Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

POLITIK DAN EKONOMI TIMUR TENGAH

OLEH

ANUGRAH SETIAWAN : 2020203879203010

HASNAH ANWAR : 2020203879203011

PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
TAHUN AJARAN:2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin
dan kehendak-Nya jualah sehingga makalah sederhana ini dapat kami rampungkan tepat pada
waktunya.

Penyusunan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kajian Timur Tengah, sebagai salah satu syarat penilaian. Adapun yang kami bahas dalam
makalah sederhana ini mengenai POLITIK DAN EKONOMI TIMUR TENGAH , yang
merupakan salah satu pembahasan yang sesuai dengan jurusan kami yaitu bahasa dan sastra Arab
, sebagai salah satu jurusan yang ada di Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN
PAREPARE.

Kami menyadari akan kemampuan kami yang masih minim. Dalam makalah ini kami
sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan juga kritik yang membangun agar lebih maju di
masa yang akan datang.

Harapan kami, makalah ini dapat menjadi sumber dan referensi bagi kami dalam
mengarungi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain
yang membacanya.

Sidrap, 25 Mei 2021

Penyusun
SAMPUL
KATA
PENGANTAR..............................................................................................................................ii
DAFTAR
ISI.........................................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................................................1
1.1 Latar
Belakang................................................................................................................................2
1.2 Rumusan
Masalah...........................................................................................................................2
1.3
Tujuan................................................................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN..........................................................................................................................3
BAB III
PENUTUP.................................................................................................................................15
Kesimpulan..........................................................................................................................................
15
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Timur Tengah adalah sebuah wilayah yang secara politis dan budaya merupakan bagian dari
benua Asia, atau Afrika-Eurasia. Pusat dari wilayah ini adalah daratan di antara Laut Mediterania
dan Teluk Persia serta wilayah yang memanjang dari Anatolia, Jazirah Arab dan Semenanjung
Sinai. Kadang kala disebutkan juga area tersebut meliputi wilayah dari Afrika Utara di sebelah
barat sampai dengan Pakistan di sebelah timur, dan Kaukasus dan/atau Asia Tengah di sebelah
utara. Media, dan beberapa organisasi internasional (seperti PBB) umumnya menganggap
wilayah Timur Tengah adalah wilayah Asia Barat Daya (termasuk Siprus dan Iran) ditambah
dengan Mesir.
Wilayah tersebut mencakup beberapa kelompok suku, dan budaya termasuk suku Iran, suku
Arab, suku Yunani, suku Yahudi, suku Berber, suku Assyria, suku Kurdi, dan suku Turki.
Bahasa utama yaitu: bahasa Persia, Bahasa Arab, bahasa Ibrani, bahasa Assyria, bahasa Kurdi
dan bahasa Turki.
Kebanyakan sastra barat mendefinisikan Timur Tengah sebagai negara-negara di Asia Barat
Daya, dari Iran (Persia) ke Mesir. Mesir dengan semenanjung Sinainya yang berada di Asia
umumnya dianggap sebagai bagian dari Timur Tengah, walaupun sebagian besar wilayah negara
itu secara geografi berada di Afrika Utara.
Sejak pertengahan abad ke-20, Timur Tengah telah menjadi pusat terjadinya peristiwa-peristiwa
dunia, dan menjadi wilayah yang sangat sensitif, baik dari segi kestrategisan lokasi, politik,
ekonomi, kebudayaan, dan keagamaan. Timur Tengah mempunyai cadangan minyak mentah
dalam jumlah besar, dan merupakan tempat kelahiran, dan pusat spiritual Islam, Kristen, Yahudi.
Timur Tengah merupakan negara yang rawan terjadinya konflik politik dan keamanan.
Konflik ini terjadi bukan hanya dalam dimensi konflik internal negara namun juga konflik antar-
negara, baik sesama negara Arab, ataupun keterlibatan negara non-Arab. Berbagai konflik yang
terjadi diiringi dengan resolusi konflik yang minim, sehingga tidak hanya berpengaruh terhadap
citra kawasan ini sebagai wilayah konflik, tetapi juga mempengaruhi stabilitas politik, ekonomi,
dan keamanan internasional.
Timur Tengah merupakan sebuah kawasan yang dapat dikatakan sebagai kawasan yang
memiliki nilai strategis yang sangat tinggi baik secara geopolitik maupun secara ekonomi. Selain
menjadi penghubung bagi dua benua yakni Asia dan Eropa, Timur Tengah juga menjadi kawasan
penting bagi perekonomian dunia karena keberadaan sumber daya alamnya yang sangat penting
bagi pertumbuhan dunia.
Kawasan Timur Tengah merupakan wilayah yang memiliki arti strategis penting tidak hanya
bagi negara-negara yang terletak di wilayah tersebut tetapi juga negara-negara yang terletak di
luar wilayah, dalam hal ini adalah negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Inggris. Arti
strategis wilayah Timur Tengah seringkali memiliki kaitan erat dengan persoalan sumber energi
seperti minyak dan gas. Faktor ini dapat dikatakan sebagai komponen penting geopolitik Timur
Tengah modern. Berlimpahnya sumber daya energi di kawasan ini mengundang berbagai
kepentingan negara-negara eks kekuatan imperial dan negara superpower.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana tentang Sistem Politik dan Ekonomi di Timur Tengah ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui tentang Sistem Politik dan Ekonimi di Timur Tengah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Politik Timur Tengah

