OLEH
AYUNINGTYAS MARDHATILLAH
J1A118173
REGULER B 2018
KENDARI
TAHUN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan ini yang
berjudul “Analisi Biaya Satuan (Unit Cost)” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi
tugas Praktikum Dasar Analisis Kebijakan Kesehatan (AKK). Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
laporan ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari, laporan yang ditulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
sangat membantu dalam penyusunan laporan yang akan mendatang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
peran strategis dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan
memberikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif kepada pasien. Rumah sakit
dengan status Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
(PPK-BLUD) harus mengutamakan pelayanan terbaik untuk masyarakat
dalam menyediakan jasa pelayanan dan bukan hanya bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan (Sugiyarti, et al, 2013). Hal ini membuat rumah
sakit harus menjalankan operasional secara efektif dan efisien. (Wulan, Surya
Direja, & Reflisiani, 2019)
Dalam merencanakan anggaran pendapatan dan belanja rumah sakit
diperlukan informasi mengenai besarnya biaya satuan (unit cost) dari setiap
unit pelayananan. Rumah sakit yang berstatus PPK-BLUD memiliki aturan
tersendiri untuk menentukan besaran tariff yang ditentuntukan berdasarkan
perhitungan unit cost sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun
2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2007. Imbalan
atas barang/jasa layananan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang
disusun atas perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana,
serta perhitungan tarif layanan harus mempertimbangkan aspek-aspek seperti
kontiunitas dan pengembangan masyarakat, daya beli masyarakat, asas
keadilan dan kepatutan dan kompetisi yang sehat (Ambarriani, 2012) dalam
(Wulan et al., 2019)
Menurut Pena dan Ndiaye (2002), unit cost adalah hasil dari total biaya
dibagi jumlah unit pelayanan. Agar perbandingan dapat dilakukan, ukuran
efisiensi harus sebagai unit cost. Biaya satuan adalah biaya yang diperlukan
atau yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu satuan produk (barang atau
jasa). Dalam analisis biaya rumah sakit untuk perhitungan biaya satuan perlu
diketahui secara rinci jenis-jenis produk/jenis pelayanan yang dihasilkan oleh
1
2
unit-unit produksi. Dalam hal ini ada unit-unit produksi yang produknya
bersifat homogen misalnya; unit rawat jalan, unit rawat inap. Ada pula yang
unit produksinya bersifat heterogen misalnya: unit kamar operasi, unit
laboratorium, unit radiologi, dan lain-lain. Dengan diketahuinya biaya satuan
menggambarkan besarnya biaya pelayanan yang dikeluarkan secara nyata
untuk menghasikan suatu produk pelayanan yang diberikan kepada pasien.
(Bunga, 2018).
Pehitungan unit cost menggunakan metode step down merupakan salah
satu metode yang digunakan dalam analisis biaya khususnya dalam
mengalokasikan biaya unit penunjang kepada unit produksi. Pemilihan
metode step down karena relatif sederhana dan praktis untuk diaplikasikan
(Conteh and Walker, 2004) dalam (Wulan et al., 2019)
Unit cost rata-rata rawat inap dihitung melalui analisis biaya dengan
metode distribusi ganda (double distribution) yaitu satu cara untuk
menghitung satuan (unit cost) dengan mendistribusikan semua biaya yang
terpakai di unit penunjang ke unit produksi (distribusi berganda) (Depkes,
1997) dalam (Putra, Arifin, Nurhayani, & Amir, 2013).
Activity Based Costing (ABC) merupakan suatu pendekatan kalkulasi
biaya satuan yang memfokuskan pada aktivitas sebagai obyek biaya yang
fundamental dan menggunakan biaya dari aktivitas sebagai dasar untuk
mengalokasikan biaya ke obyek biaya yang lain seperti produk, jasa atau
pelanggan (Horngren et al. 2000) dalam (Rahmaniar, 2017).
Analisis Biaya Satuan (unit cost) berkaitan erat dengan Permasalahan Tarif
Pelayanan Kesehatan yang memiliki relasi terhadap Pendanaan Kesehatan
dari pemerintah. Penetapan tarif pelayanan kesehatan didasarkan pada
beberapa factor , salah satu faktor yang penting adalah besarnya biaya satuan
(unit cost) pelayanan yang dibutuhkan. (Putra et al., 2013)
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu :
3
1. Untuk mengetahui analisis biaya satuan (unit cost) dengan metode step-
down.
2. Untuk mengetahui analisis biaya satuan (unit cost) dengan metode double
distribution.
3. Untuk mengetahui analisis biaya satuan (unit cost) dengan metode activity
based costing.
