Anda di halaman 1dari 27

BAB II

GAMBARAN UMUM QIRA’AT SAB’AH

A. Qira’at dan Sejarah Perkembangannya.


Pengertian Qira’at
Qira’at merupakan ilmu yang sangat penting dalam kajian ulum al-Quran,
dikarenakan ilmu ini sangat erat kaitannya dengan pemaknaan ayat-ayat Alquran.
Menurut bahasa qira’at merupakan masdar sima’i yang berbentuk jamak dari fi’il
madhi qara’a. Sedangkan menurut istilah para ulama berbeda-beda dalam
mendefinisikannya. Az-Zarqani misalnya menjelaskan, bahwasannya qira’at adalah
suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam ahli qira’at yang
berbeda dengan yang lainnya dalam pelafalan ayat Alquran didukung kesamaan
(kesesuaian) berbagai riwayat dan thoriq yang bersumber darinya, baik itu
perbedaan dalam pelafalan huruf atau bentuknya.1 Ad-Dimasyqi mendefinisikan
qira’at adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tata cara pengucapan ayat
Alquran dan perbedaannya dengan menyandarkan bacaan tersebut kepada para
perawinya.2 Hal ini sejalan dengan definisi Ibnu Jazari sebagaimana yang dikutip
Az-Zarqani dalam kitabnya “qira’at adalah disiplin ilmu yang mempelajari tata
cara melafalkan ayat Alquran dan perbedaannya dengan menyandarkanbacaan
tersebut pada perawinya.3 Lain halnya dengan Az-Zarkasyi yang mendefinisikan
qira’at dengan mengomparasikannya dengan definisi Alquran sebagai berikut:4

1
Az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1995), jilid 1, hlm.
2
Abdurrahman bin Isma‟il Ad-Dimasyqi, Ibrazul Ma’ani Min Hirz al-Amani fi al-Qira’at al-Sab’ li
al Imam al-Syathibi, (Kairo: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t ), hlm. 17.
3
Az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi ulum al-Qur’an, Jilid 1......, hlm. 336.
4
Badruddin Muhammad az-Zarkasyi, Al-Burhan fii Ulum Alquran..., hlm. 320.
“Perlu diketahui bahwa Alquran dan qira‟at merupakan dua
entitas yang berbeda. Alquran adalah wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw yang berfungsi sebagai penjelas
dan sebagai mu‟jizat (bagi Rasulullah) Sedangkan qira‟at
adalah perbedaan lafadz- lafadz Alquran dalam hal penulisan
huruf maupun cara pengucapannya seperti takhfif, tasydid,
dan lain-lainnya ”
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan fokus dan objek
(ontologi) kajian ilmu qira’at adalah Alquran al-Karim dari segi redaksinya yakni
bagaimana cara pelafalan redaksi tersebut. Ilmu ini juga merupakan ilmu riwayah
atau ilmu yang disandarkan pada penukilan dari para imam ahli qira’at secara
berkesinambungan kepada Nabi Muhammad. Oleh karenanya metode
mendapatkannya (epistemologi) ilmu qira’at harus melalui riwayat yang bersumber
dari Rasulullah saw.5 Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan qira’at merupakan
perkara tauqifi, tidak ada unsur ijtihad dalam ilmu ini, dikarenakan semua riwayat
bacaan Alquran disandarkan pada pengucapan perawi secara berkesinambungan.
Adapun manfaat (aksiologi) ilmu qira’at adalah untuk mempertahankan keaslian
redaksi yang disampaikan. Hal tersebut sebagaimana yang dikatakan Wawan
Djunaedi “fungsi sistem riwayat tidak lain untuk mempertahankan orisinalitas
informasi (data) yang disampaikan secara berantai” 6
Sejarah Perkembangan Qira’at
Berbicara mengenai sejarah qira’at tidak lepas kaitannya dengan sejarah
awal mula diturunkannya Alquran, penulisan serta pengkodifikasiannya Terdapat
tiga fase sejarah terbentuknya ilmu qira’at mulai dari masa awal evolusi sampai
pada masa pelembagaan madzhab-madzhab qira’at. Fase pertama adalah pada masa
Rasulullah, kemudian dilanjutkan fase kedua yaitu pada masa sahabat sampai pada
fase ketiga yaitu pada masa tabi’in yang merupakan masa evolusi disiplin ilmu
dalam sejarah peradaban Islam.
a. Qira’at di Masa Rasulullah
Seperti yang kita ketahui Alquran merupakan kalam Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur dalam kurun waktu sekitar
23 tahun. Dalam Sembilan belas tahun pertama Alquran diturunkan dalam satu

5
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Alquran di Nusantara......, hlm. 23.
6
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Alquran di Nusantara......, hlm. 25.
bahasa yaitu bahasa Quraisy.7Bahasa Quraisy dipilih dengan pertimbangan karena
Nabi selaku pembawa risalah berasal dari suku Quraisy dan masyarakat yang
menjadi sasaran pertama dakwah nabi juga adalah suku Quraisy.
Dilihat dari tingkat kefasihannya, para ahli bahasa Arab, perawi syair dan
ahli sejarah Arab bersepakat bahwa bahasa Quraisy merupakan bahasa terfasih dan
terbaik dibandingkan bahasa yang lainnya.8 Salah satu sisi kefasihannya bisa dilihat
dari terbebasnya bahasa mereka dari beberapa cacat bahasa yang dimiliki kabilah
lainnya.9 Seperti huruf hamzah yang diucapkan dengan ‘ain yang terdapat pada
bahasa bani Tamim, kaf dengan syin yang ada pada kabilah Asad, dan penambahan
sin setelah kata yang berahiran kaf seperti yang terdapat pada kabilah Rabi‟ah, dan
lain-lain.10
Ketika proses turunnya Alquran secara gradual masih terus berlangsung,
Rasulullah senantiasa membacakan wahyu yang dibawa Jibril as kepada para
sahabatnya. Dalam masa ini para sahabat tidak menemukan kendala dalam
mempelajari Alquran. Setiap ayat yang turun akan dihafal dengan sangat sempurna.
Perihal orsinilitas nash Alquran yang memang telah dijamin oleh Allah dan
tidak diragukan lagi, sebab yang dijadikan parameter dalam penukilan Alquran
adalah hafalan yang berada dalam memori Rasulullah dan para sahabatnya, bukan
didasarkan pada dokumentasi tertulis berupa shuhuf ataupun mushhaf.11
Sebagaimana misi dakwah Rasulullah yang ingin mewujudkan sebuah
masyarakat muslim yang berperadaban tinggi dan berwawasan luas. Beliau berusaha
untuk membudayakan umatnya sebagai insan produktif dengan kapasitas keilmuan
yang bisa dipertanggung jawabkan. Oleh karenanya sejak awal diturunkannya
Alquran Rasulullah menunjuk beberapa orang sahabat untuk dijadikan sebagai
sekretaris wahyu yakni bertugas mendokumentasikan setiap ayat Alquran yang
turun. Di antara para sahabat yang ditunjuk sebagai sekretaris wahyu adalah Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka‟ab, Khalid bin Walid, Tsabit bin Qais, dan Mu‟awiyah

7
Pendapat tersebut didasarkan pada pendapat terkait permasalahan Alquran mulai diturunkan
dengan tujuh huruf adalah setelah perjanjian di Hudaibiyyah. Lihat Fadhl Hasan Abbas, Itqan Al-Burhan fi
Ulum Al-Quran, (Yordania: Dar Al-Nafaes, 2009), hlm. 68.
8
Abu Al-Husein Bin Faris Bin Zakariya, Al-Shahibi, (Kairo: Dar Ihya Al-Kutub Al-'Arabiyyah, tt),
hlm. 33.
9
Abu Al-Husein Bin Faris Bin Zakariya, Al-Shahibi...., hlm. 36.
10
Abu Al-Husein Bin Faris Bin Zakariya, Al-Shahibi...., hlm. 37.
11
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at di Nusantara........, hlm. 40-
Sejak awal Rasulullah saw. telah menyadari konsekuensi universalitas misi
Islam yang diusungnya. Dalam komunitas bangsa Arab saja Rasulullah sudah
dihadapkan pada fenomena pluralistic system artikulasi bahasa pada setiap kabilah
Arab. Setiap kabilah memiliki dialek bahasa yang berbeda dengan kabilah lainnya.
Dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat yang seperti inilah
Rasulullah memohon kepada Allah SWT agar tidak menurunkan Alquran dengan
satu huruf saja. Hal ini dapat diketahui melalui sabda beliau sebagai berikut.

