Anda di halaman 1dari 12

FORMULA DRAMATURGI

MAKALAH
Disususn guna memenuhi tugas mata kuliah apresiasi drama

Disusun Oleh :

Sausan Destiana Dewi S 220210402088


Rara Abellia Pramesti 220210402091
Nuri Nirmala Rohman 220210402105
Aviliyan Intan Permata Z.Z 220210402111
M. Romi Firmansyah 220210402132

Dosen Pengampu :
Dr. Akhmad Tufiq, SS., M.Pd.
Fitri Nura Murti, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerah dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Formula Dramaturgi”.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Apresiasi
Drama. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai formula
dramaturgi bagi pembaca dan penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Akhmad Taufiq, S.S., M.Pd., dan
Ibu Fitri, S.Pd., M.Pd., selaku dosen mata kuliah Stilistika yang telah memberikan tugas ini,
sehingga penulis dapat menambah wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis menyadari, makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangunakan penulis
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 28 Februari 2024

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Dramaturgi ................................................................................................. 2
2.2 Landasan Ontologi Dramaturgi .................................................................................... 2
2.3 Landasan Epistemologi Dramaturgi ............................................................................. 3
2.4 Landasan Aksiologi Dramaturgi ................................................................................... 4
2.5 Formula Dramaturgi..................................................................................................... 5
2.6 Wilayah Kajian Dramaturgi.......................................................................................... 6
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 8
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya kajian drama atau lakon memiliki kesamaan dengan kajian-kajian genre
sastra lainnya, seperti prosa dan cerpen. Kajian drama, prosa, dan puisi, sesungguhnya ingin
memahami makna yang ada di balik cerita atau peristiwa yang diungkapkan. Perbedaan
ketiganya terletak pada cara mengajinya, mengingat bahwa ketiga genre tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda. Drama diciptakan untuk dipentaskan di atas panggung (teater).
Sedangkan prosa dan puisi diciptakan untuk dibaca. Meskipun keduanya juga memungkinkan
untuk dipentaskan, tetapi penciptaan genre puisi dan cerpen yang utama untuk dibaca.
Drama, lakon, atau disebut juga sastra drama, memiliki struktur wacana yang berbeda. Hal
itu dapat segera dilihat ketika menghadapi naskah drama. Kesan pertama yang terlihat adalah,
drama diungkapkan dalam dialog-dialog. Berbeda dengan novel dan cerpen (prosa), yang lebih
menjabarkan ceritanya melalui pelukisan pelukisan dan penggambaran-penggamran tentang
tokoh, latar, dan peristiwa. Berbeda pula dengan puisi yang lebih ringkas dan padat yang lebih
ringkas dan padat dalam bentuk baris-bari dalam bentuk baris-baris dan bait-bait (tipografi).
Drama menceritakan peristiwa melalui dialog-dialog tokoh. Kalau ada penggambaran, hal itu
hanya sekedar notasi atau petunjuk laku bagi actor atau tokoh secara singkat dan petunjuk
tentang panggung tempat tokoh-tokoh tersebut berdialog. Dengan kata lain, drama ditulis
sebagai pedoman, acuan, dan sumber pelakonan dalam suatu pelakonan dalam suatu
pementasan teater.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu dramaturgi ?


2. Apa saja landasan ontologi dramaturgi ?
3. Apa saja landasan episetomologi dramaturgi ?
4. Apa saja landasan aksikologi dramaturgi ?
5. Apa saja landasan aksikologi dramaturgi?
6. Apa saja Wilayah kajian Dramaturgi ?

