Good Handling Practices (GHP) merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk
meminimalkan kerusakan yang terjadi pada kegiatan pasca panen. Dimana GHP memiliki
peran dalam mengamankan hasil dari segi sisi kehilangan jumlah maupun mutu sehingga
hasil yang diperoleh dapat memenuhi SNI atau persyaratan teknis minimal (PTM). Berbagai
inovasi teknologi telah diterapkan pada beberapa tahapan pasca panen dengan tujuan agar
produk yang dihasilkan dapat terhindar dari berbagai kontaminasi yang dapat mengurangi
kualitas produk bahkan dapat menyebabkan masalah yang lainnya. Penerapan GHP
menekankan bahwa segala sesuatunya harus dilakukan untuk mencegah terjadinya proses
kontaminasi bakteri dan bahan kimia berbahaya lainnya yang dimulai dari ladang sampai ke
tangan konsumen.
Kontaminasi yang disebabkan oleh mikroorganisme baik sebelum dan setelah panen
disebabkan oleh adanya kontak antara produk dengan tanah, pupuk organik, air, pekerja,
maupun peralatan. Oleh karena itu, penerapan GHP ini sangat penting untuk
memperoleh produk yang terjamin kualitas mutunya. Berikut adalah manfaat yang dapat
diperoleh dari penerapan GHP adalah sebagai berikut : Mutu dan kualitas produk dapat
meningkat, Meminimalkan terjadinya kerusakan pada produk, Meminimalkan terjadinya
kontaminasi pada produk, Dapat meningkatkan nilai tambah dan hasil. Meningkatkan daya
saing yang dimiliki produk.
Penerapan GPH pada tanaman bawang merah bertujuan untuk meningkatkan kualitas
dan dan mutu produk, meminimalkan kerusakan pada produk, meminimalkan terjadinya
kontaminasi, meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan daya saing yang dkmiliki
produk, penerpan GHP pada tanaman bawang meliputi : Panen, Penumpukkan dan
Pengumpulan, pengangkutan, pengeringan, Sortasi dan grading, pengemasan, penyimpanan.
A. Pemanenan
Pemanenan bawang merah dilakukan dengan mencabut tanaman dengan tangan. Bila
tanahnya terlalu padat pemanenan dapat dibantu dengan membongkar tanah bedeng. Agar
batang tidak mudah patah atau putus sewaktu dicabut, pemanenan sebaiknya dilakukan
sebelum batang benar-benar kering dan masih cukup liat. Pemanenan sebaiknya dilakukan di
pagi hari dalam kondisi cerah dan tidak hujan. Tanahnya harus dalam keadaan kering. Ini
dimaksudkan untuk mempermudah pencabutan dan menghindari kemungkinan serangan
penyakit busuk umbi berlendir yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora sewaktu
umbi disimpan di dalam gudang.
Seteleh dicabut umbi dibiarkan di atas bedeng beberapa jam kemudian sekelompok
umbi diikat bagian batangnya. Bawang merah yang sudah dipanen kemudian diikat pada
batangnya untuk mempermudah penanganan. Selanjutnya umbi dijemur hingga cukup kering
(1-2 minggu) dibawah sinar matahari langsung kemudian dilakukan pengelompokan
(grading) sesuai dengan ukuran umbi. Pada penjemuran tahap kedua dilakukan pembersihan
umbi bawang dari tanah dan kotoran. Bila sudah cukup kering (kadar air kurang lebih 80 %),
umbi bawang merah siap dipasarkan atau disimpan di gudang kemasan bawang. Pengeringan
juga dapat dilakukan dengan alat pengering khusus hingga mencapai kadar air 80%. Bawang
merah dapat disimpan dengan cara menggantungkan ikatan-ikatan bawang merah di gudang
khusus pada suhu 25-30 °C dan kelembaban yang cukup rendah untuk menghindari penyakit
busuk umbi dalam gudang.
C. Pengangkutan
D. Pengeringan
Setelah bawang merah dipanen, tindakan yang harus dilakukan adalah pengeringan.
Pengeringan (drying) bertujuan mengurangi kadar air dari bawang untuk mencegah
kerusakan umbi akibat busuk atau serangan penyakit. Pada bawang merah pengeringan hanya
dilakukan sampai kulit mengering.
1. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Salah satu cara yang paling mudah
untuk mengeringkan bawang merah adalah dengan menjemurnya di bawah panas
matahari. Ikatan-ikatan bawang merah dijajarkan di atas tanah yang bersih atau kering
atau di atas anyaman bambu. Ikatan-ikatan tersebut dijajarkan dengan posisi umbi di
bawah dan daun di atas, dalam keadaan demikian, daun akan mendapat panas matahari
langsung dan akan mengalami pengeringan dulu sampai kering. Setelah daun-daunnya
nampak mulai mengering, ikatan dibalik sehingga umbinya berada di atas. Penjemuran
dihentikan setelah beratnya menyusut sekitar 15 %.
Cara pengeringan dengan sinar matahari mempunyai kelemahan, yaitu umbinya
akan terkena sengatan matahari langsung yang dapat menyebabkan luka bakar. Hal ini
bisa dihindari dengan cara tidak membalik umbi meskipun daunnya sudah mengering
tetapi ikatan daunnya bisa dibuka sehingga umbinya tetap terlindung dari sengatan
matahari. Cara kedua ini lebih baik hasilnya, karena pada dasarnya pengeringan
dimaksudkan untuk mengeringkan daun, bagian batang leher umbi dan lapisan luar kulit
pembungkus umbi. Bawang merah sudah cukup kering bila beratnya sudah susut 15–
20%. Beberapa varietas memang dapat mengalami susut bobot hingga 25%.
Biasanya waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan dengan sinar matahari ini
sekitar 3-4 hari. Umbi bawang merah yang sudah kering nampak mengkilap, padat dan
keras, warnanya lebih merah, batang leher umbi lebih keras dan kering, serta jika
dipegang terasa gemersik kering. Kelemahan pengeringan dengan menggunakan sinar
matahari adalah perlu tempat yang terbuka cukup luas.
Bila pemanennya cukup banyak maka dibutuhkan tempat yang lebih luas lagi dan
sulit untuk dikeringkan secara serentak jika tempatnya terbatas. Ini berarti sebagian akan
terlambat dikeringkan dan ini dapat mengundang serangan penyakit busuk, apalagi bila
cuaca lagi buruk bahkan turun hujan. Akibatnya bawang merah tidak benar-benar kering
sehingga mutunya menjadi rendah, tidak tahan lama dan akan menurunkan harganya.
Kegiatan sortasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan mutu yang
baik dengan cara memilah-milah antara produk yang baik dengan yang rusak. Produk yang
baik adalah produk yang bebas dari cacat atau kerusakan fisik akibat kegiatan panen maupun
serangan hama dan penyakit. Produk yang rusak adalah produk rusak fisik akibat panen
maupun kena serangan hama penyakit. Setelah dilakukan pemisahan kedua kelompok produk
tersebut dilakukan proses pengkelasan (grading) sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI), atau kesepakatan lainnya. Grading adalah pengkelasan/ penggolongan berdasarkan
kualitas seperti keseragaman bentuk, kebersihan, kepadatan, bebas penyakit dan kerusakan
serta ukuran berat, panjang, diameter.
Sortasi dan grading berdasar ukuran siung. Kelas mutu I, siung diameter 3-4 cm,
Kelas mutu II, diameter 2-3 cm. Kelas mutu III, siung dengan diameter 2 cm. Siung memiliki
tekstur keras, berwarna normal, permukaan cukup rata, tidak cacat dan tidak terinfeksi
penyakit. Siung yang rusak dan terluka dipisahkan karena mudah terkena infeksi mikrobia
pembusuk.
F. Pengemasan
G. Penyimpanan
a. Kondisi dan perawatan hasil Bawang merah yang disimpan harus cukup kering, kira-kira
kadar airnya 80 – 85 %, pada waktu pengeringan beratnya susut 15 – 20%
b. Keadaan ruang penyimpanan
Suhu dan kelembaban ruangan, Suhu yang baik untuk gudang penyimpanan adalah
30-34 0C sedangkan untuk kelembabannya adalah 65-75 %. Kelembaban dan suhu yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan pembusukan umbi atau tumbuhnya tunas. Bila udara dalam
gudang terlalu kering sehingga kelembabannya rendah, lantai gudang sebaiknya dibasahi air
atau gudang dihembuskan uap air. Sebaliknya jika kelembaban terlalu tinggi dapat dikurangi
dengan menghembuskan zat higroskopis seperti CaCl2 atau dengan menempatkan batu kapur
di lantai gudang.
