A. STRUKTUR KERUANGAN DESA
1. Pengertian Desa
Istilah desa berasal dari bahasa Sanskerta yaitu deshi yang artinya tanah kelahiran atau tumpah darah. Istilah desa di setiap
daerah juga berbeda-beda, tergantung sebutan daerah setempat, seperti Aceh disebut dengan istilah gampong atau meunasah, di
Tapanuli disebut dengan istilah huta, di Minangkabau disebut dengan istilah nagari atau kampuang, di Lampung disebut dengan
istilah dusun atau tiuh, dan di Bali disebut dengan istilah banjar, dan di Sulawesi Utara disebut dengan sitilah wanus. Ada
berbagai macam pengertian Desa yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
UU No. 6 Tahun 2014, Desa adalah desa dan desa adat yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hal asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU No 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah Bab 1 Pasal 1, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat-istiadat setempat
yang diakui dalam pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten R. Bintarto, Desa merupakan hasil perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di suatu daerah
serta memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lainnya.
Menurut S.D. Misra, Desa merupakan kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan batas-batas tertentu
yang luasnya antara 50 sampai 1.000 area.
Menurut Paul H. Landis, Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai
berikut: a) cara berusaha bersifat agraris yang sangat dipengaruhi oleh alam seperti iklim, topografi, dan sumber daya alam; b)
mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal; c)adanya ikatan perasaan yang sama tentang kebiasaan.
Menurut Dirjen Bangdes Tahun 2010, Suatu daerah dikatakan desa jika masih memiliki ciri-ciri khas yang dapat dibedakan
dengan daerah lain di sekitarnya. Desa memiliki empat ciri sebagai berikut: perbandingan lahan dan manusia cukup besar,
lapangan kerja yang dominan adalah sektor pertanian (agraris), hubungan antarwarga desa masih sangat akrab, masyarakatnya
masih memegang teguh tradisi yang berlaku, sektor agraris seperti halnya pertanian menjadi ciri khas dari pedesaan.
Menurut Vernor C. Finc dan Glenn T. Trewartha, Desa pada prinsipnya hanya berupa tempat tinggal, bukan sebagai pusat
bisnis. Pada umumnya, desa terdiri atas daerah perwasawahan dan bangunan-bangunan sederhana yang mengelilinginya
Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang
berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Di Indonesia terdapat lebih dari 41.000 desa, lebih dari 21.000 desa diantaranya terdapat di Pulau Jawa. Desa-desa yang
terdapat di Indonesia tersebut dihuni oleh sekitar 80% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada umumnya penduduk di pedesaan
bermatapencaharian sebagai petani, hal ini berarti bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian, termasuk
peternakan dan perikanan. Meskipun demikian, makin lama terdapat kecenderungan bahwa penduduk yang bekerja di sektor
pertanian mengalami penurunan.
2. Unsur-Unsur Desa
1. Penduduk, penduduk yang dimaksud adalah kualitas dan kuantitasnya. Kualitas penduduk meliputi tingkat pendidikan,
kesehatan, mata pencaharian, dan tingkat kesejahteraan atau kemakmuran.Sedangkan kuantitas penduduk meliputi jumlah
penduduk, pertumbuhan, kepadatan, persebaram, mobiltias, dan sebagainya
2. Perilaku, meliputi pola tata kehidupan atau kelakuan, tata pergaulan masyarakat desa, adat istiadat, dan norma-nomra yang
berlaku di daerah tersebut. Perilaku masyarakat desa ditunjukkan oleh adanya ikatan antarwarga yang sangat erat. Hal ini bisa
dilihat dengan adanya sikap gotong-royong yang mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
3. Wilayah, wilayah merupakan tempat bagi manusia untuk bisa melakukan berbagai aktivitas, baik sosial, ekonomi, maupun
budaya. Adanya perbedaan kondisi fisik antarwilayah menyebabkan terjadinya perbedaan perkembangan wilayah. Misalnya
daerah yang relatif datar dan terletak di dekat perkotaan akan berkembang lebih cepat daripada daerah pegunungan.
3. Ciri-Ciri Desa
Menurut Soerjono Soekanto berikut ini ciri - ciri wilayah pedesaan: (a) proses sosialnya berjalan lambat, sifat gotong royong
masih kuat; (b) tingkat pendidikannya relatif rendah; (c) golongan orang-orang tua kampung umumnya memegang peranan
penting; (d) masyarakanya masih memegang norma-nomra agama secara kuat; (e) warga masyarakatnya memiliki hubungan
kekerabatan erat karena berasal dari satu keturunan; (f) corak kehidupannya bersifat paguyuban, struktur ekonominya agraris;
(g) cara bertaninya sebagian besar masih tradisional.
