Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPUTUSAN DAN PENGAWASAN

TATA USAHA NEGARA

Dosen Pengampu : Nita Farhaturrahmah, S.H,M.H

Anggota Kelompok 5 :

1. Farah Atika (6661200022)


2. Ifda Roflianti (6661200030)
3. Adil Purnama Enero (6661200037)
4. Fikri Rohmaturizki (6661200107)
5. Zulfa Fazira Az-Zahra (6661200144)
6. Nabila Adinda Tasya (6661200122)

KELAS 2B
PRODI ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Hukum Administrasi
Negara tentang “Keputusan dan Pengawasan Tata Usaha Negara”

Penyusunan makalah ini disesuaikan dengan referensi yang didapat dari buku
maupun jurnal. semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak, bagi
kami khususnya dan bagi teman-teman mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
pada umumnya. Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna dan masih memiliki
banyak kekurangan.

Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
yang membaca.

Serang, 23 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2

DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan Makalah...................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Tata Usaha Negara..................................................................................6


2.2 Kedudukan Keputusan Tata Usaha Negara.........................................................8
2.3 Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara.......................................................
2.4 Keputusan Tata Usaha Negara Sesuai Dengan UUD dan Asas-asas Umum
Pemerintahan…………………………………………………………………….

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Keputusan tata usaha negara merupakan penetapan tertulis yang diproduksi atau
dibuat oleh pejabat tata usaha negara yang mendasarkan diri pada peraturan
perundang-undangan, bersifat konkrit, individual dan final (Bahan ajar Prof Muchsan
dalam mata kuliah birokrasi pemerintah)1. Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang
Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 2 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, memuat ketentuan bahwa yang dimaksudkan dengan Keputusan Tata
Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang undangan yang
berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.

Artinya keputusan tata usaha negara merupakan suatu penetapan yang sifatnya
pasti atau tertulis sehingga sedikit sekali kemunginan untuk diragukan keputusannya
karena yang termuat sesuai dengan peraturan dalam perundang-undangan dan bersifat
kongkrit, individual serta final, yang tentu saja keputusan tertulis tersebut menimbulkan
efek hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara terdiri atas Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara di pusat dan di daerah yang melakukan kegiatan atau yang melaksanakan tugas
eksekutif. Tindakan hukum Tata Usaha Negara yang bersumber pada suatu ketentuan
hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang
lain (Soemitro, 1998:94).3

Keputusan Tata Usaha Negara bersifat konkret artinya objek yang diputuskan dalam
Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak tetapi berwujud tertentu atau dapat
ditentukan. Bersifat individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak
ditunjuk untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Bersifat final
artinya Keputusan Tata Usaha Negara sudah definitif dan karenanya dapat
menimbulkan akibat hukum.

1
. (Bahan ajar Prof Muchsan dalam mata kuliah birokrasi pemerintah)
2
. Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004
3
. (Soemitro, 1998:94).
Keputusan Tata Usaha Negara memegang peranan yang sangat penting dalam
proses penyelenggaraan suatu pemerintahan. Hal ini dikarenakan Keputusan Tata
Usaha Negara lebih merupakan instrumen administrasi Negara yang lebih berorientasi
pada pelaksanaan tugas-tugas konkrit dari pada penjabaran suatu undang-undang.
Keputusan Tata Usaha negara lebih memiliki nilai fleksibilitas serta lebih dimungkinkan
untuk manterjemahkan dan mengkomunikasikan kemauan pihak pengatur atau
penguasa dan pihak yang diatur demi terwujudnya tujuan bersama.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan keputusan tata usaha negara?
2. Bagaimana kedudukan keputusan tata usaha negara?
3. Bagaimana pelaksanaan keputusan tata usaha negara?
4. Seperti apa bentuk keputusan dalam tata usaha negara?

1.3 TUJUAN MAKALAH


1. Untuk mengetahui apa itu yang dimaksud dengan keputusan tata usaha negara.
2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan keputusan tata usaha negara.
3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan keputusan tata usaha negara.
4. Untuk mengetahui seperti apa bentuk keputusan dalam tata usaha negara.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Keputusan Tata Usaha Negara