1.3 Tujuan

1. Agar dapat mengetahui pengertian tentang dramaturgi.


2. Agar dapat mengetahui apa saja landasan ontologi dramaturgi.
3. Agar dapat mengetahui apa saja episetomologi dramaturgi.
4. Agar dapat mengetahui apa saja aksikologi dramaturgi.
5. Agar dapat mengetahui apa saja aksikologi dramaturgi.
6. Agar dapat mengetahui apa saja wilayah kajian dramaturgi.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dramaturgi
Jika bahasa memiliki Linguistik, film memiliki Sinematografi, sosial memiliki
Sosiologi, budaya memiliki Antropologi, maka drama dan teater memiliki dramaturgi sebagai
ilmunya. Dramaturgi merupakan ilmu yang me- ngaji dan mempelajari tentang segala aspek
drama dan teater. Menurut Santoso dkk. (2008: 2-3), dramaturgi ber- asal dari bahasa Inggris
dramaturgy yang berarti seni atau tekhnik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk
teater. Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi mem- bahas proses penciptaan teater mulai
dari penulisan naskah hingga pementasannya.
Dalam pengertian yang lain, Tambayong dalam bukunya berjudul 123 Ayat Tentang
Seni menjelaskan dramaturgi itu kurang lebih adalah pola atau materi dasar seni pertunjukan
dalam seni tradisi kebudayaan Yunani sejak 500 tahun SM, diterangkan bentuknya dalam dua
ciriyang masing-masing kita kenal saat ini melalui gambaran topeng, yaitu “topeng menangis”
untuk drama yang disebut tragedi, dan “topeng tertawa” untuk drama yang disebiut komedi
(2012:190). Meski Tambayong dalam bukunya tersebut menolak dramaturgi sebagai ilmu,
sebagaimana yang diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, namun demikian
pengertian ilmu dalam konteks ini disebut sebagai ‘ilmu’ (dalam tanda petik). Artinya,
dramaturgi merupakan pengetahuan tentang penciptaan drama, baik dalam dimensinya sebagai
genre sastra maupun dalam dimensi seni pertunjukan. Apalagi jika memperhatikan
perkembangan wacana pengetahuan tentang drama/teater digali dari negara-negara Barat,
bukan semata-mata diserap langsung dari Yunani, meski secara etimologis kata ‘dramaturgi’
berasal dari bahasa Yunani dramatourgi.
Dramaturgi adalah ilmu yang mempelajari bangun- an sandiwara (Rendra, 1993:95).
Sebagai sebuah ilmu, tentu dramaturgi mesti memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai
landasannya, seperti ilmu-ilmu lain. Namun yang perlu diingat, bahwa dramaturgi memiliki
kekhasan untuk disebut sebagai ilmu. La cenderung dianggap masih dalam tataran sebagai
pengetahuan, belum menjadi sebuah ilmu. Dramaturgi masih dianggap sebagai pengetahuan
tentang drama dan teater. Bahkan sulit untuk menemukan referensi yang membahas khusus
tentang dramaturgi sebagai ilmu dalam khazanah pengetahuan kesenian di Indonesia.

2.2 Landasan Ontologi Dramaturgi


Landasan ontologi mempertanyakan obyek kajian dramaturgi, apa hakikat dari obyek
tersebut, dan bagaimana hubungan antara obyek tersebut dengan subyek yang mengajinya.
Landasan ini menjelaskan hakikat obyek yang dipelajari oleh dramaturgi, meliputi obyek
material dan objek formal. Obyek material adalah benda, hal atau bahan yang menjadi obyek,
bidang atau sasaran penelitian. Sedangkan obyek formal berkaitan dengan aspek atau sudut
pandang tertentu terhadap obyek materialnya.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa drama merupakan obyek dari studi dramaturgi.
Drama itu sendiri memiliki pengertian dalam dua dimensi, yaitu drama sebagai karya sastra,

2
dan drama sebagai seni pertunjukan. Berdasarkan substansinya, baik sebagai genre sastra
maupun sebagai seni pertunjukan, drama merupakan interpretasi kehidupan secara kreatif,
fiktif, imajinatif, dan estetik.
Drama pada dasarnya memahami problematika atau konflik kehidupan yang dialami
manusia dari sudut pandang seni, yaitu seni sastra dan seni teater. Dapat dikatakan, pada
hakikatnya drama adalah konflik dalam kehidupan manusia. Hal itulah yang menjadi obyek
material dramaturgi sebagai ilmu atau pengetahuan. Objek formal dramaturgi meliputi dimensi
drama sebagai karya sastra dan seni pertunjukan (teater) merupakan titik pijak atau sudut
pandang mengkaji tentang drama.
Upaya seseorang dalam memahami drama berkisar pada dua proses berdasarkan
dimensi drama itu sendiri. Pertama, dalam dimensi drama sebagai karya sastra, upaya
seseorang memahami drama adalah dalam rangka menemukan makna yang terkandung dalam
drama. Kedua, dalam dimensi drama sebagai seni pertunjukan, seseorang memahami drama
untuk mewujudkannya ke dalam permainan di atas panggung. Maka, kedua upaya memahami
drama dalam dua dimensi tersebut, menempatkan hubungan seseorang (subyek yang
memahami) dengan drama (obyek yang dipahami) bersifat fleksibel.
Berdasarkan fleksibilitas hubungan di atas, maka posisi yang bisa diambil oleh
seseorang di dalam memahami drama akan menentukan jarak kedekatan antara orang itu
(subyek) terhadap drama (obyeknya). Posisi atau kedudukan seseorang di dalam memahami
drama akan berkisar berikut :
1. Seseorang dapat berposisi sebagai seorang pengkaji atau peneliti untuk mengungkapkan
makna drama.
2. Seseorang dapat berposisi sebagai penghayat atau pemaham tentang makna drama.
3. Seseorang sebagai kreator yang menggali drama sebagai sumber kreatifnya dalam rangka
proses penggarapan drama ke dalam pertunjukan teater.
4. Seseorang dapat berposisi sebagai penghayat dan pemaham terhadap tokoh dan peristiwa
yang diceritakan untuk ditransfer ke dalam peran yang dimainkan.
Keempat posisi atau kedudukan itulah yang akan menentukan sejauh mana jarak atau
kedekatan yang bisa diambil terhadap drama sebagai obyek yang hendak dipahami. Pada
kedudukan keempat, hubungan antara seseorang terhadap drama seolah melebur dan tanpa
batas. Dengan cara seperti itulah, seseorang akan mampu mewujudkan dirinya ke dalam
permainan peran di atas pentas. Sebaliknya, pada kedudukan pertama, hubungan seseorang
terhadap drama terdapat jarak untuk memungkinkan seseorang itu dapat menggali dan
mengkaji apa yang hendak digali dan dikaji.