Menurut Rouceck dan Warren berikut ini ciri - ciri masyarakat pedesaan: (a) hubungan masyarakat bersifat kekeluargaan; (b)
mobilitas penduduk rendah, baik mobilitas horizontal (perpindahan tempat) dan mobilitas sosial (status sosial); (c) keluarga di
pedesaan yang masih tradisional memiliki banyak fungsi, khususnya sebagai unit ekonomi; (d) kelompok penduduk yang
bermata pencaharian utama di daerah tertentu dan mempunyai peran yang cukup besar; (e) komunikasi keluarga terjadi secara
langsung, mendalam, dan informal; (f) suatu kelompok dibentuk berdasarkan faktor geografis
4. Klasifikasi Desa
a. Berdasarkan Luas Wilayah
Desa terpencil, yaitu desa yang luasnya kurang dari 2 km2
Desa kecil, yaitu desa yang luasnya 2-4 km2
Desa sedang, yaitu desa yang luasnya 4-6 km2
Desa besar, yaitu desa yang luasnya 6-8 km2
Desa terbesar, yaitu desa yang luasnya 8-10 km2
b. Berdasarkan Jumlah Penduduk
Desa terkecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya kurang dari 800 jiwa
Desa kecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya 800-1.600 jiwa
Desa sedang, yaitu desa yang jumlah penduduknya 1.600-2.400 jiwa
Desa besar, yaitu desa yang jumlah penduduknya 2.400-3.200 jiwa
Desa terbesar, yaitu desa yang jumlah penduduknya lebih dari 3.200 jiwa
c. Berdasarkan Kepadatan Penduduk
Desa terkecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya kurang dari 100 jiwa/km2
Desa kecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 100-500 jiwa/km2
Desa sedang, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 500-1.500 jiwa/km2
Desa besar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 1.500-3.000 jiwa/km2
Desa terbesar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 3.000-4.500 jiwa/km2
d. Berdasarkan Perkembangan Masyarakat
1. Desa Swadaya, Ciri-ciri desa swadaya, antara lain:
- Tergantung pada adat istiadat dan budaya setempat
- Ekonomi masyarakatnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
- Sebagian besar mata pencaharian sebagai petani
- Produktivitas rendah
- Lembaga-lembaga sosial belum berfungsi sebagaimana mestinya
- Administrasi desa belum terlaksana dengan baik
- Belum mampu mandiri
- Tingkat pendidikan rendah
- Penduduknya jarang
2. Desa Swakarya, Ciri-ciri desa swakarya, antara lain:
- Mata pencaharian beranekaragam dan tidak tergantung hanya pada sektor pertanian
- Lembaga-lembaga sosial mulai berfungsi sebagaimana mestinya
- Tingkat pendidikan dan kesehatan cukup tinggi
- Pola pikir mulai berubah (terbuka)
- Administrasi pemerintahan desa terlaksana dengan baik
- Mampu menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri
- Mulai mendapat pengaruh dari luar
3. Desa Swasembada, Ciri-ciri desa swasembada, antara lain:
- Masyarakatnya mulai lepas dari adat istiadat dan tradisi
- Tingkat pendidikan dan keterampilan sudah tinggi
- Mata pencaharian penduduk sebagaian besar di bidang jasa dan perdagangan
- Sarana dan prasarana lengkap
- Administrasi desa terlaksana dengan baik
- Mampu memanfaatkan sumber daya alam yang ada
- Lembaga-lembaga sosial berfungsi sebagaimana mestinya dan mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam
pembangunan
- Teknologi mulai digunakan
- Masyarakatnya mulai maju
e. Berdasarkan Mata Pencaharian
Desa nelayan, yaitu desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan
Desa industri, yaitu desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pekerja di bidang industri
Desa pertanian, yaitu desa yang sebagaian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani
5. Tata Ruang dan Sistem Perhubungan
a. Potensi Desa
1. Potensi Fisik
a. Iklim, pada ketinggian tertentu suatu desa menjadi maju karena kecocokan iklimnya bagi pengembangan tanaman dan
pemanfaatan tertentu. Seperti perkebunan, pertanian sayur, tempat rekreasi, tempat peristirahatan, dan sebagainya.
b. Flora dan Fauna, di desa masih banyak lahan yang dikembangkan untuk usaha pertanian. Berbagai tanaman pangan dan hewan
ternak banyak dibudidayakan di pedesaan. Hal ini merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan di desa dan di kota.