Sudah setahun gelombang revolusi atau yang lebih dikenal dengan “Arab Spring” menerjang
negara-negara Timur Tengah. Satu persatu para diktator di kawasan tersebut tumbang akibat
protes warga yang menghendaki adanya perubahan baik sosial, politik dan ekonomi. Dimulai
dari rezim Ben Ali di Tunisia yang telah berkuasa selama 23 tahun, lalu disusul dengan
tumbangnya Husni Mubarok di Mesir yang telah berkuasa selama kurang lebih 33 tahun.
Kemudian  revolusi merambah ke Libya dan berhasil meruntuhkan rezim Khadafi yang telah
berkuasa selama 33 tahun. Hingga akhirnya gelombang revolusi dapat melengserkan rezim Ali
Abdullah Saleh di Yaman. Bahkan, angin revolusi tersebut disinyalir akan berhembus lebih
kencang lagi sampai menerpa Suriah, Jordania dan Bahrain.
Arab Spring merupakan sebuah istilah politik yang menggambarkan gelombang gerakan
revolusioner di sejumlah negara Timur Tengah pada sekitar tahun 2011. Rakyat Arab sendiri
menyebut Arab Spring sebagai al-Tsaurat al-Arabiyah, yaitu revolusi yang akan mengubah
tatanan masyarakat dan pemerintahan Arab menuju ke arah ideal. Dalam jurnal Agama dan
Demokrasi: Munculnya Kekuatan Politik Islam di Tunisia, Mesir dan Libya (2014) karya
Muhammad Fakhry Ghafur, kemunculan fenomena Arab Spring disebabkan oleh krisis
politik,ekonomi dan pemerintahan di beberapa negara Timur Tengah.
Kebangkitan Politik Islam

