4149buku Prof Imam Isi Cetak
4149buku Prof Imam Isi Cetak
SISTEM POLDER
i
Judul : DRAINASE SISTEM POLDER
Tim Penulis : S. Imam Wahyudi, Henny Pratiwi Adi
Penata letak dan desain sampul : Dwi Riyadi Hartono
Penerbit:
EF PRESS DIGIMEDIA
Isi di luar tanggung jawab penerbit.
ISBN. 978-602-1145-78-4
ii
KATA PENGANTAR
Penulis,
S. Imam Wahyudi
Henny Pratiwi Adi
iii
DAFTAR ISI
v
8.1. Dimensi Saluran Drainase ................................................... 88
8.2. Kecepatan Aliran ................................................................. 92
8.2. Tinggi Jagaan dan Lebar Tanggul ..................................... 101
BAB IX DIMENSI DAN STABILITAS TANGGUL ................. 105
9.1. Penyelidikan Tanah ........................................................... 105
9.1.1. Pekerjaan Sondir (Cone Penetrometer Test, CPT) ..... 105
9.1.2. Pekerjaan Boring ........................................................ 106
9.1.3. Pemeriksaan Laboratorium ......................................... 107
9.2. Standar Perencanaan Tanggul Tanah ................................ 108
9.2.1. Lebar Standar Mercu Tanggul .................................... 108
9.2.2. Kemiringan Lereng Tanggul (Slope of Levee) ........... 108
9.3. Analisa Stabilitas Tanggul Saluran ................................... 110
9.3.1. Gaya yang bekerja pada tanggul ................................. 110
9.4. Analisa Stabilitas Tanggul Kolam Retensi ........................ 114
9.4.1. Analisa daya dukung................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 126
vi
DAFTAR TABEL
vii
Tabel 8.5. Harga Kekasaran Strickler Untuk Saluran Pasangan ...
101
Tabel 8.6. Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran Tanah dan
Saluran Pasangan ... 102
Tabel 8.7. Harga Kekasaran Strickler Untuk Saluran Pasangan ...
104
Tabel 9.1. Karakteristik Tanah Hasil Penyelidikan Laboratorium ...
107
Tabel 9.2. Lebar Standar Mercu Tanggul ... 108
Tabel 9.3. Perhitungan Momen Horisontal ... 117
Tabel 9.4. Faktor Keamanan Tanggul Pada Kolam Retensi ... 121
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 8.3. Profil Basah Berbentuk Segitiga ... 90
Gambar 8.7. Grafik Tinggi Jagaan Untuk Saluran Pembuang ... 103
x
BAB I
PRINSIP DASAR PERENCANAAN DRAINASE
PERKOTAAN
1
Gambar 1.1.Perubahan Tinggi Rata-Rata Muka Laut Diukur
Dari Daerah Dengan Lingkungan Yang Stabil Secara Geologi
(Sumber : Wahyudi S. Imam, 2010)
2
mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi
kegiatan kehidupan manusia. Sedangkan sistem drainase perkotaan
adalah jaringan drainase perkotaan dalam satu kesatuan wilayah
administrasi kota dansekitarnya (urban) yang saling berhubungan.
3
Perkotaan. Dimana sungai besarnya merupakan sungai
lintas kabupaten/kota
2. Satuan Wilayah Sungai di Kabupaten/Kota; adalah
kumpulan jaringan anak-anak sungai dan saluran pada
masing-masing daerah alirannya dimana wilayah sungainya
menjadi kewenanganpemerintahan kabupaten atau
pemerintahan kota.
4
badan air. Selayaknya, kualitas air sudah bagus sebelum dialirkan
ke badan sungai.
5
B. Sistem Drainase Utama (Major Urban Drainage)
Suatu sistem jaringan drainase yang berfungsi sebagai
pematus untuk suatu wilayah perkotaan, yang pengurusan
dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah kota/Kabupaten atau Pemerintah Provinsi. Sistem
drainase utama mengumpulkan dan mengeluarkan air dari
sistem drainase lokal
6
Pengendalian Banjir (Flood Control)
Pengendalian Banjir adalah upaya mengendalikan aliran
permukaan dalam sungai maupundalam badan air yang
lainnya agar tidak meluap serta limpas atau menggenangi
daerahperkotaan. Pengendalian banjir merupakan tanggung
jawab pemerintah kabupaten/kota, pemerintah propinsi
ataupemerintah pusat sesuai wilayah sungainya. Konstruksi
atau bangunan air pada sistem flood control antara lain
berupa:
o Tanggul
o Bangunan Bagi
o Pintu Air
o Saluran Flood Way
7
c) Sistem Saluran Tersier
Saluran drainase yang menerima aliran air langsung
dari saluran-saluran pembuangan rumah
tangga.Umumnya saluran tersier ini adalah saluran di
kiri kanan jalan perumahan.
8
B. Topografi
Kondisi topografi yang bergelombang sesuai kontur dalam
pengukuran atau citra satelit.Kota yang berada pada
bagian yangrendah lebih rawan terkena banjir dan
genangan.
C. Geometri Alur Sungai
Kemiringan dasar sungai yang terlalu besar akan
menimbulkan gerusan dasarsungai. Hal semacam ini
akan menyebabkan konsentrasi sedimentasi pada
bagian hilir yang datar dapat menyebabkan saluran /
sungai cepat menjadi dangkal.
Sungai Berkelok (Meander) umumnya terjadi pada
alur sungai yang disebut dalam morfologi sungai
sebagai sungai tua, dimana kemiringan alur sungai
sudah berkurang (mnjadi lebih landai). Sedimentasi
akan mengendap pada bagian yang kecepatan
alirannya menurun. Endapan sedimentasi tersebut
dapat membelokkan arah aliran ke kanan atau kekiri
sehingga sungai menjadi berkelok-kelok.
9
B. Pasang Surut
Tingginya pasang surut laut merupakan faktor penyebab
banjir untuk kota di daerahpantai. Kondisi sekarang, darat
semakin lebih rendah dari air pasang.
10
1.5. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Sistem Drainase
Perkotaan
1.5.2. CatchmentArea
Catchment area atau daerah tangkapan air adalah kesatuan
area dimana air permukaannyamengalir ke badan air yang sama
yang berupa sungai atau danau, mengikuti arah konturtopografi
area tersebut.
11
1.5.3. Pertumbuhan daerah perkotaan
a. Pertumbuhan fisik kota: Pertumbuhan fisik kota
dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk dan
urbanisasi, yang pada akhirnya mempengaruhi
ketersediaan lahan. Makin sempitnya ruang terbuka
menyebabkan makin besarnya pengaliran (koefisien
run-off) air permukaan sehingga beban sistem drainase
perkotaan semakin berat. Dengan demikian
pembangunan sistem drainase perkotaan harus
mengantisipasi laju pertumbuhan penduduk, sejalan
dengan arahan Rencana Tata Ruang Kota maupun
pentahapan pelaksanaannya.
b. Keseimbangan pembangunan antarkota dan dalam
kota: Pertumbuhan suatu kota harusdidukung oleh
daerah belakang yang menunjang pertumbuhan kota
tersebut. Pertumbuhandaerah belakang yang tidak
terkendali atau tidak sesuai dengan peruntukannya
dapatmengakibatkan bertambahnya potensi banjir dan
genangan di wilayah perkotaan, karenapenurunan
fungsi daerah tersebut sebagai daerah resapan air.
c. Faktor sosial ekonomi budaya: Kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap sanitasilingkungan dapat
menimbulkan permasalahan dalam saluran
disampingmenghambat pembangunan sistem drainase
dan mengurangi public area serta keindahan kota.
12
Penerapan peraturan serta perkuatan aspek hukum sangat
diperlukan, agar lahan sepanjangsungai atau saluran dapat
dibebaskan dari hunian penduduk sehingga memudahkan
untukpelebaran atau peningkatan kapasitas saluran pada masa
mendatang serta kegiatan operasi danpemeliharaan saluran.
13
BAB II
KONSEP DRAINASE BERWAWASAN
LINGKUNGAN(ECO-DRAIN)
2.1.Konsep Eco-Drain
14
Pembuatan sumur-sumur resapan penampung air hujan
guna mengurangi volume limpasanair hujan yang akan
mengalir ke saluran drainase dan sungai.
Pembuatan saluran dan tanggul yang memperindah
lingkungan.
15
Identifikasi
Permasalaha
n
Obervasi/
Pengamatan
Analisa
Pemecahan
Konsep
Penanganan
Model
ECO-DRAIN
16
3. Melakukan survei hidrologi, hidrolika dan meteorologi serta
kondisi struktur bangunan existing drainase, sampah dan air
limbah yang ada.