c. Lahan, lahan tidak hanya sebagai tempat tumbuh tanaman, tetapi juga sebagai sumber bahan tambang dan mineral. Lahan
memiliki jenis tanah yang menjadi media bagi tumbuhnya tanaman tertentu. Misalnya, jenis tanah aluvial cocok bagi tanaman
padi, jagung, dan kacang. Pada lahan juga dimungkinkan terjadi eksploitasi bahan tambang seperti batu bara, batu kapur, pasir
kuarsa, batu marmer, dan sebagainya.
d. Air, pada umumnya desa memiliki potensi air yang bersih dan melimpah. Dari dalam tanah, air diperoleh melalui penimbaan,
pemompaan, atau mata air. Air digunakan untuk keperluan minum, irigasi, mencuci, memasak, dan keperluan lainnya.
2. Potensi Nonfisik
a. Lembaga dan Organisasi Sosial yaitu lembaga pendidikan dan organisasi sosial yang dapat memberikan bantuan sosial dan
bimbingan terhadap masyarakat. Contoh: Koperasi Unit Desa, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, dan sebagainya.
b. Aparatur atau Pamong Desa, aparatur bertugas menjaga kelancara administrasi desa dan menggerakkan sumber daya manusia
di desa. Contoh: kepala desa, kepala adat, dan sebagainya
c. Masyarakat Desa, masyarakat desa yang hidup gotong royong merupakan suatu kekuatan berproduksi atau kekuatan
membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.
b. Fungsi Desa
- Desa sebagai mitra pembangunan wilayah kota
- Desa merupakan hinterland, daerah penyokong dan penyuplai kebutuhan masyarakat kota
- Desa sebagai sumber bahan mentah bagi kota
- Desa sebagai sumber tenaga kerja bagi kota
c. Faktor yang Mempengaruhi Pola Permukiman
Bentuk dan pola desa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan geografisnya. Kondisi lingkungan geografis tersebut antara lain
letak desa, iklim, tanah, dan air.
1. Tanah, unsur tanah berkaitan dengan tingkat kesuburannya. Kesuburan tanah mempengaruhi peroduktivitas lahan, khususnya
untuk pertanian. Desa yang tanahnya subur, pola permukiman penduduknya cenderung mengelompok di sekitar areal
pertanian. Desa yang tanahnya tidak subur, pola permukiman penduduknya tidak bergantung pada kesuburan tanah, tetapi
menyebar.
2. Air, Kondisi air yang dimaksud adalah air tanah. Desa dengan air tanah yang dangkal, memiliki pola permukiman
mengelompok. Desa dengan air tanah yang dalam, cenderung membentuk pola permukiman menyebar atau tidak beraturan
karena mencari sumber-sumber air.
3. Letak Desa, desa - desa yang terletak di dataran rendah memiliki pola persebaran yang lebih kompak dan teratur. Hal ini
disebabkan oleh kemudahan pembangunan yang didukung oleh topografi yang cenderung datar. Berbeda dengan desa-desa di
daerah pegunungan. Desa ini membentuk pola tidak beraturan. Hal itu disebabkan oleh pembangunan-pembangunan
permukiman yang menghindari tebing-tebing terjal dan lahan yang tidak rata.
4. Iklim, iklim dipengaruhi oleh suhu dan ketinggian tempat. Selain itu, curah hujan juga turut serta mempengaruhi
perkembangan suatu desa. Desa - desa yang dipengaruhi oleh iklim yang cenderung ekstrem akan sulit berkembang.
d. Pola Permukiman Desa
1. Pola Memusat, pola perkampungan memusat dapat dengan mudah Anda temui pada wilayah-wilayah dataran tinggi atau
perkampungan yang dibentuk karena aturan adat. Penduduk yang mendiami perkampungan ini pun relatif tidak begitu banyak
dan biasanya dihuni secara turun temurun oleh beberapa generasi.
2. Pola Tersebar, pola desa tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau gunung api. Penduduk akan mendirikan permukiman
secara tersebar karena mencari daerah-daerah yang relatif aman, tidak terjal, dan morfologi yang relatif rata. Pola tersebar juga
terdapat di wilayah karst (kapur). Penduduk akan tersebar mencari daerah yang memiliki kondisi air yang baik karena biasanya
di daerah karst kondisi air sangat buruk.
3. Pola Linear atau Memanjang, pola permukiman pedesaan yang masih sangat tradisional banyak mengikuti pola bentuk sungai,
karena saat itu sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Selain itu, juga berfungsi sebagai jalur transportasi antarwilayah.