.
Diriwayatkan dari Ubay bin Ka'b, “Suatu hari
Rasulullah Saw. berada disebuah tempat yang terang
di Bani Ghaffar, lalu Jibril mendatanginya dan berkata,
“Allah memerintahkanmu untuk membacakan Al-
Quran kepada umatmu dengan satu huruf ” Rasul
menjawab, “Aku memohon maaf dan ampunan-Nya.
Umatku tak akan sanggup!” Kemudian Jibril
mendatanginya lagi dan berkata, “Allah
memerintahkanmu untuk membacakan Alquran
kepada umatmu dengan dua huruf ” Rasul menjawab,
“Aku memohon maaf dan ampunan-Nya. Umatku tak
akan sanggup!” Kemudian Jibril mendatanginya untuk
yang ketiga kali dan berkata, “Allah
memerintahkanmu untuk membacakan Alquran
kepada umatmu dengan tiga huruf ” Rasul menjawab
lagi, “Aku memohon maaf dan ampunan-Nya. Umatku
tak akan sanggup!” Kemudian Jibril mendatanginya
untuk yang keempat kali dan berkata, “Allah
memerintahkanmu untuk membacakan Alquran
kepada umatmu dengan tujuh huruf. Huruf manapun
yang mereka baca, adalah benar ”12

Dari keterangan hadis di atas dapat diketahui bahwa Alquran diturunkan


dengan tujuh huruf sebagai bentuk rahmat bagi umat Nabi Muhammad saw,
sehingga dapat mengakomodir sistem artikulasi bahasa Arab yang beragam.
Perbedaan yang diturunkan malaikat Jibril kepada nabi Muhammad saw meliputi
sistem artikulasi lafal, perbedaan sistem anatomi kata, dan juga variasi kata.13 Tujuh
macam inilah yang nantinya akan menjadi embrio ilmu qira’at dalam dunia Islam.
b. Qira’at Masa Sahabat
Setelah rasulullah wafat, pemerintahan Islam dikendalikan Khalifah
Rasulullah yang pertama, dalam masa ini Islam mengalami ujian yang cukup berat.
Sejumlah besar masyarakat Arab keluar dari Islam sepeninggal Rasulullah saw,
selain itu juga muncul fenomena figur nabi palsu. Belum lagi ada beberapa orang
Islam yang enggan untuk memenuhi kewajiban membayar zakat. Peristiwa ini
memaksa Abu Bakar untuk mengambil tindakan tegas dan dari sinilah terjadi
peperangan yang disebut dengan perang Yamamah.
Terjadinya perang Yamamah pada tahun 12 H mensyahidkan sekitar 70
orang sahabat penghafal Alquran. Peristiwa inilah yang memotivasi sahabat Umar
bin Khathab untuk mengemukakan ide mengkodifikasikan Alquran dalam satu
bundel. Umar bin Khatthab menghawatirkan akan hilangnya Alquran bersamaan
dengan hilangnya para penghafal Alquran. Pada mulanya ide tersebut dianggap
terlalu berani oleh Abu Bakar, dikarenkan tidak pernah terjadi pada masa
Rasulullah. Dengan keyakinan yang sangat kuat bahwa ide tersebut akan banyak
membawa mashlahat yang sangat besar Umar terus meyakinkan Abu bakar sampai
pada ahirnya Abu Bakarpun menyetujuinya.
Selanjutnya Abu bakar menunjuk Zaid bin Tsabit untuk memimpin proyek
kodifikasi Alquran ini, dengan pertimbangan akademis yang sangat jelas.
Disamping ia merupakan sekretaris wahyu rasulullah, Zaid bin Tsabit dianggap

12
Muslim al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr,
2011), juz I, hlm. 362, nomor. 274.
13
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Alquran di Nusantara.........., hlm. 46.
sebagai sahabat yang masih muda, menguasai hafalan Alquran dengan sempurna,
mempunyai kemampuan tulis menulis yang sangat baik dan sempat mengoreksi
catatan Alquran secara lengkap sebelum Rasulullah wafat.14Kegiatan ini dilakukna
dengan pengawasan dan persyaratan yang sangat ketat. Setiap ayat Alquran hanya
boleh ditulis setelah memiliki dua saksi (satu saksi hafalan dan satu saksi sumber
tertulis).
Setelah proyek tersebut terselesaikan, tersusunlah sebuah mushhaf Alquran
yang menghimpun semua jenis qira‟at (sab‟ah ahruf) Mushhaf yang telah disusun
secara sistematis tersebut disimpan dikediaman Abu Bakar sampai beliau wafat.
Setelah itu mushhaf berpindah tangan kepada Umar bin Khathab selaku khalifah
pengganti. Namun ketika Umar bin Khathab wafat mushhaf tidak secara otomatis
berpindah tangan kepada Utsman sebagai khalifah baru, mushhaf tersebut justru
diserahkan kepada Hafshah binti Umar bin Khathab. Mushaf tetap terjaga disisi
beliau pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan ra.15
Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin „Affan penyebaran Islam
bertambah luas, para qurrâ pun tersebar diberbagai wilayah, dan penduduk disetiap
wilayah itu mempelajari qira’at (bacaan) dari qari-qari yang dikirim kepeda
mereka. Cara bacaan Alquran yang meraka bawakan berbeda-beda sejalan dengan
perbedaan huruf, yang mana Alquran diturunkan dengan tujuh huruf. Dan apabila
meraka berkumpul pada suatu pertemuan atau disuatu medan perang, sebagian
mereka merasa bingung dengan adanya perbedaan bacaan ini. Terkadang juga
sebagian meraka merasa puas dengan perbedaan bacaan, karena perbedaan tersebut
disandarkan pada Rasulullah Saw. tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan
menyusup keraguan pada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah Saw.
sehingga terjadilah perbincangan bacaan mana yang baku dan mana yang lebih
baku. Dan pada ahirnya juga terjadi pertentangan.
Ketika pengiriman pasukan ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang
bacaan Alquran muncul dikalangan tentara-tentara muslim, sebagiannya direkrut
dari Syiria dan sebagian lagi dari Iraq. Masing-masing mempertahankan dan
berpegang pada bacaannya, seperti mereka yang dari Syiria memkai qira’at Ubay
bin Ka‟ab, penduduk Iraq memkai qira’at Ibnu Mas‟ud Mereka juga menentang
14
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Alquran di Nusantara...... , hlm. 47. Lihat juga Manna Khalil
al-Qaththan, Mabahis fi Ulum al-Qur’an......., hlm. 125.
15
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Alquran di Nusantara.........., hlm. 48.
orang yang menyalahkan bacaannya hingga saling mengkafirkan. Perselisihan ini
cukup serius hingga menyebabkan pemimpin peperangan yaitu Hudzaifah,
melaporkan masalah tersebut kepada Ustaman bin „Affan
Dari permasalahan tersebut khalifah Utsman memutuskan keputusan resmi
negara untuk menyusun beberapa mushhaf yang akan mempresentasikan
deferensiasi qira’at. Mushhaf yang disusun kali ini tentu berbeda dengan mushhaf
yang disusun pada masa Abu bakar yakni mushhaf yang mengakomodasi seluruh
ragam qira’at yang ada.
Untuk mensukseskan proyek tersebut khalifah Utsman membentuk tim
penyusun yang beranggotakan empat orang sahabat yakni Zaid bin Tsabit al-
Anshari, Abdullah bin Zubair, Sa‟id bin „Ash dan Abdurrahman bin Harits bin
Hisyam.16 Di antara keempat sahabat ini hanya Zaid bin Tsabit al-Anshari yang
bukan berasal dari suku Quraisy.
Seluruh anggota tim tersebut diperintahkan menulis mushhaf sesuai dengan
bahasa Alquran ketika diturunkan yakni dengan menggunakan bahasa Quraisy.
Artinya, jika terjadi perbedaan persepsi diantara anggota tim perihal bentuk tulisan,
hendaklah mereka menulis ayat Alquran dengan bahasa Quraisy. Standar bahasa
Quraisy yang ditetapkan khalifah Utsman hanya berlaku untuk bentuk tulisan
mushhaf saja.17 Hal ini tidak berarti sistem artikulasi dan perbedaan kosa kata juga
harus disesuaikan dengan standar Quraisy. Karena pada kenyatannya ada beberapa
bahasa dalam Alquran yang mengakomodasi bahasa suku-suku yang lainnya.
Keputusan untuk menulis ayat Alquran menggunakan bahasa Quraisy
bukanlah keputusan tanpa pertimbangan. Jika melihat konteks sosial budaya yang
berkembang pada saat itu bahasa Quraisy dianggap bahasa yang paling fashih
menurut kabilah-kabilah Arab.
Keempat anggota tim tersebut berhasil memproduksi beberapa salinan
mushhaf yang hingga kini dikenal dengan istilah mushhaf Utsmani. Terkait jumlah
eksemplar mushhaf, ulama masih memperselisihkan hal tersebut. Ada yang
menyebutkan berjumlah 4 salinan, salinan, bahkan ada yang menyebutkan
berjumlah sampai 7 salinan. Menurut imam as-Suyuthi diantara pendapat-pendapat