4. Periksa kualitas air di laboratorium, apakah air tersebut
masih pantas digunakan sebagai air baku atau tidak.
17
2.3.Model Pelaksanaan Kegiatan Eco-Drain
18
Tumpukan sampah
memperkecil kapasitas
saluran atau sungai
berpotensi menimbulkan
banjir dan penyumbatan
operasi pompa
19
Biostimulasi dilakukan dengan cara penambahan
nutrien dan oksigen ke dalam air yang tercemar secara
biologis untuk menstimulasi atau mengembangkan
populasi bakteri tertentu yang akan mempercepat
proses perbaikan kualitas air tersebut.
Bioaugmentasi dilakukan dengan membubuhkan
mikro organisme khusus yang sudah dipilih kedalam
air yang tercemar secara biologis untuk membantu
memperlambat proses degradasi kualitas air tersebut.
Fitoremediasi, yaitu suatu sistem dimana tanaman
tertentu bekerjasama denganmikroorganisme dalam
media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat
kontaminan (pencemar atau polutan) menjadi kurang
atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang
berguna secara ekonomi. Terdapat enam tahap proses
secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat
kontaminan yang berada disekitarnya yaitu
Phytoacumulation, Rhizofiltration, Phytostabilization,
rhyzodegradation, Phytodegradation dan
Phytovolatization.
20
Gambar 2.3. Pelaksanaan Eco-Drain dengan Metode Three In One
21
baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang lain
tanpa perubahan bentuk. Langkah 2) Reduce, merupakan
tahap untuk meminimalkan sampah dengan mengunakan
barang yang tidak habis dalam sekali pakai. Langkah 3)
Recycle, merupakan upaya untuk mengolah/ mendaur
ulang barang yang sudah terpakai menjadi barang baru
untuk kegiatan lain yang bermanfaat.
22
prinsip keterjangkauan harga, efisiensi, mengutamakan
prinsip pengeoperasiandan perawatan yang mudah.
23
e) Kajian masalah keuangan, institusi, peraturan dan peran
serta swasta atau masyarakat.
24
BAB III
INFRASTRUKTUR DRAINASE SISTEM POLDER
3.1.Sistem Polder
27
dan kuat. Contohnya tanggul bendung, dinding penahan
tanah ( DPT ).
4) Tanggul infrastruktur merupakan sebuah struktur yang
didesain dan dibangun secara kuat dalam periode waktu
yang lama dengan perbaikan dan pemeliharaan secara
terus menerus, sehingga seringkali dapat difungsikan yang
lain seperti tanggul dengan taman yang indah dan jalan
raya.
B. Kolam Retensi
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam
yang dapat menampung atau meresapkan air didalamnya,
tergantung dari jenis bahan pelapis dinding dan dasar kolam,
kolam retensi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolam
alami dan kolam non alami.
Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan
atau lahan resapan yang sudah terdapat secara alami dan
dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau
dilakukan penyesuaian. Pada umumnya perencanaan
kolam jenis ini memadukan fungsi sebagai kolam
penyimpanan air dan penggunaan sesuai kondisi
lingkungan masyarakat sekitarnya. Kolam jenis alami ini
selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga dapat
meresapkan pada lahan atau kolam yang pervious,
misalnya lapangan sepak bola ( yang tertutup oleh rumput)
28
atau danau alami, yang berfungsi sebagai taman rekreasi
dan kolam rawa.
Kolam non alami yaitu kolam retensi yang didesain dan
dibuat dengan bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi
yang telah direncanakan sebelumnya. Pada kolam jenis ini
air yang masuk ke dalam inlet harus dapat ditampung
sesuai dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga
dapat mengurangi debit banjir puncak (peak flow). Kolam
berfungsi mengurangi debit banjir dikarenakan adanya
penambahan waktu konsentrasi air untuk mengalir
dipermukaan.
29
C. Pompa
Pompa Drainase Perkotaan (Stormwater Pumping)
adalah pompa air yang umum dipakai untuk membantu
mengalirkan aliran dari satu bidang ke bidang lainnya yang
lebih tinggi.
30
o Muka Air Rendah (normal) pada kondisi tidak
hujan, pompa diistirahatkan untuk dilakukan
pengecekan ringan, pemberian pelumas,
pengecekan kelancaran arus listrik dari sumber
dan panel.
o Muka Air naik karena buangan air domestik
masuk biasanya waktu pagi dan sore hari. Pompa
dioperasikan sampai muka air di waduk kembali
normal.
o Terjadi hujan ringan pompa dioperasikan jika
tinggi muka air terjadi kenaikan melebihi ambang
tinggi yang sudah ditentukan.
o Terjadi hujan lebat di area polder otomatis tinggi
muka air akan naik maka pompa harus
dioperasikan secara maksimal untuk
mengembalikan kondisi tinggi muka air menjadi
normal kembali.
o Untuk menjaga agar supaya pompa tidak
memompa sampai kering dan akan merusak
baling-baling (propeller) maka harus ditentukan
batas tinggi muka air terendah. Tinggi muka air
terendahjuga difungsikan supaya saluran tidak
kotor dan tidak kering.
o Tinggi muka air normal berada pada level tinggi
muka air tanah. Sekalipun kolam retensi dibuat
31
dalam, setelah dipompa muka air akan kembali ke
level normal lagi. Volume retensi yang
operasional untuk musim kemarau dimulai dari
muka air normal sampai muka air maksimal.
Untuk musim hujan volume
retensidioperasionalkan mulai darimuka air
terendah sebab volume tampungan dibutuhkan
lebih besar sesuai besarnya debit yang masuk
lewat inlet.
2. Pemompaan ke kanal (Sungai)
Pemompaan ke badan air berupa kanal atau sungai
prosedurnya sama dengan ke laut. Hanya saja
terkadang untuk meletakkan pompa terkendala oleh
adanya tanggul.Apalagi kalau diameter pompanya
besar dapat mengganggu lalu lintas di atasnya jika
pompa harus diletakkan di atas tanggul.Ketinggian
tanggul diperhitungkan terhadap tinggi air laut pasang
dan muka air banjir di kanal.
32
Gambar 3.3.Pompa Air Modern
33
tanggung jawab dan koordinasi dalam good governance (Rosdianti,
2009).
34
terjadi selama ini kita lebih pandai mengadakan sarana dan
prasarana publik ketimbang merawatnya.
d. Resapan air hujan perlu lebih dimaksimalkan melalui
daerah resapan mikro seperti taman, kolam, perkerasan
yang permeabel, dan sumur resapan. Prinsipnya adalah
mengurangi buangan air hujan ke sungai dan
memperbanyak resapannya ke dalam tanah. Disini, peran
arsitek, kontraktor, dan pemilik properti amatlah penting
untuk mengalokasikan sebagian lahannya untuk fungsi
resapan seperti taman rumput (bertanah) dan sumur
resapan. Daerah resapan yang tidak terlalu luas namun jika
banyak jumlahnya dan tersebar di seluruh penjuru kota
tentu akan memberikan kontribusi yang signifikan untuk
meresapkan air hujan ke dalam tanah.
35
untuk mencegah banjir dan meminimalisir kerugian akibat banjir
yang bisa datang setiap tahun.
37
BAB IV
ANALISA HIDROLOGI
A1 . R 1 A 2 . R 2 ..... A n . R n
R ... (4.1)
A1 A 2 ..... A n
A1 . R 1 A 2 . R 2 ..... A n . R n
R ... (4.2)
A
Dimana :
R = hujan rerata daerah (mm)
Rn = hujan pada pos penakar hujan (mm)
An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2)
A = luas total DAS (km2)
An
Wn =
A
39
Keadaan ini dapat diperlihatkan sekaligus dikoreksi
dengan menggambarkan suatu grafik ortogonal yang disebut
Kurva Massa Ganda yaitu suatu kurva yang membandingkan
antara data hujan tahunan kumulatif stasiun yang diuji dengan
rerata hujan tahunan kumulatif dari stasiun yang lain. Uji ini
bertujuan untuk mengetahui dimana letak ketidakkonsistenan
suatu deretan data.