C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini, yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara menganalisis
biaya satuan (unit cost) dengan metode step down.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara menganalisis
biaya satuan (unit cost) dengan metode double distribution.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara menganalisis
biaya satuan (unit cost) dengan metode activity based costing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
B. Metode Step-Down
Metode step-down, disebut juga sequential method, atau step method, atau
metode bertahap, mengalokasikan biaya secara bertahap. Metode ini telah
memperhitungkan adanya pemakaian jasa oleh departemen jasa lainnya. Biaya
yang terjadi dalam suatu departemen jasa akan dialokasikan ke semua
deparatemen yang menikmati jasanya. Akan tetapi, departemen yang telah
mengalokasikan semua biayannya tidak mendapat alokasi biaya dari
departemen lain. Umumnya urutan alokasi dilakukan terlebih dahulu dari
depertemen yang jumlah biayanya paling besar atau dari departemen jasa yang
jasanya paling banyak dinikmati oleh departemen jasa lainnya. (Ristiyana,
2016)
Dalam metode ini, dilakukan distribusi biaya unit penunjang kepada unit
penunjang lain dan unit produksi. Caranya, distribusi biaya dilakukan secara
berturut-turut, dimulai dengan unit penunjang yang biasanya terbesar. Biaya
unit penunjang tersebut didistribusikan ke unit-unit lain (penunjang dan
produksi yang relevan). Setelah selesai dilanjutkan dengan distribusi biaya dari
unit penunjang lain yang biayanya nomor dua terbesar. Proses ini terus
dilakukan sampai semua biaya dari unit penunjang habis didistribusikan ke unit
7
produksi. Perlu dicatat dalam metode ini biaya yang didistribusikan dari unit
penunjang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya mengandung dua elemen
biaya yaitu asli unit penunjang yang bersangkutan ditambah biaya yang ia
terima dari unit penunjang lain. (Sulistyorini & Moediarso, 2012)
Kelebihan metode ini adalah sudah dilakukannya distribusi dari unit
penunjang ke unit penunjang lain. Namun distribusi ini sebetulnya belum
sempurna, karena distribusi tersebut hanya terjadi satu arah, seakan-akan
fungsi tunjang menunjang antara sesama unit penunjang hanya terjadi sepihak.
Padahal dalam kenyataan, bisa saja hubungan tersebut timbal balik. Misalnya
bagian umum melakukan pemeliharaan alat-alat dapur dan sebaliknya dapur
memberi makanan staff bagian umum. (Sulistyorini & Moediarso, 2012)
berdasarkan beberapa sumber daya umum untuk semua produk atau jasa di
perusahaan, contohnya: jam tenaga kerja langsung. Distorsi biaya dicegah
dengan menggunakan Activity Based Costing yang mengadopsi multiple cost
pools (berdasarkan aktivitas) dan cost driver. Tujuan yang kedua adalah dapat
meminimalkan aktivitas yang tidak bernilai tambah dari suatu produk atau jasa
melalui analisa aktivitas (Kim & Ballard, 2001). Menurut Garrison, Noreen, &
Brewer (2006), Activity Based Costing adalah metode perhitungan biaya
(costing) yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer
untuk pengambilan keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin
akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. Dua hal yang harus
dipenuhi sebelum penerapan Activity Based Costing Supriyono (1997: p247-
248) di dalam penelitiannya menyebutkan ada 2 hal mendasar yang harus
dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan sistem Activity Based Costing yaitu
(Marlina, 2017) :
1. Biaya-biaya berbasis nonunit signifikan: Biaya-biaya berdasarkan non-
unit harus merupakan persentase yang signifikan dari biaya overhead.
Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali tidak ada masalah
dalam pengalokasiannya pada tiap produk.
2. Diversitas produk: Diversitas produk mengakibatkan rasio-rasio konsumsi
antara aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas berdasar
nonunit berbeda-beda. Jika berbagai produk menggunakan semua
aktivitas overhead dengan rasio yang kira-kira sama, maka tidak ada
masalah jika cost driver berdasar unit digunakan untuk mengalokasikan
semua biaya overhead pada setiap produk. Jika berbagai produk rasio
komsumsinya sama, maka sistem tradisional atau sistem Activity Based
Costing membebankan overhead pabrik dalam jumlah yang sama. Jadi,
perusahaan yang produknya homogen (diversifikasi produk rendah)
mungkin dapat menggunakan sistem tradisional tanpa ada masalah.
Metode activity based costing (ABC) di akui memang merupakan metode
yang lebih baru atau lebih modern. Metode ini hadir dengan beberapa
keunggulan untuk menutupi kelemahan metode tradisional. Beberapa
10
METODE PRAKTIKUM
METODOLOGI :
11
BAB IV
Pada tabel diatas terdapat 5 pusat biaya atau unit kerja yang merupakan
hasil pengumpulan data alokasi biaya dari klinik amira. Diantaranya terdapat
3 unit penunjang yaitu admin, dapur dan laundry, sedangkan 2 lainnya
merupakan unit produksi yaitu poli umum dan poli anak. Unit kerja tersebut
menggunakan biaya oprasional klinik amira dengan biaya total sebesar Rp.
509.933.100, dalam kurun waktu 1 tahun.
