Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

PRAKTIKUM UJI KADAR AIR PADA BIJI LADA

Dosen Pengampu: Kiki Kristiandi, S.Pd, M.Si

Teknisi: Maslan, S.Tr.T

Disusun oleh:
Kelompok 4

Efriandi (4202007001)
Mizi (4202007022)
Nurcahyo Widayanto (4202007008)
Nurul Ain Rahmada (4202007006)
Nuryutika (4202007005)

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI PANGAN


JURUSAN AGRIBISNIS
POLITEKNIK NEGERI SAMBAS
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman yang buahnya berfungsi sebagai
bumbu masakan, obat herbal, anti bakteri dan anti oksidan. Kebutuhan lada dunia
mencapai 350 ribu ton/ tahun. Kontribusi Indonesia sebagai pengekspor lada
mencapai 29% dari kebutuhan dunia, terbesar kedua setelah Vietnam. Tanaman
lada hitam secara luas tumbuh di tempat dengan iklim yang tropis dengan
kelembapan yang cukup. Bagian tanaman lada hitam yang sering dimanfaatkan
adalah buah yang telah dikeringkan. Buah lada hitam dikenal sebagai “King of
Spices” karena memiliki rasa yang pedas dan beraroma khas yang sangat kuat dari
semua rempah-rempah di dunia (Shamina,A. 2001).
Buah lada hitam yang termasuk dalam keluarga Piperaceae merupakan salah
satu jenis tanaman obat yang banyak tumbuh di Negara tropis termasuk Indonesia
dan sering digunakan sebagai bumbu masakan.
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung ke dalam suatu bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997). Kandungan
air dan aktivitas air mempengaruhi perkembangan reaksi pembusukan secara kimia
dan biologi dalam makanan.
Pembusukan biologi dalam makanan diantaranya ditandai oleh tumbuhnya
jamur. Pada rempah, jamur yang tumbuh berupa kapang dan khamir. Pertumbuhan
kapang dan khamir dapat menjadi salah satu indikator kerusakan dalam
penyimpanan lada.
1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Mahasiswa dapat melakukan analisis kadar air dengan metode
thermogravimetri (AOAC 1970; Rangana, 1979).
2. Mahasiswa dapat menentukan kadar air suatu bahan pangan berdasarkan
berat basah dan berat kering dengan metode thermogravimetri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Lada hitam (Piper nigrum L) di banyak negara digunakan sebagai penyedap


dan pemberi aroma pada masakan. Beberapa senyawa yang terdapat dalam buah
lada hitam antara lain asam askorbat, asam miristat, asam palmitat, champene,
carvacrol, metil eugenol, alkaloid piperin, minyak atsiri, resin, piperidin dan pati
(Hendriati, L. dkk 2021). Lada hitam adalah salah satu jenis tanaman rempah yang
telah lama digunakan sebagai ramuan obat tradisional dalam sistem pengobatan
India kuno Ayurveda (Ekaputri, T. W. 2014).

Taksonomi tanaman lada hitam


Kingdom : Plantae
Kelas : Magnoliophyta
Sub kelas : Magnolidae
Super ordo : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper L.
Spesies : Piper ningrum
Sumber:USDA 2010