Kumulatif Stasiun (mm)
Yz
o
o
Y Yz Yo
Tgα Tgo ... (4.4)
X Xo Xo
Tg
Hz Ho ... (4.5)
Tgo
Dimana :
Hz = data curah hujan yang telah dikoreksi
Ho = data curah hujan tahunan hasil pengamatan
Tg = kemiringan setelah dikoreksi
40
Tgo = kemiringan awal
Yt yn
Xt Xm Sd ... (4.6)
Sn
Yn Yt
Xt Xm Sd Sd ... (4.7)
Sn Sn
a Sn Sd
1 a Sd Sn
41
b Xm ( yn * Sd ) Sn ... (4.8)
Xt b 1 a * Yt ... (4.9)
Dimana :
Xt = hujan rancangan dengan kala ulang t tahun
Yt = reduced variate dengan persamaan :
Yt = - ln ( - ln ((Tr – 1)/Tr))
Tr = kala ulang
Sd = standar deviasi
Yn = reduced mean (didasarkan pada banyaknya data)
Sn = reduced standart deviation (didasarkan pada
banyaknya data)
Xm = rerata hujan
(log Xi log X ) 2
Sd i 1
... (4.10)
(n 1)
42
4. Menghitung koefisien kepencengan dengan rumus sebagai
berikut :
n
(log Xi log X ) 3
Cs i 1
( n 1)( n 2) Sd 3
5. ... (4.11)
6. Menghitung logaritma hujan P dengan waktu balik yang
dikehendaki dengan rumus :
43
Tabel 4.1 Hubungan Koefisien Skewnes (G) Positif dengan
Koefisien K
Average Recurrence Interval in Years
Skew
1.0101 1.0526 1.1111 1.25 2 5 10 25 50 100 200 1000
Coef
Percent change
(g)
99 95 90 80 50 20 10 4 2 1 0.5 0.1
3 -0.667 -0.665 -0.66 -0.36 -0.396 0.42 1.18 2.278 3.152 4.051 4.97 7.15
2.9 -0.69 -0.688 -0.681 -0.651 -0.39 0.44 1.195 2.277 3.134 5.013 4.909 7.03
2.8 -0.714 -0.711 -0.702 -0.666 -0.384 0.46 1.21 2.275 3.114 3.973 4.847 6.92
2.7 -0.74 -0.736 -0.724 -0.681 -0.376 0.479 1.224 2.272 3.093 3.932 4.783 6.79
2.6 -0.769 -0.762 -0.747 -0.696 -0.368 0.499 1.238 2.267 3.071 3.887 4.718 6.67
2.5 -0.799 -0.79 -0.771 -0.771 -0.36 0.51 1.25 2.262 3.048 3.845 4.652 6.55
2.4 -0.832 -0.819 -0.795 -0.725 -0.351 0.537 1.262 2.256 3.023 3.8 4.584 6.42
2.3 -0.867 -0.85 -0.819 -0.739 -0.341 0.555 1.274 2.248 2.997 3.753 4.515 6.3
2.2 -0.905 -0.882 -0.844 -0.752 -0.33 0.574 1.284 2.24 2.97 3.705 4.444 6.17
2.1 -0.946 -0.914 -0.869 -0.765 -0.319 0.592 1.294 2.23 2.942 3.656 4.372 6.04
2 -0.99 -0.949 -0.895 -0.777 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.91
1.9 -1.037 -0.984 -0.92 -0.788 -0.294 0.627 1.31 2.207 2.881 3.553 4.223 5.78
1.8 -1.087 -1.02 -0.945 -0.799 -0.282 0.642 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.64
1.7 -1.14 -1.056 -0.97 -0.808 -0.268 0.66 1.324 2.179 2.815 3.444 4.069 5.51
1.6 -1.197 -1.093 -0.994 -0.817 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.78 3.388 3.99 5.37
1.5 -1.256 -1.131 -1.018 -0.825 -0.24 0.69 1.333 2.146 2.743 3.33 3.91 5.23
1.4 -1.318 -1.168 -1.041 -0.832 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.1
1.3 -1.383 -1.206 -1.064 -0.838 -0.21 0.719 1.339 2.108 2.666 3.211 3.745 4.96
1.2 -1.449 -1.243 -1.086 -0.844 -0.195 0.732 1.34 2.087 2.626 3.149 3.661 4.81
1.1 -1.518 -1.28 -1.107 -0.848 -0.18 0.745 1.341 2.066 2.585 3.087 3.575 4.67
1 -1.588 -1.317 -1.128 -0.852 -0.164 0.758 1.34 2.043 2.542 3.022 3.489 4.53
0.9 -1.66 -1.353 -1.147 -0.854 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.39
0.8 -1.733 -1.388 -1.166 -0.856 -0.132 0.78 1.336 1.993 2.453 2.891 3.312 4.24
0.7 -1.806 -1.423 -1.183 -0.857 -0.116 0.79 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 4.1
0.6 -1.88 -1.458 -1.2 -0.857 -0.099 0.8 1.328 1.939 2.359 2.755 3.123 3.96
0.5 -1.955 -1.491 -1.216 -0.856 -0.083 0.808 1.323 1.91 2.311 2.686 3.041 3.81
0.4 -2.029 -1.524 -1.231 -0.855 -0.066 0.816 1.317 1.88 2.261 2.615 2.949 3.67
0.3 -2.104 -1.555 -1.245 -0.853 -0.05 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.859 3.52
0.2 -2.178 -1.586 -1.256 -0.85 -0.033 0.83 1.301 1.818 2.059 2.472 2.763 3.38
0.1 -2.252 -1.616 -1.27 -0.846 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.007 2.4 2.67 3.23
0 -2.326 -1.645 -1.282 -0.842 0 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.09
44
Tabel 4.2.Hubungan Koefisien Skewnes (G) Negatif dengan
Koefisien K
Average Recurrence Interval in Years
Skew 1.0101 1.0526 1.1111 1.25 2 5 10 25 50 100 200 1000
Coef
Percent change
(g)
99 95 90 80 50 20 10 4 2 1 0.5 0.1
0 -2.326 -1.645 -1.282 -0.842 0 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.09
-0.1 -2.4 -1.673 -1.292 -0.836 0.017 0.846 1.27 1.716 2 2.252 2.482 2.95
-0.2 -2.472 -1.7 -1.301 -0.83 0.033 0.45 1.258 1.68 1.945 2.178 2.388 2.81
-0.3 -2.544 -1.726 -1.309 -0.824 0.05 0.853 1.245 1.643 1.89 2.104 2.294 2.67
-0.4 -2.615 -1.75 -1.317 -0.816 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.53
-0.5 -2.686 -1.774 -1.323 -0.808 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.108 2.4
-0.6 -2.755 -1.797 -1.328 -0.8 0.099 0.857 1.2 1.528 1.72 1.88 2.016 2.27
-0.7 -2.824 -1.819 -1.333 -0.79 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.14
-0.8 -2.891 -1.839 -1.336 -0.78 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.02
-0.9 -2.957 -1.858 -1.339 -0.769 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.66 1.749 1.90
-1 -3.022 -1.877 -1.34 -0.758 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.79
-1.1 -3.087 -1.894 -1.341 -0.45 0.18 0.848 1.107 1.324 1.435 1.518 1.581 1.68
-1.2 -3.149 -1.91 -1.34 -0.732 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.58
-1.3 -3.211 -1.925 -1.339 -0.719 0.21 0.838 1.064 1.24 1.324 1.383 1.424 1.48
-1.4 -3.271 -1.938 -1.337 -0.705 0.225 0.832 1.041 1.198 1.27 1.318 1.351 1.39
-1.5 -3.33 -1.951 -1.333 -0.69 0.24 0.825 1.018 1.157 1.217 1.256 1.282 1.31
-1.6 -3.388 -1.962 -1.329 -0.675 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.24
-1.7 -3.444 -1.972 -1.324 -0.66 0.268 0.808 0.97 1.075 1.116 1.14 1.155 1.17
-1.8 -3.499 -9.81 -1.318 -0.643 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.11
-1.9 -3.553 -1.989 -1.31 -0.627 0.292 0.788 0.92 0.996 1.023 1.037 1.044 1.05
-2 -3.605 -1.996 -1.302 -0.609 0.307 0.777 0.895 0.959 0.98 0.99 0.995 1.00
-2.1 -3.656 -2.001 -1.294 -0.592 0.319 0.765 0.869 0.923 0.939 0.946 0.949 0.95
-2.2 -3.705 -2.006 -1.284 -0.574 0.33 0.752 0.844 0.888 0.9 0.905 0.907 0.91
-2.3 -3.753 -2.009 -1.274 -0.555 0.341 0.739 0.819 0.855 0.864 0.867 0.869 0.87
-2.4 -3.8 -2.011 -1.262 -0.537 0.351 0.725 0.795 0.823 0.83 0.832 0.833 0.83
-2.5 -3.845 -2.012 -1.25 -0.518 0.36 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.8 0.8
-2.6 -3.889 -2.013 -1.238 -0.499 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.769 0.769 0.77
-2.7 -3.932 -2.012 -1.224 -0.479 0.376 0.681 0.724 0.738 0.74 0.74 0.741 0.74
-2.8 -3.973 -2.01 -1.21 -0.46 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 0.714 0.71
-2.9 -4.013 -2.007 -1.195 -0.44 0.39 0.651 0.683 0.683 0.689 0.69 0.69 0.69
-3 -4.051 -2.003 -1.18 -0.42 0.396 0.636 0.66 0.666 0.666 0.667 0.667 0.67
45
n ( X X ) 3
Cs ... (4.13)
(n 1)( n 2) S 3
n 2 ( X X )4
Ck ... (4.14)
(n 1)( n 2)( n 3) S 4
JENIS METODE Ck Cs
Gumbel 5.4002 1.1396
Normal 3.0 0
Log Pearson Bebas Bebas
46
P 100m (n 1)
Dimana :
P = probabilitas (%)
m = nomor urut data seri yang telah disusun
n = jumlah data
( Ef Of ) 2
X2 ... (4.15)
Ef
Dimana :
2
X = harga kai - kuadrat
47
Nilai X2 yang terdapat ini harus lebih kecil dari harga X2cr
(Kai Kuadrat kritis), untuk suatu derajat nyata tertentu
(level of significance), sering diambil sebesar 5%.