Pada metode ini, unit penunjang didistribusikan ke unit penunjang lainnya
dan unit produksi.
a. Untuk admin, menggunakan total biaya sebesar Rp. 45.756.111 di
distribusikan habis ke unit penunjang lain yaitu dapur dan laundry
masing-masing sebesar Rp. 6.536.587. Dan di distribusikan juga pada
unit produksi yaitu poli umum sebesar Rp. 19.609.762 dan poli anak
sebesar Rp. 13.073.175.
b. Untuk dapur, menggunakan total biaya sebesar Rp. 28.814.643 di
distribusikan habis ke unit penunjang yaitu laundry sebesar 1.568.144.
Dan di distribusikan juga pada unit produksi yaitu poli umum sebesar
Rp. 15.485.420 dan poli anak sebesar Rp. 11.761.079.
12
13
Dari hasil perhitungan biaya satuan (unit cost) pada poli umum yaitu
sebesar Rp. 35.871 dan poli anak yaitu sebesar Rp. 37.758, dengan tarif yang
diberlakukan sebesar 15% dari unit cost. Sehingga dapat di simpulkan bahwa
unit poli umum dan poli anak merupakan cost center unit dimana unit
tersebut menjalankan pelayanannya tanpa adanya subsidi.
Total Biaya
12.252.521 6.126.261 6.126.261 270.093.183 215.334.875
tahap 1
2. Tahap 2
Total Biaya
283.754.032 226.179.068
tahap 2
14
Dari hasil perhitungan biaya satuan (unit cost) pada poli umum yaitu
sebesar Rp. 35.918 dan poli anak yaitu sebesar Rp. 37.697, dengan tarif yang
diberlakukan sebesar 15% dari unit cost. Sehingga dapat di simpulkan bahwa
unit poli umum dan poli anak merupakan cost center unit dimana unit tersebut
menjalankan pelayanannya tanpa adanya subsidi.
Dari hasil perhitungan biaya satuan (unit cost) yang dijumlahkan dengan
tarif 15%, dan didapatkan hasil untuk jahit luka kecil sebesar Rp. 139.417,
jahit luka sedang sebesar Rp. 233.173, jahit luka besar sebesar Rp. 327.550,
DC shock sebesar Rp. 88.075, pembersihan luka sederhana sebesar Rp.
27.284, pembersihan luka kotor sebesar Rp. 42.658, pembersihan luka sangat
kotor sebesar Rp. 47.496, resusitas Rp. 82.746, pemeriksaan EKG sebesar Rp.
10.782, suction jalan nafas sebesar Rp. 58.383, dan intubasi jalan nafas
sebesar Rp. 57.340.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode step-down, mengalokasikan biaya secara bertahap. Dalam metode
ini, dilakukan distribusi biaya unit penunjang kepada unit penunjang lain
dan unit produksi. distribusi biaya dilakukan secara berturut-turut, dimulai
dengan unit penunjang yang biasanya terbesar. Biaya unit penunjang
tersebut didistribusikan ke unit-unit lain (penunjang dan produksi yang
relevan). Setelah selesai dilanjutkan dengan distribusi biaya dari unit
penunjang lain yang biayanya nomor dua terbesar. Proses ini terus
dilakukan sampai semua biaya dari unit penunjang habis didistribusikan
ke unit produksi.
2. Double distribution adalah metode pembebanan biaya dua langkah yaitu
ke sesama unit penunjang, lalu ke unit produksi. Pada tahap pertama
dilakukan distribusi biaya yang dikeluarkan di unit penunjang lain dan
unit produksi. Hasilnya sebagian unit penunjang sudah didistribusikan ke
unit produksi, akan tetapi sebagian masih berada di unit penunjang. Biaya
yang masih berada di unit penunjang ini dalam tahap selanjutnya
didistribusikan ke unit produksi, sehingga tidak ada lagi biaya yang tersisa
di unit penunjang.
3. Activity based costing (ABC) adalah metode pembebanan biaya atas
ahtivitas yang terjadi. Aktivitas yang terjadi pasti akan menyerap sumber
daya, lalu sumber daya ini di bebankan pada objek produksi atau output.
B. Saran
Dalam perhitungan unit cost terdapat bebrapa metode seperti metode step
down, double distribution, dan activity based costing. Dalam menghitung unit
cost haruslah memilih metode yang efisien dan menghemat biaya, serta
memenuhi kriteria dalam pembuatan biaya satuan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Bunga, P. T. (2018). Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Pada Pelayanan Kesehatan
Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Tora Belo Di Kabupaten Sigi
Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Katalogis, 5(5), 134–144. Retrieved from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Katalogis/article/view/9563/7591
17
18
Sulistyorini, N., & Moediarso, B. (2012). Analisis Biaya Unit Pelayanan Otopsi
dengan Metode Distribusi Ganda. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia,
14(3), 65–72.
Wulan, S., Surya Direja, A. H., & Reflisiani, D. (2019). Penghitungan Biaya
Satuan pada Instalasi Rawat Jalan di Rumah Sakit X Jambi menggunakan
Metode Step Down. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 4(1), 43–50.
https://doi.org/10.7454/eki.v4i1.2770