Tidak dapat dipungkiri bahwa revolusi yang melanda Timur Tengah dan Afrika Utara telah
merubah peta politik di kawasan tersebut menjadi lebih demokratis. Beberapa negara seperti
Tunisia, Mesir dan Maroko sukses menggelar pemilu pertamanya. Yang menarik dalam perayaan
pesta demokrasi tersebut adalah munculnya partai-partai Islam sebagai kekuatan baru di pentas
politik Regional. Tunisia merupakan negara pertama yang menyelenggarakan pemilu pasca
revolusi.
Hasil akhir perhitungan suara menunjukkan partai An-Nahdhah memperoleh suara signifikan
dengan meraih 89 kursi dari 217 kursi yang diperebutkan mengungguli partai lainnya seperti
Partai Kongres (CPR) yang memperoleh 29 kursi dan Ar-Ridha Asy-Sya’biyyah dengan 26
kursi. An-Nahdhah merupakan partai berasaskan Islam yang didirikan oleh Rashid Al-Ghannushi
pada tahun 1981 terinspirasi oleh gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan Al-
Banna pada tahun 1928. Disamping itu agenda politik partai An-Nahdhah yang sesuai dengan
agenda revolusi Tunisia dalam memberantas korupsi dan pemulihan krisis ekonomi menjadikan
partai ini banyak dipilih rakyat selain daripada coraknya yang Islami namun moderat.
Sama halnya dengan yang terjadi di Tunisia, Mesir pun menggelar pemilu yang diselenggarakan
sejak 28 November 2011. Hasil akhir pemilu untuk memilih majelis rendah (Majlis Asy-
Sya’biyyah yang diumumkan Komisi Pemilu Mesir pada 21 Januari 2012 menunjukkan
kemenangan partai-partai Islam.
Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) yang merupakan representasi dari Ikhwanul Muslimin
memperoleh 235 kursi atau 47,18 persen. Partai An-Nur dari kalangan Salafi memperoleh 121
kursi. Sedangkan partai Al-Wafd yang berhaluan liberal hanya memperoleh 42 kursi. Sementara
partai aliansi Mesir meraih sekitar 33 kursi. Keberhasilan FJP tersebut merupakan yang pertama
kali dalam sejarah politik mesir sejak gerakan Ikhwanul Muslimin dilarang terjun dalam kancah
politik. Dengan kemenangan tersebut FJP pun mempunyai peluang untuk menggolkan Khairat
As-Satir, tokoh yang diusungnya sebagai presiden Mesir pada Pemilu presiden bulan Mei
mendatang. 
Berbeda dengan yang terjadi di Tunisia dan Mesir yang menyelenggarakan pemilu setelah
lengsernya rezim, di Maroko pelaksanaan pemilu berlangsung tanpa adanya pergantian
kepemimpinan. Setelah terjadinya protes besar-besaran yang terjadi di beberapa kota
pertengahan Februari 2011, Raja Muhammad VI langsung merespons tuntutan para demonstran
untuk mempercepat penyelenggaraan pemilu dan melakukan amandemen konstitusi yang
memberikan kebebasan kepara rakyat untuk berpartisipasi dalam politik. Sejak penyelenggaraan
pemilu pertama tahun 1963, partai Islam belum menunjukkan kekuatan yang signifikan. Namun,
pada penyelenggaraan pemilu 25 November 2011, partai Islam mulai menunjukkan kekuatannya.
Partai Keadilan dan Pembangunan (PJD) yang mewakili kelompok Islam berhasil memperoleh
suara terbanyak dengan memperoleh 107 kursi atau 27 persen dari total 395 kursi menggeser
dominasi partai Istiqlal yang beraliran nasionalis. Dengan kemenangan tersebut, pemimpin PJD
Abdelillah Benkirane menjadi perdana menteri untuk pertama kalinya. Partai Keadilan dan
Pembangunan (PJD) merupakan partai Islam moderat yang didirikan pada tahun 1967. 
Begitu juga di Libya, Suriah, Bahrain dan Yaman walaupun pemilu di negara-negara tersebut
belum diselenggarakan, namun indikasi menguatnya pengaruh Islam sudah nampak
kepermukaan. Gerakan-gerakan Islam serempak menyatakan akan menetapkan Syariah Islam
sebagai hukum negara. Gerakan Ikhwanul Muslimin di Libya misalnya yang belum lama ini
menggelar kongres, menganjurkan para anggotanya untuk bergabung dengan partai yang
menjadikan Islam sebagai tujuannya.
Kemenangan partai-partai Islam di beberapa negara Timur Tengah tersebut tidak terlepas dari
peran para aktivisnya yang berhasil meraih simpati rakyat setelah sebelumnya kerap
mendapatkan tindakan kekerasan dan intimidasi para rezim. Pendiri Partai An-Nahdhah di
Tunisia misalnya Rashid Al-Gannushi pernah mengasingkan diri ke eropa setelah rezim Ben Ali
melarang partai An-Nahdhah pada 1981, sampai dapat muncul kembali setelah terjadinya
revolusi tepatnya pada 1 Maret 2011. Begitu juga di Libya Mesir, Suriah, Bahrain dan Yaman
gerakan Islam senantiasa menjadi sasaran kekerasan  rezim yang berkuasa. Namun, tindakan
represif para rezim yang didukung Barat tersebut justru dimanfaatkan kelompok Islam untuk
melakukan restruktur organisasi dan kegiatan sosial, hingga gerakan tersebut muncul dan
menjadi kekuatan penting seiring dengan proses demokratisasi di Timur Tengah.