2.3 Landasan Epistemologi Dramaturgi


Dramaturgi sebagai ilmu diperoleh dan dikembangkan melalaui kegiatan penkajian,
penganalisisan, dan penelitian mendalam tentang objeknya. Selanjutnya, hasil-hasilnya akan
menjadi konsep-konsep dan proporsisis-proporsisi sebagai isi dari dramaturgi. Namun,
demikian karena spesifikasi dan karakteristik drama sebagai karya seni, tentu pengkajian,
penganalisisan, dan penelitiannya berbeda debgan disiplin ilmu yang lainnya.
3
Landasan epistemologisnya tergantung pada orang yang mengkaji, menganalisis, dan
meneliti drama, dalam membangun paradigmanya. Jika berangkat dari dari dua dimensi drama
sebagai karya sastra dan sebagai seni pertunjukkan, maka landasan epistemology dramaturgi
dapat menggunakan paradigma dalam ilmu sastra dan dapat pula menggunakan paradigma seni
pertunjukan. Kedua paradigma tersebut memungkinkan munculnya berbagai rgam kajian,
analisis, dan penelitian drama.
Pengajian drama tentu bersifat interpretatif dan kreatif, sebagaimana terhadap genre
sastra lainnya, puisdan prosa. Istilah kreatif mempertimbangkan bahwa 29 drama merupakan
karya yang bersifat kreatif, oleh karena itu, kajian, analisis, dan penelitiannya pun mesti bersifat
kreatif. Sedangkan istilah interpretatif merujuk pada sifatdan karateristik khas drama sebagai
karya sastra.