Dk K ( P 1) ... (4.16)
Dimana :
DK = derajat kebebasan
K = banyaknya data
48
4.6.1. Analisa banjir rancangan metode Bankfull Capacity
Dengan memperkirakan banjir yang terjadi di lapangan
didapat elevasi muka air banjir pada tiap - tiap patok
berdasarkan informasi banjir di lapangan, sehingga diperoleh
luas penampang basah dan keliling basah pada tiap profil di
sekitar saluran.
87
C ... (4.18)
1 ( R ) 0 .5
1.7
... (4.19)
Q F *V Qbf 1,5 * Q
Dimana :
V = kecepatan pengaliran (m/dt)
C = koefisien Chezy
R = jari - jari hidrolis penampang (m)
F = luas penampang basah (m)
P = keliling basah (m)
a = koefisien pengaliran
Q = debit pengaliran (m3/dt)
I = rata - rata kemiringan sungai
49
Qbf = debit pengaliran bank full capacity (m3/dt)
R24 t 2 3
Rt ( ) ... (4.20)
t T
Dimana :
Rt = Intensitas hujan rerata dalam T jam ( % )
R24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari
t = waktu konsentrasi hujan = 6 jam
T = waktu mulai hujan
a. Kondisi hujan
b. Luas dan bentuk daerah pengaliran
50
c. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar
sungai
d. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
e. Kebasahan tanah
f. Suhu udara dan angin serta evaporasi
g. Tata guna lahan
Rt t Rt (t 1) ( Rt 1) ... (4.21)
Dimana :
Rt = persentase intensitas hujan rerata dalam t jam
Rt-1 = persentase intensitas hujan rerata dalam (t - 1)
jam
51
Dimana :
Rn = hujan netto (mm/hari)
C = koefisien pengaliran
R = curah hujan harian maksimum (mm/hari)
A.Ro
Qp ... (4.23)
3,6 * (0,3.Tp T0,3 )
52
Dimana :
Qp = debit puncak banjir (m3/dt/mm)
A = luas daerah pengaliran (km2)
Ro = curah hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai
puncakbanjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan pada penurunan debit
puncak sampaike debit sebesar 30% dari debit
puncak (jam)
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan rumus :
Dimana :
Tg = waktu kosentrasi (jam)
L = panjang alur sungai (km)
Tr = satuan waktu hujan (jam)
= parameter yang bernilai antara 1,5 – 3,5
53
a) Untuk daerah pengaliran biasa harga = 2
b) Untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagan
menurun dengan cepat harga = 1,5
c) Untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian
menurun yang lambat harga = 3,0
0,47 * ( A * L) 0, 25
... (4.26)
Tg
Dimana :
L = panjang alur sungai utama terpanjang (km)
A = luas daerah aliran (km2)
54
0 < 1 < Tp
2, 4
t
Qt Qp.
Tp ... (4.27)
55
Tr
0,8TrTg
Lengkung
Lengkung
naik turun
Q
P 0,32 Qp
0,3Qp
Tp T0,3 1,5T0, 1,5T0,
3 3
56
3. Faktor Lebar (WF), yaitu perbandingan antara lebar
DAS yang diukur dititik sungai yang berjarak 0,75 L
dengan lebar DAS yang di ukur dititik sungai yang
berjarak 0,25 L dari stasiun hidrometri.
4. Luas DAS sebelah hulu (RUA), yaitu perbandingan
antar luas DAS yang diukur dihulu garis yang ditarik
tegak lurus garis hubung antara stasiun hidrometri
dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS,
melewati titik tersebut.
5. Faktor Simetri (SIM), yaitu hasil kali antara faktor
lebar (WF) dengan luas DAS sebelah hulu (RUA).
6. Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua
pertemuan sungai di dalam DAS tersebut. Jumlah ini
tidak lain adalah jumlah pangsa sungai tingkat satu
dikurangi satu.
7. Kerapatan jaringan kuras (D), yaitu jumlah panjang
sungai semua tingkat tiap satuan luas DAS.
Qt = Qp . e -t/k
TR = 0,43(L/100 SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775
57
QP = 0,1836 A 0,5886 TR -0,4008 JN 0,2381
TB = 27,4132 TR0,1457 S -0,0986 SN0,7344 RUA
K = 0,5617 A0,1798 S -0,1446 SFF-1,0897 D0,0452
QB = 0,4751 A0,6444 . D0,9430
B = 1,5518 A-0,1491. N-0,2725. SIM-0,0259 . S-0,0733
Dimana :
Qt = debit resesi hidrograf (m3/det)
Qp = debit puncak hidrograf (m3/det)
A = luas daerah pengaliran (km2)
TR = waktu naik hidrograf (jam)
TB = debit puncak hidrograf (m3/det)
K = koefisien tampungan (jam)
QB = Aliran dasar (m3/det)
SF = Faktor sumber = perbandingan antara jumlah panjang
sungai tingkat I dengan jumlah sungai semua tingkat
SN = Frekuensi sumber = perbandingan antara jumlah pangsa
sungai tingkat I dengan jumah pangsa sungai semua
tingkat
RUA = Luas DAS sebelah hulu (km2) = perbandingan antara
luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak
lurus garis hubung antara stasiun hidrometri dengan
titik yang paling dekat dengan berat DAS melewati titik
tersebut.
SIM = Faktor simetri = hasil kali antara faktor lebar (WF)
dengan luas DAS sebelah hulu (RUA)
58
JN = jumlah pertemuan sungai di dalam DAS = jumlah
pangsa sungai tingkat I dikurangi 1
WF = Faktor lebar = perbandingan antara luas DAS yang
diukur di titik sungai yang berjarak 0,75 L dengan lebar
DAS yang diukur di titik sungai yang berjarak 0,25 L
dari stasiun hidrometri
D = Kerapatan jaringan kuras = jumlah panjang sungai
semua tingkat tiap satuan luas DAS
S = slope / kelandaian sungai
59
disarankan untuk menggunakan cara yang disebutkan
berikut ini dengan mengalikan hujan titik dengan
reduksi hujan terbesar :
B = 1,5518 A-0,1491 N
61
Tabel 5.1. Curah Hujan Harian Maksimum
No.Sta 123
TAHUN Medono
(Xi)
1994 177
1995 243
1996 173
1997 203
1998 169
1999 179
2000 152
2001 123
2002 189
2003 158
2004 171
2005 85
2006 183
2007 193
2008 166
2009 196
Sumber : Data Curah Hujan Sta 123 Medono
(x i x) 2
Sx = (n 1) ... (5.1)
( Yt Yn )
R( n ) x .S x ... (5.2)
Sn
64
Kemudian cari dari tabel harga hubungan koefisien
skewness (G) positif dengan koefisien K, dari tabel ini
didapatkan nilai G untuk masing-masing periode ulang.