16
Jalaluddin Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum Al-Quran, (Kairo,Dar Al-Turats, 2007), hlm. 320.
17
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Alquran di Nusantara.........., hlm. 52
tersebut yang paling masyhur adalah pendapat yang menyebutkan berjumlah 5
eksemplar.18
Jika dibandingkan dengan shuhuf Abu Bakar, mushhaf ini secara fisik tidak
jauh berbeda, yakni sama-sama tidak mempunyai tanda baris dan titik. Namun
demikian terdapat perbedaan diantara keduanya. Shuhuf Abu Bakar memuat semua
wajah qira’at seabagaimana yang diturunkan malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad saw. Sedangkan mushhaf Utsmani hanya memuat satu wajah qira’at
saja untuk masing-masing salinannya.19
Selanjutnya Utsman mengirimkan salinan mushhaf keseluruh penjuru Islam
guna dijadikan rujukan bagi seluruh kaum muslimin, dengan harapan tidak ada lagi
adu argumentasi dan pertentangan dikalangan umat Islam mengenai masalah
qira’at. Tidak hanya itu, khalifah Utsman juga mengirimkan beserta dengan para
muqri’ (guru ahli qira’at Alquran) yang kompeten juga memiliki cara baca qira’at
yang sama dengan jenis qira’at yang dikirimkan.
Pengajaran qira’at yang dilakukan para muqri’ kepada murid-murid mereka
adalah berdasarkan cara bacaan yang mereka dapatkan dari nabi. Bacaan mereka
berbeda antara satu dengan lainnya sesuai dengan ketentuan yang ada. Sepeninggal
mereka muncul generasi ketiga di kalangan tabi’in yang juga berperan dalam
penyebaran ilmu qira’at di negeri-negeri tersebut.

c. Qira’at Masa Tabi’in


Pada permulaan abad ke 2 H muncul beberapa orang yang memfokuskan
perhatian mereka terhadap permasalahan qira’at. Sebagian besar dari meraka
muncul dari kawasan-kawasan Islam yang mendapatkan kiriman copy mushhaf
utsmani. Di Madinah misalnya, muncul beberapa tokoh qira’at, diantaranya Abu
Ja‟far Yazid bin Qa‟qa‟, Nafi‟ bin Abdurrahman bin Abi Nu‟aim Di Makkah ada
Abdullah bin Katsir al-Dari, Humaid bin Qais al-„Araj, dan yang lainnya Di Syam
ada Abdullah al-Yahsubi yang terkenal dengan julukan Ibnu „Amir, Isma‟il bin
Abdillah, Yahya bin al-Harits, Syuraih nin Yazid al-Hadhrami, dan yang lainnya. Di
Bashrah ada Zabban bin al-A‟la yang terkenal dengan nama Abu „Amr Abdullah
bin Ishaq, „Ashim al-Jahdari, dan yang lainnya Di Kufah ada „Ashim bin Abi

18
Jalaluddin Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum Al-Quran......, hlm. 323.
19
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Alquran di Nusantara......, hlm. 51.
Najud, Hamzah bin Habib al-Zayyat, Sulaiman al-A‟masy, al-Kisa‟i dan yang
lainnya.
Kajian qira’at semakin menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah disiplin
ilmu baru ketika seorang bernama Abu „Ubaid al-Qasim bin Salam menulis sebuah
kitab al-Qira’at yang membahas khusus tentang ilmu qira’at. Selain itu para ulama
pengkaji ilmu qira’at juga ikut mengikuti jejaknya, yakni merekam ide-ide mereka
terkait ilmu qira’at dalam sebuah karya tulis. Diantaranya adalah Ahmad bin Jubair
al-Kufi dengan karyanya al-Khamsah,20 Isma‟il bin Ishaq al-Maliki, Ibnu Jarir ath-
Thabari yang menyusun kitab al-Qira’at, dan masih banyak yang lainnya.
Sampai pada permulaan abad ke 3 H yakni masa keemasan dan kematangan
disiplin ilmu qira’at. Jumlah imam qira’at pada masa ini pun terbilang cukup
banyak hingga sampai pada ahir abad ke 3 H muncul salah seorang ulama qira’at
dari kota Baghdad yang reputasinya sangat luar biasa, beliau adalah Abu Bakar
Ahmad bin Musa bin Abbas bin Mujahid yang terkenal dengan sebutan Ibnu
Mujahid. Pemahamannya terhadap ilmu qira’at sangat dalam, lahjahnya dalam
mengartikulasi qira’at sangat baik dan rutinitas ibadahnya sangat mengagumkan.21
Patutlah jika popularitasnya sangat mengungguli ulama semasanya.
Dalam kapasitasnya sebagai seorang syaikh ahli qira’at, Ibnu Mujahid
mencoba menawarkan sebuah konsep qira’at sab’ah yakni sebuah limitasi jumlah
madzhab qira’at yang diwakili oleh tujuh orang imam qira’at, untuk mendukung
konsep yang ditawarkan beliau menyusun sebuah karya yang berjudul Kitab as-
Sab’ah fî al-Qira’at. Menurut az-Zarqani konsep tersebut sebenarnya adalah suatu
konsep yang tidak disengaja dan tanpa pretensi apapun. Konsep qira’at sab’ah yang
ditawarkan Ibnu Mujahid tidak lain adalah tujuh orang imam ahli qira’at yang
dianggap beliau sangat layak dijadikan orang nomor satu dalam bidang qira’at.22

