Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ANAK II

(JUVENILLE DIABETES PADA ANAK)


Tugas Mata Kuliah keperawatan anak II
Program Studi Ilmu Keperawatan Reg-A1 Semester 5

DOSEN PENGAMPU :
1. Ns.Kardewi, S.Kep., M.Kes
2. Ns. Ersita, S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 1 :


1. Ririn yulinda (19.14201.40.02)
2. Fajar Eka Susanti (19-14201-30-13)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA


PALEMBANG 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telahmemberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalahIlmu
Kesehatan Anak i
ni dengan judul “Patofisiologi Kelainan System Endokrin danAsuhan Keperawatan Anak dengan
Juvenile Diabetes
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan
serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Dosen Pembimbing dan kepada teman teman yang telah mendukung
terselesaikannya makalah ini.Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh
darisempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Palembang,21 november2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..............................................................................................
B. Rumusan masalah........................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.........................................................................................................
B. Klasifikasi....................................................................................................
C. Etiologi.........................................................................................................
D. Patofisiologi.................................................................................................
E. Pathway........................................................................................................
F. Manifestasi klinis.........................................................................................
G. Komplikasi...................................................................................................
H. Pemeriksaan penunjang...............................................................................
I. Penatalaksanaan medis................................................................................
J. Asuhan keperawatan....................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................
B. Saran ...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada pemeriksaan dengan
mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa
sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3
persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian
terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh diabetes.
Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada penderita
diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi mampu
memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin. Sebaliknya,
diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun
insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-
7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah
penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada,
diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena
sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi
dan meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai
mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak
dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula darah (GD)
tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di dalam air
kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut penyakit kencing
manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan asimtomatik,
aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang diinginkannya
serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat
dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan
prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik
untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem endokrin : Diabetes
Melitus dengan metode masalah yang sistematis melalui proses keperawatan.

B. Rumusan masalah
a. Apa pengertian diabetes mellitus (juvenile diabetes) pada anak?
b. Sebutkan klasifikasi dari diabetes mellitus pada anak?
c. Apa saja penyebab dari diabetes mellitus pada anak?
d. Bagaimana patofisiologi penyakit diabetes mellitus?
e. Apa saja pathway dari diabetes mellitus?
f. Apa manifestasi klinis diabetes mellitus pada anak?
g. Komplikasi apa saja yang ditimbulkan dari diabetes mellitus pada anak?
h. Apa saja pemeriksaan pemeriksaan penunjang diabetes mellitus pada anak?
i. Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit diabetes mellitus pada anak
j. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak penderita penyakit diabetes
mellitus?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
1. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai
asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus.
2. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus.
3. Mengetahui etiologi diabetes mellitus.
4. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus.
5. Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus.
6. Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
7. Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus.
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
9. Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
10. Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia ini
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin,
gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S.
2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat,
terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam
masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun,
perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari
perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya
angka kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai
kencing manis.
Diabetes Mellitusadalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh karena itu, onset
Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam kehidupan
penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit
Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh
melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog
anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga
Penyandang Diabetes Mellitus Anak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis
pasien, dan juga kerjasama dengan perawat edukator National University Hospital Singapura
untuk memperoleh data penyandang Diabetes Mellitusanak Indonesia yang menjalani
pengobatannya di Singapura.Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi
anak di seluruh wilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita
Diabetes Mellitus usia anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak.
Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) melansir, jumlah
anak yang terkena Diabetes Mellituscenderung naik dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun
2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga
puluh dua anak diantaranya terkena Diabetes Mellitustipe 2.(Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitusyang cukup signifikan di Indonesia ini perlu
mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus.
Deteksi dini pada Diabetes Mellitusmerupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan
kematian.Diabetes Mellitustipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh
dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut
dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini,
pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga
dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian(Pulungan, 2010).

B. Klasifikasi
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan WHO merekomendasikan
klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1). DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena
kerusakan sel β-pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun
maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM tipe 2
terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau
bahkan meningkat. DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya
seperti obesitas, hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme
ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
d. Gangguan endokrin
e. Terinduksi obat dan kimia
4. Diabetes mellitus kehamilan

C. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1. Namun
yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko
perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.

D. Patofisiologi
Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang
dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon
autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga
mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus
penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau
oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu
kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B
pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus.
Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus
diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang
menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-
sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya
ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak
dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada
sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya
penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan
glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis.
Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol
yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin,
sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan
terganggu. Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan
badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke
dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180 mg/dL ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari
glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik
dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urin, terutama
natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air
(polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien merasa lapar dan
peningkatan asupan makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga
terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika
hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme
yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena
itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis,
dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).

