Anda di halaman 1dari 19

INTERAKSI KERUANGAN DESA DAN KOTA

 
A. STRUKTUR KERUANGAN DESA
1. Pengertian Desa

Istilah desa berasal dari bahasa Sanskerta yaitu deshi yang artinya tanah kelahiran atau tumpah darah. Istilah desa di setiap
daerah juga berbeda-beda, tergantung sebutan daerah setempat, seperti Aceh disebut dengan istilah gampong atau meunasah, di
Tapanuli disebut dengan istilah huta, di Minangkabau disebut dengan istilah nagari atau kampuang, di Lampung disebut dengan
istilah dusun atau tiuh, dan di Bali disebut dengan istilah banjar, dan di Sulawesi Utara disebut dengan sitilah wanus. Ada
berbagai macam pengertian Desa yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
 UU No. 6 Tahun 2014, Desa adalah desa dan desa adat yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hal asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 UU No 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah Bab 1 Pasal 1, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat-istiadat setempat
yang diakui dalam pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten R. Bintarto, Desa merupakan hasil perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di suatu daerah
serta memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lainnya.
 Menurut S.D. Misra, Desa merupakan kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan batas-batas tertentu
yang luasnya antara 50 sampai 1.000 area.
 Menurut Paul H. Landis, Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai
berikut: a) cara berusaha bersifat agraris yang sangat dipengaruhi oleh alam seperti iklim, topografi, dan sumber daya alam; b)
mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal; c)adanya ikatan perasaan yang sama tentang kebiasaan.
 Menurut Dirjen Bangdes Tahun 2010, Suatu daerah dikatakan desa jika masih memiliki ciri-ciri khas yang dapat dibedakan
dengan daerah lain di sekitarnya. Desa memiliki empat ciri sebagai berikut: perbandingan lahan dan manusia cukup besar,
lapangan kerja yang dominan adalah sektor pertanian (agraris), hubungan antarwarga desa masih sangat akrab, masyarakatnya
masih memegang teguh tradisi yang berlaku, sektor agraris seperti halnya pertanian menjadi ciri khas dari pedesaan.
 Menurut Vernor C. Finc dan Glenn T. Trewartha, Desa pada prinsipnya hanya berupa tempat tinggal, bukan sebagai pusat
bisnis. Pada umumnya, desa terdiri atas daerah perwasawahan dan bangunan-bangunan sederhana yang mengelilinginya
 Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang
berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Di Indonesia terdapat lebih dari 41.000 desa, lebih dari 21.000 desa diantaranya terdapat di Pulau Jawa. Desa-desa yang
terdapat di Indonesia tersebut dihuni oleh sekitar 80% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada umumnya penduduk di pedesaan
bermatapencaharian sebagai petani, hal ini berarti bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian, termasuk
peternakan dan perikanan. Meskipun demikian, makin lama terdapat kecenderungan bahwa penduduk yang bekerja di sektor
pertanian mengalami penurunan.
2. Unsur-Unsur Desa
1. Penduduk, penduduk yang dimaksud adalah kualitas dan kuantitasnya. Kualitas penduduk meliputi tingkat pendidikan,
kesehatan, mata pencaharian, dan tingkat kesejahteraan atau kemakmuran.Sedangkan kuantitas penduduk meliputi jumlah
penduduk, pertumbuhan, kepadatan, persebaram, mobiltias, dan sebagainya
2. Perilaku, meliputi pola tata kehidupan atau kelakuan, tata pergaulan masyarakat desa, adat istiadat, dan norma-nomra yang
berlaku di daerah tersebut. Perilaku masyarakat desa ditunjukkan oleh adanya ikatan antarwarga yang sangat erat. Hal ini bisa
dilihat dengan adanya sikap gotong-royong yang mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
3. Wilayah, wilayah merupakan tempat bagi manusia untuk bisa melakukan berbagai aktivitas, baik sosial, ekonomi, maupun
budaya. Adanya perbedaan kondisi fisik antarwilayah menyebabkan terjadinya perbedaan perkembangan wilayah. Misalnya
daerah yang relatif datar dan terletak di dekat perkotaan akan berkembang lebih cepat daripada daerah pegunungan.
3. Ciri-Ciri Desa
 Menurut  Soerjono Soekanto berikut ini ciri - ciri wilayah pedesaan: (a) proses sosialnya berjalan lambat, sifat gotong royong
masih kuat; (b) tingkat pendidikannya relatif rendah; (c) golongan orang-orang tua kampung umumnya memegang peranan
penting; (d) masyarakanya masih memegang norma-nomra agama secara kuat; (e) warga masyarakatnya memiliki hubungan
