1451-Article Text-2810-1-10-20140228
1451-Article Text-2810-1-10-20140228
ABSTRACT
This article discusses the nature, reason, and purpose to speak. In this article
stated that in essence the speaking is a creative expression; behavior, reciprocal
communication; individual existence; radiant personality and intellectual, learning
results of operations, as well as a means toexpand their knowledge. Motivating
factor of human activity to speaking is the internal drive individual and external
encouragement. The purpose of speaking, among others, to express thought
sand feelings, responding toot her people's conversations, comforting others,
share information, and influence others.
PENDAHULUAN
Berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai
oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sebagai calon guru yang akan mendidik siswa di sekolah pada tingkat dasar dan
menengah, mahasiswa dipersiapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan
berbicara. Salah satu kemahiran berbahasa Indonesia ditandai dengan
kemampuan berbicara. Oleh karena itu berbicara perlu dipelajari bukan hanya
sebagai teori berbicara, namun lebih menekankan pada aspek kemahiran
berbicara. Namun demikian, menekankan pada aspek ini perlu diawali dengan
pemahaman terhadap teori-teori berbicara.
Manusia berbicara bukan sekedar mengucapkan bunyi-bunyi bahasa.
Bahasa sebagai alat komunikasi berimplikasi bahwa kemahiran berbicara
menjadi tolok ukur seseorang dalam berkomunikasi. Kerangka berpikir
ditunjukkan melalui keruntutan bunyi-bunyi tuturan artikulasi ketika berbicara
maupun memberikan respon atas pembicaraan orang lain.
Dalam teori komunikasi, tujuan berbicara bukan sekedar merespon
peristiwa tindak tutur yang diterima, tetapi memiliki tujuan yang lebih luas.
Manusia dapat mempengaruhi, membujuk, memberi informasi, mengungkapkan
pikiran dan masih banyak lagi tujuan yang ditunjukkan dari berbagai peristiwa
HAKIKAT BERBICARA
Agus Setyonegoro 69
Vol. 3 No. 1 Juli 2013: 67-80 ISSN 2089-3973
dianggapnya benar. Bentuk pembicaraan ini terlihat jelas ketika terjadi pada
peristiwa berbicara yang disebut berdebat.
Berbicara dapat disebut juga sebagai tindak tutur dalam berkomunikasi.
Ditinjau dari proses komunikasi ini, berbicara menjadi sarana untuk saling
menyampaikan pesan dan menangkap pesan. Kegiatan menangkap atau
menerima pesan berbicara dilakukan secara bergantian (resiprokal) dan dapat
berlangsung secara terus-menerus. Pesan yang disampaikan dalam tindak tutur
berbicara ini disertai tingkah laku dengan berbagai ekspresi.
Tingkah laku dan ekspresi dalam berbicara berlangsung sejalan. Kegiatan
yang berlangsung secara resiprokal dalam berkomunikasi mendorong terjadinya
ekspresi dan tingkah laku yang bervariatif. Tingkah laku dan ekspresif ini
berlangsung sangat cepat dan spontan. Ekspersi wajah, mata melotot, tangan
mengepal, badan menunduk, dan lain sebagainya dilakukan pembicara tanpa
pernah dipikirkan terlebih dahulu. Hal yang sama juga berlangsung pada
bagaimana pembicara mendapatkan ide, gagasan, kosa kata yang dipilih dalam
menyampaikan pembicaraannya, semua berlangsung tanpa disadari. Namun
demikian, hal berbeda dapat terjadi pada orang-orang yang telah terlatih
berbicara, akan mampu mengendalikan tindak tuturnya melalui kontrol yang lebih
temporal. Apa yang akan dituturkan dipikirkan terlebih dahulu. Inilah yang
membedakan seseorang yang memiliki intelektualitas yang tinggi dalam
berbicara.
Melalui kegiatan komunikasi, manusia dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan berimajinasi. Berbagai informasi yang berkembang dan
diterima dan dikembangkan melaui proses berpikir inilah, manusia dapat
meningkatkan kualitas hidup. Dengan kata lain, berbicara menjadi sarana untuk
mengekspresikan ide, gagasan, imajinasi yang dimiliki kepada orang lain. Di
sinilah terjadinya proses transfer dan produktif ilmu pengetahuan terjadi. Artinya,
secara personal kegiatan berbicara seperti ini merupakan kegiatan individu
dalam berkomunikasi.
Berbicara juga dapat diartikan sebagai pancaran kepribadian dan tingkah
laku. Artinya, seseorang dalam berbicara selalu diikuti oleh apa yang ada dalam
diri pembicara, dan hal ini ditunjukkan dalam perilaku. Sebuah ilustrasi tuturan,
“Ah, saya tertipu, omongannya nggak ada yang benar!”. Tuturan pembicaraan ini
Agus Setyonegoro 71
Vol. 3 No. 1 Juli 2013: 67-80 ISSN 2089-3973
Agus Setyonegoro 73
Vol. 3 No. 1 Juli 2013: 67-80 ISSN 2089-3973
oleh pikiran, perasaan, dan imajinasi dalam dalam dirinya dikeluarkan dalam
tindak tutur berbicara. Misalnya, didorong oleh rasa haus, seseorang
mengekspresikan rasa hausnya dengan tuturan “Minta minum, Bu!, dan ketika air
yang diminumnya terasa kurang manis sesuai selera yang dikehendaki,
munculah tuturan berikutnya, “Minumannya kurang manis, Bu!”. Contoh lain,
seseorang akan memberikan respon ketika mendengarkan tuturan “Kamu
bodoh!”. Respon atas tuturan yang diterima dapat dilakukan dalam berbagai
gaya, intonasi, ritme yang beragam, misalnya: “Ya, memang saya bodoh!”, “Enak
saja, ngomongin saya bodoh, emang kamu saja yang pinter?”, dan sebagainya.