2.4 Landasan Aksiologi Dramaturgi


Landasan aksiologi dramaturgi menitik beratkan pada pertanyaan nilai atau
kebermaknaan dari perspektif estetika, sosial dan pendidikan yang memberikan cara untuk
memahami bagaimana drama atau karya (tester) memiliki suatu nilai dan makna dalam hal
yang lebih luas.
Dalam kaitannya dengan hubungan sastra dan pendidikan, terdapat suatu kajian sastra
(termasuk drama) adalah sebagai berikut :
1. Menunjang keterampilan berbahasa
2. Meningkatkan pengetahuan
3. Mengembangkan cipta, rasa, dan karsa
4. Mengembangkan pembentukan watak
Berbagai pendapat muncul tentang kegunaan karya sastra, termasuk di dalamnya sastra
drama. Dari semua pendapat itu, sesungguhnya memiliki beberapa kesamaan. Jika dirumuskan
kesamaan-kesamaan pendapat yang ada, dapat dikemukakan beberapa kegunaan seni drama
(sastra) bagi kehidupan, sebagaimana pada berikut ini:
1. Drama sebagai karya sastra merupakan wacana naratif yang berisi tentang potret
kehidupan masyarakat yang dipandang dari sisi imajinasi dan fiksi. Berdasarkan asumsi
ini dapat dijadikan landasan bahwa drama diciptakan untuk memperkaya wawasan
tentang persoalan hidup.
2. Pengetahuan drama (dramaturgi) dan drama itu sendiri, merupakan media komunikasi
sosial, yang menanamkan nilai-nilai yang baik bagi pembacanya. Berdasarkan asumsi
ini dapat dijadikan landasan bahwa dramaturgi dan drama memiliki fungsi sebagai
sosialisasi nilai-nilai kehidupan bagi masyarakat.
3. Drama dapat menjadi kontrol bagi masyarakat pemiliknya. Kontrol dalam konteks ini
adalah menawarkan alternatif yang lain bagi pembangun kepribadian manusia.
Berdasarkan asumsi ini dapat dijadikan landasan bahwa drama memiliki fungsi
pencerahan bagi manusia dari sifat-sifat dan nafsu-nafsu yang negatif.
4. Sebagai karya seni yang memiliki nilai estetis, drama menjadi media hiburan yang
mendidik bagi masyarakat. Berdasarkan asumsi ini dapat dijadikan landasan bahwa
4
drama berfungsi untuk menawarkan dirinya dalam menghibur dan mendidik akan
pentingnya keindahan bagi umat manusia.
Keempat fungsi tersebut secara langsung menunjukkan betapa kegunaan drama sangat
penting bagi pembentukan moral dan kepribadian manusia. Betapapun imajinatifnya sebuah
karya sastra, sastra drama tak akan bebas nilai dari kepentingan moral masyarakat di mana
drama tersebut diciptakan. Rumusan ini sekaligus sebagai landasan aksiologis bagi drama dan
dramaturgi.

2.5 Formula Dramaturgi


Dramaturgi membahas proses penciptaan drama sebagai seni pertunjukan (teater) mulai
dari penulisan naskah hingga pementasan. Menulis tahapan dasar untuk mempelajari
dramaturgi disebut dengan formula dramaturgi. Harymawan (1998) menyebutkan tahapan
dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan formula dramaturgi. Formula ini
disebut dengn 4 M yang terdiri dari, menghayal, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan.
1. Menghayalkan
Tahapan pertama proses penciptaan teater terkait dengan intuisi dan imajinasi.
Mengingat bahwa bahan dasar ekspresi astisitik teater adalah cerita atau naskah lakon, maka
hal pertama yang harus dilakukan adalah menulis cerita. Akan tetapi gagasan atau ide cerita
tidak bisa datang begitu saja. Bagi penulis yang berpengalaman, tentu itu merupakan hal yang
mudah, namun bagi pemula tentu itu merupakan hal yang sulit. Penulis membutuhkan waktu
khusus untuk menghayalkan atau mengimajinasikan cerita yang akan ditulis. Proses menghayal
bisa berjalan sangat lama namun bisa juga tidak, semuanya tergantung daya imajinasi penulis.
Langkah atau kegiatan yang dapat dijadikan pancingan atau stimulus gagasan pembuatan cerita
yaitu, mengamati, mengingat, dan menyusun cerita secara imajinatif.
2. Menuliskan
Proses seleksi atau pemilih-an situasi yang harus dihidupkan begi keseluruhan
lakonoleh pengarang. Dalam sebuah lakon, situasi merupakan kunci aksi. Setelah menemukan
kunci aksi ini, pengarangmulai mengatur dan menyusun kembali situasi dan peristiwa menjadi
pola lakon tertentu. Di sini seorang pengarang memiliki kisah untuk diceritakan, kesan untuk
digambarkan, suasana hati para tokoh untuk diciptakan,dan semua unsur pembentuk lakon
yang akan dikomunikasikan. Proses mengubah cerita imajinatif ke dalam naskah lakon harus
dilakukan dengan hati-hati. Hal ini karena adanya perbedaan mendasar antara bayangan
imajinasi dengan pengungkapan melalui kata-kata. Tidak semua bayangan imajinasi bisa
diwakili kata-kata.
3. Memainkan
Tahap memainkan dalam proses penciptaan teater membutuhkan kerjasama dari
berbagai aspek. Tidak hanya sutradara dan pemain yang bekerja, tetapi tim tata artistik dan tim
produksi. Pada bahasan ini hanya tim artistik pertunjukan teater yang akan dibahas terutama
kerja pemain (aktor). Tugas aktor dalam hal ini yaitu mengkomunikasikan ide dan gagasan
pengarang secara hidup kepada penonton. Proses ini melibatkan banyak orang yaitu, sutradara
sebagai penafsir pertama ide dan gagasan pengarang, aktor sebagai komunikator, penata artsitik