kekerabatan erat karena berasal dari satu keturunan; (f) corak kehidupannya bersifat paguyuban, struktur ekonominya agraris;
(g) cara bertaninya sebagian besar masih tradisional.
 Menurut  Rouceck dan Warren berikut ini ciri - ciri masyarakat pedesaan: (a) hubungan masyarakat bersifat kekeluargaan; (b)
mobilitas penduduk rendah, baik mobilitas horizontal (perpindahan tempat) dan mobilitas sosial (status sosial); (c) keluarga di
pedesaan yang masih tradisional memiliki banyak fungsi, khususnya sebagai unit ekonomi; (d) kelompok penduduk yang
bermata pencaharian utama di daerah tertentu dan mempunyai peran yang cukup besar; (e) komunikasi keluarga terjadi secara
langsung, mendalam, dan informal; (f) suatu kelompok dibentuk berdasarkan faktor geografis
4. Klasifikasi Desa
a. Berdasarkan Luas Wilayah
Desa terpencil, yaitu desa yang luasnya kurang dari 2 km2
Desa kecil, yaitu desa yang luasnya 2-4 km2
Desa sedang, yaitu desa yang luasnya 4-6 km2
Desa besar, yaitu desa yang luasnya 6-8 km2
Desa terbesar, yaitu desa yang luasnya 8-10 km2
b. Berdasarkan Jumlah Penduduk
Desa terkecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya kurang dari 800 jiwa
Desa kecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya 800-1.600 jiwa
Desa sedang, yaitu desa yang jumlah penduduknya 1.600-2.400 jiwa
Desa besar, yaitu desa yang jumlah penduduknya 2.400-3.200 jiwa
Desa terbesar, yaitu desa yang jumlah penduduknya lebih dari 3.200 jiwa
c. Berdasarkan Kepadatan Penduduk
Desa terkecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya kurang dari 100 jiwa/km2
Desa kecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 100-500 jiwa/km2
Desa sedang, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 500-1.500 jiwa/km2
Desa besar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 1.500-3.000 jiwa/km2
Desa terbesar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 3.000-4.500 jiwa/km2
d. Berdasarkan Perkembangan Masyarakat
1. Desa Swadaya, Ciri-ciri desa swadaya, antara lain:
- Tergantung pada adat istiadat dan budaya setempat
- Ekonomi masyarakatnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
- Sebagian besar mata pencaharian sebagai petani
- Produktivitas rendah
- Lembaga-lembaga sosial belum berfungsi sebagaimana mestinya
- Administrasi desa belum terlaksana dengan baik
- Belum mampu mandiri
- Tingkat pendidikan rendah
- Penduduknya jarang
2. Desa Swakarya, Ciri-ciri desa swakarya, antara lain:
- Mata pencaharian beranekaragam dan tidak tergantung hanya pada sektor pertanian
- Lembaga-lembaga sosial mulai berfungsi sebagaimana mestinya
- Tingkat pendidikan dan kesehatan cukup tinggi
- Pola pikir mulai berubah (terbuka)
- Administrasi pemerintahan desa terlaksana dengan baik
- Mampu menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri
- Mulai mendapat pengaruh dari luar
3. Desa Swasembada, Ciri-ciri desa swasembada, antara lain:
- Masyarakatnya mulai lepas dari adat istiadat dan tradisi
- Tingkat pendidikan dan keterampilan sudah tinggi
- Mata pencaharian penduduk sebagaian besar di bidang jasa dan perdagangan 
- Sarana dan prasarana lengkap
- Administrasi desa terlaksana dengan baik
- Mampu memanfaatkan sumber daya alam yang ada
- Lembaga-lembaga sosial berfungsi sebagaimana mestinya dan mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam
pembangunan
- Teknologi mulai digunakan
- Masyarakatnya mulai maju
e. Berdasarkan Mata Pencaharian
Desa nelayan, yaitu desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan
Desa industri, yaitu desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pekerja di bidang industri
Desa pertanian, yaitu desa yang sebagaian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani
5. Tata Ruang dan Sistem Perhubungan
a. Potensi Desa
1. Potensi Fisik
a. Iklim, pada ketinggian tertentu suatu desa menjadi maju karena kecocokan iklimnya bagi pengembangan tanaman dan
pemanfaatan tertentu. Seperti perkebunan, pertanian sayur, tempat rekreasi, tempat peristirahatan, dan sebagainya.
b. Flora dan Fauna, di desa masih banyak lahan yang dikembangkan untuk usaha pertanian. Berbagai tanaman pangan dan hewan
ternak banyak dibudidayakan di pedesaan. Hal ini merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan di desa dan di kota.
c. Lahan, lahan tidak hanya sebagai tempat tumbuh tanaman, tetapi juga sebagai sumber bahan tambang dan mineral. Lahan
memiliki jenis tanah yang menjadi media bagi tumbuhnya tanaman tertentu. Misalnya, jenis tanah aluvial cocok bagi tanaman
padi, jagung, dan kacang. Pada lahan juga dimungkinkan terjadi eksploitasi bahan tambang seperti batu bara, batu kapur, pasir