E. Pathway
Reaksi autoimun

Sel pancreas hancur

Definisi insulin

hiperglikemia Katabolisme protein meningkat liposis meningkat

fleksibilitas darah merah pembatasan diet penurunan BB

pelepasan O2 intake tidak adekuat resiko nutrisi kurang

hipoksia perifer poliuria deficit volume cairan

nyeri perfusi jaringan perifer tidak efektif

F. Manifestasi Klinis
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (diabetes melitus
juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar glukosa
darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis.
Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
a) Hiperglikemia (Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b) Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak.
c) Polidipsia
d) Poliphagia
e) Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
f) Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
g) Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme
abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma.
h) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
i) Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau
kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran (koma).
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini sering
didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin menurun
sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan dosis
insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin harus
dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur
untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua
bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.
G. Komplikasi
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa organ
dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ
secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):
Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya.
Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari  80 mg/dl. Hipoglikemi sering
membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan
sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak.
Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu
tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang
berlebihan.
2. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
 Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
 Minum banyak, kencing banyak
 Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam,
serta berbau aseton
 Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma
diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke-5)
berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1
diantara 3 penderita DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
1. Gangguan pertumbuhan dan pubertas
2. Katarak
3. Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
4. Hepatomegali

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4.
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110

b.   Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok


c.    Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d.   Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e.    Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
 Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun
f.   Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g.   Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h.   Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
i.    Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada (pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan
dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody . (autoantibody)
j.    Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k.   Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

I. Penatalaksanaan Medis
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan / mengurangi
keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan  jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi.
Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk
mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan
pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl) 80-109 110-139 >140
- puasa 110-159 160-199 >200
-2 jam
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita
anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada
pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa,
elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit
dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM / keluarga
mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan
glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan
latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam
batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1.      Bebas dari gejala penyakit
2.      Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3.      Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan
supaya anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin
tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4.   Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik
maupun sosial yang ada
5.   Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh
lingkungan/
6.   Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya
sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya.
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan
diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan
tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut:
a. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi
hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk
mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan
makanan).
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber dari
karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Secara terus menerus
pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan, kadar insulin
meningkat dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun.
Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah
dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak
bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui
suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im),
atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus
menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit
(insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
1.      Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2.      Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3.      Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4.      Mixed Insulin
5.      Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6.      Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
b. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak                  60 – 70 %
2) Protein sebanyak                          10 – 15 %
3) Lemak sebanyak                           20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu
Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan:
1)      Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2)      Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3)      Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4)      Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu
untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan
kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus
ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak   20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak    25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
c.       Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga
sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d.      Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan
sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002).

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai
dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari. fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat
keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama  
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Data Subjektif yg mungkin timbul :
1. Klien mengeluh sering kesemutan. Klien mengeluh sering kesemutan.
2. Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari.
3. Klien mengeluh sering merasa haus.
4. Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
5. Klien mengeluh merasa lemah.
6. Klien mengeluh pandangannya kabur Klien mengeluh pandangannya kabur.
Data Objektif :
1. Klien tampak lemas.
2. Terjadi penurunan berat badan
3. Tonus otot menurun
4. Terjadi atropi otot
5. Kulit dan membrane mukosa tampak kering
6. Tampak adanya luka ganggren
7. Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau
GCS dan respon verbal klien. dan respon verbal klien.
d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang
meningkat/tinggi/ hipertensi.
1. Pulse rate Pulse rate
2. Respiratory rate Respiratory rate
3. Suhu Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
1. Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, adanya
luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, nopati,
kekaburan pandangan.
2. Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru. Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot
menurun.
3. Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah. Auskultasi : adanya peningkatan tekanan
darah.

Pemeriksaan penunjang :
1. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Natrium : mungkin normal, meingkat, atau menurun
6. Kalsium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun
7. Fosfor: lebih sering menurun
8. Hemoglobin glikosilat: kadarnyameningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan
karenanya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
9. Gas Darah Arteri : Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan biasanya menunjukkan pH
rendah dan penurunan pada penurunan pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik.
10. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis: hemokonsentrasi
;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
11. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
12. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
13. Insulin darah: mungkin menurun/ atau bahkan sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang, sekunder
terhadap pembentukan antibody ( autoantibody).
14. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
15. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
16. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.

Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita seperti penyakit klien
2. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya, apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Hal-hal yangbiasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus:
1. aktivitas/istirahat
Letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun
2. sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas ego
stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria), diare Perubahan pola berkemih
( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / Batuk dengan/tanpa
sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Masalah keperawatan dari kajian 13 domain


a. Mk : resiko ketidakseimbangan kadar gula darah
Domain 2 & kelas 4
b. Mk : kelelahan
Domain 4 & kelas 1
c. Ketidakseimbangan nutrisi
Domain 2 & kelas 1
d. Resiko infeksi
Domain 11 & kelas 1
e. Resiko cidera
Domain 11 & kelas 2

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan penyakit diabetes mellitus
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai
dengansering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dengan
tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin)
ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat,
mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat tidak adekuat
(penurunan fungsi limfosit).
5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
4. Rencana Keperawatan
a. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit melitus .
Intervensi :
1. Monitor kadar gula darah
2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Berikan terapi insulin sesuai program kepada pasien dan keluarga mengenai
pencegahan dan pengenalan tanda-tanda hiperglikemia dan hipoglikemia dan
managemen hiperglikemia dan tanda hiperglikemia
5. Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap dietnya
b. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengan
sering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi /tidak bergairah.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas
2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
3. Monitor TTV
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam mengabsorbsi makanan karena factor biologi (defisiensi insulin) ditandai
dengan lemas, berat badan pasienmenurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan
muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl.
Intervensi :
1. monitor berat badan tiap hari
2. ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkonsumsi makanan
3. berikan terapi insulin sesuai dengan program
4. kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
5. libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makanan sesuai indikasi
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan fungsi
limfosit).
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan yang pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri.
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif
4. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam
e. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya
3. Pantau adanya keluhan parestesia,nyeri atau kehilangan sensori
4. Implementasi
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik
yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
3. Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/15996339/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_ANAK_DENGAN
_DM_JUVENILE
http://macrofag.blogspot.com/2013/02/makalah-diabetes-pada-anak.html
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents, basic
training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h
20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr.
Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010). Diabetes
Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor. Buku
Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada tanggal 1
Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai