana
keyakinan yang dimiliki oleh individu terhadap siapa pengendali nasib dan siapa yang
bertanggungjawab atas peristiwa yang dialaminya. Apakah keberhasilan atau kegagalan
yang dialaminya dikendalikan oleh dirinya sendiri (internal locus of control) ataukah
kendali dari luar dirinya (external locus of control). Kemudian, apakah ia dapat menerima
tanggung jawab atau tidak atas peristiwa yang dialaminya. Dalam Locus of Control, dibagi
menjadi dua kategori yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal.
Penelitian oleh Spector (1982) (dalam Donnelly dkk, 2003) menunjukkan hubungan
positif antara kinerja dengan lokus kendali (locus of control) internal. Orang yang
memiliki lokus kendali (locus of control) internal cenderung berusaha lebih keras ketika ia
meyakini bahwa usahanya tersebut akan memberikan hasil. Penelitian oleh Ayudiati
(2010) juga menunjukkan hasil yang positif antara lokus kendali (locus of control) internal
terhadap kinerja karyawan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Achadiyah, B. N., & Laily, N. (2013). Pengaruh locus of control terhadap hasil belajar
mahasiswa akuntansi. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 11(2).
Agung, I. (2013). Dinamika Kelompok Perspektif Psikologi Sosial (Group Dynamics of Social
Psychological Perspective). Oleh Mirra, dkk, 1-35.
Baron & Branscombe. 2012. Social Psychology 13th Edition. New Jersey : Pearson Education.
Ida, I. D. A., & DWINTA, C. Y. (2010). Pengaruh Locus Of Control, financial knowledge,
income terhadap financial management behavior. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 12(3), 131-
144.
Indrawardhana, E. (2018). Pengaruh Locus of Control, Job Insecurity dan Faktor Demografis
Terhadap Work-Family Conflict.
Nurullah, M. (2005). Hubungan Antara Locus of Control Internal Dengan Stres kerja karyawan
di CV. Duta malang. 8–44.
Pinasti, W. (2011) Pengaruh Self-efficacy, Locus Of Control, dan Faktor Demografis Terhadap
Kematangan Karir. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 38.
http://www.repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1364.
Sulistin, Y. (2012). Hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja pada perawat di
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang. (Doctoral Dissertation, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim)., 2005, 12–59.
Syatriadin, S. (2017). Locus of Control: Teori Temuan Penelitian dan Reorientasinya dalam
Manajemen Penanganan Kesulitan Belajar Peserta Didik. FONDATIA, 1(1), 144-164.
24
Sulistin, Yudina (2012) Hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja pada perawat
di Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang. Undergraduate thesis, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.
DL, W., & Kuswati, R. (2013). analisis pengaruh Locus of Control pada Kinerja Karyawan.
25