Anda di halaman 1dari 13

Mudharabah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah

Fiqih muamalah

Disusun oleh : kelompok 5

Tania Cahyani (2110401013)

Wahyuni (2110401027)

Muhammad gazali (2110401037)

Dosen Pengampu : NUR AINUN M. AG

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI
2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan,
bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah adalah akad
mudharabah. Selain itu bank Indonesisa juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip
Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan
Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan
yang ada didalam perbankan syari’ah.

Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal, dengan
ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan.
Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai
sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola
usaha (Mudharib). Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam agama
Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar
dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang tidak memiliki
keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu banyak pula para pakar dalam
perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar
saling tolong menolong, Islam memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama
antara pemilik modal dengan orang yang terampil dalam mengelola dan
memproduktifkan modal itu.

Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan pada
umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumya
menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian
modal yang telah digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad
mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan
pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari
keuntungan yang diperoleh mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya
diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami
sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah ini serta
permasalahan yang ada didalamnya.
B. Rumusan Masalah

Didalam Makalah ini akan dibahas meliputi :

1. Pengertian Mudharabah

2. Dasar Hukum Mudharabah

3. Syarat dan Rukun Mudharabah

4. Jenis-jenis Mudharabah

5. Hikmah Mudharabah

6. Asas-asas Perjanjian Mudharabah

7. Sebab-sebab Batalnya Mudharabah

C. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu selain sebagai salah satu tugas mata kuliah
Fiqh 2, penulis berharap dengan makalah ini dapat menambah keilmuan para pembaca
pada umumnya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha, artinya berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu
rizeki.[1]
Mudharabah adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seorang
pakar dalam berdagang,[2] di dalam fiqh Islam di sebut dengan Mudharabah oleh ulama
fiqh Hijaz menyebutkan dengan qiradyang berarti al-qat’ (potongan). Pemilik modal
memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya. Maksudnya, akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya
(salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. Mudharabah berasal
dari akar kata dharaba pada kalimat al-dharb fi al ardh, yaitu bepergian untuk urusan
dagang. Abdurrahman al-Jaziri mengatakan, Mudharabah menurut bahasa berarti
ungkapan pemberian harta dari seseorang kepada orang lain sebagai modal usaha di
mana keuntungan yang diperoleh dibagi diantara mereka berdua, dan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal.

Sedangkan menurut istilah syara’, Mudharabah merupakan akad antara dua pihak untuk
bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana
kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi di
antara mereka berdua sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.

Secara terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan Mudharabah atau qirad dengan :

‫ت‬
‫أ شن يتدش فت ع ع اتلش تما لر مك ارت لى الش تعا رم مل تما كليتتت تج تر فريشهر وتيتكموش من ا للربش مح‬
‫مم ششتترر ككا‬
Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk
diperdagangkan oleh pemilik modal, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik
bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.

Secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara Mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu tidak disebabkan oleh kelalaian si pengelola. Namun,
apabila kerugian itu disebabkan kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

B. Dasar Hukum Mudharabah

1. Al-Qur’an
Akad Mudharabah dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling membantu
antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang. Banyak diantara
pemilik modal yang tidak pakar dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya,
sementara itu banyak pula para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal
untuk berdagang. Atas dasar tolong menolong dalam pengelolaan modal tersebut, Islam
memberikan kesempatan untuk saling bekerja sama antara pemilik modal dengan
seseorang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal tersebut.

Pada masa jahiliyyah qirad telah dilaksanakan, kemudian dilanjutkan oleh generasi
berikutnya yaitu agama Islam. Timbulnya qirad karena menjadi kenyataan hajat bagi
setiap manusia. Qirad ini memberikan nilai tambah antara keduanya yang mengandung
sifat tolong menolong, karena orang yang mempunyai modal tetapi tidak pandai
berdagang, atau tidak berkesempatan, sedangkan yang lain pandai dan cakap lagi
mempunyai waktu yang cukup, tetapi tidak mempunyai modal, maka keduanya bisa
saling mengisi demi kemajuan bersama.

Qirad benar-benar diakui keberadaannya di dalam hukum Islam (Syariat Islam)


berdasarkan dalil naqly baik berupa nash maupun berdasarkan hadis Nabi Muhammad
saw. Dalil naqly tersebut sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu kepada Allah dan tinggalkanlah
(jangan pungut) apa pun bentuk riba yang masih ada, jika kamu benar beriman kepada-
Nya. Jika kamu tidak mau meninggalkannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rosul-
Nya akan menerangimu. Tapi, jika kamu tobat (kembali kepada ajaran Allah), m

aka kamu boleh menerima modalmu, sehingga kamu tidak menganiaya si peminjam
dan kamu tidak pula dianiayanya”. (QS. AlBaqarah: 278-279).