B. Sab’ah Ahruf dan Beragam Maknanya

Kata “sab‟ah” merupakan kata dalam bahasa Arab yang berarti tujuh.
Sedangkan kata “ahruf” merupakan bentuk jamak dari kata “harf” yang secara bahasa
berarti huruf. Ada juga yang menyebutkan bahwa makna harf secara bahasa adalah tepi

20
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Alquran di Nusantara......, hlm. 57.
21
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at Alquran di Nusantara......, hlm. 57.
22
Az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi ulum al-Qur’an......, hlm. 288.
sesuatu.23 Namun ketika kata ahruf difahami dalam konteks sab’ah ahruf, maka muncul
berbagai macam pendapat dikalangan para ulama terkait makna konseptual untuk kata
ahruf tersebut. Al-Zarqani mencatat bahwa pembahasan sab’ah ahruf menunjukkan dua
sisi yang berlawanan. Pertama, turunnya Alquran dalam ahruf sab’ah dapat bermakna
sebagai kemukjizatan Alquran. Alquran ingin memudahkan umat Islam dalam
membacanya. Tetapi pada sisi yang lain, pembahasan ini sering kali dijadikan oleh para
penentang Islam untuk menggugat otentisitas Alquran.24
Ada yang berpendapat bahwa makna ahruf dalam konteks tersebut adalah
qira’at, model, bahasa, dialek (lahjah), dan lain-lainnya.
Konsep sab’ah ahruf sendiri sebenarnya muncul dari beberapa riwayat hadis
Rasulullah saw. Hadis tersebut diriwayatkan oleh sekitar 21 orang sahabat dengan
redaksi yang berbeda-beda.25 Menurut Abdul Shabur Syahin terdapat lebih dari 40 hadis
terkait sab’ah ahruf.26 Dengan demikian hadis sab’ah ahruf mencapai derajat
mutawatir, sehingga tidak perlu diragukan lagi keabsahannya.
Diantara riwayat hadis tersebut adalah:

“... Dari Ibn Abbas, ia berkata, Rasulullah bersabda: Jibril membacakan


kepadaku atas satu huruf, maka aku kembali kepadanya, maka aku terus menerus minta
dan ia menambahi bagiku hingga berakhir sampai tujuh huruf”.27

23
Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, (Kairo: Dar al-Ma‟arif, tt) hlm. 838.
24
al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi ulum al-Qur’an......, hlm.116.
25
Jalaluddin Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum Al-Quran..... hlm. 326.
26
Abdul Shabur Syahin, Tarekh alqur’an, (Kairo: Nahdhah, 2005), hlm. 51.
27
Muhammad ibn Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz. 4,... hlm.1909.
“ Umar ibn Khattab berkata: “Aku mendengar Hisyam ibn Hakim
membaca surah al-Furqan di masa hidup Rasulullah. Aku perhatikan
bacaannya, tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf yang belum
pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku
melabraknya pada saat sedang salat, tetapi aku sabar menunggu sampai
selesai salam (selesai salat). Begitu selesai aku tarik selendangnya dan
bertanya: “siapa yang membacakan surah ini kepadamu?” Ia pun
menjawab: “Rasulullah yang membacakan kepadaku” Lalu aku berkata:
“Engkau berdusta, demi Allah Rasulullah pernah membacakan surah yang
aku dengar tadi kepadaku, tetapi bacaannya tidak seperti yang kau baca”.
Kemudian aku bawa dia menghadap Rasulullah, dan aku ceritakan
kepadanya bahwa aku telah mendengar orang ini membaca surah al-Furqan
dengan huruf-huruf yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal
engkau sendiri telah membacakan surah al-Furqan kepadaku. Maka
Rasulullah berkata: “Lepaskan dia (Hisyam) wahai Umar” “Bacalah surah
tadi, Hisyam”. Hisyam pun kemudian membacakan dengan bacaan seperti
yang kudengar waktu shalat tadi. Maka Rasulullah berkata: “Begitulah
surah ini diturunkan” Nabi berkata lagi: “Bacakanlah wahai Umar”. Lalu
aku membacanya dengan bacaan sebagaimana yang diajarkan Rasulullah.
Rasul pun menjawab: “Begitulah surah itu diturunkan”. Dan Rasul berkata
kembali: “Sesungguhnya Alquran itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka
bacalah dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya”.28

Terdapat penafsiran yang beragam dikalangan para ulama terkait makna sab’ah
ahruf yang dimaksud hadis-hadis tersebut. As-Suyuti menyebutkan terdapat sekitar 40
pendapat tentang sab’ah ahruf.29 Dalam kitab al-Ahruf as-Sab’ah wa Manzilah al-
Qira’at Minha sebagaimana yang dikutip Wawan Djunaedi telah dijelaskan dengan
sangat rinci terkait permasalahan sab’ah ahruf30. Pendapat-pendapat tersebut
diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, yaitu;
a. Pendapat yang tidak disandaran pada dalil sama sekali. Hal ini sebagaimana
pendapat ulama ahli fikih yang memaknai sab’ah ahruf sebagai bentuk muthlaq,
muqayyad, ‘am, khash, nash, mu’awwal, dst. Pendapat ulama ahli nahwu memaknai
sab’ah ahruf sebagai bentuk mudzakkar, mu’annats, syarth, i’rab, tashghir, dst.
Pendapat kaum sufi memaknai sab’ah ahruf sebagai bentuk zuhud, qana’ah,
muraqabah, khauf, raja’, mahabbah, dst.
b. Pendapat yang disandarkan pada dalil yang tidak jelas. Hal ini sebagaimana
pendapat al-Qadhi „Iyadh yang mengatakan kata “sab‟ah” tidak memiliki arti
jumlah angka tertentu. Sedangkan as-Subki mengatakan suatu lafadz tidak selalu
memiliki tujuh versi bacaan (qira’at), namun berjumlah satu sampai tujuh,
begitunjuga dengan pendapat sebagian ulama ahli qira’at yang mengartikan sab‟ah
ahruf dengan perbedaan cara artikulasi seperti idgham, izhhar, tarqiq, imalah, dst.
c. Pendapat yang disandarkan pada dalil ijmali (yang bersifat global). Pendapat ini
diklasifikasikan lagi kedalam tiga macam, yaitu:
a. Pendapat yang memaknai sab’ah ahruf adalah representasi tujuah variasi lafadz
yang berbeda, namun memiliki makna yang sama. Diantara ulama yang
mengemukakan pendapat tersebut adalah Sufyan bin „Uyainah, Abdullah bin

28
Muhammad ibn Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz. 4,... hlm.1909.
29
Jalaluddin Al-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an....., hlm. 327.
30
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at di Nusantara.. , hlm Lihat juga Hasan Dhia‟ al-Din
„Atar, al-Ahruf as-Sab’ah wa Manzilah fii al-Qira’at Minha (Beirut: Dar al-Basya‟ir al-Islamiyyah, 1988),
hlm. 117-
Wahab, Ibnu „Abd al-barr, at-Thohawi. Pendapat tersebut didasarkan pada beberapa
riwayat hadis, diantaranya adalah riwayat hadis berikut:

“Telah meriwayatkan Warqa‟ dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid dari Ibnu Abbas
dari Ubay bin Ka‟b bahwa dia telah membaca ayat : lilladzina âmanû unzhurûnâ
(dengan beberapa versi sebagai berikut): lilladzina âmanû ahmilûnâ, lilladzina
âmanû akhkhirûnâ, lilladzina âmanû urqubûnâ”

b. Pendapat yang memaknai sab’ah ahruf dengan tujuh bahasa kabilah Arab.
Sebagian ulama mengatakan bahwa ketujuh bahasa tersebut tersebar diseluruh
Alquran, di antara ulama yang mengemukakan pendapat tersebut adalah Abu „Ubaid
dan Ahmad bin Yahya.31 Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan
tujuh bahasa tersebut terkumpul dalam sebuah lafazh, di antara ulama yang
berpendapat demikian adalah Ibnu Jarir ath-Thabari.32 Pendapat ini disandarkan
pada perselisihan yang pernah terjadi antara Umar ibn Khathab dengan Hisyam ibn
Hakim dan Ubay ibn Ka‟ab dengan Abdullah ibn Mas‟ud
Terlepas dari uraian penjelasan yang telah dikemukakan di atas semua pendapat
yang dikemukakan merupakan hasil ijtihad para ulama yang didasarkan pada dalil
tertentu. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa hasil ijtihad ulama bukanlah sesuatu
yang memiliki kebenaran mutlak. Jika melihat dari uraian berbagai makna sab’ah ahruf
di atas, nampak jelas bahwa sab’ah ahruf dan qira’at sab’ah adalah dua entitas yang
berbeda. Qira’at sab’ah adalah bacaan (qira’at) yang disandarkan pada tujuh imam
yang dipopulerkan oleh Ibnu Mujahid. Sedangkan sab’ah ahruf merupakan riwayat
yang berasal dari Rasulullah dan tidak terlembaga dalam madzhab qira’at tertentu,
selain itu sab’ah ahruf juga merupakan embrio evolusi disiplin ilmu qira’at.

C. Syarat diterimanya Qira’at

31
Hasan Dhia‟ al-Din „Atar, al-Ahruf as-Sab’ah wa Manzilah fii al-Qira’at Minha....., hlm. -
32
Hasan Dhia‟ al-Din „Atar, al-Ahruf as-Sab’ah wa Manzilah fii al-Qira’at Minha....., hlm. -
Para ulama menetapkan tiga macam syarat diterimanya qira’at, sebagaimana
yang disebutkan Ibnu al-Jazari dalam muqadimah kitabnya:33
a. Sesuai dengan kaidah bahasa Arab walaupun hanya dari salah satu wajah i’rab. Hal
ini harus ditekankan, kareana qira’at bukanlah sastra yang bebas digubah oleh
sembarang orang, qira’at merupakan sebuah nash yang harus dipatuhi sesuai
dengan sistem sanad.
b. Sesuai dengan salah satu rasm mushhaf Utsmani. Sebab proses penulisan mushhaf
Utsmani para sahabat telah bersusah payah untuk menyesuaikan rasm dengan
bahasa qira’at yang mereka ketahui.
c. Memiliki sanad yang shahih. Sebab, inti dari sebuah qira’at sebenarnya riwayat
yang bersifat tauqifi, bukan berdasarkan pada ra’yi.
D. Macam-macam Qira’at
Alquran dengan ragam qira’atnya merupakan bacaan yang bersifat tauqifi
dan hanya didasarkan pada sistem periwayatan. Dengan demikian, dapat difahami
bahwa berbagai ragam qira’at yang ada bukanlah berasal dari inovasi kreatif para
sahabat maupun imam qira’at.34Qira’at Alquran tidak didasarkan pada parameter
tata bahasa Arab, namun sebagai firman Allah SWT yang diriwayatkan sejumlah
orang yang sangat terpercaya sehingga mencapai tingkat mutawatir. Sekalipun
dikatakan mutawatir, realitas sejarah membuktikan terdapat sejumlah qira’at yang
tidak masyhur dan juga tidak sesuai riwayat yang berasal dari Rasulullah.
Menurut Ibnu al-Jazari, sebagaimana yang dikutip Wawan Djunaedi
menyatakan bahwa berdasarkan kualifikasi validitasnya qira’at terbagi menjadi dua
macam:35
a. Qira’at Shahihah, yaitu qira’at yang sesuai dengan kaedah bahasa Arab
walaupun hanya dengan satu wajah i’rab, sesuai dengan salah satu rasm mushhaf
Utsmani dan memiliki kualitas sanad yang shahih.
b. Qira’at Dha’ifah atau disebut juga dengan qira’at syadzah dan qira’at bathilah,
yaitu qira’at yang tidak memenuhi salah satu dari ketiga syarat diterimanya qira’at
yang sudah ditetapkan kebanyakan ulama ahli qira’at.

33
Ibnu al-Jazari, An-Nasyr fi al-Qira’at al-Asyr, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Jilid. 1, hlm. 10-
34
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara......., hlm. 65.
35
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara....., hlm. 66. Lihat juga Abi Umar
Utsman bin Sa‟id, Jami’ul Bayan fi Al-Qira’at As-Sab’ (Kairo: Dar El-Hadith, 2006) hlm. 8.
Sedangkan jika ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas mata rantai sanad,
qira’at terbagi menjadi 6 macam, yaitu:36
a. Qira’at Mutawatir, yaitu qira’at yang diriwayatkan oleh sekelompok orang
dalam jumlah banyak, yang diyakini ketsiqahannya (mereka tidak mungkin
melakukan kebohongan).37Contoh qira’at mutawatir adalah qira’at sab’ah,
qira’at ‘asyrah, dan qira’at arba’a asyaroh.
b. Qira’at Masyhur, yaitu qira’at yang memiliki kualitas sanad shahih yang
diriwayatkan oleh para perawi yang adil dan dhabith. Selain itu, qira’at tersebut
juga sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan salah satu rasm mushhaf Utsmani.38
Jenis qira’at ini cukup masyhur dikalangan para ahli qira’at dan sama sekali
tidak mengandung unsur kekeliruan maupun syadz, hanya saja jumlah perawi
dalam sanadnya tidak mencapai jumlah mutawatir. Contoh dalam hal ini yaitu
qira’at yang diriwayatkan oleh sebagian perawi namun tidak diriwayatkan oleh
perawi yang lain. Menurut para ulama qira’at jenis ini boleh dibaca, wajib
diyakini keberadaannya, dan tidak boleh diingkari.

c. Qira’at Ahad, yaitu qira’at yang memiliki sanad berkualitas shahih, namun tidak
sesuai dengan rasm mushhaf Utsmani, kaedah bahasa Arab, dan juga tidak
memiliki tingkat kemasyhuran seperti dua jenis qira’at yang sudah disebutkan.
Qira’at ini tidak boleh dibaca dan tidak wajib diyakini keberadaannya. 39 Contoh
qira’at ini yaitu qira’at yang diriwayatkan oleh al-Hakim dari jalur Ashim al-
Jahdari, dari Abu Bakrah, dia menyebutkan bahwa Rasulullah saw telah
membaca surat al-Taubah 128:

d. Qira’at Syadzah, yaitu qira’at yang kualitas sanadnya tidak shahih. Contoh
qira’at Ibnu as-Sumaifi pada surat Yunus ayat 92:

36
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara....., hlm. 68.
37
Abi Umar Utsman bin Sa‟id, Jami’ul Bayan fi Al-Qira’at As-Sab’.... hlm. 11.
38
Abi Umar Utsman bin Sa‟id, Jami’ul Bayan fi Al-Qira’at As-Sab’.... hlm. 11.
39
Abi Umar Utsman bin Sa‟id, Jami’ul Bayan fi Al-Qira’at As-Sab’..... hlm. 11.
ۚ

e. Qira’at Maudhu’,yaitu yaitu qira’at yang diriwayatkan oleh seorang perawi


tanpa memiliki asal usul yang jelas.
f. Qira’at Mudraj, yaitu yaitu qira’at yang tercampur dengan unsur penafsiran dari
pihak perawinya.40 Contoh qira’at jenis ini adalah qira’at Sa‟ad bin Abi
Waqash.
E. Biografi Imam-Imam Qira’at Sab’ah beserta Rawi-rawinya.
a. Imam Nafi’ al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi‟ bin Abdurrahman bin Nu‟aim
al-Laitsi al-Madani. Berasal dari Isfahan.41 Beliau meriwayatkan qira’at dari sekitar
tiga puluh tabi’in, dalam riwayat lain menyebutkan tujuh puluh tabi’in. Ia
mempelajari qira’at dari Abu Ja‟far Yazid bin Qa‟qa‟, Abdurrahman bin Hurmuz,
Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Iyasy bin Abi Rabi‟ah al-Makhzumi, mereka
semua menerima qira’at yang mereka ajarkan dari Ubay bin Ka‟ab dari Rasulullah
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa setiap kali membacakan Alquran
kepada murid-muridnya, selalu tercium aroma parfum misik dari mulut beliau.
Ketika ditanya apakah selalu menggunakan parfum ketika hendak mengajar, maka
beliau menjawab tidak pernah menggunakan parfum yang dimaksud. Namun
menurutnya, pernah pada suatu malam beliau bermimpi bertemu Rasulullah saw
membaca Alquran dimulutnya. Semenjak itulah aroma parfum misik tercium dari
mulut beliau. Kepemimpinan qira’at di Madinah berakhir pada beliau.42
Imam Nafi‟ wafat di madinah pada tahun H/ M Dua orang perawi
yang terkenal telah meriwayatkan qira’at beliau adalah:
) Qalun, nama lengkapnya adalah Isa bin Maina‟ al-Madani maula Bani Zahrah
dan memiliki nama laqab Qalun Beliau adalah anak tiri Imam Nafi‟ yang
berkebangsaan Romawi. Kata Qalaun sendiri merupakan bahasa Romawi yang
berarti bagus Alasan Imam Nafi‟ memberinya julukan dengan nama tersebut

40
Abi Umar Utsman bin Sa‟id, Jami’ul Bayan fi Al-Qira’at As-Sab’..... hlm. 12.
41
Abd al-Fatah al-Qadhî, al-Budûr al-Zahirah fî al-Qira’at al-‘Asyr al-Mutawatirah (Kairo:
Maktabah al-Azhar, 2005), hlm. 7.
42
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara........, hlm. 82.
karena beliau memiliki bahasa Alquran yang sangat bagus. Beliau wafat pada
220 H/ 835 M dalam usia hampir seratus tahun.
) Warsy, nama lengkapnya dalah Utsman bin Sa‟id al-Mishry yang memiliki nama
laqab Warsy. Lahir di Mesir pada tahun 110 H/ 728 M dan wafat di Mesir 169 H/
785 M. Ketokohan imam qira’at dikawasan Mesir berakhir pada diri beliau. Arti
kata warsy dalam bahasa Arab adalah sebuah nama untuk salah satu jenis keju.
Alasan mengapa Imam Nafi‟ memberinya julukan dengan istilah tersebut karena
warsy memiliki warna kulit yang putih seperti keju.43
b. Imam Ibnu katsir
Nama lengkapnya adalah Abu Ma‟bad Abdullah bin Katsir al-Makki
maula „Amr bin „Alqamah yang lebih masyhur dengan sebutan Ibnu Katsir Beliau
meriwayatkan qira’at dari Abdullah bin al-Sa‟ib al-Makhzumi (seorang ulama ahli
qira’at dari generasi sahabat), dari Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas, dari
„Abdullah bin „Abbas dari Ubay bin Ka‟ab dan Zaid bin Tsabit, dari Rasulullah saw
Beliau lahir di Makkah pada tahun 45 H/ 665 M dan wafat di Makkah juga pada
tahun 120 H/ 737 M.44 Dua perawi terkenal madzhab qira’at beliau adalah:
) al-Bazzi, nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Abdillah bin
Qasim bin Nafi‟ bin Abi Bazzah al-Makki al-Makhzumi. Beliau lahir pada
tahun 170 H / 786 M dan wafat pada tahun 250 H/ 864 M. Selain sebagai ulama
ilmu qira’at beliau juga merupakan mu’adzin Masjid al-Haram. Al-Bazzi tidak
langsung meriwayatkan qira’atnya dari Imam Ibnu Katsir, melainkan melalui
perantara Ikrimah bin Sulaiman, dari Isma‟il bin Abdillah al-Qisth, dari Syibl
bin „Abbad, dari Ibnu Katsir 45
) Qunbul, nama lengkapnya adalah Abu „Amr Muhammad bin Abdirrahman bin
Muhsin bin Khalid bin Sa‟id al-Makhzumi al-Makki. Beliau lebih dikenal
dengan nama laqab Qunbul. Lahir pada tahun 195 H/ 810 M dan wafat pada
tahun 291 H/ 903 M. Beliau meriwayatkan qira’at dari Imam Ibnu Katsir
melalui perantara Ahmad al-Qawwas, dari Abu al-Ikhrith Wahb bin Wadhih,

43
Abd al-Fatah al-Qadhî, al-Budûr al-Zahirah fî al-Qira’at al-‘Asyr al-Mutawatirah... hlm. 9.
44
Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar al-
Muqri’ al-Muntahi, (Kairo: Maktabah al-Babi al-Halabi, 1954), hlm. 10.
45
Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar al-
Muqri’ al-Muntahi, hlm. 10.
dari Isma‟il bin „Abdillah al-Qisth, dari Syibl bin „Abbad dan Ma‟ruf bin
Misykan, dari Ibnu Katsir.46

c. Abu ‘Amr al-Bashri


Nama lengkapnya Zayyan bin „Ala bin Ammar bin „Aryan al-Muzani at-
Tamimi al-Bashr. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qira’at Bashrah.
Beliau telah meriwayatkan qira’atnya dari beberapa ulama generasi tabi’in. Beliau
lahir di Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya
berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.47
Murid beliau banyak sekali, yang terkenal adalah Yahya bin Mubarak bin
Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah kedua perawi qira’at Abu „Amr
menerima qira’atnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusi (w. 261 H).
) Al-Duuri, nama lengkapnya adalah Abu „Umar Hafsh bin „Umar bin „Abd al-
„Aziz bin Shahban al-Duuri al-Azdi al-Baghdadi. Beliau adalah seorang tuna
netra yang lebih terkenal dengan nama julukan al-Duuri. Beliau wafat pada 246
H/ 860 M.48
) Al-Suusi, nama lengkapnya adalah Abu Syu‟aib Shalih bin Ziad bin „Abdillah
al-Susi al-Raqyi. Beliau lebih masyhur dengan sebutan al-Susi. Beliau wafat
pada tahun 261 H/ 874 M.
d. Imam Ibnu ‘Amir asy-Syami
Nama lengkapnya adalah „Abdullah bin „Amir bin Yazid bin Tamim bin
Rabi‟ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu Amr, ia termasuk golongan
tabi’in. Beliau adalah imam qira’at negeri Syam, lahir pada tahun 8 H, wafat pada
tahun 118 H di Damsyik.
Ibn Amir menerima qira’at dari Mughirah bin Abu Syihab, Abdullah bin
Umar bin Mughirah al-Makhzumi dan Abu Darda dari „Utsaman bin „Affan dari
Rasulullah SAW.49