Melalui jalur transportasi sungai, perekonomian sederhana saat itu telah berlangsung. Kondisi seperti ini banyak ditemui di
wilayah-wilayah kerajaan Jawa (contoh masa Majapahit) dan Sumatera (masa Sriwijaya). Pola ini juga masih berkembang
hingga kini di wilayah pedesaan pedalaman, seperti di pedalaman Siberut, Kalimantan, dan Papua. Saat ini pola permukiman
wilayah pedesaan, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera sedikit banyak telah dipengaruhi oleh keberadaan jalan. Sehingga
penempatan rumahnya pun akan mengikuti arah jalan. Biasanya, pola permukiman ini banyak tersebar pada wilayah yang
memiliki topografi datar. Sejalan dengan itu, posisi bangunan rumah pedesaan menghadap ke arah yang tidak teratur. Menurut
kondisi fisik bangunan, rumah di pedesaan banyak dibangun secara tidak permanen, terbuat dari bahan yang tidak sepenuhnya
dari tembok.
Susunan kota menurut teori sektor sebagai berikut : Sektor pusat kegiatan bisnis terdiri atas bangunan-bangunan kantor,
hotel, bank, bisokop, pasar, dan pusat perbelanjaan; Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan; Sektor kaum buruh atau
kaum muda yaitu kawasan permukiman kaum buruh; Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma; Sektor
permukiman adi wisma yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri atas para eksekutif dan pejabat
2. Teori Inti Ganda
Harris dan Ullman menilai bahwa kota tidak seteratur penggambaran Burgess karena antarkawasan kota seolah berdiri
sendiri. Struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya urutan-urutan
yang teratur yang dapat terjadi. Dalam suatu kota terdapat tempat-tempat tertentu yang berfungsi sebagai inti kota dan pusat
pertumbuhan baru. Keadaan tersebut telah menyebabkan adanya beberapa inti dalam suatu wilayah perkotaan misalnya
kompleks atau wilayah perindustrian, kompleks perguruan tinggi, dan kota-kota kecil di sekitar kota besar. Menurut teori ini
struktur ruang kota sebagai berikut.
Di Indonesia, struktur ruang kota ditandai dengan pemanfaatan lahan yang tidak tertata dengan baik sehingga menimbulkan
berbagai macam permasalahan, seperti permasalahan permukiman, pembuatan trotoar, drainase, jalan raya, dan perindustrian
3. Teori Memusat/konsentris
Burgess berpendapat bahwa pola penggunaan lahan di perkotaan memperlihatkan zona-zona konsentris atau melingkar. Pada
pusat zona lingkaran terdapat inti kota, merupakan pusat kegiatan ekonomi kota. Semakin ke tepi pusat zona, akan terlihat
pengurangan kegiatan ekonominya. Contoh kota dengan pola konsentris adalah Chicago, Adelaide, Calcuta, dan Amsterdam.
Pembagian zona - zona menurut Burgess sebagai berikut.
Contoh Soal :
Jumlah penduduk kota A adalah 40.000 orang, penduduk kota B adalah 10.000 orang. Jarak dari kota A ke kota B adalah 20 km.
Berapakah kekuatan interaksi kedua kota tersebut?
b. Interaksi Desa Kota Menggunakan Model Titik Henti
Bahwa jarak titik henti dari pusat perdagangan yang lebih kecil ukurannya berbanding lurus dengan jarak antara kedua
pusat perdagangan tsbdan berbanding terbalik dgn satu ditambah akar kwadrat jumlah penduduk dari wilayah yang penduduknya
lebih besar dibagi dgn jumlah penduduk pada wilayah yang jumlah penduduknya lebih kecil.
Contoh soal :
Jumlah penduduk kota A sebanyak 500.000 orang, kota B sebanyak 20.000 orang. Jarak kota A dan B 36 km, lokasi titik henti
antara kota A dan kota B adalah….
a. Interaksi Desa Kota Menggunakan Model Grafik Indeks Konektifitas
Pola jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota dibedakan dengan nilai Indek selalu lebih kecil dari 1, dan bentuk
sirkuit dengan Nilai indek sama atau lebih dari 1 (Kekuatan interaksi pola sirkuit Lebih tinggi dari pola cabang). Teori ini
dikemukan oleh K.J. Kansky. Kekuatan interaksi antarkota dalam suatu daerah dapat menggunakan jaringan jalan dengan rumus
indeks konektivitas.
e Ket :
β= v β: indeks konektivitas
e : jumlah jalan yang menghubungkan wilayah
v : jumlah wilayah
contoh :
Manakah wilayah di bawah ini yang paling tinggi interaksinya?
Jawab:
Dari hasil perhitungan di atas, diketahui bahwa yang paling tinggi tingkat interaksinya adalah wilayah A