Hitung Ln x dengan persamaan : Ln x = Lnx rata-rata + G . Si
Hitung curah hujan rancangan (R(T)) = 2,7184Lnx
Lnx rata-rata = 5,1275 dan Si = 0,233711
65
Rb = 243,00, Rc = 85,00
bi = ((Rb . Rc – R2) / (2R – (Rb + Rc)) = 790,60
b = 1/m . bi = (1/1,1) . 790,60 = 741,188
yi = log (Ri + b)
y = yi / n = 47,36796 / 16 = 2,9605
1/n = (((2n / (n-1)) . (y2 – (yi)2))0,5 = 0,023699
Cari harga Z (dari tabel hubungan antara Z dengan return
period)
Kemudian hitung curah hujan rancangan (R(t)) dengan
persamaan :
R(t) = b + 1 / log (y + 1/n . Z)
66
metode tersebut. Pada pekerjaan ini digunakan metode Gumbel
dengan mempertimbangkan aspek aman terhadap besaran nilai
yang didapat dari ketiga metode. Hasil perhitungan curah hujan
rencana ditampilkan pada Tabel 5.5.
67
2. Parameter debit metode rasional
Debit drainase didapatkan dari hasil analisis curah hujan.
Dengan asumsi drainase ini berada di wilayah kota sehingga
peresapan dianggap tidak ada dan genangan yang diijinkan
juga tidak ada. Besarnya evaporasi dianggap nol karena saat
hujan biasanya udara tidak panas.
Q C.C s .I.A
... (5.5)
dimana :
Q = debit banjir puncak pada Perioda Ulang T
tahun (lt/detik), yang terjadi pada muara
DAS
I = intensitas hujan (l/detik/ha)
A = luas DAS (ha)
C = koefisien Pengaliran
Cs = koefisien Retensi
68
5.2.1. Hidrograf banjir
Hidrograf banjir dianalisis dengan metode Nakayatsu.
Metode ini dihitung berdasarkan data curah hujan harian
maksimum 5 tahunan, sebagaimana sudah didapat dalam paragraf
sebelumnya. Kemudian distribusi debit tersebut dalam kurun waktu
tertentu. Hasil analisis sebagimana dalam tabel 5.6 berikut.
69
Tabel 5.6. Analisa Hidrograf Banjir Metode Nakayatsu
Q Rencana 5 th
I DATA III PERHITUNGAN DEBIT BANJIR
70
Hidrograf Satuan Metode Nakayasu
Q Rencana 5 Tahun
45
40
35
30
25
20
15
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
70
BAB VI
PASANG SURUT AIR LAUT
71
Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang laut
berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang
laut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi dasar
samudera. Pasang laut merupakan hasil dari gaya gravitasi dan
efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar
pusat rotasi (bumi). Gravitasi bervariasi secara langsung dengan
massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran
bulan lebih kecil dari matahari, namun gaya gravitasi bulan dua
kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan
pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak
matahari ke bumi. Gaya gravitasi menarik air laut ke arah bulan
dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan pasang surut
gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan
oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital
bulan dan matahari (www.wikipedia.co.id).
72
tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides)
dan tipe pasut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe
campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi
tunggal (surbakti77.wordpress.com).
73
d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed
tide prevalling diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan
dua kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara
waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan
tinggi dan perioda yang berbeda.pasang surut ini terdapat di
selat Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat (Triatmodjo,
1999).
K 1 O1
F ... (.1)
M 2 S2
Dimana :
F = Bilangan Formhazl.
O1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang
disebabkan gaya tarik bulan.
K1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang
disebabkan gaya tarik surya.
74
M2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang
disebabkan gaya tarik bulan.
S2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang
disebabkan gaya tarik surya.
Dengan demikian jika nilai F
0 ≤ F < 0,25 = Semi Diurnal
0,25 ≤ F <1,5 = Mixed type (semi diurnal dominant)
1,5 ≤ F < 3,0 = Mixed type (diurnal dominant)
F ≥ 3,0 = Diurnal
110
Elevasi Muka Air (cm)
60
10
01 06 11 16 21 26 31
Waktu (Januari 2006)
76
pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode Least Square,
meliputi 9 konstituen.
78
BAB VII
SIMULASI KAPASITAS KOLAM RETENSI
DALAM SISTEM POLDER
79
7.2.Tipe Kolam Retensi
80
2. Kolam retensi yang terletak di dalam badan sungai
Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa
tanggul keliling, pintu outlet, bendung, saringan sampah
dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk
kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah
kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air
dari hulu, pelaksanaan lebih sulit dan pemeliharaan lebih
mahal.
81
terbatas, menunggu aliran air yang ada dan pelaksanaannya
lebih sulit.
Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah dengan
perbandingan panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedang dua
kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira-
kira di ujung kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat
kedua ”mulut” masuk dan keluarnya (aliran) air.
Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk
kolam yang memanjang semacam itu, ternyata sedimen
relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan
(proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih
aktif karena terbentuknya air yang ‟terus bergerak, namun
tetap dalam kondisi tenang. Tanaman tetentu dapat
menstabilkan dinding kolam dan mendapat makanan
(nutrient) yang larut dalam air.
82
7.3.Simulasi Kapasitas Kolam Retensi
83
Untuk simulasi diperlakukan hukum kontinuitas yaitu:
S = Vin + Vinf – Vout ... (7.1)
Dimana:
S = Storage (Volume tandon)
Vin = Volume Inlet (masuk dari banjir)
Vinf = Volume infiltrasi ke dalam kolam
Vout = Volume keluar (pompa)
dS
= Qin + Qinf − P ... (7.3)
dt
Dimana:
dS/dt = laju perubahan volume tandon
Qin = Debit air banjir (m3/dt)
P = Debit pompa (outlet) m3/dt
84
Untuk interval waktu t, persamaan perubahan volume
tandon banjir dapat dituliskan:
Qin 1+ Qin 2 P1+P2
S2 − S1 = t− t ... (7.5)
2 2
85
Tabel 7.1.Hasil Simulasi Kolam Retensi
Luas Tandon (A) = 6 ha
Elev Dasar Kolam = -3 m
Tinggi Tanggul = 0.3 m
Periode Waktu Routing Q Banjir 0,5(Q1+Q2)t Kapasitas Pompa 0,5 Pt S1 (S1-0,5 Pt) (S2+0,5 Pt) S2 EMA Tandon Freeboard
Routing (jam) (m3/detik) (m3) (m3/detik) (m3) (m3) (m3) (m3) (m3) (cm) (m)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
x 10 4 x 10 4
0 0 0
1 1 38.821 88490.337 4 7200 179997.500 172797.5 261287.837 254087.837 -2.500 -2.80000
2 2 10.340 31555.952 4 7200 254087.837 246887.84 278443.789 271243.789 -1.265 -1.56516
3 3 7.191 23214.531 4 7200 271243.789 264043.79 287258.320 280058.320 -0.979 -1.27923
4 4 5.706 18960.250 4 7200 280058.320 272858.32 291818.570 284618.570 -0.832 -1.13232
5 5 4.828 8764.204 4 7200 284618.570 277418.57 286182.774 278982.774 -0.756 -1.05632
6 6 0.041 108.102 4 7200 278982.774 271782.77 271890.876 264690.876 -0.850 -1.15025
7 7 0.019 51.490 2 3600 264690.876 261090.88 261142.366 257542.366 -1.088 -1.38844
8 8 0.010 28.776 2 3600 257542.366 253942.37 253971.142 250371.142 -1.208 -1.50759
9 9 0.006 18.291 2 3600 250371.142 246771.14 246789.433 243189.433 -1.327 -1.62711
10 10 0.004 13.587 1 1800 243189.433 241389.43 241403.020 239603.020 -1.447 -1.74680
11 11 0.003 7.799 1 1800 239603.020 237803.02 237810.819 236010.819 -1.507 -1.80657
12 12 0.00099991 1.800 1 1800 236010.819 234210.82 234212.619 232412.619 -1.566 -1.86644
86
Keterangan Tabel 7.1
Kolom 1-2 :Waktu hujan sesuai dengan hidrograf banjir
Kolom 3 :Debit banjir yang didapat dari analisis hidrologi
Kolom 4 :Volume untuk interval debit yaitu tiap jam
Kolom 5 :Kapasitas pompa yang diaplikasikan
Kolom 6-10 :Persamaan laju perubahan volume tendon/kolam
retensi
Kolom 11 :Elevasi muka air tandon/kolam retensi
Kolom 12 :Ketinggian freeboard dari muka air tendon/kolam
retensi
87
BAB VIII
HIDROULIKA SALURAN
ɸ−180 0
𝑎 = 𝑟 sin … (8.1)
2
Dimana :
a = tinggi air (dalam m)
ɸ = sudut ketinggian air (dalam radial)= y
r = jari-jari lingkaran (dalam m)
88
ɸ𝑃
A = luas profil basah (dalam m2) = 1 2 𝑟 2 −
180
sinɸ
ɸ𝑃
P = keliling basah (dalam m)= 𝑟 ɸ = 𝑟 .