Ayat Al-Qur’an lain yang secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah untuk
bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi adalah:
“Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS.
Al-Muzammil: 20).
Maksud dari QS. al-muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar
kata Mudharabah yang berarti melakuakn suatu perjalanan usaha.
“Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan)
dari Tuhanmu”. (QS. Al-Baqarah: 198).[3]

2. Hadis
Sebelum Rasulullah diangkat menjadi Rasul, Rasulullah pernah melakukan Mudharabah
dengan Khadijah, dengan modal dari Khadijah. Beliau pergi ke Syam dengan membawa
modal tersebut untuk diperdagangkan.

‫تقا تل تر مسوو مل اللهر تص للى الل مه عتلتيشهر وتت سلل تم ثتلت ثث فريشهر لن الشبت تركت مة الشبتيشعم‬

‫رإلت ى ات تج عل وت شالم تقا تر تض مة وتات شخلت مط‬


‫الشبم رر رباال لشعريشرر لرلشبتيش رت لتلرلشبتيش رع‬

Rasulullah saw bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual
beli secara tangguh, muqaradhah (bagi hasil) dan mencampur gandum putih dengan
gandum merah untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”

‫مس بش رن عتبشدرش الم مطتلر رب ار تذا دتفتعت الش تما تل مم تضا تربت‬ ‫تكا تن تسيردر تنا الشعت لبا‬

‫وت تل يتنشزر تل برهر‬, ‫كة ار ششتت تر تط عتت لى تصا رحبرهر ات شن تل يت شسلم تكبرهر بت شح كرا‬

‫توادر كيا وت تل يت ششتت تشرر شرتيتم مهبر هرتر تمسدابلوش كة مل تذااللتتهر كتبرتصدعل ترلى‬

‫طشبتاللةع مه فتإعتر لتيششنهر فتتواعت‘لرتل هر ذتلروت تك تس ل تضلم ر مفت تنأت فتبتلتغت م‬

‫تجا مزه‬

“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai Mudharabah, ia


mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib)
harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya”(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).[4]

3. Ijma’
Ibnu Syihab pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari bapaknya dari
kakeknya: “Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan harta anak yatim dengan cara
Mudharabah. Kemudian Umar meminta bagian dari harta tersebut lalu dia
mendapatkan
(bagian). Kemudian bagian tadi dibagikan kepadanya oleh Al-Fadhal.
”Ibnu Qadamah dalam kitab Al-Mughni dari malik bin Ila’ bin
Abdurrahman dari bapaknya: “Bahwa Utsman telah melakukan qirad (Mudharabah)”.
Semua riwayat tadi didengarkan dan dilihat oleh sahabat sementara tidak ada satu
orang pun mengingkari dan menolaknya, maka hal itu merupakan ijma’ mereka tentang
kemubahan Mudharabah ini.

C. Syarat dan Rukun Mudharabah

Syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mudharabah adalah:[5]

1. Harta atau Modal

a. Modal harus dinyatakan dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk


barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam
uang yang beredar (atau sejenisnya).

b. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

c. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan


usaha.

2. Keuntungan

a. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan


yang mungkin dihasilkan nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik
modal harus jelas prosentasinya.

b. Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan


dalam kontrak.

c. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan


seluruh atau sebagian modal kepada shahib al-mal.

Menurut madzhab Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan dari
pihak yang menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda setuju (terima)
dari pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau kontrak (qabul), jika pemilik
modal dengan pengelola modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu telah
memenuhi rukunnya dan sah.

Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari


Mudharabah yaitu:
1. Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola
dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh
(berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki
kemampuan untuk diwakili dan mewakili.

2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal
(mal), usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan
tersebut), keuntungan;

3. Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan
terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pemilik
modal (qabul)[6].
D. Jenis-jenis Mudharabah
Mudharabah dibagi menjadi tiga yaitu:[7]

1. Mudharabah Mutlaqah (URIA)

Mudharabah Mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahib almal(penyedia dana)


dengan mudharib (pengelola) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Penyedia dana melimpahkan
kekuasaan yang sebesarbesarnya kepada mudharib untuk mengelola dananya. Jadi
bank memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun
yang diperkirakan menguntungkan. Penerapan umum dalam produk ini adalah:

a. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.

b. Untuk tabungan Mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan. Sebagai


bukti penyimpanan serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung.

c. Tabungan Mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan
perjajian yang disepakati namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.

d. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabungan tetap berlaku


sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

2. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet

Mudharabah muqayyadah on balance sheet adalah akad Mudharabah yang disertai


pembatasan penggunaan dana dari shahib al-mal untuk investasi-investasi tertentu.
Contoh pengelolaan dana dapat diperintahkan untuk:
a. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya.

b. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa


pinjaman, tanpa jaminan; atau

c. Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui


pihak ketiga.

