Ilmu Kalam Kel 5 Sekte Jabariyah
Ilmu Kalam Kel 5 Sekte Jabariyah
ILMU KALAM
Dosen Pengampu :
Oleh Kelompok 5 :
Moh Rafianda Nur Mustofa NPM : 202601936
Ahmad Alim Amanulloh NPM : 202601936
1
KATA PENGANTAR
Tak lupa, sholawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Baginda
Nabi Muhammad SAW, yang mana karna beliaulah akhirnya kita bisa menuju dari zaman
jahiliyah ke zaman yang terang benderang, dan hanya beliaulah satu-satunya nabi yang bisa
memberikan syafaat kepada kita di hari kiamat nanti, dan semoga kita semua senantiasa
diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaatnya aamiin ya robbal malamin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak sekali
kekurangan, kesalahan untuk itu atas segala kesalahan penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya, kiranya kritikan dan saran akan sangat penulis terima demi kebaikan penulisan
yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis, dan bagi siapapun yang membacanya,
Aamiin aamiin ya rabbal ‘alamin.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang
didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam
tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah
ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at,
sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat
yang menyerukan kepada masalah keimanan.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu
Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-
kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai
mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai
teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama.
Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah
digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul
dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan
politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dalam
bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui
perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat
bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan
keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi
yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang
kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan.
Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah,
Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
3
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah Dalam makalah ini penulis hanya
menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah . Mencakup di dalamnya
adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai
berikut :
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa, sedangkan
menurut al-Syahrafani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara
hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Oleh karena itu, aliran
Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan
perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian
memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara
yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat
dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah
Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua
perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam
keadaan terpaksa (majbur).
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya
adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak
manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak
mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang
mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai
dalangnya.
5
Pemimpinnya yang pertama adalah Jaham bin Sofwan. Karena itu, firqoh ini kadang-kadang
disebut Al-Jahamiyah. Ajaran-ajarannya banyak persamaannya dengan aliran Qurro’ agama
Yahudi dan aliran Ya’cubiyah agama Kristen. Mula-mula Jaham bin Sofwan adalah
juru tulis dari seorang pemimpin bernama Suraih bin Harits, Ali Nashar bin Sayyar dan
memberontak di daerah Khurasan terhadap kekuasaan Bani Umayah. Dia terkenal orang yang
tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik adalah bahwa manusia tidak
mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab. Semua perbuatan manusia itu
terpaksa (majbur) di luar kemauannya, sebagaimana keadaan bulu ayam terbang kemana arah
angin bertiup atau sepotong kayu di tengah lautan mengikuti arah hempasan ombak dan
badai. Ringkasnya bahwa orang-orang Jabariyah berpendapat bahwa manusia itu tidak
mempunyai daya ikhtiar, merupakan kebalikan dari paham Qodariyah, yang mana semua
gerak manusia di paksa adanya kehendak Allah Swt.
Pembalasan surga atau neraka itu bukan sebagai ganjaran atas kebaikan yang
diperbuat manusia sewaktu hidupnya, dan balasan kejahatan yang dilarangnya, tetapi surag
dan neraka itu semata-mata sebagai bukti kebesaran Allah SWT dalam qodarat dan irodatnya.
Kalau manusia itu tidak diserahi qodarat dan irodat sendiri dalam mewujudkan usahanya dan
Allah SWT saja yang menggung qodart dan irodat yang menentukan perbuatan manusia
tersebut, hal itu sulit di terima. Ibaratnya orang yang diikat lalu dilemparkan ke dalam laut,
seraya diserukan kepadanya : “jagalah dirimu, jangan sampai tenggelam ke dalam air.” Akan
tetapi,pahan Jabariyah ini melampaui batas, sehingga mengiktikadkan bahwa tidak berdosa
kalau berbuat kejahatan, karena yang berbuat itu pada hakikatnya Allah SWT pula.