Ada pepatah diam itu emas. Teori berbicara tidak membahas pepatah itu
dari sisi makna, namun menyoroti sisi pentingnya manusia berbicara. Perhatikan
contoh peristiwa berbicara ini: dosen mengajar di depan mahasiwa, orang tua
menasihati anaknya, guru memarahi siswa, dan lain sebagainya. Semua
peristiwa tadi mengharuskan seseorang harus bicara. Lalu perhatikan lawan
bicara sebagai penyimak dari peristiwa itu: kenapa mahasiswa diam ketika dosen
mengajar, sang anak diam ketika dinasihati orang tua, dan siwa diam ketika
dimarahi guru.
Peristiwa tadi menggambarkan bahwa telah terjadi peristiwa pasif dalam
berbicara. Pasif dalam peristiwa ini tidak berarti diam, namun dapat saja diartikan
bagi penyimak untuk menghargai pembicara, dapat juga dimaknai sebuah
ketakutan atau kecemasan untuk berbicara.dan sebagainya.
Persoalan mendasar dalam peristiwa berbicara adalah kenapa seseorang
diam saja ketika situasi mengharuskan berbicara. Diam bukan berarti emas.
Contoh fakta ini banyak dialami oleh seseorang, tidak berani berbicara ketika
diminta untuk berbicara. Misalnya, ketika mahasiswa diminta bertanya kepada
dosen sewaktu perkuliahan, menyampaikan usul dalam rapat, gelagapan dan
menolak ketika diminta untuk memberikan sambutan pada suatu acara. Peristiwa
yang dicontohkan itu menunjukkan bahwa penolakan atau ketidakmauan
berbicara dilakukan dengan memilih diam, tidak dapat dikatakan emas, namun
sebagai bentuk ketidakmampuan seseorang berbicara.
Sebuah ilustrasi contoh peristiwa berbicara, ketika mahasiswa sedang
mengikuti perkuliahan, ternyata terdapat bagian yang tidak dimengerti apa yang
disampaikan dosen. Mahasiswa akan “menyimpan” ketidakmengertiannya itu
Agus Setyonegoro 75
Vol. 3 No. 1 Juli 2013: 67-80 ISSN 2089-3973
TUJUAN BERBICARA
Agus Setyonegoro 77
Vol. 3 No. 1 Juli 2013: 67-80 ISSN 2089-3973
informasi berarti menyampaikan berita kepada orang lain tentang sesuatu hal
agar diketahui lawan bicara. Sumber berita dan isi berita mempengaruhi sifat
informasi yang akan disampaikan. Berdasarkan keduanya, informasi dapat
disebut sebagai berita, pesan, ajakan, maupun perintah.
Tujuan berbicara yang terakhir adalah untuk membujuk. Membujuk
adalah mempengaruhi orang lain agar mengikuti pemikiran maupun pendapat
yang sama dengan pembicara. Kegiatan berbicara yang bertujuan untuk
membujuk memerlukan kemampuan berbicara yanag berbeda dengan bentuk
berbicara yang lain. Hasil akhir membujuk adalah lawan bicara merubah jalan
pikiran atau pendirian yang selama ini diyakini kebenarannya. Argumentasi dan
alasan pembicaraan harus mampu meyakinkan lawan bicara. Dalam kegiatan
jual beli, penjual dan pembeli sama-sama mencari kesepakatan yang dilakukan
dengan sama-sama mempengaruhi. Dalam dunia politik dan ekonomi terdapat
istilah negosiasi. Istilah negosiasi pada dasarnya adalah kegiatan berbicara
untuk saling mencari kesepakatan dan saling mempengaruhi atau membujuk.
Dalam dunia kejahatan terdapat sebuah kasus penipuan. Penipuan terjadi
karena seseorang baru menyadari ketika merasa ditipu. Fokus yang dibicarakan
dalam bagian ini bukan kasus penipuannya, namun kenapa seseorang bisa
ditipu. Orang tertipu karena kemahiran penipu dalam membujuk, merayu, dan
mempengaruhi melalui pembicaraan yang meyakinkan sehingga akal pikiran
lawan bicara dapat mengikuti alur pikiran pembicara.
Pemahaman terhadap tujuan berbicara inilah yang perlu dipahami oleh
pembicara dan lawan bicara. Untuk apa menghabiskan waktu berlama-lama
untuk berbicara jika tidak ada tujuan yang inginkan. Waktu terbuang dengan
percuma, dan Anda tidak memperoleh informasi apa pun juga.
PENUTUP
DAFTAR RUJUKAN
Carnegie, D. Tanpa tahun. Public Speaking For Success. Terjemahan oleh
Jamine Amelia Putri. 2009. Ragam Media.
King, L. 2010. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Agus Setyonegoro 79
Vol. 3 No. 1 Juli 2013: 67-80 ISSN 2089-3973
Maggio, R. 2012. Sukses Berbicara dengan Siapa Saja. Jakarta: PT. Gramedia