Jenis Mudharabah ini merupakan simpanan khusus di mana pemilik dana dapat
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Karakteristik jenis
simpanan ini adalah:

a. Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh
bank, wajib membuat akad yang mengatur persyaratn penyaluran dana simpanan
khusus.

b. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.

c. Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.

3. Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet

Jenis Mudharabah ini merupakan penyaluran


dana Mudharabah langsung kepada pelaksanaan usahanya, dimana bank bertindak
sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan
pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).

Karakteristik jenis simpanan ini adalah:

a. Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos
tersendiri dalam rekening administratif.

b. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang
diamanatkan oleh pemilik dana.

c. Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan


antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
Dalam lembaga keuangan akad tersebut diterapkan untuk proyek yang dibiayai
langsung oleh dana nasabah, sedangkan lembaga keuangan hanya bertindak sebagai
wakil yang mengadministrasikan proyek itu.

E. Hikmah Mudharabah

Sebagian orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk


memproduktifitaskannya. Terkadang pula ada orang yang tidak memiliki harta, tetapi ia
mempunyai kemampuan memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat
membolehkan muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.

Pemilik harta mendapatkan manfaat dengan pengalaman mudharib (orang yang diberi
modal), sedangkan mudharib dapat memperoleh manfaat dengan harta (sebagai modal)
dengan demikian tercipta kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak
menetapkan segala bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan
terbendungnya kesulitan.

Adapun hikmah dari Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat kehinaan,


kefakiran dan kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa cinta kasih dan saling
menyayangi antar sesama manusia. Seorang yang berharta mau bergabung dengan
orang yang pandai memperdagangkan harta dari harta yang dipinjami oleh orang kaya
tersebut.[8]

F. Asas-asas Perjanjian Mudharabah

Asas-asas dalam perjanjian Mudharabah adalah;

1. Perjanjian Mudharabah dapat dibuat secara formal maupun informal, secara


tertulis maupun lisan. Namun, sesuai dengan ketentuan al-Qur’an Surat al-
Baqarah ayat 282-283 yang menekankan agar perjanjian-perjanjian dibuat secara
tertulis.

2. Perjanjian Mudharabah dapat pula dilangsungkan diantara shahib al-mal dan


beberapa mudharib, dapat pula dilangsungkan diantara beberapa shahib al-mal
dan beberapa mudharib.

3. Pada hakekatnya kewajiban utama shahib al-mal ialah menyerahkan modal


Mudharabah kepada mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian
Mudharabah menjadi tidak sah.

4. Shahib al-mal dan mudharib haruslah orang yang cakap bertindak hukum dan
cakap diangkat sebagai wakil.
5. Shahib al-mal menyediakan dana, mudharib menyediakan keahlian, waktu,
pikiran, dan upaya.

6. Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok dana investasi kepada shahib al-


mal ditambah bagian dari keuntungan shahib al-mal.

7. Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi mudharib.

8. Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian


Mudharabah.

9. Shahib al-mal harus menentukan bagian tertentu dari laba kepada mudharib
dengan nisbah (prosentase).

10. Mudharabah berakhir karena telah tercapainya tujuan dari usaha tersebut.
Sebagaimana dimaksud dalam perjanjian Mudharabah atau pada saat
berakhirnya jangka waktu perjanjian Mudharabah atau karena meninggalnya
salah satu pihak, yaitu shahib al-mal atau mudharib, atau karena salah satu pihak
memberitahukan kepada pihak lainnya mengenai maksudnya untuk mengakhiri
perjanjian Mudharabahitu.[9]

G. Sebab-sebab Batalnya Mudharabah

Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:

1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat


yang tidak dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal
Mudharabah untuk bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib
berhak mendapatkan upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang
dilakukannya atas izin pemilik modal dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang
berhak untuk diberi upah.

Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal.
Jika terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib
dalam hal ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali
karena kecerobohannya.

2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya


dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan
akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk
menjamin modal karena penyebab dari kerugian tersebut.
3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka Mudharabah akan
menjadi batal.

Jika pemilik modal yang wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal
kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli
warisnya sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola
usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan
tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang sudah
disepakati.

Jika Mudharabah telah batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh (barang dagangan),
maka pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu
merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan
pemilik modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si
pengelola mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya
kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.[10]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik
modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi
seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

Ayat Al-Qur’an yang secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah untuk
bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi adalah:
“Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS.
Al-Muzammil: 20). menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:

1. Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola


dana/pengusaha/mudharib)
2. Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan

3. Sighat (ijab-qabul)

Mudharabah dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

1. Mudharabah Mutlaqah

2. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet

3. Mudharabah Muqayyadah Off Balance Sheet

Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:

1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah

2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya


dalam memelihara modal

3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya

Daftar pustaka

https://id.scribd.com/doc/307642552/Mudharabah

Anda mungkin juga menyukai