kuarsa, batu marmer, dan sebagainya.
d. Air, pada umumnya desa memiliki potensi air yang bersih dan melimpah. Dari dalam tanah, air diperoleh melalui penimbaan,
pemompaan, atau mata air. Air digunakan untuk keperluan minum, irigasi, mencuci, memasak, dan keperluan lainnya.
2. Potensi Nonfisik
a. Lembaga dan Organisasi Sosial yaitu lembaga pendidikan dan organisasi sosial yang dapat memberikan bantuan sosial dan
bimbingan terhadap masyarakat. Contoh: Koperasi Unit Desa, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, dan sebagainya.
b. Aparatur atau Pamong Desa, aparatur bertugas menjaga kelancara administrasi desa dan menggerakkan sumber daya manusia
di desa. Contoh: kepala desa, kepala adat, dan sebagainya
c. Masyarakat Desa, masyarakat desa yang hidup gotong royong merupakan suatu kekuatan berproduksi atau kekuatan
membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.
b. Fungsi Desa
- Desa sebagai mitra pembangunan wilayah kota
- Desa merupakan hinterland, daerah penyokong dan penyuplai kebutuhan masyarakat kota
- Desa sebagai sumber bahan mentah bagi kota
- Desa sebagai sumber tenaga kerja bagi kota
c. Faktor yang Mempengaruhi Pola Permukiman
Bentuk dan pola desa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan geografisnya. Kondisi  lingkungan geografis tersebut antara lain
letak desa, iklim, tanah, dan air.
1. Tanah, unsur tanah berkaitan dengan tingkat kesuburannya. Kesuburan tanah mempengaruhi peroduktivitas lahan, khususnya
untuk pertanian. Desa yang tanahnya subur, pola permukiman penduduknya cenderung mengelompok di sekitar areal
pertanian. Desa yang tanahnya tidak subur, pola permukiman penduduknya tidak bergantung pada kesuburan tanah, tetapi
menyebar.
2. Air, Kondisi air yang dimaksud adalah air tanah. Desa dengan air tanah yang dangkal, memiliki pola permukiman
mengelompok. Desa dengan air tanah yang dalam, cenderung membentuk pola permukiman menyebar atau tidak beraturan
karena mencari sumber-sumber air.
3. Letak Desa, desa - desa yang terletak di dataran rendah memiliki pola persebaran yang lebih kompak dan teratur. Hal ini
disebabkan oleh kemudahan pembangunan yang didukung oleh topografi yang cenderung datar. Berbeda dengan desa-desa di
daerah pegunungan. Desa ini membentuk pola tidak beraturan. Hal itu disebabkan oleh pembangunan-pembangunan
permukiman yang menghindari tebing-tebing terjal dan lahan yang tidak rata.
4. Iklim, iklim dipengaruhi oleh suhu dan ketinggian tempat. Selain itu, curah hujan juga turut serta mempengaruhi
perkembangan suatu desa. Desa - desa yang dipengaruhi oleh iklim yang cenderung ekstrem akan sulit berkembang.
d. Pola Permukiman Desa
1. Pola Memusat, pola perkampungan memusat dapat dengan mudah Anda temui pada wilayah-wilayah dataran tinggi atau
perkampungan yang dibentuk karena aturan adat. Penduduk yang mendiami perkampungan ini pun relatif tidak begitu banyak
dan biasanya dihuni secara turun temurun oleh beberapa generasi.
2. Pola Tersebar, pola desa tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau gunung api. Penduduk akan mendirikan permukiman
secara tersebar karena mencari daerah-daerah yang relatif aman, tidak terjal, dan morfologi yang relatif rata. Pola tersebar juga
terdapat di wilayah karst (kapur). Penduduk akan tersebar mencari daerah yang memiliki kondisi air yang baik karena biasanya
di daerah karst kondisi air sangat buruk.
3. Pola Linear atau Memanjang, pola permukiman pedesaan yang masih sangat tradisional banyak mengikuti pola bentuk sungai,
karena saat itu sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Selain itu, juga berfungsi sebagai jalur transportasi antarwilayah.
Melalui jalur transportasi sungai, perekonomian sederhana saat itu telah berlangsung. Kondisi seperti ini banyak ditemui di
wilayah-wilayah kerajaan Jawa (contoh masa Majapahit) dan Sumatera (masa Sriwijaya). Pola ini juga masih berkembang
hingga kini di wilayah pedesaan pedalaman, seperti di pedalaman Siberut, Kalimantan, dan Papua. Saat ini pola permukiman
wilayah pedesaan, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera sedikit banyak telah dipengaruhi oleh keberadaan jalan. Sehingga
penempatan rumahnya pun akan mengikuti arah jalan. Biasanya, pola permukiman ini banyak tersebar pada wilayah yang
memiliki topografi datar. Sejalan dengan itu, posisi bangunan rumah pedesaan menghadap ke arah yang tidak teratur. Menurut
kondisi fisik bangunan, rumah di pedesaan banyak dibangun secara tidak permanen, terbuat dari bahan yang tidak sepenuhnya
dari tembok.