6
Kesesatannya, mereka berpendapat bahwa orang itu mencuri, maka Tuhan pula yang
mencuri, bila orang sholat maka Allah SWT pula yang sholat. Jadi kalau orang berbuat buruk
atau jahat lalu dimasukan ke dalam neraka, maka Tuhan itu tidak adil. Karena apapun yang
diperbuat manusia kebaikan atau keburukan, tidak satupun terlepas dari qodrat dan irodatnya.
Sebagian pengikut Jabariyah beranggapan telah bersatu dengan Tuhan.
Disini menimbulkan paham wihdatul wujud, yaitu manunggaling kawolo lan gusti,
bersatunya hamba dengan Dia. Perbuatan yang dilakukan manusia baik yang terpuji ataupun
yang tercela pada hakijatnya bukanlah hasil pekerjaannya sendiri melainkan hanyalah
termasuk ciptaan Tuhan, yang dilaksanakannya melalui tangan manusia. Dengan demikian,
manusia itu tiadalah mempunyai perbuatan, dan tidak pula mempunyai kuasa untuk berbuat
sebab itu orang mukmin tidak akan menjadi kafir karena dosa besar yang dilakukannya,
sebab ia melakukannya semata-mata karena terpaksa. Dia adalah laksana sehelai bulu yang
terkatung-katung di udara, bergerak kesana sini menurut hembusan angin yang menerpanya.
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari Khurusan,
bertempat tinggal di Khufah, ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator), ia menjabat
sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang menentang pemerintah Bani
Umayah di Khurasan. Ia ditawan kemudian dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya
dengan agama.
7
Sebagai seorang penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm
yang tersebar ke berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Baik. Pendapat Jahm yang berkaitan
dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut :
a) Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang
keterpaksaan ini lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka,
konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan (nahyu as-sifat), dan melihat Tuhan di
akhirat.
b) Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan. tentang keberadaan
syurga-neraka, setelah manusia mendapatkan balasan di dalamnya, akhirnya lenyaplah syurga
dan neraka itu. Dari pandangan ini nampaknya Jaham dengan tegas mengatakan bahwa,
syurga dan neraka adalah suatu tempat yang tidak kekal
c) Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama
dengan konsep iman yang dimajukan kaum Murji’ah.
d) Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah Maha Suci dari segala sifat dan keserupaan
dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat
dilihat dengan indera mata di akhirat kelak
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm, Al-Ghuraby menjelaskan
sebagai berikut :
a) Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru.sesuatu yang baru itu tidak
dapat disifatkan kepada Allah.
b) Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat
dan mendengar.
8
c) Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
1) An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjariyah (wafat 230 H). Para
pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya
adalah :
a) Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori An-
Asy’ary. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang
yang gerakannya bergantung pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
b) Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan
dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat
Tuhan.
2) Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama
dengan Husein An-Najjr, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang
digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak
semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan
bahwa suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya
perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri.
Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Mengenai ru’yat Tuhan
9
di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indra keenam. Ia
juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadits ahad
tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.
Jaham bin Shofwan berpendapat mengenai firqoh Jabariyah adalah : Manusia tidak
mempunyai qodrat untuk berbuat sesuatu, dan dia tidak mempunyai “kesanggupan” Dia
hanya terpaksa dalam semua perbuatannya. Dia tidak mempunyai qodrat dan ikhtiar,
melainkan Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan pada dirinya, seperti ciptaan-
ciptaan Tuhan pada benda-benda mati. Memang perbuatan-perbuatan itu dinisbatkan kepada
orang tersebut, tetapi itu hanyalah nisbah majazi, secara kiasan, sama halnya kalau kita
menisbahkan sesuatu perbuatan kepada benda-benda mati, misalnya dikatakan “pohon itu
berubah” atau “air mengalir”, “batu bergerak”, “matahari terbit dan tenggelam”, “langit
mendung dan menurunkan hujan”, “bumi bergoncang dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan”
dan lain sebagainya. Pahala dan siksa pun adalah paksaan, sebagaimana halnya dengan
perbuatan-perbuatan”. Jaham berkata : “apabila paksaan itu telah tetap maka taklif adalah
paksaan juga”.
َك اَل تَ ْه ِدي َم ْن أَحْ بَبْتَ َو ٰلَ ِك َّن هَّللا َ يَ ْه ِدي َم ْن يَ َشا ُء ۚ َوهُ َو أَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدين
َ َّإِن
“Bahwasannya engkau (hai Muhammad) tidaklah berkuasa untuk memberi petuunjuk kepada
orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Qashas [28]: 56)
“Dan andaikata Tuhanmu menghendaki, niscaya berimanlah orang-orang yang ada di bumi
ini semuanya.” (QS. Yunus [10]: 99)
10
ِ ار ِه ْم ِغ َشا َوةٌ ۖ َولَهُ ْم َع َذابٌ ع
َظي ٌم ِ صَ خَ تَ َم هَّللا ُ َعلَ ٰى قُلُوبِ ِه ْم َو َعلَ ٰى َس ْم ِع ِه ْم ۖ َو َعلَ ٰى أَ ْب
“Allah telah mencap hati dan pendengaran mereka dan pengelihatan mereka ditutup.” (QS.
Al-Baqarah [2]: 7)
َص َح لَ ُك ْم ِإ ْن َكانَ هَّللا ُ ي ُِري ُد أَ ْن يُ ْغ ِويَ ُك ْم ۚ ه َُو َربُّ ُك ْم َوإِلَ ْي ِه تُرْ َجعُون
َ ت أَ ْن أَ ْن
ُ َواَل يَ ْنفَ ُع ُك ْم نُصْ ِحي إِ ْن أَ َر ْد
“Nasihatku takkan bermanfaat lagi bagimu, jika aku mau memberimu nasihat, kalau
sekiranya Allah ingin menyesatkan kamu.” (QS. Hud [11]: 34)
Mayoritas kaum muslimin menolak paham Jabariyah ini, karena dapat menyebabkan
orang menjadi malas, lalai, dan menghapuskan tanggung jawab, dengan mengemukakan ayat-
ayat yang terang maksudnya, yang dengan ayat-ayat tersebut Al-Qur’anul Karim menolak
pendapat-pendapat yang dangkal dan naif itu. Ayat-ayat tersebut sebagai berikut.
ْب الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم َحتَّى َذاقُوا بَأْ َسنَا قُلْ هَل َ َسيَقُو ُل الَّ ِذينَ أَ ْش َر ُكوا لَوْ َشا َء هَّللا ُ َما أَ ْش َر ْكنَا َواَل آبَا ُؤنَا َواَل َح َّر ْمنَا ِم ْن َش ْي ٍء َك َذلِكَ َك َّذ
) قُ••لْ فَلِلَّ ِه ْال ُح َّجةُ ْالبَالِ َغ• ةُ فَلَ••وْ َش •ا َء لَهَ •دَا ُك ْم148( َُص •ون ُ ِع ْن• َد ُك ْم ِم ْن ِع ْل ٍم فَتُ ْخ ِر ُج••وهُ لَنَ••ا إِ ْن تَتَّبِ ُع••ونَ إِاَّل الظَّ َّن َوإِ ْن أَ ْنتُ ْم إِاَّل ت َْخر
)149( َأَجْ َم ِعين
“Orang-orang yang musyrik itu akan berkata: “Andaikata Tuhan mengehendaki, niscaya
kami tidak akan musyrik, dan tidak pula bapak-bapak kami, dan kami tidak akan
mengharamkan apa-apa. Segitu pula orrang-orang yang sebelum mereka berbuat dusta,
sehingga mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai
keterangan yang bisa kamu untukkan kepada Kami? Kamu hanya meuruti sangkaan-
sangkaan saja, dan kamu hanya berdusta.” Katakanlah: “Maka hanya Allah-lah yang
mempunyai alasan yang kuat.” (QS. Al-An’am [6]: 148-149)
َ •وا لَوْ َشٓا َء ٱهَّلل ُ َما َعبَ ْدنَا ِمن دُونِِۦه ِمن َش ْى ٍء نَّحْ نُ َوٓاَل َءابَٓا ُؤنَا َواَل َح َّر ْمنَا ِمن دُونِ ِهۦ ِمن َش• ْى ٍء ۚ َك• ٰ َذلِكَ فَ َع
َ•ل ٱلَّ ِذين ۟ ال ٱلَّ ِذينَ أَ ْش َر ُك
َ ََوق
ُِمن قَ ْبلِ ِه ْم ۚ فَهَلْ َعلَى ٱلرُّ ُس ِل ِإاَّل ْٱلبَ ٰلَ ُغ ْٱل ُمبِين
“Dan orang-orang musyrik berkata: Jikalau Tuhan menghendaki tentu kami tidak akan
menyembah apapun selain dari pada-Nya. (tidak) kami dan tidak pula bapak-bapak kami,
dan tentu kami tidak akan mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)Nya.” Demikian pulalah
diucapkan oleh orang-orang sebelum mereka. Maka bukanlah kewajiban Rasul-rasul itu
hanya menyampaikan (seruan) yang nyata?” (QS. An-Nahl [16]: 35)
11
Dan Firman Allah SWT :
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebagian dari apa-apa yang telah
dikaruniakan Allah kepada kamu!” (maka) berkatalah orang-orang kafir itu kepada orang-
orang Mukmin: “Apakah (perlu) kami memberi makan orang yang jika Allah mengehndaki
tentu Dia memberinya makan? Kamu benar-benar berada dalam kesesatan!” (QS. Yasin
[36]: 47)
َ َِوقَالُوا لَوْ َشا َء الرَّحْ ٰ َمنُ َما َعبَ ْدنَاهُ ْم ۗ َما لَهُ ْم بِ ٰ َذل
َك ِم ْن ِع ْل ٍم ۖ إِ ْن هُ ْم إِاَّل يَ ْخ ُرصُون
“Dan mereka berkata: Jikalau yang Maha Pengasih menghendaki, niscaya kami takkan
menyembah mereka itu.” Ingatlah, bahwa mereka ini tidak mempunyai pengetahuan tentang
hal itu. Mereka hanya berdusta” (QS. Az-Zukhuf [43]: 20)
Menurut paham Ahlus Ssunnah, bahwa segala sesuatu itu memang dijadikan oleh
Allah SWT. Tetapi Allah SWT juga menjadikan ikhtiar dan kasab bagi manusia. Sesuatu
yang diperbuat manusia adalah pertemuan ikhtiar manusia dengan takdir-Nya. Ikhtiar dan
kasab hanya sebagai sebab saja, bukan yang mengadakan atau menciptakan sesuatu.
Umpamanya, kalau sesuatu benda tersentuh api, maka ia terbakar. Bila orang itu makan maka
kenyanglah. Tetapi perlu diingat bahwa bukan api yang membakarnya dan bukan pula nasi
yang mengenyangkannya, semuanya karena Allah SWT semata. Kadang-kadang bisa terjadi
sebaliknya, bila Allah SWT menhendaki., banyak benda yang tersentuh api tetapi tidak
terbakar. Banyak orang yang berusaha sekuat tenaga, tetapi justru sial dan kemalangan yang
diperoleh. Kalau obat itu mesti dapat menyembuhkan penyakit, tentu tidak ada orang yang
mati. Sebab sakit apapun dapat disembuhkan dan obat dapat mencegah kematian. Sermacam-
macam obat untuk bermacam-macam penyakit, kenyataan menunjukkan bahwa banyak
penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Tua dan kematian, sesuatu yang tidak ada obatnya.
Manusia memperoleh hukuman karena ikhtiar dan kasabnya yang tidak baik dan akan diberi
pahala atas ikhtiar dan kasabnya yang baik.
12
•ذنَٓا إِن نَّ ِس•ينَٓا أَوْ أَ ْخطَأْنَ•ا ۚ َربَّنَ••ا َواَل تَحْ ِم••لْ َعلَ ْينَ••ٓا
ْ •ت ۗ َربَّنَ••ا اَل تُ َؤا ِخ ْ َاَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْفسًا إِاَّل ُو ْس َعهَا ۚ لَهَا َما َك َسب
ْ َت َو َعلَ ْيهَا َم••ا ٱ ْكت ََس•ب
ٱنص•رْ نَا ُ َإِصْ رًا َك َما َح َم ْلتَهۥُ َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِنَا ۚ َربَّنَا َواَل تُ َح ِّم ْلنَا َما اَل طَاقَةَ لَنَا بِ ِهۦ ۖ َوٱعْفُ َعنَّا َوٱ ْغفِرْ لَنَا َوٱرْ َح ْمنَٓا ۚ أَنتَ َموْ لَ ٰىنَ•ا ف
ََعلَى ْٱلقَوْ ِم ْٱل ٰ َكفِ ِرين
“Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan dia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
َْض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجعُون ِ َّت أَ ْي ِدي الن
َ اس لِيُ ِذيقَهُ ْم بَع ْ َظَهَ َر ْالفَ َسا ُد فِي ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ِر بِ َما َك َسب
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia.” (QS. Ar-Rum [30]: 41)
Aliran Al-Bakariyah membuat bid’ah dalam fiqih : “mengharamkan bawang putih, brambang
dan mewajibkan (batal) wudu karena berbunyinya perut.”
1) Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seotrang yang paling berjasa
besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran Jahmiyah yang terpenting adalah al
Bari Ta’ala (Allah SWT Tuhan Maha Pencipta lagi Maha Tinggi) Allah SWT tidak boleh
disifatkan dengan sifat yang dimiliki makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hay) dan mengetahui
(‘alim), karena penyifatan seperti itu mengandung pengertian penyerupaan Tuhan dengan
makhluk-Nya, padahal penyerupaan seperti itu tidak mungkin terjadi.
2) Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H / 845 M). Ajaran
yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap diri-Nya sendiri, sebagaimana
Allah mengetahui diri-Nya. Tuhan menghendaki kebaikan dan kejelekan, sebagaimana ia
menghendaki manfaat dan mudzarat.
3) Dirariyah
13
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin tersebut sepakat
meniadakan sifat – sifat Tuhan dan keduanya juga berpendirian bahwa Allah SWT itu Maha
Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam pengertian bahwa Allah itu tidak jahil (bodoh) dan tidak
pula ‘ajiz (lemah).
Dari ketiga golongan ini, syahrastani mengklarifikasikan menjadi dua bagian besar. Pertama,
Jabariyah murni yang berpendapat bahwa baik tindakan maupun kemampuan manusia
melakukan seutu kemauan atau perbuatannya tidak efektif sama sekali. Kedua Jabariyah
moderat yang berpandangan bahwa manusia mempunyai sedikit kemampuan untuk
mewujudkan kehendak dan perbuatannya.
1) Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan
paksaan dari Tuhan dan merupakan kehendak-Nya yang tidak bisa ditolak oleh manusia.
Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh jahm bin shofwan.
2) Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Tuhan yang
kekal.
3) Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya,
bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan melalkukan
dosa besar, tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.
4) Kalam Tuhan adalah makhluk, Allah SWT mahasuci dari segala sifat keserupaan
dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat kelak, oleh karena
itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah, tidak dapat disifatkan
kepada Allah SWT.
5) Allah tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan
mendengar.
14
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah Alirah Jabariyah
ini berpendapat bahwa apa yang kita lakukan itu atas kehendak Allah SWT atau qodrat dan
irodat-Nya. Paham Jabariyah memandang manusia sebagai makhluk yang lemah dan tidak
berdaya. Manusia tidak sanggup mewujudkan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan
kehendak dan pilihan bebasnya. Pendeknya, perbuatan-perbuatan itu hanyalah dipaksakan
Tuhan kepada manusia. Paham Jabariyah terpecah ke dalam dua kelompok, ekstrim dan
moderat. Ja'ad ibn Dirham dan Jahm ibn Shafwan mewakili kelompok ekstrim.
Sedang Husain al-Najjar dan Dirar ibn 'Amr mewakili kelompok moderat. Jabariyah
berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan
tersebut kepada Allah SWT. Tokoh pemikirnya adalah al-Ja'ad ibn Dirham aliran Jabariyah
ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan
kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi
perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami
selaku pembuat makalah. Kami berharap makalah ini dapat menjadi rujukan atau referensi
bagi para pembaca. Serta kami dengan terbuka menerima masukan-masukan dari para
pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA
17