Tantangan Pemerintahan Baru

Revolusi 2011 yang melanda berbagai negara di Timur Tengah dan Afrika Utara telah
mengguncang perekonomian dikawasan tersebut, bahkan krisis politik yang berkelanjutan di
Libya, Suriah, Bahrain, Yaman maupun Teluk Persia bisa berdampak terhadap perekonomian
global. Akibat krisis politik tersebut harga minyak sempat menyentuh level USS 120-150/barel.
Kenaikan harga minyak tersebut merupakan konsekuensi dari krisis politik yang terjadi,
mengingat Timur Tengah merupakan kawasan penghasil minyak terbesar dan rute pelayaran
kunci minyak dan gas dunia.
Disamping itu, pergolakan tersebut menimbulkan kekhawatiran kalangan investor global hingga
memicu pergerakan bursa saham. Bursa-bursa saham dunia pun menurun akibat semakin
memanasnya iklim politik di Timur Tengah. Memang, sebelum terjadinya revolusi, Timur
Tengah merupakan kawasan kaya jika dilihat dari Produk Domestik Bruto (GDP) dan produksi
minyaknya. (Arab Human Development Report, 2002).
Negara-negara Arab dikenal sebagai negara yang melanggengkan budaya politik otoritarian. Hal
itu terbukti dengan munculnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuasaan penuh (jauh dari
jangkauan kritik dan kontrol masyarakat) serta pemimpin yang berkusa cukup lama. Namun
demikian, elite-elite politik yang sudah cukup lama berada pada puncak kekuasaannya
diperhadapkan dengan bangkitnya kekuatan rakyat yang mengguncang kekuasaannya.
Pemimpin-pemimpin dari negara-negara Arab pun mulai kehilangan kekuasaannya, seperti Zein
al-Abidin Ben Ali di Tunisia dan Hosni Mubarak di Mesir. Beberapa pemimpin lainnya
diperhadapkan dengan ancaman yang sama, kehilangan kekuasaannya. Peristiwa politik akbar di
kawasan tersebut dikenal dengan istilah “The Arab Spring”, Musim Semi Arab.
Gejolak The Arab Spring juga menjadikan negara-negara Arab, yang terkena dampak The Arab
Spring, sebagai arena perebutan pengaruh negara-negara besar. Keberadaan pihak asing dalam
gejolak The Arab Spring tersebut tidak terlepas dari kepentingan nasional mereka masing-
masing yang melihat bahwa kawasan Timur Tengah, lebih khusus Dunia Arab, mempunyai daya
tarik atau pesona. Daya tarik atau pesona Dunia Arab inilah yang menjadi pembahasan berikut
ini.
Keterlibatan pihak asing dalam gejolak tersebut berlindung dalam undang-undang internasional
yang disebut dengan Humanitarian intervention. Atas dasar alasan inilah pihak asing mempunyai
landasan yuridis untuk terlibat dan ikut campur. Humanitarian intervention ini, digolongkan oleh
O’Brien, ke dalam beberapa syarat, yakni: (i) harus adanya ancaman terhadap HAM, khususnya
yang bersifat masif; (ii) intervensi harus dibatasi hanya untuk perlindungan atas HAM; (iii)
tindakan bukan berdasar pada undangan dari pemerintah setempat; dan (iv) tindakan tidak
dilakukan atas dasar Resolusi Dewan Keamanan (Thontowi dan Iskandar, 2006: 260).
Melacak keterlibatan pihak asing dalam dinamika politik di kawasan Timur Tengah, terutama
negara-negara Arab, kita dapat memetakannya dalam tiga bentuk keterlibatan, yakni dalam
bentuk bantuan (kerja sama), tekanan, dan peran media sosial dalam memengaruhi opini dan
arah kebijakan publik. Meskipun keterlibatan asing tersebut dengan cara yang berbeda-beda. AS,
misalnya tidak terlalu banyak ikut campur dalam transisi politik di Tunisia.
Pihak asing yang banyak terlibat dalam transisi politik di Tunisia adalah Uni Eropa, terutama
Perancis. Sebaliknya, AS sangat aktif untuk menjaga kepentingan politiknya di Mesir dengan
ikut mengawal proses transisi politik. AS berharap agar supaya pemimpin Mesir setelah Hosni
Mubarak adalah pemimpin yang dapat terus menjaga kepentingan nasionalnya, termasuk untuk
menjaga dan melindungi eksistensi Israel.
Di Suriah kasusnya berbeda lagi.
AS sangat gencar melakukan konsolidasi politik untuk menggulingkan rezim Assad, termasuk
dengan membangun pemberitaan-pemberitaan di media sosial yang menyudutkan Assad.
Adapun China (Tiongkok), Rusia, dan Iran berbeda sikap dengan AS. Ketiga negara tersebut
bersatu untuk memberikan dukungan politik kepada Assad. Itulah yang menjadi salah satu alasan
mengapa Assad sampai saat ini belum dapat digulingkan oleh kelompok oposisi yang
mendapatkan dukungan dari AS dan sekutunya. Keterlibatan pihak-pihak asing inilah yang
sangat kental terasa dalam transisi politik di negara-negara Arab setelah bergulirnya The Arab
Spring sejak 2011 lalu.