B. STRUKTUR KERUANGAN KOTA


1. Pengertian Kota
Kota didefinisikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang memiliki ciri sosial, seperti jumlah penduduk
tinggi dan strata sosial-ekonomi yang heterogen dengan corak yang materialistis. Berbeda dengan desa, kota memiliki kondisi fisik
relatif lebih modern, seperti kondisi sarana dan prasarana jaringan transportasi yang kompleks, sektor pelayanan dan industri yang
lebih dominan. Adapun beberapa pengertian kota menurut para ahli sebagai berikut.
 Grunfeld, kota adalah suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada kepadatan penduduk
nasional, struktur mata pencaharian nonagraris, dan sistem penggunaan tanah yang beraneka serta ditutupi oleh gedung-gedung
tinggi yang lokasinya berdekatan.
 Louis Wirth, kota adalah permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen yang dihuni oleh orang - orang yang heterogen
kedudukan sosialnya.
 R. Bintarto, kota adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala
pemusatan penduduk yang cukup besar, corak kehidupan yang lebih heterogen, dan materialistik dibandingkan dengan daerah
sekitarnya
 Max Weber, kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagaian besar kebutuhan ekonominya di pasar
lokal. Ciri kota adalah adanya pasar sebagai benteng serta mempunyai sistem hukum sendiri dan bersifat kosmopolitan.
 Arnold Toynbe, kota selain merupakan permukiman juga merupakan suatu kondisi kompleks yang khusus dan tiap kota
menunjukkan pribadinya masing - masing.
2. Ciri - Ciri Kota
 ciri - ciri sosial meliputi : (a) masyarakat heterogen; (b) bersifat individualistis dan materialistis; (c) mata pencaharian
nonagraris; (d) corak kehidupannya bersifat gesselschaft (hubungan kekerabatan mulai pudar); (e) terjadi kesenjangan sosial
antara golongan masyarakat kaya dan masyarakat miskin; (f) norma-norma agama tidak begitu ketat; (g) pandangan hidup
lebih rasional; (h) menerapkan strategi keruangan, yaitu pemisahan kompleks atau kelompok sosial masyarakat secara tegas.
 ciri - ciri fisik meliputi : (a) sarana perekonomian seperti pasar atau supermarket; (b) tempat parkir yang memadai; (c) tempat
rekreasi yang memadai; (d) alun-alun; (e) gedung – gedung pemerintahan
3. Klasifikasi Kota
a. Berdasarkan Jumlah Penduduk
Kota kecil, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 20.000 - 50.000 jiwa.
Kota sedang, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 50.000 - 1.00.000 jiwa.
Kota besar, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 100.000 - 1.000.000 jiwa
Kota metropolitan, yaitu kota dengan jumlah penduduk antara 1.000.000 - 5.000.000 jiwa
Kota megapolitan, yaitu kota dengan jumlah penduduk lebih dari 5.000.000 jiwa.
b. Berdasarkan Fungsi
 Kota pusat pemerintahan, yaitu kota yang memiiki fungsi sebagai pusat pemerintahan atau ibu kota negara. Misalnya Jakarta,
Moskow, dan Berlin
 Kota pusat kebudayaan, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat kebudayaan. Contoh Yogyakarta, Surakarta, Athena,
dan Baghdad
 Kota sebagai pusat kesehatan, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat kesehatan dan rekreasi, umumnya terletak di
dataran tinggi yang sejuk dan di tepi pantai. Contoh Lembang, Kaliurang, Cipanas, Florida, Bangkok, dan Buenor Aires.
 Kota pusat produksi, yaitu kota yang berfungsi sebagai pusat produksi atau pemasok baik berupa bahan mentah, barang
