MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Zat Padat
Dosen Pengampu: Dra. Hj. Heni Rusnayani, M.Si.
Dra. Hera Novia, M.T.
disusun oleh:
Diana Oktaviani 1804363
Febiola Nurilmi 1807344
Novita Asriyeti Fauziah 1801583
Nurvita Hidayah 1802414
Putrie Syifa U 4201418050
Rohmiati Zakiah 1805714
Syafnah Aisyah Nauli Harahap 1800177
C. Efek Meissner
Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan bahwa suatu
superkonduktor akan menolak medan magnet. Sebagaimana diketahui, apabila suatu
konduktor digerakkan dalam medan magnet, suatu arus induksi akan mengalir
dalam konduktor tersebut. Akan tetapi, dalam superkonduktor arus yang dihasilkan
berlawanan dengan medan magnet tersebut sehingga medan tersebut tidak dapat
menembus material superkonduktor. Hal ini menyebabkan medan magnet tersebut
ditolak. Fenomena ini dikenal dengan diamagnetisme atau biasa disebut efek
Meissner.
Suatu bahan saat berada pada suhu dibawah suhu kritis bersifat
superkonduktor yaitu memiliki hambatan nol. Jika suhu bahan tersebut dinaikkan,
maka getaran elektron akan bertambah sehingga banyak Phonons yang dipancarkan,
ketika suhu naik melewati suhu kritis, maka Phonons akan memecahkan pasangan
elektron (Cooper Pairs) dan bahan kembali ke keadaan normal yaitu telah memiliki
hambatan listrik (tidak superkonduktor lagi).
Medan magnet kritis adalah batas kuatnya medan magnet sehingga bahan
superkonduktor memiliki medan magnet. Jika bahan superkonduktor yang berada
dalam lingkungan medan magnet yang kuat medan magnetnya lebih kecil dari
medan magnet kritis maka bahan superkonduktor tersebut akan ditolak oleh medan
magnet (mengalami efek meissner), sebaliknya jika medan magnet luar lebih besar
dari medan magnet kritisnya maka bahan superkonduktor akan kembali ke keadaan
normal atau superkonduktivitas bahan akan hilang (efek meissner hilang).
E. Tipe-tipe Superkonduktor
Menurut Nicholas Gerbis terdapat dua tipe utama superkonduktor
berdasarkan responnya terhadap medan magnet kritisnya, dua tipe tersebut adalah
tipe I dan tipe II.
1. Superkonduktor tipe I
Bahan ini mempunyai satu daerah medan kritis (Hc) saja. Jika medan
magnet luar yang dikenai lebih kecil dari nilai Hc maka akan terjadi efek
Meissner sempurna. Yaitu terjadi penolakan medan magnet oleh
superkonduktor. Akan tetapi jika medan magnet luar yang dikenakan pada
superkonduktor bernilai lebih besar dari Hc maka sifat superkonduktivitas
tersebut akan hilang.
2. Superkonduktor tipe II
Berbeda dengan superkonduktor tipe I, superkonduktor tipe II ini memiliki
Bc yang sangat tinggi, sehingga suoerkonduktor ini sering digunakan dalam aplikasi
yang melibatkan medan magnet luar yang kuat. Sebagai contoh dalam teknologi
kereta api cepat. Adanya medan magnet kritis yang tinggi ini disebabkan oleh
adalanya dua medan magnet kritis, yaitu medan magnet kritis pertama (Bc-1) dan
medan magnet kritis kedua (Bc-2). Superkonduktor tipe II ini tidak dapat dijelaskan
dengan teori BCS karena apabila superkonduktor jenis II ini dijelaskan dengan teori
BCS, efek Meissner nya tidak terjadi.
Abrisokov berhasil memformulasikan teori baru untuk menjelaskan
superkonduktor jenis II ini. Ia mendasarkan teorinya pada kerapatan pasangan
elektron yang dinyatakan dalam parameter keteraturan fungsi gelombang.
Abrisokov dapat menunjukkan bahwa parameter tersebut dapat mendeskripsikan
pusaran (vortices) dan bagaimana medan magnet dapat memenetrasi bahan
sepanjang terowongan dalam pusaran-pusaran ini. Lebih lanjut ia pun dengan secara
mendetail dapat memprediksikan jumlah pusaran yang tumbuh seiring
meningkatnya medan magnet. Teori ini merupakan terobosan dan masih digunakan
dalam pengembangan dan analisis superkonduktor dan magnet.