B. Ekonomi Timur Tengah

Ekonomi di Timur Tengah sangat beragam, dengan ekonomi nasional mulai dari hidrokarbon
-exporting rentenir untuk ekonomi sosialis terpusat dan ekonomi pasar bebas. Wilayah ini
terkenal dengan produksi dan ekspor minyaknya, yang secara signifikan berdampak pada
seluruh wilayah melalui kekayaan yang dihasilkannya dan melalui pemanfaatan tenaga kerja.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara di kawasan ini telah melakukan upaya untuk
mendiversifikasi ekonomi mereka.
Perekonomian Timur Tengah terdiri dari ekonomi Bahrain , Mesir , Iran , Irak , Israel , Yordania ,
Kuwait , Lebanon , Oman , Qatar , Arab Saudi , Suriah , Turki , Uni Emirat Arab (UEA), dan Yaman
.

Gambaran
Analisis Dana Moneter Internasional (IMF) tentang faktor-faktor penentu pertumbuhan
menunjukkan bahwa integrasi yang lebih besar dengan pasar internasional dapat memberikan
dorongan substansial bagi pendapatan dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
Menurut Indeks Keyakinan Konsumen Timur Tengah sementara hampir seperempat (24%)
responden menunjukkan bahwa ekonomi negara mereka telah membaik selama 6 bulan
sebelumnya, lebih dari sepertiga (35%) berpendapat bahwa hal itu semakin buruk. Mereka yang
berada di Suriah adalah yang paling negatif tentang ekonomi negara mereka: 83% dari mereka
mengira ekonomi telah surut dibandingkan dengan 6 bulan sebelumnya. 38% responden
memperkirakan ekonomi di negara mereka akan membaik dalam 6 bulan ke depan, sementara
seperempatnya memperkirakan akan memburuk. Secara keseluruhan, hanya 7% yang percaya
bahwa kondisi bisnis saat itu 'sangat baik'; 24% menganggap kondisi bisnis 'bagus'. Separuh dari
responden mengharapkan kondisi bisnis di negara mereka akan membaik di tahun berikutnya.
Responden dari Suriah cenderung lebih pesimis dengan kondisi bisnis di masa depan:sekitar
setengah dari mereka (49%) berpikir bahwa mereka akan menjadi lebih buruk.
Reformasi Ekonomi

Menyusul ledakan minyak pada tahun 1970-an, ekonomi Timur Tengah telah menerapkan
beberapa kebijakan reformasi yang bertujuan untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan partisipasi di tingkat makroekonomi. Pelaksanaan reformasi ekonomi ini menjadi
lebih mendesak di kawasan karena ketidakstabilan harga minyak mengancam stabilitas
ekonomi negara-negara pengekspor minyak utama. Meskipun setiap negara mengikuti agenda
ekonominya sendiri, banyak yang menghadapi tantangan dan target masalah serupa yang
memengaruhi kawasan secara keseluruhan. Kebijakan tersebut terutama berkaitan dengan
menarik investasi asing dalam ekonomi global yang terintegrasi.
Negara-negara di Timur Tengah juga mulai menerapkan kebijakan untuk mendorong integrasi
antar negara-negara Timur Tengah. Ini diharapkan dapat membantu kawasan mencapai potensi
ekonomi penuh dan untuk mempertahankan stabilitas negara-negara yang telah mencapai
tingkat pertumbuhan dan pembangunan yang lebih tinggi.

1. Latar Belakang
Menyusul embargo OPEC pada Oktober 1973, harga pasar minyak per barel naik dari $ 3
menjadi $ 12 per barel sebagai reaksi atas pemotongan produksi 5% dan pengurangan pasokan
oleh negara-negara OPEC. Embargo OPEC ditujukan ke Amerika Serikat dan negara-negara lain
(Belanda, Portugal, dan Afrika Selatan), sebagai pembalasan atas bantuan keuangan dan
dukungan mereka kepada Israel selama Perang Yom-Kippur . [ diperlukan sumber yang lebih
baik ] Embargo juga dipicu oleh keputusan Presiden Richard Nixon untuk melepaskan Amerika
Serikat dari standar emas , merugikan negara-negara penghasil minyak yang mengumpulkan
pendapatan dalam dolar AS. Sementara embargo OPEC memperburuk keadaanresesi dan inflasi
di Amerika Serikat, ekonomi Timur Tengah menyaksikan ekspansi dan pertumbuhan yang cepat
dalam PDB serta peningkatan pangsa Timur Tengah dalam perdagangan dunia global dari 3,6%
pada tahun 1972 menjadi 8% pada 1979. Dalam Selain mengalami pertumbuhan ekonomi,
Timur Tengah juga melakukan perbaikan pada indikator pembangunan seperti kematian bayi
dan harapan hidup, serta penurunan pengangguran di sebagian besar sektor.

Menyusul ledakan minyak dan embargo OPEC pada tahun 1970-an, Timur Tengah menjadi
kawasan yang sangat terintegrasi dalam hal pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Peningkatan ekspor minyak oleh negara-negara pengekspor minyak utama di Timur Tengah
menyebabkan masuknya banyak tenaga kerja asing dari negara-negara Arab dan Asia.
Menjelang akhir 1980-an pertumbuhan mulai terhenti karena harga minyak jatuh di pasar
global yang semakin kompetitif. Akibatnya, negara-negara seperti Maroko, Tunisia, dan
Yordania mulai menerapkan reformasi ekonomi pada pertengahan 1980-an. Segera setelah itu,
sebagian besar negara di kawasan ini telah menerapkan beberapa bentuk kebijakan stabilisasi
ekonomi. Selama tahun 1990-an Dewan Kerjasama TelukNegara-negara (GCC) (Arab Saudi, Uni
Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, Oman dan Qatar) menjadi semakin rentan terhadap volatilitas
harga minyak.

2. Masalah agama

Banyak negara Timur Tengah, agama sangat terintegrasi ke dalam kebijakan ekonomi dan
terbukti menjadi penghalang utama bagi reformasi ekonomi yang efektif. Ketidakstabilan
Agama di kawasan menghalangi investasi asing dan integrasi ekonomi global.
Transparansi politik juga terbukti menjadi penghalang pembangunan ekonomi. Karena kualitas
lembaga dan pemerintahan merupakan faktor penting dalam mendorong pertumbuhan,
reformasi ekonomi di Timur Tengah mungkin tidak akan lengkap jika reformasi politik tidak
disarankan atau dilaksanakan secara bersamaan. Ketidakstabilan politik dan konflik regional
yang berkelanjutan (seperti Palestina-Israel konflik) mencegah wilayah mencapai potensi
tertingginya karena secara konsisten menghadapi krisis kemanusiaan yang mempengaruhi
indikator pembangunan seperti harapan hidup dan angka kematian bayi.

3. Integrasi ke dalam ekonomi global


Masalah umum lainnya yang telah ditangani kawasan ini dalam reformasi ekonomi dan
kebijakan adalah integrasi Timur Tengah ke dalam ekonomi global. Laporan reformasi ekonomi
di Timur Tengah pada awal tahun 2000-an menyerukan reformasi besar-besaran untuk
meningkatkan integrasi keuangan global Timur Tengah yang berada di bawah kawasan yang
paling maju. Laporan tersebut juga menyerukan reformasi sektor perdagangan dan perjanjian
yang telah mencegah sebagian besar perdagangan (selain ekspor minyak).
Memperhatikan keterbukaan perdagangan sebagai "penyumbang signifikan bagi pertumbuhan
pendapatan per kapita produktivitas yang lebih tinggi", beberapa negara di Timur Tengah telah
mencapai tujuan bersama yaitu reformasi dan keterbukaan perdagangan.

Sejarah

1. Sekitar 1800
Produksi tekstil merupakan industri terpenting, dilengkapi dengan pengolahan makanan,
furnitur dan beberapa industri khusus. Produksi industri sebagian besar terkonsentrasi di kota-
kota. Kecuali Istanbul, kota-kota itu sendiri semuanya terletak di sebelah area substansial dari
tanah yang dapat diolah dengan kualitas tanah. Sebagian besar industri, dengan harga tetap
dan sistem serikat, tidak kondusif untuk inovasi, bahkan jika kualitas pengerjaan tertentu
dipertahankan. Fungsi perkotaan penting lainnya adalah mengatur perdagangan karavan.

2. Awal abad kesembilan belas


Selama awal abad kesembilan belas, situasi di Timur Tengah berubah secara dramatis karena
tiga jalur pembangunan: reformasi ringan dan keterbukaan bermasalah di inti kekaisaran
Ottoman, pembangunan paksa di Mesir dan kolonisasi langsung di Asia Tengah dan Aljazair.
Ketika membandingkan standar hidup, Timur Tengah lebih baik daripada negara-negara industri
Barat pada pertengahan abad ke-19. Dengan tingkat pendapatan dan permulaan perubahan
struktural yang besar sekitar tahun 1900, kemunduran ekonomi menentukan perilaku konsumsi
dan menyebabkan perubahan permanen dalam status gizi penduduk Timur Tengah. Oleh
karena itu, negara-negara industri Barat mengambil alih standar hidup Timur Tengah sekitar
tahun 1900. [78]
3. Abad ke-20
Setelah periode deindustrialisasi, gerakan politik di Timur Tengah menuntut kebangkitan politik
dan para pemimpin melihat perlunya reindustrialisasi.
Negara-negara Timur Tengah semakin berupaya untuk mendiversifikasi ekonominya , terutama
negara-negara pengekspor minyak. Negara-negara Dewan Kerjasama Teluk telah menangani
masalah ini dan telah mengambil sikap yang kuat dalam pelaksanaan reformasi. Untuk
mengurangi ketergantungan sumber daya di negara-negara Teluk, reformasi dan proposal
kebijakan untuk masa depan telah dilaksanakan dan mengikuti rencana pembangunan
ekonomi, yang menandakan perpindahan dari sumber daya alam ke ekonomi terdiversifikasi
yang terintegrasi secara global yang diharapkan dapat menarik investasi asing. Contoh rencana
diversifikasi tersebut termasuk Visi Arab Saudi 2030 dan Uni Emirat Arab'Visi Ekonomi 2030,
yang masing-masing menguraikan tujuan negara untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi yang diinginkan pada tahun 2030.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kawasan Timur Tengah (Middle East) selalu menarik untuk dibicarakan, dijadikan bahasan dan
objek penelitian. Hal itu karena Timur Tengah memiliki posisi strategis dalam pertimbangan
geopolitik, baik pada masa kolonialisme maupun setelahnya.

Sejak pertengahan abad ke-20, Timur Tengah telah menjadi kawasan yang kaya sejarah, pusat
terjadinya peristiwa-peristiwa dunia, dan menjadi wilayah yang sangat sensitif, baik dari segi
kestrategisan lokasi, politik, ekonomi, kebudayaan, dan keagamaan.
Sensitivitas tersebut menjadikan kawasan Timur Tengah merupakan wilayah yang memiliki
warna-warni ideologi perpolitikan serta cenderung dirundung konflik dari masa ke masa
sehingga dianggap sebagai trouble spot di dunia.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Timur_Tengah

http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/timurtengah/610-demokratisasi-dan-
fenomena-kebangkitan-politik-islam-di-timurtengah

http://scholar.unand.ac.id/28370/2/BAB%20I.pdf

http://repository.unjani.ac.id/repository/a9ca034cffa6d2e2d0ebf3d25b22c324.pdf
https://ktt.fib.ugm.ac.id/2019/09/15/demokratisasi-era-the-arab-spring-di-negara-negara-
arab/

https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/05/165128669/politik-arab-spring-di-timur-
tengah-2011

https://7uylrefk6bact6wouh3nvk5omu-advbczdqpg7jfqy-en-m-wikipedia-
org.translate.goog/wiki/Economy_of_the_Middle_East

Anda mungkin juga menyukai