5
sebagai orang yang me-wujudkan ide dan gagasan secara visual serta penonton sebagai
komunikan
4. Menyaksikan
Tahap atau kegiatan terakhir dalam formula dramaturgi adalah menyaksikan. Kegiatan
menyaksikan berbeda dengan ketiga kegiatan sebelumnya. Menyaksikan dilakukan oleh
penonton, sementara kegiatan menghayal, menuliskan, dan memainkan dilakukan oleh pelaku
yang memerankan pertunjukan. Pementasan teater dapat dikatakan berhasil jika pesan yang
hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton. Penonton pergi menyaksikan
pertunjukan dengan maksud pertama untuk memperoleh kepuasan terhadap kebutuhan dan
keinginannya terhadap tontonan tersebut.

2.6 Wilayah Kajian Dramaturgi


Sebagai ilmu, sekaligus pengetahuan tentang drama maupun teater, dramaturgi
memiliki cakupan maupun wilayah kajian. Bisa disebut, wilayah kajian tersebut merupakan
cabang-cabang dramaturgi. Terdapat empat wilayah kajian yang dapat dipelajari sekaligus
menjadi pedoman untuk mewujudkan sebuah pertunjukan teater/drama.
a. Dramaturgi
membicarakan tentang prinsip-prinsip dasar yang meliputi: pengertian, sejarah,
penulisan,unsur-unsur, dan aliran drama dan teater.
b. Seni Peran atau Akting
praktik-praktik dasar bermain peran, teknik-teknik bermain peran, kaedah-kaedah pemeranan,
dan bentuk-bentuk latihan bermain peran.
c. Penyutradaraan
praktik tentang tugas, tanggungjawab, dan prosedur kerja seorang sutradara dalam berproses
teater atau drama, dari pemilihan naskah,analisis naskah, proses latihan, hingga pementasan.
d. Manajemen Pementasan Drama/Teater
membicarakan tentang bagaimana manajemen sebuah pertunjukan drama atau teater itu dibuat
dan dilaksanakan. Bidang ini meliputi: manajemen artistik, manajemen produksi pertunjukan
drama atau teater, dan manajemen panggung.
Meskipun keempat cabang dramaturgi tersebutmasing-masing dapat berdiri sendiri,
namun dalam pembahasannya saling bersentuhan. Pembahasan dalam wilayah seni peran
misalnya, sama sekali tak bisa melepaskan dari wilayah penyutradaraan, begitu sebalik-nya.
Apalagi dramaturgi dapat memberikan dasar dan prinsip-prinsip terhadap seni peran,
penyutradaraan, dan manajemen panggung yang baik. Sebaliknya, dramaturgi dapat
berkembang berdasarkan masukan dari ketiganya.
Jika melihat keempat cabang dramaturgi di atas, tampak bahwa dramaturgi merupakan
pengetahuan yangmembahas tentang drama atau teater (teoritis), sedang ketiga cabang yang
lain bersifat praktis. Oleh karena itu,seorang aktor, sutradara, dan crew yang lain, mesti

6
memahami apa yang dikemukakan dalam keempat wilayah kajian dramaturgi tersebut. Mereka
tidak cukup hanya mengandalkan pengalaman saja, tetapi juga membutuhkan ilmunya.
Perpaduan antara keduanya dapat menjamin apa yang mereka geluti dapat berkembang dan
mencapai kualitas.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian materi di atas tentang formula bahwa dramaturgi itu memiliki kekhasan
untuk disebut sebagai ilmu. Dramaturgi sebagai ilmu diperoleh dan dikembangkan melalaui
kegiatan penkajian, penganalisisan, dan penelitian mendalam tentang objeknya. Selanjutnya,
hasil-hasilnya akan menjadi konsep-konsep dan proporsisis-proporsisi sebagai isi dari
dramaturgi. Tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan formula
dramaturgi. Formula ini disebut dengn 4 M yang terdiri dari, menghayal, menuliskan,
memainkan, dan menyaksikan. Sebagai ilmu dramaturgi memiliki cakupan maupun wilayah
kajian yang dapat dipelajari yaitu : Dramaturgi, seni peran atau akting, penyutradaraan, dan
manajemen pementasan drama/Teater.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rendra. (1993). Seni Drama Untuk Remaja. Jakarta.


Santoso. (2008). Analisis Drama dan Teater jil.1. Yogyakarta: Ombak.
Suhariyadi. (2014). Dramaturgi. Lamongan: CV Pustaka Ilalang Group.

Anda mungkin juga menyukai