Pemerintahan yang baik dan dapat dikatakan berjalan efektif dari sudut pandang
hukum birokrasi pemerintahan, apabila pemerintahnya diberi kewenangan untuk
memproduksi dua produk hukum yakni peraturan perundang-undangan dan keputusan.
Peraturan perundang-undangan merupakan produk hukum yang bersifat in abstractum
atau dengan kata lain peraturan perundang-undangan merupakan produk hukum tertulis
yang materinya atau substansinya atau isinya mempunyai daya ikat sebagian atau
seluruh penduduk wilayah negara. Berbeda dengan keputusan yang dalam konteks
birokrasi pemerintahan dikenal dengan istilah keputusan tata usaha negara yang
merupakan produk hukum yang bersifat in concreto. Keputusan tata usaha negara
merupakan penetapan tertulis yang diproduksi atau dibuat oleh pejabat tata usaha
negara yang mendasarkan diri pada peraturan perundang-undangan, bersifat konkrit,
individual dan final (Bahan ajar Prof Muchsan dalam Mata Kuliah Hukum Birokrasi
Pemerintahan).
Dimana peraturan perundang-undangan dan keputusan tata usaha negara memiliki
orientasi yang berbeda dimana peraturan perundang-undangan bersifat in abstractum
sedangkan keputusan tata usaha negara bersifat in concreto. Dimana peraturan
perundang-undangan memiliki cakupan yang luas atau bahkan mengikat seluruh elemen
masyarakat yang mendiami negara kesatuan republik Indonesia.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 52 tahun 2009 pasal 1 angka 9
4
, Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata. Dikemukakan dalam penjelasan terhadap pasal ini bahwa, penetapan tertulis
terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan tersebut memang diharuskan
tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti surat
keputusan pengangkatan dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk kemudahan dari
segi pembuktiannya nanti sehingga, hanya dibutuhkan kejelasan soal, pertama Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mana yang mengeluarkannya; kedua, maksud
serta mengenai hal apa isi tulisan tersebut dan ketiga, kepada siapa tulisan itu dituju dan
apa yang ditetapkan didalamnya.
Keputusan Tata Usaha Negara bersifat konkret artinya objek yang diputuskan dalam
Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak tetapi berwujud tertentu atau dapat
ditentukan. Bersifat individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak
ditunjuk untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Bersifat final
artinya Keputusan Tata Usaha Negara sudah definitif dan karenanya dapat
menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih membutuhkan persetujuan instansi
atasan lain belum bersifat final karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau
kewajiban pada pihak yang bersangkutan (Soemitro, 1998:95).
Keputusan Tata Usaha Negara memegang peranan yang sangat penting dalam
proses penyelenggaraan suatu pemerintahan. Hal ini dikarenakan Keputusan Tata
Usaha Negara lebih merupakan instrumen administrasi Negara yang lebih berorientasi
pada pelaksanaan tugas-tugas konkrit dari pada penjabaran suatu undang-undang.
Keputusan Tata Usaha negara lebih memiliki nilai fleksibilitas serta lebih dimungkinkan
untuk manterjemahkan dan mengkomunikasikan kemauan pihak pengatur atau
penguasa dan pihak yang diatur demi terwujudnya tujuan bersama. Kecepatan dan
4
. Undang-undang Republik Indonesia nomor 52 tahun 2009 pasal 1 angka 9
ketepatan dari pihak administrasi negara untuk menterjemahkan tugas yang
dipercayakan kepadanya, terlihat jelas dengan wewenang pembuatan suatu Keputusan
Tata Usaha Negara berada pada kewenangan pemerintahan (bestuursbevoegdheid)
dan kewenangan diskresi pemerintahan (vrijebevoegdheid) terlihat jelas akan adanya
(Tjandra, 2008:67-68).5

2.2 Kedudukan Keputusan Tata Usaha Negara


Penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan oleh badan atau pejabat tata
usaha negara dengan Berdasarkan Keputusan tata usaha negara. kedudukan
keputusan tata usaha negara dalam hukum adalah perbuatan hukum Yang bersifat
hukum publik, bukan bersifat hukum perdata karena wewenang untuk berbuat selalu
berdasarkan pada suatu ketentuan dalam peraturan hukum tata usaha negara , serta
bersifat sepihak yang melahirkan suatu hubungan hukum antara penguasa dengan
warga masyarakat tidak dikatakan bersifat sepihak, karena kelahiran suatu keputusan
hukum tata usaha negara tidak perlu meminta persetujuan dari yang dikenai
keputusan yang menentukan keputusan adalah penguasa itu sendiri sekalipun alasan
terjadinya suatu keputusan hukum tata usaha negara itu dalam banyak hal juga dapat
disebabkan adanya permohonan atau persetujuan dari pihak yang dikenai keputusan.