180
1m h
1m
th B mh
𝐵+𝑇
𝐴= 𝑋 ℎ ... (8.2)
2
Dimana :
A = luas profil basah (m2)
B = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi air di dalam saluran (m)
T = (B + m h + t h) = lebar atas muka air
m = kemiringan talud kanan
t = kemiringan talud kiri
89
(3) Luas profil basah berbentuk segitiga
Luas profil basah berbentuk segitiga dapat dinyatakan
sebagai berikut :
1
𝐴= 𝑥 𝑇 𝑥 ℎ ... (8.3)
2
Dimana :
A = luas profil basah (m2)
B = 0 (nol)
h = tinggi air dalam saluran (m)
T = ( B + m h + t h)
m = kemiringan talud kanan
t = kemiringan talud kiri
90
(4) Luas profil basah berbentuk segiempat
𝐴 = 𝐵 𝑥 ℎ … (8.5)
Dimana :
A = luas profil basah (m2)
B = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi air di dalam saluran (m)
T = B
m = 0 (nol) dan
t = 0 (nol)
91
8.2. Kecepatan Aliran
𝑉 = 𝐶 𝑅𝐼 ... (8.6)
Dimana :
V = kecepatan aliran dalam m/dt
C = koefisien Chezy
R = jari-jari hidrolis dalam m
A = profil basah saluran dalam m2
P = keliling basah dalam m
I = kemiringan dasar saluran
2) Rumus Bazin
Bazin mengusulkan rumus berikut ini :
87
𝐶= 𝑔𝐵 ... (8.7)
1+
𝑅
92
Tabel 8.1.Koefisien Kekasaran Bazin
Jenis Dinding gB
3) Rumus Manning
Seorang ahli dari Islandia, Robert Manning mengusulkan
rumus berikut:
𝑖
𝐶= 𝑅2 3
... (8.8)
𝑛
1
𝑉= 𝑅2 3 𝐼1 2
… (8.9)
𝑛
93
Dimana :
n = Koefisien Manning dapat dilihat dalam tabel 8.2
R = Jari-jari hidrolis dalam m
A = Profil basah saluran dalam m2
P = Keliling basah dalam m
l = Kemiringan dasar saluran
4) Rumus Strickler
Strickler mencari hubungan antara nilai koefisien n dari
rumus Manning sebagai fungsi dari dimensi material yang
membentuk dinding saluran. Untuk dinding saluran dari
94
material yang tidak koheren, koefisien Strickler, ks
diberikan oleh rumus :
1
𝑘𝑠 = 𝑛 , sehingga rumus kecepatan aliran menjadi :
n1
h
n2
n3
2 3
𝑛𝑖 2 3
𝑛= ... (8.11)
𝑝2 3
Dimana :
n = nilai kekasaran dinding equivalen
95
Pt = total keliling basah dalam m
ni = kekasaran dinding pada sub-profil basah i
Pi = panjang keliling basah pada sub-profil basah i
1
𝑄𝑡 = 𝐴𝑡 𝑅𝑡 2 3 𝑆 1 2
... (8.12)
𝑛 𝑒𝑞
Dimana :
Qt = total dalam m3/dt
At = luas profil basah total dari masing-masing sub-
profil basah dalam m2
Rt = total jari-jari hidraulis dari masing-masing sub-
profil basah dalam m
S = kemiringan rata-rata dasar saluran
Neg = kekasaran dinding equivalen yang nilainya
dinyatakan dalam persamaan :
𝐴
𝑡(𝑅𝑡 )2 3
𝑛𝑒𝑞 = 𝑛 1 𝐴 𝑅𝑖 2 3 … (8.13)
𝑖=1 𝑛 𝑡 𝑖
96
Aliran kritis, sub-kritis dan super-kritis dinyatakan dengan
bilangan Froude. Aliran kritis apabila Froude number, Fr = 1;
aliran sub-kritis apabila Froude number, Fr < 1 dan aliran super
kritis apabila Froude Number, Fr > 1.
𝑉
Froude number, 𝐹𝑟 = ... (8.14)
𝑔𝐷
Dimana :
V = kecepatan aliran dalam m/dt
gD = cepat rambat gelombang dalam m/dt
A
D= = kedalaman hidroulis dalam m
T
A = luas profil basah dalam m3
T = lebar muka air dari tampang saluran
97
Tabel 8.3.Kala Ulang Berdasarkan Tipologi Kota
PerencanaansaluranjugaberpedomanpadaKriteriaPerencan
aanBagianSaluran (KP.04) KriteriaPerencanaanIrigasi yang
dikeluarkanDirektoratJenderalPengairan, 1986. Parameter yang
berkaitandenganperencanaansaluraninisecaragarisbesaradalah :
Kecepatan maksimum dan minimum
- Kecepatan Maksimum yang diijinkan :
Keterangan :
98
V maks : Kecepatan maksimum yang diijinksn , m/dt
99
Tinggi muka air
Tinggi muka air rencana pada titik pertemuan 2 saluran
drainase sebaiknya diambil sebagai berikut :
100
keliling basah P. Pengaruh adanya vegetasi terhadap saluran
akan menyebabkan berkurangnya koefisien kekasaran
strickler. Kedalaman aliran dan kecepatan aliran akan
membatasi pertumbuhan vegetasi didalam saluran.
Pemeliharaan selama masa eksploitasi terhadap permukaan
saluran serta menjaga saluran agar bebas dari vegetasi akan
sangat berpengaruh terhadap koefisien kekasaran Strickler.
Koefisien kekasaran Strickler untuk saluran tanah dan
pasangan dapat dilihat tapda Tabel8.4 dan Tabel8.5berikut:
Tinggi jagaan
101
Tinggi jagaan minimum saluran irigasi ditentukan
berdasarkan besarnya debit saluran. Untuk saluran tanah
dapat dilihat pada Tabel 8.6. sebagai berikut .
Debit F
(m3/dt) (m)
UNTUK SALURAN TANAH
< 0.5 0.40
0.5 - 1.5 0.50
1.5 – 5.0 0.60
5.0 – 10.0 0.75
10.0 – 15.0 0.85
> 15.0 1.00
UNTUK SALURAN PASANGAN
Q < 15.0 0.40
102
Gambar 8.7.Grafik Tinggi Jagaan Untuk Saluran Pembuang
Lebar tanggulminimum
Tanggul saluran primer dan saluran sekunder salah satu
tanggulnya harus dapat berfungsi sebagai jalan inspeksi.
Lebar tanggul minimum saluran dapat dilihat pada Tabel8.7
sebagai berikut:
Debit
Tanpa Jalan Inspeksi Dengan Jalan Inspeksi
(m3/dt)
(m) (m)
Q < 1.0 1.0 3.00
1,0< Q < 5.0 1.50 5.00
5,0< Q < 10.0 2.00 5.00
10.0 < Q < 15.0 3.00 5.00
Q > 15.0 3.50 5.00
103
1,0 m3/d < Q ≤ 5
m3/dt
104
BAB IX
DIMENSI DAN STABILITAS TANGGUL
105
tekanan konus dan lekatan (friction). Pembacaan manometer
dilakukan setiap interval 20 cm sampai kedalaman -25,00 m pada
titik S.1 dan titik S.2. Dari hasil sondir tidak ditemukan tanah keras
(dengan batasan nilai konus qc >150 kg/cm2) sampai kedalaman –
25.00 meter baik pada titik S.1 maupun titik S.2.