Lada adalah tanaman merambat yang terdiri dari daun, batang, dan buah.
Sejak masa penjajahan Belanda, lada dari Indonesia telah dikenal di pasar dunia
dengan nama Lampung Black Pepper untuk lada hitam yang berasal dari Lampung,
dan Muntok White Pepper untuk lada putih yang berasal dari Kepulauan Bangka
Belitung (Risfaheri, 2012). Di Indonesia pada umumnya, lada hitam dijadikan
sebagai bumbu dapur yang sering digunakan dalam masakan khas Indonesia. Buah
lada berbentuk bulat, saat masih muda lada berwarna hijau, ketika sudah matang
berwarna merah.
Setelah dilakukan pengolahan, lada terdapat tiga jenis yaitu lada hitam, lada
putih dan lada hijau. Namun lada hitam dan lada putih lebih seing dikenal dan
digunakan pada kegiatan industri makanan. Air merupakan salah satu komponen
utama dalam bahan dan produk pangan karena kandungan air dapat
memperngaruhi warna, tekstur, serta citarasa (Winarno, 2004). Analisis kadar air
dalam bahan pangan sangat penting dilakukan baik pada bahan pangan kering
maupun pada bahan pangan segar. Pada bahan pangan kering, kadar air sering
dihubungkan dengan indeks kestabilan khususnya saat penyimpanan.
Bahan pangan kering menjadi awet karena kadar airnya dikurangi sampai
batas tertentu. Pada bahan pangan yang segar, kadar air pada bahan pangan
memiliki hubungan dengan mutu organoleptik. Bahan pangan pada umumnya juga
mengandung senyawa anorganik yakni mineral atau abu. Walaupun jumlahnya pada
bahan pangan sangat sedikit, keberadaan mineral pada bahan pangan sangat
dibutuhkan oleh tubuh menusia. Di dalam tubuh, mineral berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Mineral tertentu dibutuhkan sebagai penyusun tulang gigi
dan jaringan lunak, otot, darah dan sel syaraf, dan sebagiannya dibutuhkan dalam
metabolisme tubuh ().
Kadar air adalah salah satu metode uji laboratorium kimia yang sangat penting
dalam industri pangan untuk menentukan kualitas dan ketahanan pangan terhadap
kerusakan yang mungkin terjadi. Pengukuran kadar air dalam bahan pangan dapat
ditentukan dengan beberapa metode yaitu dengan metode pengeringan
(thermogavimetri), metode destilasi (thermovolumetri), metode fisis dan metode
kimiawi (Karl Fischer Method). Pada umumnya penentuan kadar air bahan pangan
dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven suhu 105° - 110° selama 5 jam
atau sampai diperoleh berat konstan. Metode ini dikenal dengan metode
pengeringan atau metode thermogavimetri yang mengacu pada SNI 01-2354.22006.
Semakin tinggi suatu kadar air suatu bahan pangan, akan semakin besar
kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal
(metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Pengurangan kadar air bahan
pangan akan berakibat berkurangnya ketersediaan air untuk menunjang kehidupan
mikroorganisme dan juga untuk berlangsungnya reaksi-reaksi fisikokimiawi. Dengan
demikian baik pertumbuhan mikroorganisme maupun reaksi fisikokimiawi keduanya
akan terhambat, bahan pangan akan dapat bertahan lebih lama dari kerusakan.
Pengaturan kadar air merupakan salah satu basis dan kunci terpenting dalam
teknologi pangan.
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritas sebesar 100%,
sedangkan kadar air berdasakan berat kering dapat lebih dari 100% (Syarif dan
Halid, 1993).