46
Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar al-
Muqri’ al-Muntahi....... hlm. 11.
47
Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar al-
Muqri’ al-Muntahi....... hlm. 11.
48
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara........, hlm. 85.
49
Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar al-
Muqri’ al-Muntahi..... hlm. 11.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qira’atnya yang terkenal
adalah:
) Hisyam, nama lengkapnya adalah Abu al-Walad Hisyam bin „Ammar bin
Nashir al-Sulami ad-Dimasyqi, yang lebih masyhur dengan sebutan Hisyam.
Beliau lahir pada tahun 153 H/ 770 M dan wafat pada tahun 245 H/ 859 M.
Beliau tidak langsung menerima qira’at dari Ibnu „Amir, melainkan melalui
perantara „Irak al-Maruzi, dari Ayyub bin Tamim, dari Yahya al-Zumari dari
Ibnu „Amir 50
) Ibnu Dzakwan, nama lengkapnya adalah Abu „Umar „Abdullah bin Ahmad bin
Basyir bin Dzakwan. Lahir pada tahun 173/ 789 dan wafat pada tahun 242 H/
56 M. Beliau lebih terkenal dengan nama laqab Ibnu Dzakwan. Beliau
mendapatkan qira’at melalui perantara Ayyub bin Tamim, Yahya bin Harits,
dari Ibnu „Amir 51
e. Imam ‘Ashim al-Kufi
Nama lengkapnya adalah „Ashim bin Abu al-Najud. Ada yang mengatakan
bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu al-Najud adalah nama
panggilannya Nama panggilan „Ashim sendiri adalah Abu Bakar, ia masih
tergolong tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H.
Beliau menerima qira’at dari Abu Abdurrahman bin Abdullah al-Salami,
Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka
bertiga menerimanya dari Abdullah bin Mas‟ud Abdullah bin Mas‟ud
menerimanya dari Rasulullah SAW. Di antara para muridnya yang menjadi perawi
qira’atnya yang terkenal adalah Syu‟bah (w.193 H) dan Hafsh (w. 180H).
) Syu‟bah, nama lengkapnya adalah Su‟bah bin Ayyasy bin Salim al-Hannath al-
Asadi al-Kufi. Lahir pada tahun 85 H. Beliau telah menghatamkan Alquran
dihadapan imam Ashim sebanyak tiga kali. Beliau adalah seorang ulama yang
sangat dalam ilmunya, Bahkan ketokohan beliau dalam ilmu hadis juga sangat
diperhitungkan.
) Hafsh, nama lengkapnya adalah Hafsh bin Sulaiman al-Asadi al-Bazaz al-Kufi
al-qari. Beliau dikenal juga dengan nama Hufais, dengan nama Hafsh bin Abu

50
Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar al-
Muqri’ al-Muntahi..... hlm. 11.
51
Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar al-
Muqri’ al-Muntahi..... , hlm. 12.
Daud, beliau juga merupakan anak tiri dari Imam Ashim dan tinggal satu
rumah bersamanya. Utsman ad-Darimi bersumber dari Ibnu Ma‟in
mengatakan: “Hafsh bukanlah orang tsiqah ” Demikan juga pendapat an-
Nasa‟i, Al-Bukhari dan Muslim juga tidak memakai riwayat Hafsh. Ulama-
ulama yang lain juga banyak yang menyimpulkan bahwa riwayat hadis Hafsh
tidak bisa dipakai.52 Sementara itu, as-Saji, bersumber dari Ahmad bin
Muhammad al-Baghdadi, bersumber dari Ibnu Ma‟in mengatakan bahwa Hafsh
dan Abu Bakr adalah orang yang paling tahu bacaan (qira’at) imam Ashim,
dan Hafsh dalam hal ini lebih memahami daripada Abu Bakar, namun ia dinilai
dusta, sementara Abu Bakar dinilai benar.53 Namun demikian, Abi „Abdullah
Muhammad bin Syuraih ar-Ra‟ini al-Andalusi meriwayatkan bahwa Hafsh
adalah seorang yang tsiqah. Bekaitan dengan qira’atnya, adz-Dzahabi menilai
bahwa Hafsh terpercaya dalam qira’at, konsisten dan akurat. hafsh sendiri
pernah berkata bahwa ia tidak menyalahi bacaan Ashim sedikit pun kecuali
pada satu kata dalam Surah ar-Rum: 54, di mana ia membaca du’f (dengan
dammah), sedangkan Ashim membaca da’f (dengan fathah).54
f. Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin „Ammarah bin Ismail al-
Kufi Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam „Ashim Lahir pada tahun
80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu kota di Iraq.
Beliau belajar dan mengambil qira’at dari Abu Hamzah Hamran bin A‟yun, Abu
Ishaq „Amr bin Abdullah al-Sabi‟I, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ya‟la,
Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu Abdullah Ja‟far al-Shadiq
bin Muhammad al-Baqir bin Zainul „Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib serta
Abdullah bin Mas‟ud dari Rasulullah SAW Dua orang perawi madzhab qira’atnya
tidak secara langsung meriwayatkan dari beliau, melainkan melalui perantara
Sulaim bin Isa bin Sulaim.55 Keduanya adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w.
)

52
Wawan Djunaedi, Sejarah Qira’at al-Qur’an di Nusantara...., hlm. 97. Lihat juga Ahmad bin Ali
bin Hajar al-„Asqallani, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid. I (Beirut: Dar al-Fikr, 1984), Jilid II, hlm. 345.
53
Muhammad Husain adz-Dzahabi, Ma’rifat al-Qurra al-Kabir ‘ala at-Thabaqat wa al-A’shar,
(Beirut: Mu‟assasah ar-Risalah, 1404 H), Jilid I. Hlm 149.
54
Muhammad Husain adz-Dzahabi, Ma’rifat al-Qurra al-Kabir ‘ala at-Thabaqat wa al-A’shar,.....
hlm. 152.
55
Abi al-Qasim Ali bin Utsman bin Muhammad al-„Udzri, Siraj al-Qari al-Mubtadi’ wa Tidzkar al-
Muqri’ al-Muntahi....., hlm. 12.
) Khalaf, nama lengkpanya adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam al-
Bazzar. Lahir pada tahun 150 H dan wafat pada tahun 229 H di Baghdad.
Beliau juga memilih qira’at untuk dirinya sendiri oleh karenanya beliau juga
merupakan salah satu imam qira’at ‘asyrah.
) Khallad, nama lengkapnya adalah Khallad bin Khalid asy-Syaibani ash-
Shairafi al-Kufi, nama kunyahnya adalah Abu Isa. Lahir pada tahun 130 H dan
wafat pada tahun 220 H.