107
9.2. Standar Perencanaan Tanggul Tanah
Rumus umum :
Dimana :
= σ tg + C ... (9.2)
Dimana :
σ = tegangan kompresive vertical
= sudut geser dalam
109
C = kohesi
110
Ruas : 1 Hm. 0 + 00 s/d 9 + 50 (panjang = 950 m)
+ 0.25 + 0.250
La La h1 = 0.25
Wt1' Wt1
0.40 ± 0.000 0.40 q = 0.425 t/m2
w = var 1 = 1.825 gr/cm3
± 0.000 1= 17 0
Wt2
Wa2 c1 = 0.271 kg/cm2
Wa2' Wp 1
Wt2' Wp 1'
H = 1.313
h = 1.313 - 2.25
- 1.313 Lh 2= 20
0
0.2 H 0.2 H
Wp3 c2 = 0.235 kg/cm2
hf = 0.60
- 1.913
0.00 0.40 0.26 b = 2.00 0.26 0.40 0.00
B = 3.33
Ea1' Ea1
h2 = 1.913 h2 = 1.913
Ea2' Ea2
h = 1.313
Ta' Ta
h3 = 0.000 Ea3' Ea3 h3 = 0.000
Ea4' Ea4
Ka1 = tg2 (450 - 1/2) = tg2 ( 450 - 170/2) = tg2 35,50 = 0.548
Kp1 = tg2 (450 + 1/2) = tg2 ( 450 + 170/2) = tg2 53,50 = 1.826
Ka2 = tg (45 - 2/2) = tg ( 45 - 20 /2) = tg 35
2 0 2 0 0 2 0
= 0.490
Kp2 = tg2 (450 + 2/2) = tg2 ( 450 + 200/2) = tg2 550 = 2.040
111
b. Beban Vertikal (V)
Wp1 = La x H x pas = 0.40 x 1.313 x 1.800 = 0.945 ton ( ↓ )
0.5 x (0.20 x H ) x pas =
2 2
Wp2 = 0.5 x ( 0.2 x 1.31 ) x 1.800 = 0.310 ton ( ↓ )
Wp1' = La x H x pas = 0.40 x 1.313 x 1.800 = 0.945 ton ( ↓ )
0.5 x (0.20 x H ) x pas =
2
Wp2' = 0.5 x ( 0.2 x 1.31 2 ) x 1.800 = 0.310 ton ( ↓ )
Wp3 = B x hf x pas = 3.33 x 0.60 x 1.800 = 3.591 ton ( ↓ )
Wt1 = 0.50 x (Lh x h1) x 1 = 0.5 x ( 0.00 x 0.250 ) x 1.825 = 0.000 ton ( ↓ )
Wt2 = Lh x H x 1 = 0.00 x 1.313 x 1.825 = 0.000 ton ( ↓ )
Wt1' = 0.50 x (Lh x h1) x 1 = 0.5 x ( 0.00 x 0.250 ) x 1.825 = 0.000 ton ( ↓ )
Wt2' = Lh x H x 1 = 0.00 x 1.313 x 1.825 = 0.000 ton ( ↓ )
Wa1 = b x h x a = 3.33 x 1.313 x 1.000 = 4.366 ton ( ↓ )
2 2
Wa2 = 0,5 x (0,2 x h ) x a = 0.5 x ( 0.20 x 1.313 ) x 1.000 = 0.172 ton ( ↓ )
2 2
Wa2' = 0,5 x (0,2 x h ) x a = 0.5 x ( 0.20 x 1.313 ) x 1.000 = 0.172 ton ( ↓ )
Jumlah beban vertikal saat saluran kosong (V1) = 6.103 ton ( ↓ )
Jumlah beban vertikal saat saluran penuh (V2) = 10.813 ton ( ↓ )
c. Beban Horisontal
Ea1 = Ka1 x q x h2 = 0.548 x 0.425 x 1.91 = 0.446 ton ( ← )
Ea1 = Ka1 x q x h2 = 0.548 x 0.425 x 1.91 = 0.446 ton ( ← )
Ea2 = Ka1 x 1/2 x 1 x h22 =
1 2
0.548 x 0.5 x 1.825 x 1.91 22 = 1.830 ton ( ← )
Ea2 = Ka1 x /2 x 1 x h2 = 0.548 x 0.5 x 1.825 x 1.91 = 1.830 ton ( ← )
Ea3 = Ka2 x (q + (0.5 x 1 x h2)) x h3
Ea3 = Ka2 x (q + (0.5 x 1 x h2)) x h3
= 0.490 x ( 0.425 + ( 0.5 x 1.825 x 1.91 )) x 0.000 = 0.000 ton ( ← )
= 0.490 x ( 0.425 + ( 0.5 x 1.825 x 1.91 )) x 0.000 = 0.000 ton ( ← )
Ea4 = Ka2 x 11/2 x 2 x h322 = 0.490 x 0.5 x 1.911 x 0.000 22 = 0.000 ton ( ← )
Ea4 = Ka2 x /2 x 2 x h3 = 0.490 x 0.5 x 1.911 x 0.000 = 0.000 ton ( ← )
Ta = 1/2 x a x h22 = 0.50 x 1.000 x 1.313 22 = 0.862 ton ( → )
Ta = 1/2 x a x h = 0.50 x 1.000 x 1.313 = 0.862 ton ( → )
Ea1' = Ka1 x q x h2 = 0.548 x 0.425 x 1.91 = 0.446 ton ( → )
Ea1' = Ka1 x q x h2 = 0.548 x 0.425 x 1.91 = 0.446 ton ( → )
2
Ea2' = Ka1 x 1/2 x 1 x h22 =
1 2
0.548 x 0.5 x 1.825 x 1.91 2 = 1.830 ton ( → )
Ea2' = Ka1 x /2 x 1 x h2 = 0.548 x 0.5 x 1.825 x 1.91 = 1.830 ton ( → )
Ea3' = Ka2 x (q + (0.5 x 1 x h2)) x h3
Ea3' = Ka2 x (q + (0.5 x 1 x h2)) x h3
= 0.490 x ( 0.425 + ( 0.5 x 1.825 x 1.91 )) x 0.000 = 0.000 ton ( → )
= 0.490 x ( 0.425 + ( 0.5 x 1.825 x 1.91 )) x 0.000 = 0.000 ton ( → )
Ea4' = Ka2 x 11/2 x 2 x h322 = 0.490 x 0.5 x 1.911 x 0.000 22 = 0.000 ton ( → )
Ea4' = Ka2 x /2 x 2 x h3 = 0.490 x 0.5 x 1.911 x 0.000 = 0.000 ton ( → )
Ta' = 1/2 x a x h22 = 0.50 x 1.000 x 1.313 22 = 0.862 ton ( ← )
Ta' = 1/2 x a x h = 0.50 x 1.000 x 1.313 = 0.862 ton ( ← )
Jumlah gaya horisontal (H) = 6.275 ton
Jumlah gaya horisontal (H) = 6.275 ton
112
9.3.1. Tinjauan Kestabilan Konstruksi Tanggul
a. Tekanan Tanah Keatas Pada Dasar Saluran
- Pada Kondisi Saluran Kosong
6,103
ℶ𝑚𝑎𝑘𝑠 ,𝑚𝑖𝑛 = = 1,835 𝑡𝑜𝑛/𝑚2
1,00𝑥3,33
= 0,184 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
- Pad Kondisi Saluran Berisi Maksimum Tinggi Air
10,813
ℶ𝑚𝑎𝑘𝑠 ,𝑚𝑖𝑛 = = 3,252 𝑡𝑜𝑛/𝑚2
1,00𝑥3,33
= 0,325 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
b. Daya Dukung Tanah
Menurut Terzaghi
Menurut Terzaghi untuk
untuk pondasi
pondasi menerus
menerus :
qult = c . Nc + . D . Nq + . B/2 . N
dariTerzaghi
Menurut hasilpenyelidikan tanah: dan grafik nilai koefisien daya dukung tanah
untuk pondasi menerus
Dari hasil penyelidikan tanah dan grafik nilai koefisien daya
qult = c . Nc + . D . Nq + . B/23 . N
=
dukung tanahtanah1.911 gr/cm
didapatkan: = 1.911 t/m3 Nc = 15.5
dari hasilpenyelidikan dan grafik nilai koefisien daya dukung tanah didapatkan :
o
= 1.911
= 20.00
gr/cm3 = 1.911 t/m3 Nc = 15.5 Nq = 6.8
o
= c20.00
= 0.235 kg/cm2 Nq = 6.8
3.0
N =
2
c = 0.235 kg/cm N = 3.0
qult
q=ult 0.235
= 0.235 x 15.5 + 1.911 x 0.60 x 6.8 + 1.911 x 1.