setengah jadi, maupun barang jadi. Contoh Bukit Asam dan Ombilin (batu bara); Bontang dan Lhoksumawe (LNG); Gresik
Cilacap, Padang (semen); Cilegon (industri besi dan baja); Bandung, Pekalongan (industri tekstil)
 Kota pusat perdagangan, yaitu kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan baik domestik maupun internasional. Contoh
Hongkong, Singapura, Bremen, Rotterdam, New York, Boston, dan Philadelphia.
c. Berdasarkan Tingkat Perkembangan
 Tingkat eupolis, yaitu suatu desa yang telah berkembang dan telah menunjukkan ciri-ciri kehidupan perkotaan atau
berkembang menjadi suatu kota baru.
 Tingkat polis, yaitu kota yang masih memiliki ciri-ciri atau sifat agraris. Sebagian besar kota-kota di Indonesia masih berada
pada tahap ini.
 Tingkat metropolis, yaitu kota besar yang perekonomiannya sudah mengarah ke sektor industri, seperti Jakarta, Medan,
Bandung, dan Surabaya
 Tingkat megapolis, yaitu wilayah perkotaan yang terdiri atas beberapa kota metropolis. Dalam beberapa hal, kota ini telah
menunjukkan penurunan kualitas mendekati kemunduran. Contohnya Bos-Wash (jalur Boston-Washington) dan San-San
(jalur San Diego-San Francisco)
 Tingkat triyanopolis, yaiti kota yang kehidupannya sudah penuh dengan kemacetan lalu lintas, tingkat kriminalitas yang
tinggi, dan penurunan pelayanan umum
 Tingkat nekropolis, yaitu suatu kota yang berkembang menuju kehancuran/keruntuhan. Contoh peradaban Romawi,
Babylonia, Harapa, Astek, Maya-Inca dan Mahenjo Daro.
4. Potensi Kota
a. Potensi Politik yaitu keberadaan aparatur kota yang menjalankan tugasnya dengan baik dalam melayani masyarakat, termasuk
partai politik, dan lembaga-lembaga politik lainnya.
b. Potensi Budaya ditandai dengan keberadaan sarana pendidikan dan kesenian yang memberi semangat dan gairah hidup bagi
warga kota
c. Potensi Ekonomi yang ditandai dengan terdapatnya fasilitas-fasilitas perekonomian, seperti pasar, pusat perbelanjaan, bank, dan
kawasan industry
d. Potensi Sosial yaitu fasilitas yang dapat menimbulkan keserasian, dan ketenangan hidup warga kota. Contohnya tempat ibadah,
rumah sakit, tempat hiburan, badan atau yayasan sosial, dan organisasi sosial.
5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kota
a. Kependudukan, Penduduk merupakan faktor yang dinamis, terutama jika ditinjau dari kuantitasnya. Sehubungan dengan jumlah
penduduk, ada dua hal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kota, yaitu pertambahan alami dan tingkat urbanisasi.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya urbanisasi, sebagai berikut :
- Adanya berbagai fasilitas yang lebih lengkap daripada di desa
- Makin sempitnya kepemilikan lahan di desa
- Kemajuan transportasi memacu perpindahan penduduk dari desa ke kota
- Di kota mudah mendapatkan pekerjaan meskipun dengan ketrampilan terbatas
- Adanya kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
- Tingkat upah di kota lebih tinggi
b. Budaya, faktor budaya berperan dalam perkembangan kota, yaitu tingkat kepandaian manusia dalam mengelola lingkungan
kehidupannya. Faktor budaya yang menjadi tolok ukur perkembangan kota kota adalah tingkat penguasaan teknologi.
Perkembangan teknologi ikut menentukan perkembangan tingkat sosial ekonomi masyarakat.
c. Alam, alam merupakan faktor yang relatif statis terhadap perkembangan kota. Karena apabila ada perubahan, perubahan itu
berlangsung relatif lama.

6. Tata Ruang Kota


a. Pusat Kota. Pusat kota (inti kota) yaitu pusat kegiatan kota, baik kegiatan ekonomi, politik, kebudayaan, dan sosial.
b. Selaput Inti Kota, selaput inti kota adalah lokasi pusat kegiatan yang berada di luar inti kota yang merupakan perluasan atau
pemekaran kota
c. Kota Satelit, kota satelit yaitu suatu kawasan yang mempunyai sifat perkotaan yang memberi daya dukung bagi kehidupan di
kota
d. Suburban, suburban yaitu suatu daerah di sekitar pusat kota yang berfungsi sebagai daerah permukiman dan pabrik (industri)
Pola keruangan kota atau pemanfaatan kota secara umum digambarkan sebagai berikut.

Penjelasan pembagian wilayah perkotaan, sebagai berikut.


City adalah suatu daerah yang memiliki sarana kehidupan dan penghidupan modern, Suburban/forough adalah suatu area yang
lokasinya dekat pusat kota atau inti kota dengan luas mencakup daerah penglaju (comuter), Suburban fringe adalah suatu daerah
peralihan antara kota dengan desa mengelilingi suburban, Urban fringe adalah daerah batas luar kota yang mempunyai sifat mirip
dengan kota, Rural urban fringe adalah daerah yang terletak antara kota dengan desa yang ditandai dengan penggunaan tanah
campuran, Rural (desa) adalah daerah yang memiliki suasana kehidupan desa dan kehidupan yang agraris
7. Teori Pola Keruangan Kota
1. Teori Sektor
Teori sektor oleh Homer Hoyt menyatakan bahwa struktur kota bukan merupakan lingkaran-lingkaran konsentris,
melainkan berupa sektor-sektor terpisah dari dalam ke luar. Hoyt bertitik tolak dari anggapan bahwa industri mengambil peranan
yang lebih penting dan cenderung meluas di sepanjang jalan keluar dari pusat. Contoh kota yang mempunyai pola sektoral
adalah California, Boston, dan San Fransisco.
Keterangan gambar :

a) Biru : Pusat niaga/pusar kota (CBD)


b) Ungu : Kawasan industri ringan/ perdagangan

c) Orange : tempat tinggal kaum buruh

d) Hijau : Kawasan pemukiman kelas menengah

e) Kuning : Kawasan tempat tinggal gol. atas


Sumber : http://www.lewishistoricalsociety.com

Susunan kota menurut teori sektor sebagai berikut : Sektor pusat kegiatan bisnis terdiri atas bangunan-bangunan kantor,
hotel, bank, bisokop, pasar, dan pusat perbelanjaan; Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan; Sektor kaum buruh atau
kaum muda yaitu kawasan permukiman kaum buruh; Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma; Sektor
permukiman adi wisma yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri atas para eksekutif dan pejabat
2. Teori Inti Ganda
Harris dan Ullman menilai bahwa kota tidak seteratur penggambaran Burgess karena antarkawasan kota seolah berdiri
sendiri. Struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya urutan-urutan
yang teratur yang dapat terjadi. Dalam suatu kota terdapat tempat-tempat tertentu yang berfungsi sebagai inti kota dan pusat
pertumbuhan baru. Keadaan tersebut telah menyebabkan adanya beberapa inti dalam suatu wilayah perkotaan misalnya
kompleks atau wilayah perindustrian, kompleks perguruan tinggi, dan kota-kota kecil di sekitar kota besar. Menurut teori ini
struktur ruang kota sebagai berikut.
Di Indonesia, struktur ruang kota ditandai dengan pemanfaatan lahan yang tidak tertata dengan baik sehingga menimbulkan
berbagai macam permasalahan, seperti permasalahan permukiman, pembuatan trotoar, drainase, jalan raya, dan perindustrian
3. Teori Memusat/konsentris
Burgess berpendapat bahwa pola penggunaan lahan di perkotaan memperlihatkan zona-zona konsentris atau melingkar. Pada
pusat zona lingkaran terdapat inti kota, merupakan pusat kegiatan ekonomi kota. Semakin ke tepi pusat zona, akan terlihat
pengurangan kegiatan ekonominya. Contoh kota dengan pola konsentris adalah Chicago, Adelaide, Calcuta, dan Amsterdam.
Pembagian zona - zona menurut Burgess sebagai berikut.

8. Sejarah Pertumbuhan Kota


a. Kota yang berasal dari pusat perkebunan, kota ini terjadi adanya pembukaan lahan baru untuk areal perkebunan. Contoh, kota
Bandung, Palembang, Jambi, dan Bengkulu
b. Kota yang berasal dari pusat pertambangan, kota ini terjadi karena adanya sumber daya alam berupa tambang dapat berakibat
munculnya kota-kota tambang seperti Belitung (timah), Balikpapan, Samarinda, Tarakan (minyak bumi), dan Martapura (intan)
c. Kota yang berasal dari pusat administrasi, terjadi karena wilayah tersebut menjadi pusat administrasi untuk mengurus segala
sesuatu yang berhubungan dengan urusan administrasi. Biasanya menjadi ibu kota suatu wilayah. Contoh Jakarta sebagai ibu
kota negara, Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah.
d. Kota yang berasal dari pusat perdagangan, terjadi karena adanya kegiatan perdagangan, baik lokal maupun internasional. Contoh
Makassar (pusat perdagangan hasil bumi)
e. Kota yang berasal dari pusat industry, banyaknya pembangunan pabrik menyebabkan wilayah tersebut tumbuh berkembang
menjadi kota. Contoh kota-kota di Pulau Batam, Tangerang, dan lain-lain.

C. INTERAKSI DESA – KOTA


1. Faktor Interaksi Desa Kota
Interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang
bersangkutan dengan kontak langsung melalui berita yang didengar  atau media massa. Menurut Edward Ullman, ada tiga faktor
penyebab interaksi antar wilayah sebagai berikut.
1. Kesempatan untuk berintervensi, Artinya adanya kesempatan untuk timbulnya interaksi antarwilayah dan dapat memenuhi
kebutuhan sumber daya wilayah tersebut. Jadi, semakin besar intervening opportunity maka semakin kecil arus komoditas.
2. Kemudahan pemindahan dalam ruang, kemudahan pemindahan dalam ruang baik berupa barang, jasa, manusia, maupun
informasi. Adapun proses pemindahan dari kota ke desa atau sebaliknya dipengaruhi, sebagai berikut: (a) Kelancaran
transportasi antarwilayah; (b) Jarak mutlak maupun jarak relatif antarwilayah; (c) Biaya transportasi dari satu tempat ke tempat
lain. Jadi, semakin mudah transfer abilitas, maka semakin besar arus komoditas.
3. Wilayah yang saling melengkapi, wilayah memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda baik secara kualitas maupun
kuantitasnya. Perbedaan sumber daya kota dan desa menyebabkan timbulnya interaksi. Jadi, adanya kebutuhan saling
melengkapi atau komplementaritas. Hal ini didorong oleh permintaan dan penawaran.
2. Aspek Interaksi Desa - Kota
 Aspek Sosial meliputi : (a) meningkatnya fasilitas pendidikan, kesehatan, hiburan, dan lain-lain; (b) meningkatnya sarana
transportasi dan komunikasi; (c) terjadinya perubahan sosial; (d) berkembangnya organisasi sosial; (e) jumlah penduduk,
pertambahan, penyebaran, serta kepadatannya
 Aspek Budaya meliputi : (a) berkembangnya peralatan dan perlengkapan hidup; (b) komunikasi semakin terbuka; (c)
berubahnya sistem nilai dan norma; (d) penetrasi budaya kota ke desa
 Aspek Ekonomi meliputi (a) meningkatnya lapangan pekerjaan; (b) meningkatnya perdagangan, transportasi, dan komunikasi;
(c) berkembangnya produksi, konsumsi, serta distribusi barang dan jasa; (d) pemanfaatan sumber daya alam dan energi
3. Timbal Balik Interaksi Desa dan Kota
Kota selalu mempunyai hubungan erat dengan sekitarnya. Penduduk kota yang terdiri atas pedagang, pegawai pemerintah
dan swasta, tukang-tukang, seniman, guru, dan sebagainya, hidup dari hasil pertanian yang dihasilkan oleh para petani di
pedesaan. Penduduk kota sangat tergantung secara ekonomis terhadap penduduk pedesaan. Demikian pula sebaliknya, penduduk
desa mempunyai ketergantungan tehadap perkotaan terutama menyangkut sandang, pangan, dan barang jadi. Timbulnya pasar bisa
menjadi ajang pertukaran kebutuhan antara penduduk desa dan kota.
Menurut Daldjoeni, majunnya komunikasi dan transportasi menjadikan pengaruh kota terhadap wilayah sekitarnya semakin
kuat. Sosiolog Hoselitsz, juga mengemukakan bahwa kota besar melancarkan sifat-sifat paresiternya terhadap pedesaan dengan
perincian, yaitu menelaah habis investasi, menyedot tenaga manusia, mendominasi pola manusiawi, mengganggu perkembangan
kota-kota lain yang lebih kecil, dan cenderung memiliki konsumsi yang tinggi dibanding produksinya. Paul Harrison menyatakan
hubungan antara kota dan desa di dunia ketiga mirip sekali dengan hubungan antara yang kaya dan miskin. Pedesaan tidak
memiliki sistem organisasi dan koordinasi yang mampu memaksa pihak kota untuk membayar hasilnya dengan harga yang lebih
tinggi. Selanjutnya kota merupakan perpaduan antara pihak penguasa dan para pegawainya untuk memajukan kota. Boeke seorang
ekonomi, berpendapat bahwa hubungan antara desa dan kota bersifat dualistik. Di satu pihak terdapat sektor yang maju, sedangkan
pihak lainnya terbelakang. Gambaran masyarakat dualistik bisa saja timbul akibat dari adanya pembangunan. Pembangunan
pedesaan ditujukan mencapai suatu pemecahan masalah di pedesaan terutama masalah peningkatan pendapatan kerja serta
pelayanan sosial. Oleh karena itu, strategi pembangunan pedesaan adalah untuk memberatkan kemiskinan dan memeprbaiki
kualitas  hidup masyarakat pedesaan.
4. Dampak Interaksi Desa dengan Kota
a. Ditinjau dari Aspek Sosial meliputi terjadi mobilitas antara keduanya, saling ketergantungan antara desa dan kota, khususnya
dalam bidang pasokan bahan mentah 
b. Ditinjau dari Aspek Budaya meliputi (a) meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat desa; (b) terjadinya tingkah laku,
khususnya masyarakat pedesaan; (c) meningkatkan sumber daya budaya yang dapat menarik wisatawan
c. Ditinjau dari Aspek Ekonomi meliputi (a) memperlancar hubungan desa dan kota; (b) meningkatkan volume perdagangan antara
desa dan kota; (c) menimbulkan perubahan orientasi ekonomi penduduk desa; (d) menimbulkan kawasan perdagangan sebagai
tempat untuk melakukan kegiatan jual beli; (e) meningkatkan pendapatan penduduk desa dan kota
5. Menghitung Kekuatan Interaksi Desa Kota
a. Interaksi Desa Kota Menggunakan Model Gravitasi
Teori ini diterapkan dalam Geografi oleh W.J. Reilly untuk mengukur kekuatan interaksi keruangan antara 2 wilayah atau
lebih. Kekuatan interaksi antara dua wilayah dapat di ukur dengan memperhatikan jumlah penduduk masing-masing wilayah, serta
jarak mutlak antara wilayah-wilayah tersebut.

Contoh Soal :
Jumlah penduduk kota A adalah 40.000 orang, penduduk kota B adalah 10.000 orang. Jarak dari kota A ke kota B adalah 20 km.
Berapakah kekuatan interaksi kedua kota tersebut?
b. Interaksi Desa Kota Menggunakan Model Titik Henti
Bahwa jarak titik henti dari pusat perdagangan yang lebih kecil ukurannya berbanding lurus dengan jarak antara kedua
pusat perdagangan tsbdan berbanding terbalik dgn satu ditambah akar kwadrat jumlah penduduk dari wilayah yang penduduknya
lebih besar dibagi dgn jumlah penduduk pada wilayah yang jumlah penduduknya lebih kecil.

Contoh soal :
Jumlah penduduk kota A sebanyak 500.000 orang, kota B sebanyak 20.000 orang. Jarak kota A dan B 36 km, lokasi titik henti
antara kota A dan kota B adalah….
a. Interaksi Desa Kota Menggunakan Model Grafik Indeks Konektifitas
Pola jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota dibedakan dengan nilai Indek selalu lebih kecil dari 1, dan bentuk
sirkuit dengan Nilai indek sama atau lebih dari 1 (Kekuatan interaksi pola sirkuit Lebih tinggi dari pola cabang). Teori ini
dikemukan oleh K.J. Kansky. Kekuatan interaksi antarkota dalam suatu daerah dapat menggunakan jaringan jalan dengan rumus
indeks konektivitas.

e Ket :
β= v β: indeks konektivitas
e : jumlah jalan yang menghubungkan wilayah
v : jumlah wilayah

contoh :
Manakah wilayah di bawah ini yang paling tinggi interaksinya?
Jawab:
Dari hasil perhitungan di atas, diketahui bahwa yang paling tinggi tingkat interaksinya adalah wilayah A

6. Dampak Perkembangan Kota


a. Dampak negatif urbanisasi bagi dsa
- Perilaku yang tidak sesuai dengan norma setempat akibat contoh dai gaya hidup perkotaan sering ditularkan di kehidupan
pedesaan
- Desa banyak kehilangan penduduk yang memiliki potensi dan berkualitas
- Desa kekurangan tenaga kerja untuk mengolah pertanian karena sebagaian besar penduduknya pindah ke kota
b. Dampak positif urbanisasi bagi desa
- Mendorong pembangunan desa karena penduduk telah mengetahui kemajuan di kota
- Mengurangi jumlah pengangguran di pedesaan
- Bagi desa yang padat penduduknya, urbanisasi dapat mengurangi jumlah penduduk
- Meningkatnya kesejahteraan penduduk desa melalui kiriman uang dan hasil pekerjaan dari keluarga yang bekerja secara
layak di kota
c. Dampak negatif urbanisasi bagi kota
- Meningkatnya kemacetan  lalu lintas
- Meningkatnya kejahatan, pelacuran, perjudian, dan bentuk masalah sosial lainnya
- Meningkatnya pengangguran di perkotaan
- Munculnya tunawisma, tunasosial, dan gubuk-gubuk liar di kota
d. Dampak positif urbanisasi bagi kota
- Kota dapat memenuhi kebutuhan julah tenaga kerja
- Semakin banyaknya sumber daya manusia yang berpotensi dan bekualitas

Anda mungkin juga menyukai