g. Kisa’i al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Usman al-
Nahwi. Nama panggilannya Abu al-Hasan dan ia bergelar Kisa‟i karena ia mulai
melakukan ihram di Kisaa‟i Beliau wafat pada tahun H Beliau mengambil
qira’at dari banyak ulama. Diantaranya adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat,
Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Lais, Ashim bin Abu Najud, Abu Bakar bin
‟Ilyasy dan Ismail bin Ja‟far yang menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru
Imam Nafi‟ al-Madani), mereka semua mempunyai sanad yang bersambung kepada
Rasulullah SAW. Murid-murid Imam Kisaa‟i yang dikenal sebagai perawi qira’at-
nya adalah al-Laits (w. 240 H) dan Hafsh al-Duuri (w. 246 H).
) Abu al-Harits, nama lengkapnya al-Laits bin Khalid al-Marwazi al-Baghdadi
yang lebih masyhur dengan sebutan Abu al-Harits. Beliau termasuk orang yang
sangat cerdas, teliti, tsiqqah, dan sangat menguasai qira’at Kisa‟i Abu Amr
ad-Dani mengatakan bahwa beliau termasuk sahabat-sahabat besar Kisa‟i Al-
Laits wafat pada tahun 240 H.
) Ad-Duuri, nama lengkapnya adalah Hafsh bin „Amr al-Duuri. Beliau
merupakan perawi dari dua imam yakni Abu „Amr dan Kisa‟i
F. Istilah-Istilah dalam Ilmu Qira’at
Dalam kajian ilmu qira’at ada banyak istilah-istlah penting yang harus diketahui
sebelum mengkaji qira’at. Hal tersebut disebabkan karena istilah-istilah tersebut akan
sering ditemui dalam kajian qira’at, begitupun dalam pemhasan ini. Istilah-istilah
tersebut dipetakan menjadi dua kelompok, yaitu istilah yang berada diluar praktik dan
istilah yang terdapat dalam praktik pembacaan qira’at.
Berikut ini akan dijelaskan definisi dari istilah-istilah tersebut.
Istilah diluar praktik pembaan qira’at
a. Imam, ialah seorang tokoh yang menjadi figur sentral dalam sebuah madzhab
qira’at, dalam hal ini seperti imam Nafi‟ al-Madani, Ibnu Katsir al-Maki, Abu
„Amr al-Bashri, Ibnu „Amir asy-Syami, „Ashim al-Kufi, Hamzah al-Kufi dan
Kisa‟i al-Kufi.
b. Rawi, ialah istilah yang digunakan untuk seorang yang telah belajar qira’at dari
dari imam qira’at. Sementara materi yang disampaikan seorang imam kepada
seorang perawi disebut dengan istilah riwayat, dalam hal ini berarti bacaan yang
dinisbatkan kepada orang yang mengambil atau meriwayatkan bacaan tersebut
dari seorang imam qira’at. Hal ini dilakukan baik secara langsung maupun
dengan adanya perantara antara perawi dan gurunya.
c. Thariq, ialah istilah yang digunakan untuk mata rantai silsilah qira’at yang
berada dibawah perawi.
d. al-Ushul, yaitu istilah dalam ilmu qira’at yang berarti kaidah umum yang
bersifat menyeluruh, yang terdapat dalam setiap surat dalam Alquran, kaidah
tersebut berisi perbedaan qira’at dari sisi aplikasi qira’at.56 Seperti hukum
bacaan mad, mim jama’, hukum-hukum nun mati, imalah dan lain-lainnya.
e. Farsy al-huruf, yaitu perbedaan qira’at yang tidak bisa diqiyaskan.
f. al-Khilaf al-Wajib, yaitu perbedaan qira‟at yang terdapat diantara imam qira‟at,
rawi, dan thariq. Hukumnya wajib bagi seorang qari’ untuk membaca perbedaan
tersebut ketika bertalaqqi, guna untuk menyempurnakan dan memastikan tidak
adanya qira’at yang tidak terbaca dalam proses periwayatan Alquran.57
g. Al-Khilaf al-Jaiz, yaitu perbedaan qira’at yang terdapat takhyir (memilih) dalam
membacanya dan setiap qari’ boleh memilih salah satunya saja.
Istilah-istilah yang terdapat dalam praktik qira’at.
a. Al-Waqfu, memberhentikan bacaan sementara untuk mengambil nafas dengan
tujuan akan melanjutkan bacaannya.
b. Al-Washlu, membaca kalimat dengan menggabungkannya dengan kalimat lain
tanpa mengambil nafas ditengah kalimat.
c. Al-Ibtida’, yaitu tempat memulai untuk membaca setelah qath’atau waqaf.
d. As-Saktah, yaitu berhenti sejenak tanpa bernafas.
56
Ahsin Sakho Muhammad dan Romlah Widayati, Mamba’ul Barakat ......., hlm. 10.
57
Abd al-Halim bin Muhammad al-Hadi Qabah, Al-Qira’at al-Qur’aniyyah (Bairut: Dar al-Gharbu
al-Islami, 1999), hlm. 28.
e. Mim al-Jam’i, yaitu mim yang menunjukan jama’ mudzakkar ghaib dan
mukhatab.58
f. As-Sukun, yaitu mmebaca sukun pada huruf hidup atau mati.59

G. Hirz al-Amani dan Thariq Syathibiyyah


Hirz al-Amani wa wajhu at-Tahanni adalah karya seorang ulama abad ke 6
H, beliau adalah al-Imam Abu Muhammad al-Qasim asy-Syatibi. Kitab ini
berbentuk nazham berisi tentang kaidah qira’at sab’ah yang berjumlah 1173 bait,
sehingga dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan al-Manzhumah asy-
Syathibiyah atau matan asy-Syathibiyah. Selain itu kitab ini juga terkadang kita
dengar dengan sebutan qasidah lammiyah, yakni Nazham atau syi’ir yang tiap ahir
baitnya berupa huruf lam.
Sebagaimana yang dijelaskan asy-Syathibi dalam muqadimah kitabnya, kitab ini
merupakan ringkasan dari kitab at-Taisir Fi al-Qira’ati as-Sab’i karya Imam Abu
Amr Utsman bin Sa‟id ad-Dani dan beberapa pembahasan tambahan seperti
makharij al-Huruf dan beberapa ketentuan-ketentuan lainnya yang ia namai dengan
ziyadah al-Qashîd ‘inda al-Qurrâ60.
Dalam pembahasan terkait periwayatan asy-Syathibi menyebutkan dua
riwayat bagi setiap imam dari qira’at sab’ah dan satu thariq bagi masing-masing
rawi. Dengan demikian jumlah thariq yang disebutkan asy-Syathibi berjumlah
empat belas thariq. Metode penulisan kitab ini terbilang unik, selain berbentuk
nazham didalamnya terdapat kode-kode (rumus) huruf abjad dan kata. Kode huruf
digunakan untuk menunjukkan imam, rawi dan kelompok. Sedangkan kode kata
hanya digunakan untuk kelompok. .
Jika disimpulkan dari pemaparan di atas, nampak jelas bahwa penjelasan
dengan menggunakan nazham sangatlah ringkas (hemat kata) akan tetapi
mengungkapkan banyak sekali makna yang terkandung didalamnya, selain itu
penjelasan menggunakan nazham juga biasanya sangat mudah untuk dihafal. Hal
inilah yang mungkin menyebabkan matan asy-Syathibiyah banyak digunakan

58
Ahmad Fathani, Kaidah Qira’at Tujuh Menurut Thariq Syathibiyyah...... hlm. 29.
59
Ahmad Fathani, Kaidah Qira’at Tujuh Menurut Thariq Syathibiyyah...... hlm. 63.
60
Abu Muhammad al-Qasim asy-Syatibi, Matnu asy-Syathibiyah al-Musamma Hirzu al-amani wa
wajhu at-Tahani ...., hlm. 6.
sebagai sumber rujukan oleh para pengkaji qira’at sab’ah termasuk kitab Mamba’ul
Barakat fî sb’i al-Qira’ât.
Yang dimaksud thariq syathibiyyah disini yaitu bacaan yang didasarkan
pada jalur periwayatan yang digunakan imam asy-Syathibi dalam kitabnya Hirz al-
Amani. Dalam thariq syathibiyyah disebutkan bahwa setiap imam memiliki dua
orang perawi, setiap perawi mempunyai seorang thariq, dan tiap thariq mempunyai
satu thariq lagi dibawahnya. Berbeda dengan thariq ath-Thayyibah61 yang memiliki
dua thariq bagi tiap perawi.
Adapun rumus-rumus yang digunakan imam syathibi dalam Hirz al-Amani
wa Wajh at-Tahanni akan dijelaskan dalam tabel.

61
Thariq ath-Thayyibah ialah bacaan yang didasarkan pada jalur periwayatan yang terdapat dalam
kitab Thayyibah an-Nasyr karya Ibnu al-Jazari.
Tabel.1. Rumus qurra’ as-Sab’ah infirad
Tabel.2. Rumus qurra’ as-Sab’ah iijtima’

Anda mungkin juga menyukai