Superkonduktor tipe II akan menolak medan magnet yang diberikan. Namun
perubahan sifat kemagnetan tidak tiba-tiba tetapi secara bertahap. Pada suhu kritis,
maka bahan akan kembali ke keadaan semula. Superkonduktor Tipe II memiliki
suhu kritis yang lebih tinggi dari superkonduktor tipe I.
Pada saat medan magnet luar diperbesar dari nol sampai Bc-1, magnetisasi (-
M) terus membesar. Pada rentang medan magnet ini, bahan masih bersifat sebagai
superkonduktor murni dan memiliki efek Meissner yang utuh. Selanjutnya,
magnetisasi itu turun terus sampai medan magnet luar sama dengan medan megnet
kritis kedua (Bc-2). Pada rentang medan magent antara Bc-1 dan Bc-2 ini bahan itu
berada pada keadaan (fase) vortek, yaitu fase dimana superkonduktor bercampur
dengan logam biasa. Artinya, sebagian dari medan magnet luar mulai menembus
bahan superkonduktor. Bagian bahan yang ditembus oleh medan magnet luar tidak
lagi bersifat sebagai superkonduktor, tetapi ia sudah berubah menjadi logam biasa.
Di atas Bc-2 magnetisasi bahan sama dengan nol dan berarti bahwa bahan sudah
menjadi konduktor biasa.
Gambar 10. Grafik Nilai Medan Magnet Ketika Berada di Vakum menuju Daerah Superkonduktor
B ( x ) =B 0
(e −xλ )
L
1 /2
mc 2
λ L=
( 4 π ns e
2
)
Bo = medan magnet luar
λ L = penetration depth
ns = massa jenis pembawa superkonduktor
Penetration Depth yaitu sekitar λ L =500 A setelah lebih dari itu nilai B akan bernilai
0.
Untuk dapat menjelaskan hubungan arus dalam bahan superkonduktor
dengan medan magnet yang berada di sekitar bahan semikonduktor disekitarnya,
dapat di jelaskan menggunakan persamaan london. Persamaan london dapat di
jelaskan dengan dua cara yaitu menggunakan mekanika klasik dan mekanika
kuantum.
Penurunan perumusan ini pertama ditinjau dari medan magnet yang diterapkan
pada superkonduktor di mana medan magnetnya akan sama dengan nol, medan
magnet merupakan fungsi waktu sehingga berlaku persamaan Maxwell
−1 ∂ B
∇ x E= , perumusan ini bermakna medan magnet yang mengalami
c ∂t
perubahan waktu akan menimbulkan medan listrik. Dalam logam normal akan
timbul arus eddy tetapi dalam superkonduktor akan timbul arus persisten, arus
persisten merupakan arus yang terus menerus mengalir tanpa perlu gaya eksternal.
a) Melalui mekanika klasik
Dari hukum Newton, persamaan gerak pembawa superkonduktor bermassa
m dan muatan -e dengan adanya medan listrik, yaitu
d vs
F=m =−eE … … ..(1)
dt
vs merupakan kecepatan pembawa superkonduktor. Kerapatan arus persisten
yang diinduksi oleh medan magnet, yaitu :
J s =−e ns v s … … ..(2)
Kita tinjau persamaan di atas jika arus berubah terhadap waktu
dJ s dv s
=−e n s … … ..(3)
dt dt
Kita substitusikan persamaan 1 terhadap persamaan 3
2
dj s −eE e ns
dt
=−e ns
m ( )
=
m
E … …(4)
−1 ∂ B
Maxwell ∇ x E= , sehingga persamaannya menjadi
c ∂t
dj s e2 ns −1 dB
∇x
dt ( )
=
m c dt
2
dj e n −dB
dt mc ( dt )
s s
∇x =
mc dj dB
2
e ns (
∇ x s + =0
dt dt )
mc
( ∇ x j s ) + B=0………. (5)
e2 n s
Persamaan 5 merupakan Persamaan London Kedua, kerapatan arus peristen yang
berkaitan dengan persamaan Maxwell dapat dituliskan.
c
j s= ( ∇ x B ) … …(6)
4π
Sehingga persamaan 6 dapat disubstitusikan terhadap persamaan 5
mc c
2
e ns
∇x(4π )
( ∇ x B ) j s + B=0
m c2 (
∇ x ∇ x B )+ B=0
4 π e2 ns
λ 2L ( ∇ x ∇ x B )+ B=0
2 m c2
λ L=
4 π e2 n s
Persamaan London memiliki kemampuan untuk menjelaskan efek Meissner.