Bila ingin membangun ruangan khusus untuk gudang, sebaiknya dindingnya dibuat
dari bahan yang sekaligus dapat berfungsi sabagai isolator, misalnya papan kayu. Lantai
gudang juga dapat dibuat dari kayu, dengan demikian suhu dalam gudang dapat
dipertahankan tetap tinggi. Untuk atapnya dapat digunakan seng agar dapat menyerap panas
lebih banyak. Sedangkan letak gudang diusahakan agar ditempatkan di tempat yang banyak
menerima panas matahari. Bawang merah yang disimpan dalam gudang biasanya dalam
bentuk ikatan, tetapi ada juga disimpan dalam karung-karung plastik yang jarang-jarang
anyamannya. Bawangnya ada juga dalam bentuk potongan tanpa daun, bawang ini dipotong
daunnya kira-kira 1-2 cm dari ujung umbi.
Karung tersebut nantinya sekaligus dipakai untuk wadah dalam transportasi ke tempat
penjualan. Penyimpanan dalam karung dalam jangka waktu yang lama mempunyai
kelemahan, bawang merah ini akan mengalami respirasi yang menghasilkan panas dan uap
air dan akan membentuk embun yang menyebabkan bawang busuk.
c. Kamar pendingin
Bawang merah dapat juga disimpan pada kamar pendingin dengan suhu 0 0C dan
kelembabannya 65 %. Pada suhu 10 - 15 0C , umbi bawang merah akan cepat tumbuh dan
membentuk tunas. Namun, pada suhu 0 0C pertumbuhan tunas ini dapat dihambat.
d. Instore Drying
Instore drying bawang merah adalah teknologi penyimpanan yang dikembangkan oleh
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Instore drying adalah suatu teknik dimana
pengeringan dan pelayuan dilakukan dalam alat yang sama yaitu bangunan yang berfungsi
sebagai tempat untuk mengeringkan sekaligus menyimpan bawang merah. Kelebihan dari
instore drying dibandingkan dengan gudang penyimpanan pada umumnya adalah bagian atap
bangunan terbuat dari fiber yang dilengkapi dengan alat aerasi berupa ballwind. Dengan
menggunakan atap fiber akan terjadi efek rumah kaca dimana gelombang pendek dari sinar
matahari dirubah menjadi gelombang panjang setelah melewati fiber sehingga suhu dalam
instore drying lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di luar.
Ballwind berfungsi untuk memberikan sirkulasi udara dalam bangunan sehingga tidak
terjadi akumulasi panas. Bangunan instore drying yang dikembangkan BB-Pascapanen
memiliki kapasitas 15 ton dengan ukuran bangunan 7,5 m panjang x 5,5 m lebar x 4,45 m
tinggi. Bangunan ini dilengkapi dengan alat aerasi berupa ballwind sebanyak 4 buah, atap
terbuat dari fiberglass dengan ketebalan 0,6 mm, tungku pemanas berbahan bakar kayu yang
dilengkapi dengan 2 blower penghisap dengan kecepatan 1400 rpm dan motor penggerak ½
HP. Selama pelayuan dengan menggunakan instore drying maka persentase susut bobot yang
dicapai per satuan waktu lebih cepat dibandingkan dengan cara tradisional.
Hal ini dikarenakan suhu dan kelembaban dalam instore drying lebih stabil. Dengan
instore drying pelayuan dapat dicapai setelah 12 jam cara tradisionil 27 jam dan dengan oven
dryer selama 12 jam; dengan kadar air akhir 4,93%.Suhu pengeringan dalam instore drying
berkisar 39-48 oC dan kelembaban berkisar antara 41-52% sedangkan suhu dan kelembaban
diluar adalah 26-40oC dengan kelembaban lingkungan 52-65%. Pengeringan dengan instore
drying selama 4 hari sedangkan dengan cara petani 6 hari. Tingkat kerusakan menggunakan
instore drying 0,83% sedangkan kerusakan dengan cara tradisionial 3,82%. Pengeringan
diberhentikan ketika umbi telah mengkilap, lebih merah, leher umbi tampak keras dan bila
terkena sentuhan terdengar bunyi gemerisik.
Mulai
selesai
Pemanenan
Pentyimpanan