Kadar air dikatakan memiliki pengaruh terhadap mutu bahan pangan. Maka
dari itu, salah satu penyebab dalam pengolahan bahan makanan air sering dikurangi
kadar airnya dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Tujuan
dari pengurangan kadar air pada bahan pangan yaitu untuk mengawetkan dan
mengurangi besar dan berat bahan makanan sehingga memudahkan dan
menghemat pengemasan. Umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 oC-110oC selama 3 jam atau
sampai mendapatkan berat konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan, namun pada bahan-bahan yang
tidak tahan panas seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak pemanasan dilakukan
dalam oven vakum dengan suhu lebih rendah. Selain itu, pengeringan dilakukan
tanpa pemanasan yaitu bahan dimasukkan dalam desikator dengan H 2SO4 pekat
sebagai pengering, hingga mencapai berat konstan (Winarno, 2004).
Berdasarkan SNI 01-2891-1992, analisis kadar air dapat dilakukan dengan dua
metode yakni metode oven dan metode destilasi. Kedua metode tersebut memiliki
prinsip yang berbeda yakni prinsip pada metode oven adalah dengan kehilangannya
bobot pada pemanasan 105°C dianggap sebagai kadar air yang terdapat pada
sampel, sedangkan prinsip pada metode destilasi adalah dengan cara pemisahan air
dengan pelarut organik. Pada penelitian ini digunakan metode oven. Prinsip metode
penetapan kadar air dengan oven biasa atau thermogravimetri yaitu menguapkan air
yang ada dalam bahan dengan pemanasan pada suhu 105°C. Penimbangan bahan
dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dan cara ini relatif
mudah dan murah (Sudarmadji dkk, 2007).
Thermogravimetri adalah suatu metode atau jenis pengujian yang dilakukan
pada sampel untuk menentukan kadar air dengan menunjukkan perubahan berat
susut (weight loss) dan ada kaitannya dengan perubahan suhu. Metode ini
bergantung pada tingkat presisi yang tinggi dalam tiga pengukuran, yaitu berat,
suhu, dan perubahan suhu. Dalam penelitian atau pengujian, sering digunakan
untuk menentukan karakteristik bahan seperti polimer, menentukan suhu degradasi,
tingkat komponen organik dan anorganik pada ilmu pertanian. Thermogravimetri
sering juga disebut sebagai metode pengeringan, hal itu disebabkan oleh proses
pengerjaannya dilakukan dengan cara mengeringkan bahan untuk mempercepat
penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang dapat menyebabkan
terbentuknya air atau reaksi lain yang terjadi ketika pemanasan.
Metode penentuan kadar air secara thermogravimetri dipengaruhi oleh
beberapa faktor akurasi penentuan kadar air pada bahan. Faktor-faktor tersbut yaitu
suhu dan kelembaban ruang kerja atau laboratorium, suhu dan tekanan udara pada
ruang oven, ukuran dan struktur partikel sampel, ukuran wadah atau botol timbang
(Daud, A., dkk 2012).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum pengujian kadar air dilaksanakan di Laboratorium Analisis
Mutu Agribisnis Politeknik Negeri Sambas pada hari Selasa, 12 Oktober
2021.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum uji kadar air ini adalah sebagai berikut:
1. Neraca Analitis Atau Neraca Elektronis
2. Botol Timbang
3. Penjepit
4. Eksikator Atau Destilasi
5. Oven

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum uji kadar air ini adalah sebagai
berikut:

1. Nasi
2. Beras putih
3. Kedelai
4. Tempe
5. Tahu
6. Lada hitam
3.3 Prosedur Kerja

Haluskan sampel Bersihkan Keringkan


Mulai dengan mortar botol dengan
porselin atau blender timbang oven

Timbang sampel Timbang Dinginkan


Masukkan botol
yang sudah halus berat botol dalam
timbang berisi sampel
sebanyak 2 gram timbang eksikator
ke dalam oven

Panaskan dengan Dinginkan dalam Timbang kembali


suhu 105°C eksikator selama botol timbang
selama 5 jam 30 menit berisi sampel

Timbang kembali Dinginkan kembali Panaskan kembali


botol timbang dalam eksikator ke dalam oven
berisi sampel selama 30 menit selama 30 menit

Ulangi terus
perlakuan hingga
mencapai berat Selesai
konstan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Sampel Berat sampel Oven 1 Oven 2 Oven 3 Oven 4

Lada hitam 2,0010 gram 16,5839 16,5776 16,5705 16,5694


gram gram gram gram

Penghitungan untuk mencari nilai konstan :


Oven1 – oven2 = 16,5839 – 16,5776 = 0,0063 gram (belum konstan)
Oven2 – oven3 = 16,5776 – 16,5705 = 0,0071 gram (belum konstan)
Oven3 – oven4 = 16,5705 – 16,5694 = 0,0011 gram (belum konstan)

4.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil yaitu dalam
proses pengujian kadar air terhadap lada dengan berbagai macam perlakuan
pengovenan penimbangan dan sebagainya. Pada uji kadar air dengan
sampel lada tidak mendapatkan nilai yang konstan karena membutuhkan
waktu yang lama dan pada teknis melakukan praktikum memiliki berbagai
hambatan seperti pada saat pengovenan, oven dibuka terlalu lama sehingga
membuat udara masuk dan membuat sampel terkena udara sehingga
membuat berat sampel tidak konstan. Pada saat proses memasukkan sampel
ke destilasi setelah pengovenan dilakukan dengan pelan-pelan karena takut
sampel terjatuh padahal hal itu membuat sampel terlalu lama terkena udara
sehingga sulit untuk menghasilkan nilai konstan. Terakhir pada proses
penimbangan sampel tutup pada timbangan analisis lama ditutup dan tidak
diperhatikan tutup yang ada diatas, dibelakang, disamping kiri dan kanan
timbangan sudah rapat atau tidaknya pintu tersebut. Lada merupakan
tanaman merambat yang terdiri dari daun, batang, dan buah. Dari praktikum
yang telah di lakukan dari kelompok 6 yakni pengujian kadar air terhadap lada
mendapatkan hasil sebagaimana yang telah tercantum di dalam tabel.

Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman yang buahnya berfungsi


sebagai bumbu masakan, obat herbal, anti bakteri dan anti oksidan.
Kebutuhan lada dunia mencapai 350 ribu ton/tahun. Kontribusi Indonesia
sebagai pengekspor lada mencapai 29% dari kebutuhan dunia, terbesar
kedua setelah Vietnam. Tanaman lada hitam secara luas tumbuh di tempat
dengan iklim yang tropis dengan kelembapan yang cukup. Bagian tanaman
lada hitam yang sering dimanfaatkan adalah buah yang telah dikeringkan.
Buah lada hitam dikenal sebagai “King of Spices” karena memiliki rasa yang
pedas dan beraroma khas yang sangat kuat dari semua rempah-rempah di
dunia. Buah lada hitam termasuk dalam keluarga Piperaceae merupakan
salah satu jenis tanaman obat yang banyak tumbuh di Negara tropis termasuk
Indonesia dan sering digunakan sebagai bumbu masakan.

Beberapa penelitian telah dilakukan seperti Rostiana et al., (2018)


dalam penelitiannya menggungkapkan bahwa lada putih dan lada Hitam di
Kalimantan Timur untuk daerah Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu daerah
Loa Janan dan daerah Muara Badak memiliki keunggulan yang khas yaitu
memiliki aroma dan rasa pedas yang kas dan memiliki kandungan oleoresin
dan piperin. Lada juga mengandung senyawa fenoloik, flavonoid, tanin,
protein, antrakuinon, karbohidrat dan alkaloid melalui proses maserisasi
dengan pelarut etanol dan metanol.
Sedangkan melalui proses sokletasi terdapat 14,6% senyawa alkaloid,
81,2% senyawa flavonoid dan 17% senyawa tanin. Selain itu juga lada
mengandung polifenol tinggi, memiliki daya hambat terhadap bakteri
Stapilococcus aureus (Pundir dan Jain, 2010; Al-Shahwany, 2014). P. nigrum
Piperin memiliki empat isomer viz; piperin, isopiperin, chavicine dan
isochavicine. Piperin, pipene, piperamide dan piperamine ditemukan bahwa
dapat memiliki aktivitas farmakologi (Ahmad et al., 2012); antioksidan (Nahak
& Sahu, 2011). Menurut Loo (1987) juga menyatakan bahwa lada hitam
mengandung senyawa alkaloid, piperin, kavisin, metil pirolin, minyak atsiri,
lemak , pati dan serat kasar.
Vasavirama dan Upender (2014) mengungkapkan bahwa piperin atau
(E,E)-1-[5(1,3-benzodioksol-5-il)-1-okso-2,4-pentadienil] piperidin dengan
rumus kimia (C17H19NO3) memiliki bentuk Kristal berwarna putih kekuningan
yang larut etanol, eter dan tidak larut dalam air. Menurut Kolhe et al. (2011),
lada banyak digunakan dalam berbagai aspek seperti dibidang pangan
sebagai penyedap rasa, bidang farmasi dan kesehatan sebagai antimalarial,
antiflamasi, sebagai bahan penurun deman, sebagai bahan penurun obesitas,
sebagai bahan penetral racun bias ular, epilepsi dan sebagai penyerapan
vitamin. Kumar et al. (2014) juga menggunakan lada sebagai antimikroba,
sebagai antioksidan, sebagai anti hipertensi, sebagai antikanker dan sebagai
antibakteri.
Salah satu proses pengolahan pasca panen lada adalah proses
pengeringan. Pengeringan dilakukan setelah proses perendaman biji lada.
Pengeringan biji lada yang dilakukan dengan sinar matahari membutuhkan
waktu 3 – 10 hari, sehingga kadar air pada biji lada setelah proses
pengeringan dengan matahari masih cukup tinggi, sekitar 15-18%. Kadar air
yang tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan jamur karena dapat
menurunkan dan merusak mutu lada (Mukhlis, 2016). Kandungan air dan
aktivitas air mempengaruhi perkembangan reaksi pembusukan secara kimia
dan biologi dalam makanan. Pembusukan biologi dalam makanan
diantaranya ditandai oleh tumbuhnya jamur. Pada rempah, jamur yang
tumbuh berupa kapang dan khamir. Pertumbuhan kapang dan khamir dapat
menjadi salah satu indikator kerusakan dalam penyimpanan lada (Chandiko,
2017).
Pertumbuhan mikroorganisme yang tinggi dapat dikurangi dengan
pengeringan. Pengeringan dengan menggunakan oven termasuk
pengeringan buatan (Utomo, Rahayu, & Dhiani, 2009). Menurut Sudarmaji
(2003) pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air suatu bahan
hingga mencapai jumlah tertentu. Tujuan pengeringan adalah mengurangi
kadar air pada bahan dan menghambat pertumbuhan mikroba. Menurut
Hamdiyanti (2017) pengendalian kapang khamir dapat dilakukan dengan
menggunakan pemanasan pada suhu di atas 80°C. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan Chandiko (2017), pengeringan dengan menggunakan
sangrai pada suhu 65°C dapat mempertahankan kadar piperin lada, tetapi
angka kapang khamir pada lada masih tinggi dan melebihi standar yang
ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Untuk meningkatkan kualitas lada perlu dilakukan pengeringan dengan
menggunakan oven. Selain itu perlu diketahui pula suhu optimal proses
pengeringan tersebut. Proses pengeringan dengan oven akan berpengaruh
pada kadar air, angka kapang khamir dan kadar piperin. Piperin merupakan
senyawa hasil metabolit sekunder golongan akaloid dari lada yang
memberikan rasa hangat dan pedas, sehingga perlu diketahui perubahan
kadar piperin lada setelah pengovenan.
BAB V
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengujian kadar
air pada lada yang dilakukan dengan suhu 105° C selama 5 jam didapatkan kadar
air dari hasil pengeringan pertama sebanyak 0,0063 gram, kadar air pada
pengeringan kedua sebanyak 0,0071 gram, dan pengeringan ketiga didapatkan
kadar air sebanyak 0,0011 gram, hasil tersebut belum konstan dikarenakan hasil
yang ditentukan adalah sebanyak 0,02 gram.
DAFTAR PUSTAKA

Daud, A., dkk. 2012. Kajian penerapan faktor yang memengaruhi akurasi penentuan
kadar air metode thermogavimetri. Jurnal Online Politeknik Negeri
Pangkajene Kepulauan.
Ekaputri, T. W. 2014. Efek Ekstrak Lada Hitam (Piper nigrum L.) Terhadap Libido
Mencit (Mus musculus L.) Jantan yang Berbeda Umur. Jurnal Ilmiah : Biologi
Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati. Vol. 2 No. 1 Mei
Febriyanti, A.P., dkk. 2015. Penetapan Kadar Piperin Dalam Ekstrak Buah Lada
Hitam (Piper Nigrum Linn.) Menggunakan Liquid Chromatography Tandem
Mass Spectrometry (Lc–Ms/Ms). Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa, Vol.1,
No.2
Hendriati, L. dkk. 2021. Aktivitas Analgesik Patch Transdermal Ekstrak Etanol Buah
Piper ningrum L Dengan Beberapa Peningkat Transpor Pada Mencit. Jurnal
Farmasi Sains dan Praktis (JFSP). Vol.7, No.2. April.
Meilawati, N.L.W., dkk. 2016. Respon Tanaman Lada (Piper Nigrum L.) Varietas
Ciinten Terhadap Iridiasi Sinar Gamma. Jurnal Littri, Vol.22, No.2
Prasetyo, T.F., dkk. 2019. Implementasi Alat Pendeteksi Kadar Air Pada Bahan
Pangan Berbasis Internet Of Things. SMARTICS Journal, Vol.5 No.2
Risfaheri. 2012. Diversifikasi Produk Lada (Piper ningrum) Untuk Peningkatan Nilai
Tambah. Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (1)
Syarief, R. Dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sudarmadji. S. Dkk. 2007. Analisis bahan makanan dan pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
Kadam, P. V, Yadav, K. N., Patel, F. A., Karjikar, F. A., dan Patil, M. J. 2013.
Pharmacognostic, Phytochemical and Physicochemical Studies of Piper
Nigrum Linn. Fruit (Piperaceae). International Research Journal of Pharmacy,
4(5), 189–193. https://doi.org/10.7897/2230-8407.04538
Al-Shahwany, A. W. 2014. Alkaloids and Phenolic Compound Activity of Piper
Nigrum against Some Human Pathogenic Bacteria. Biomedicine and
Biotechnology, 2(1), 20–28. https://doi.org/10.12691/bb-2-1-4
Pundir, R. K., dan Jain, P. 2010. Volume : I : Issue-2 : Aug-Oct -2010
COMPARATIVE STUDIES ON THE ANTIMICROBIAL ACTIVITY OF BLACK
PEPPER ( PIPER NIGRUM ) AND TURMERIC ( CURCUMA LONGA )
EXTRACTS Lecturer in Biotechnology , Kurukshetra Institute of Technology &
Management , Bhor Lecturer in. International Journal of Applied Biology and
Pharmaceutical Tecnology, 1(2 Aug-Oct), 492–501.
Ahmad, N., Fazal, H., Abbasi, B. H., Farooq, S., Ali, M., dan Khan, M. A. 2012.
Biological role of Piper nigrum L. (Black pepper): A review. Asian Pacific
Journal of Tropical Biomedicine, 2(S), 1945–1953.
https://doi.org/10.1016/S2221-1691(12)60524-3
Nahak, G., dan Sahu, R. K. 2011. Phytochemical evaluation and antioxidant activity
of Piper cubeba and Piper nigrum. Journal of Applied Pharmaceutical
Science, 01(08), 153–157.
Vasavirama, K., dan Upender, M. 2014. Piperine: A valuable alkaloid from piper
species. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,
6(4), 34–38.
Loo, T. 1987. Ikhtisar Ringkas dari Dasar-Dasar Farmakognos. Bunda Karya.
Kolhe, S. R., Borole, P., dan Patel, U. 2011. Extraction and evaluation of piperine
from piper nigrum linn. International Journal of Applied Biology and
Pharmaceutical Technology, 2(2), 144–149. www.ijabpt.com
Sabina, E. P., Nasreen, A., Vedi, M., dan Rasool, M. 2013. Analgesic, Antipyretic
and Ulcerogenic Effects of Piperine: An Active Ingredient of Pepper. Journal
of Pharmaceutical Sciences and Research, 5(10), 203–206.
Kumar, A., Singh, P. K., Parihar, R., Dwivedi, V., Lakhotia, S. C., dan Ganesh, S.
2014. Decreased O-linked GlcNAcylation protects from cytotoxicity mediated
by huntingtin exon1 protein fragment. Journal of Biological Chemistry,
289(19), 13543–13553. https://doi.org/10.1074/jbc.M114.553321
Gorgani, L., Mohammadi, M., Najafpour, G. D., dan Nikzad, M. 2017. Piperine—The
Bioactive Compound of Black Pepper: From Isolation to Medicinal
Formulations. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety,
16(1), 124–140. https://doi.org/10.1111/1541-4337.12246
Zarai, Z., Boujelbene, E., Ben Salem, N., Gargouri, Y., dan Sayari, A. 2013.
Antioxidant and antimicrobial activities of various solvent extracts, piperine
and piperic acid from Piper nigrum. LWT - Food Science and Technology,
50(2), 634–641. https://doi.org/10.1016/j.lwt.2012.07.036
Mukhlis, A.M.R. (2016). Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper nigrum L)
Dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro (Tesis). Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Chandiko, W. (2017). Kadar Piperin Lada Hitam Bubuk dan Putih Setelah
Penyangraian (Skripsi). Universitas Nusa Bangsa, Bogor.
Utomo, A. D., Rahayu, W. S. & Dhiani, B. A. (2009). Beberapa Metode Pengeringan
Terhadap Kadar Flavonoid Herba Sambiloto (Andrographis paniculata).
Pharmacy, 06(01), 58-68.doi: 10.30595/pji.v6i1.402

Anda mungkin juga menyukai