λ 2L ( ∇ x ∇ x B )+ B=0
−B
−∇ 2 B=
λ2L
B
∇ 2 B=
λ 2L
Persamaan London menunjukkan bahwa arus listrik hanya mengalir di
permukaannya bahan superkonduktor saja. Hal ini sekaligus menunjukkan perbedaan
antara bahan konduktor dan superkonduktor, dimana pada bahan konduktor arus listrik
mengalir secara merata di seluruh bagiannya.
2) Suhu Pemadaman
Suhu pemadaman merupakan batas suhu yang dapat merusak sifat bahan
superkonduktor. Artinya ketika melwati suhu ini superkonduktor akan rusak.
(a) (b)
Grafik Suhu Kritis terhadap Suhu Bahan Superkonduktor
Grafik Kristal terhadap Suhu
Pada gambar grafik (a) diatas dapat kita lihat bahwasanya makin tinggi suhu
yang diberikan pada bahan superkonduktor, maka struktur kristal superkonduktor
tidak lagi berbentuk ortorombik. Maka dengan adanya perubahan struktur kristal
superkonduktor, suatu bahan akan kehilangan sifat superkonduktornya. Pada
gambar grafik (b) menunjukan hubungan antara suhu kritis dengan suhu bahan
superkonduktor. Jika suhu yang diberikan pada bahan superkonduktor makin besar,
maka suhu kritis bahan akan mendekati nilai nol kelvin.
G. Kelompok Superkonduktor
Berdasarkan nilai suhu kritisnya, superkonduktor dibagi menjadi
dua kelompok yaitu :
1) Superkonduktor bersuhu kritis rendah
Superkonduktor jenis ini memiliki suhu kritis lebih kecil dari 23 K.
Superkonduktor jenis ini sudah ditinggalkan karena biaya yang mahal untuk
mendinginkan bahan.
Superkonduktor suhu rendah merupakan superkonduktor yang memiliki
suhu kritis di bawah suhu nitrogen cair (77K). Sehingga untuk memunculkan
superkonduktivitasnya, material tersebut menggunakan helium cair sebagai
pendingin (Akmal, 2017).
Adapun contoh dari superkonduktor suhu rendah adalah Hg (4,2K), Pb
(7,2K), Niobium Nitrida (16K), Niobium-3-Timah (18,1K), Al 0,8Ge0,2Nb3 (20,7K),
Niobium Germanium (23,2K), dan Lanthanum Barium Tembaga Oksid (28K).
2) Superkonduktor bersuhu kritis tinggi
Pada tahun 1987, kelompok peneliti di Alabama dan Houston yang
dikoordinasi oleh K.Wu dan P. Chu menemukan superkonduktor YBa2Cu3O7-x
dengan Tc = 92 K. Ini adalah suatu penemuan yang penting karena untuk pertama
kali didapat superkonduktor dengan suhu kritis di atas suhu nitrogen cair, yang
harganya jauh lebih murah dari pada helium cair. Pada awal tahun 1988, ditemukan
superkonduktor oksida Bi-Sr-Ca-Cu-O dan Tl-Ba-Ca-Cu-O berturut-turut dengan
Tc = 110 K dan 125 K (Sukirman dalam Muthi’ah).
Superkonduktor jenis ini memiliki suhu kritis lebih besar dari 78 K.
Superkonduktor jenis ini merupakan bahan yang sedang dikembangkan sehingga
diharapkan memperoleh superkonduktor pada suhu kamar sehingga lebih
ekonomis.
Contoh Superkonduktor bersuhu kritis tinggi adalah sampel bahan
YBa2Cu3O7-x. Bahan ini memiliki struktur kristal orthorombic.
Gambar 14. High Temperature Superconductor - Superconducting Quantum Interference Devices (HTS-SQUIDS)