x 15.5 + 1.911 x 0.60 x 6.8 + 1.911 x 1.66 x 3.0
= 20.971
= 20.971 kg/cm2 kg/cm2
qult
qall = q= ult 20.971 = 20.971
6.990 kg/cm2
qall =FS 3 = = 6.990 kg/cm2
FS
- Pada kondisi saluran kosong 3
2
- qPada
all = kondisi saluran
6.990 kg/cm > qmaks
kosong = ( 0.184 kg/cm2 )
- Pada kondisi saluran berisi maksimum tinggi2 air
qall = 6.990
2 kg/cm > qmaks 2
= ( 0.184 kg/cm2 )
qall = 6.990 kg/cm > q =(
maks 0.325 kg/cm )
- Pada kondisi saluran berisi maksimum tinggi air
qall = 6.990 kg/cm2 > qmaks = ( 0.325 kg/cm2 )
113
c. Kemungkinan Pecahnya Konstruksi Lantai Saluran
- Pada kondisi saluran kosong
- Pada kondisi saluran kosong
Gaya ke bawah = 0.60 x 1.00 x 1.8 x 1000 = 1,080 kg ( ↓ )
Gaya ke bawah = 0.60 x 1.00 x 1.8 x 1000 = 1,080 kg ( ↓ )
Gaya ke atas = 0.184 x 1.00 x 100 = 18 kg ( ↑ )
Gaya ke atas = 0.184 x 1.00 x 100 = 18 kg ( ↑ )
Jumlah gaya = 1,062 kg ( ↓ )
Jumlah gaya = 1,062 kg ( ↓ )
Pias yang menahan = 0.60 x 1.00 = 0.60 m22 = 6000 cm2 2
Pias yang menahan = 0.60 x 1.00 = 0.60 m = 6000 cm
1,062 2
ζ = 1,062 x 1.50 = 0.265 kg/cm < ζ pas = 3 kg/cm2
ζ = 6000 x 1.50 = 0.265 kg/cm2 < ζ pas = 3 kg/cm2
6000
- Pada kondisi saluran berisi air tinggi maksimum
- Pada kondisi saluran berisi air tinggi maksimum
Gaya ke bawah = 2183 + 172 + 1,080 = 3,435 kg ( ↓ )
Gaya ke bawah = 2183 + 172 + 1,080 = 3,435 kg ( ↓ )
Gaya ke atas = 0.325 x 1.00 x 100 = 33 kg ( ↑ )
Gaya ke atas = 0.325 x 1.00 x 100 = 33 kg ( ↑ )
= 3,403 kg ( ↓ )
= 3,403 kg ( ↓ )
Pias yang menahan = 0.60 x 1.00 = 0.60 m2 = 6000 cm2 2
2
Pias yang menahan = 0.60 x 1.00 = 0.60 m = 6000 cm
3,403 2 2
ζ = 3,403 x 1.50 = 0.851 kg/cm 2 < ζ pas = 3 kg/cm 2
ζ = 6000 x 1.50 = 0.851 kg/cm < ζ pas = 3 kg/cm
6000
114
gambar 9.2 adalah deskripsi retainingwall yang
direncanakan, terlihat bagian atas turap ditahan oleh
angker/jangkar yang diletakkan pada jarak yang aman.
Sebagai penahan tanah yang ada di belakangnya, perlu
diperhitungkan besarnya tekanan tanah aktif dan pasif yang
terjadi agar dapat diketahui momen maksimum. Nilai
momen yang didapat tersebut sebagai input untuk
mengetahui gaya dan kekuatan jangkar. Untuk memperjelas
uraian tersebut berikut dijabarkan perhitungan gaya-
gayanya.
2
q = 1 ton/m
A
3.25
B I MAT
1.00
C Angker/Jangkar
II
PC.Sheet Pile
5.00 Dim 450 x 996 x 1100 cm
Perhitungan gaya-gaya:
Fa1 = Pa1 . H1 = 1.781 ton
Fa2 = Pa2 .H1 . 0.5 = 4,416 ton
Fa3 = Pa3 . H2 = 3.266 ton
Fa4 = Pa4 .H2 . 0.5 = 0,465 ton
Fa5 = Pa5 . H3 = 20,982 ton
Fa6 = (Pa6 .H3 . 0.5)/2 = 5,816 ton
Fp = (Pp .H3 . 0.5)/2 = (24,212) ton
116
Tabel 9.3. Perhitungan Momen Horisontal
Lengan Momen
No. Gaya-gaya
terhadap D Horizontal
Segmen (ton)
(m) Mh (ton.m)
Fa1 1,781 7,65 13,580
Fa2 4,416 7,08 31,283
Fa3 3,266 5,50 17,962
Fa4 0,465 5,33 2,481
Fa5 20,982 2,50 52,454
Fa6 5,816 1,67 9,693
Fp (24,212) 1,67 (40,354)
Fh 12,514 Mh 87,100
Sumber : Analisis Stranas, 2013
117
Fa.1
3.25 Fa.2
Pa.1 Pa.2
1.00
Fa.3 Fa.4
Pp Pa.5 Pa.6
Dimana :
P‟ = tahanan conus pada dasar pile = 9,00 kg/cm2
A = luas penampang tiang = 5,000 cm2
f = total friction = 1116,00 kg/cm‟
O = keliling tiang = 2.892 cm
118
3-5 = faktor keamanan
Sehingga diperoleh gaya dukung sheet pile (P) sebesar
20,490 ton
119
Kekuatan jangkar penahan dinding kolam retensi (p) :
Ptnh = A .d .d .cos = 81,152 ton
Pbs = 25 .fy‟ . L = 117,750 ton
P = Ptnh + Pbs = 175,352 ton
P>F = 126,856 ton OK
Sf = P/F = 1,6
120
Gaya dukung sheet pile total berdasar gesekan dan
lengketan tanah adalah (1) + (2)
Ptot = 0,37728213 y2 + 2,61 y
Dengan menggunakan gaya dukung sheet pile dan gaya
maksimum yang bekerja pada satu sheet pile, akan didapat
panjang sheet pile yang harus dipancang.
Ptot = 0,37728213 y2 + 2,61 y = 77,995.0,25
Ptot = 0,37728213 y2 + 2,61 y – 19,499 = 0
y = 4,52 m
y = 5,00 m (dibulatkan)
Sehingga panjang sheet pile total (L) adalah
L = (H1 + H2 + y) – 0.50
L = 8.75 m 9.00 m
Untuk menambah faktor keamanan stabilitas sheet pile dari
hasil perhitungan didapat kedalaman sheet pile yang
tertanam D = 5 m kemudian diambil kedalam dalam
pelaksanaan D√ 2 = 7 m. Jadi sheet pile yang dipakai 11 m
dengan mengacu pada tabel 9.4 sebagai berikut :
121
Tabel 9.4. Faktor Keamanan Tanggul Pada Kolam Retensi
122
Tanah depan
dinding
tidak boleh
digali semua
Tanah depan
dinding
tidak boleh
digali semua
124
Penjelasan hasil model numerikstabilitas tanggul dengan
menggunakan program Plaxis pada gambar 9.5 sampai 9.9
adalah sebagai berikut:
125
DAFTAR PUSTAKA
127
Sianipar, Vera Rosalina, 2003, Penerapan Pola Rekayasa Eko-
Hidraulik untuk Perbaikan Penggal Alur Sungai Gajah
Wong, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Soenomo, 2003, Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pengendalian Banjir, LPB Publishing, Semarang.
Wildensyah, Iden, 2006, Pelestarian Daerah Aliran Sungai
(DAS) dengan Pendekatan Konsep Eko-Hidraulik,
Prosiding Konferensi Nasional ”Peran Teknik Sipil dalam
Pemberdayaan DAS yang berkelanjutan, Jurusan Teknik
Sipil FT UNS Surakarta.
Wahyudi, 2010, Pengembangan Sistem Polder Untuk
Penanganan Banjir Rob Akibat Kenaikan Muka Air
Laut dan Penurunan Tanah, UNISSULA, ISBN 978-602-
8420-36-5.
Departemen Pekerjaan Umum, 1986, Standar Perencanaan
Irigasi: KP-03 Kriteria Perencanaan Bagian Saluran,
Badan Penerbit Pekerjaan umum, Jakarta
Administrator, 2000, Dasar-dasar Teknik dan Manajemen
Drainse, www.sanitasi.net, dikutip pada 1 Agustus 2014,
pada pukul 10.15 WIB
Administrator, 2013, Konsep Pengeringan pada Sistem Polder,
http://driverhutapadang.blogspot.com, dikutip pada 1
Agustus 2014, pada pukul 12.30 WIB.
Administrator, 2012, Belajar Dari Sistem Polder Negeri
Belanda, http://anggunsugiarti.blogspot.com, dikutip pada
1 Agustus 2014, pada pukul 13.45 WIB.
Administrator, 2012, Kolam Retensi,
http://gilangrupaka.wordpress.com, dikutip pada 1 Agustus
2014, pada pukul 19.25 WIB.
128