Keputusan tata usaha negara adalah merupakan penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat tata usaha negara berdasarkan atas Peraturan perundang-
undangan yang bersifat konkrit, Individual dan final. penetapan tertulis merupakan
keputusan yang tertulis yang dapat dibuktikan dengan nyata yang bersifat konkrit.
kemudian keputusan yang bersifat individual merupakan keputusan yang dikenakan
kepada seseorang secara personal atau pribadi sedangkan bersifat  final adalah
keputusan yang sudah definitif, tidak diperlukan persetujuan  lebih tinggi tingkatnya.
keputusan tata usaha negara yang dapat digugat ke pengadilan tata usaha negara jika
telah memenuhi sifat-sifat keputusan yang bersifat konkrit, individual dan final. Bagian
besar dari kegiatan badan atau pejabat tata usaha negara dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan Dalam sistem pemerintahan Indonesia dilakukan dengan
perbuatan-perbuatan hukum dalam bentuk  keputusan-keputusan tertulis.

Keputusan (besluit)   merupakan penetapan tertulis sebagai wadah atau perwujudan


dari berbagai bentuk penetapan norma-norma hukum secara tertulis. keputusan adalah
tindakan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang bersifat sebelah pihak
dengan tanpa meminta persetujuan dari pihak yang dikenai keputusan, Sedangkan
5
.(Tjandra, 2008:67-68)
ketetapan adalah bentuk tindakan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang
yang dilakukan oleh badan pemerintah titik penetapan tertulis adalah perbuatan hukum
administrasi atau tata usaha negara yang menimbulkan akibat hukum penetapan tertulis
sebagai perbuatan hukum  administrasi itu merupakan keputusan yang melahirkan,
mengubah atau menetapkan atau menghapus hubungan hukum titik pejabat tata usaha
negara dalam mengeluarkan keputusan  harus  melihat   peraturan dasar pada
keputusan yang akan dikeluarkan, tetapi dalam hal-hal lain keputusan dapat dikeluarkan
oleh pejabat tata usaha negara yang bersangkutan diberi keleluasaan atau kebebasan
untuk menentukan sendiri (Freies Ermessen atau Diskresi) untuk melakukan
kebijaksanaannya. freies ermessen adalah kebebasan yang diberikan kepada pejabat
tata usaha negara untuk melakukan kebijaksanaan yang berkaitan dengan wewenang
nya. Kebijakan ini harus diambil oleh pejabat tata usaha negara dan tidak diperbolehkan
berdalilkan bahwa belum ada peraturan perundang-undangannya. Kebijakan ini dapat
diambil sekalipun tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, yaitu dalam
situasi dan kondisi dalam keadaan darurat atau membahayakan, dan untuk
kemaslahatan orang banyak atau untuk kepentingan umum.

Tata usaha negara adalah administrasi negara dalam keseluruhan arti, unsur,
dimensi, dan dinamikanya. Pengertian tersebut oleh tata usaha negara diserahi
kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan umum. pelaksanaan kewajiban membawa
konsekuensi adanya hak bagi tata usaha negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri
(Freies Ermessen), dengan lebih mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan
dapat mematuhi sepenuhnya ketentuan hukum.

Dalam tata usaha negara terdapat setidaknya hal yang ingin dihadirkan dalam setiap
keputusan tata usaha negara salah satunya adalah mewujudkan kesejahteraan umum
yang membawa konsekuensi adanya hak bagi tata usaha negara untuk bertindak atas
inisiatif sendiri. Tentu hal tersebut didasari atas tujuan untuk memenuhi sepenuhnya
ketentuan hukum.

 Untuk mewujudkan fungsi Bestuurzorg, maka tindakan Tata Usaha Negara


diaktualisasikan dalam bentuk keputusan Tata Usaha Negara dalam bentuk peraturan
perundang-undangan yang bersifat mengatur maupun yang bersifat non peraturan.
peraturan perundangan  merupakan format keputusan Tata Usaha Negara yang memuat
elemen  pengaturan terhadap pentingan publik dan menyangkut hubungan hukum atau
hubungan hak dan kewajiban di antara sesama warga negara dan pemerintah.
Sedangkan keputusan Tata Usaha Negara Non peraturan merupakan format
keputusan Tata Usaha Negara yang memuat kewajiban untuk berbuat, tidak berbuat
atau mengijinkan sesuatu hal. keputusan yang berbentuk kebijakan sangat bermanfaat
dan dianggap penting dalam perkembangan hukum nasional karena bersifat lebih
aplikatif. kedudukan keputusan yang bersifat kebijakan lebih menonjol Jika dilihat dari
sisi operasional dan lebih aplikatif dibandingkan dengan kedudukan peraturan
perundang-undangan. Kebijakan yang dikeluarkan berupa  produk dari Freies Ermessen
terkait pula dengan konsep diskresi yang dapat ditafsirkan sebagai hak atau
kewenangan seseorang atau sejumlah orang, untuk bersikap atau  mengambil tindakan
tertentu karena pertimbangan, pendapat atau keyakinan pribadi demi meraih nilai plus
dalam situasi dan kondisi tertentu. Nilai plus yang dimaksudkan tersebut berkaitan
dengan kepentingan umum, pelayanan publik yang lebih baik, dan keamanan
masyarakat. 

Dalam sistem hukum Indonesia kedudukan keputusan tata usaha negara diatur di
luar  peraturan perundang   undangan,  muncul  dalam penyelenggaraan pemerintah ah
yang tidak terikat dalam arti tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-
undangan. keputusan tata usaha negara pada umumnya menunjukkan Bagaimana
suatu instansi pemerintah ah akan bertindak dalam menyelenggarakan kewenangannya.
pada prinsipnya keputusan tata usaha negara di luar peraturan perundang-undangan
an3 dak bertentangan dengan perundangan.  kedudukan hukum keputusan tata usaha
negara belum diatur secara jelas dalam tata urutan perundang-undangan an-nas diatur
dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 10  tahun 2004  tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan.

2.3 Pelaksanaan keputusan tata usaha negara

PPutusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai Pejabat negara
yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Putusan
pengadilan menurut Pasal 185 ayat (1) HIR dibedakan atas dua macam, yakni putusan
akhir (lind voonis) dan bukan putusan akhir (putusan sela (tussen vonnis). Putusan akhir
adalah putusan yang sifatnya mengakhiri suatu sengketa dalam tingkat tertentu,
sedangkan putusan sela adalah putusan yang dikeluarkan oleh hakim sebelum
mengeluarkan putusan akhir dengan maksud mempermudah pemeriksaan perkara
selanjutnya dalam rangka memberikan putusan akhir.

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara juga dikenal adanya dua macam
putusan, yakni Putusan Akhir dan Putusan Sela atau putusan bukan akhir (Pasal 113
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara). Putusan
yang diucapkan dipersidangan (uitspraak) tidak boleh berbeda dengan apa yang tertulis,
sebab bila terjadi perbedaan antara putusan yang diucapkan dan putusan yang tertulis
akan berakibat batal demi hukum, sehingga putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan
dan tidak berkekuatan hukum tetap. Putusan Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam
Pasal 97 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004. Dari ketentuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, masing-masing pihak diberikan


kesempatan untuk menyampaikan kesimpulan.

Setelah kedua pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim Ketua Sidang


menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis
Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala
sesuatu guna putusan sengketa tersebut.

Putusan dalam musyawarah majelis diusahakan untuk memperoleh hasil mufakat,


kecuali apabila hal itu setelah diupayakan dengan sungguh-sungguh tidak tercapai,
maka berlaku aturan sebagai berikut:a) Putusan diambil dengan suara terbanyak.b)
Apabila ketentuan (a) tersebut juga tidak dihasilkan putusan, maka musyawarah ditunda
sampai musyawarah berikutnya.c) Apabila dalam musyawarah berikutnya tidak dapat
diambil putusan dengan suara terbanyak, maka suara terakhir, diletakan pada hakim
Ketua Majelis yang menentukan.d) Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu
juga dalam sidang yang terbuka untuk umum, atau ditunda pada hari lain yang harus
diberitahukan kepada kedua belah pihak.

Putusan pengadilan dapat berupa:a) Menolak gugatan, apabila setelah diperiksa


gugatan penggugat tidak terbukti.b) Gugatan dikabulkan, berarti dalam pemeriksaan
dapat dibuktikan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan melanggar
Peraturan perundang-undangan dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Dalam putusan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh badan
atau pejabat Tata Usaha Negara.

c) Gugatan tidak dapat diterima, apabila setelah diperiksa gugatan penggugat tidak
berdasarkan hukum yang berarti gugatan tidak memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan. Dalam hal ini penggugat dapat memasukan gugatan baru.

d) Gugatan dinyatakan gugur, apabila penggugat, para penggugat atau kuasanya tidak
hadir pada waktu sidang yang telah ditentukan meskipun telah di panggil secara patut
tanpa alasan yang jelas.

Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat
ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara.

Kewajiban diatas berupa:

a) Pencabutan keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau

b) Pencabutan keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan


Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau

c) Penerbitkan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3 (KTUN Fiktif neatif).
Kewajiban tersebut dapat disertai pembebanan ganti rugi.

Dalam hal putusan Pengadilan menyangkut sengketa kepegawaian, maka di


samping kewajiban sebagaimana tersebut diatas, dapat pula disertai pemberian
rehabilitasi (pemulihan Penggugat pada harkat, martabat dan posisi semula).

Dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, putusan pengadilan dibagi
dalam 3 jenis putusan, yaitu:

Putusan yang bersifat pembebanan (condemnatoir) Putusan yang mengandung


pembebanan. Misalnya Tergugat dibebani untuk membatalkan surat keputusan yang
digugat; Tergugat dibebani membayar ganti kerugian atau Tergugat dibebani melakukan
rehabilitasi. (Pasal 97 ayat 9 butir / huruf a,b,c, Pasal 97 ayat 10 dan 11). Contoh : surat
pemberhentian pegawai dibatalkan dan melakukan rehabilitasi.

Putusan yang bersifat pernyataan (declaratoir) Putusan yang hanya menegaskan suatu
keadaan hukum yang sah. Misalnya penetapan dismisal (Pasal 62). Contoh gugatan
tidak diterima atau tidak berdasar. Penetapan perkara diperiksa dengan acara cepat
(Pasal 98). Beberapa perkara perlu digabungkan atau dipisah-pisahkan, dan lain-lain.

Putusan yang bersifat penciptaan (konstitutif) Putusan yang melenyapkan suatu


keadaan hukum atau melahirkan atau menciptakan suatu keadaan hukum baru. (Pasal
97 ayat 9 huruf b).

Tiga macam kekuatan yang terdapat pada putusan hakim yaitu kekuatan mengikat
(resjudicata pro vertate hebetur), kekuatan eksekutorial (suatu putusan pengadilan yang
telah berkekuatan tetap dapat dijalankan), kekuatan pembuktian (putusan pengadilan
merupakan akta otentik) 11 Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu
putusan Pengadilan diucapkan, maka atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan
putusan itu disampaikan kepada yang bersangkutan. Tidak dipenuhinya ketentuan
diatas berakibat putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Mengenai bentuk Putusan Pengadilan, diatur dalam Pasal 109 UU PTUN, sebagai
berikut: PASAL 109 (1) Putusan Pengadilan 6 harus memuat:

Kepala putusan yang berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN


YANG MAHA ESA";

Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak
yang bersengketa;

Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;

Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa;

Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;

Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;

6
. PASAL 109 (1) Putusan Pengadilan
Hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, serta keterangan
tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.

2.4 Macam-macam Keputusan Tata Usaha Negara

Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004


tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dapat
dibedakan menjadi :
a. Keputusan Tata Usaha Negara Positif.

Yaitu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bersifat konkrit, individual dan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.

b. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif

Yaitu keputusan tata usaha negara yang seharusnya dikeluarkan oleh


badan/pejabat tata usaha negara menurut kewajibannya. tetapi ternyata tidak
diterbitkan, sehingga menimbulkan kerugian bagi seseorang atau Badan Hukum
Perdata. Contoh : dalam kasus kepegawaian, seorang atasan berkewajiban membuat
DP3 atau mengusulkan kenaikan pangkat bawahannya, tetapi atasannya tidak
melakukan.

c. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Negatif (Pasal 3 ayat (2))

Yaitu keputusan tata usaha negara yang dimohonkan seseorang atau badan hukum
perdata tetapi tidak ditanggapi atau tidak diterbitkan oleh badan/pejabat tata usaha
negara yang bersangkutan. Sehingga dianggap bahwa Badan/Pejabat Tata Usaha
Negara telah mengeluarkan keputusan penolakan (negatif). Contoh : Pemohon IMB,
KTP, dsb. Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dijawab/diterbitkan, maka
dianggap jelas-jelas menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang menolak.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, tidak hanya


menjadi hukum materil ( dan hukum acara secara terbatas ) dalam praktek peradilan tata
usaha negara namun juga membawa perluasan dan paradigma baru terhadap perluasan
kompetensi absolut peradilan tata usaha negara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan,


keputusan tata usaha negara harus dimaknai sebagai: Penetapan tertulis yang juga
mencakup tindakan faktual; Keputusan badan dan/atau pejabat tata usaha Negara
dilingkungan Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan penyelenggara Negara lainnya;
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB; Bersifat final dalam arti luas;
Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau Keputusan yang
berlaku bagi warga masyarakat.

B. Saran
1. Selama belum ada revisi terhadap undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara, maka
Mahkamah Agung dapat membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) sebagai acuan
bagi para Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
2. Diharapkan kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mempertahankan
metode penerapan dan penemuan hukum dalam setiap mengambil pertimbangan dan
putusan.

DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Hukum Universitas Pattimura, 2019, Pelaksanaan Eksekusi Putusan


Pengadilan Tata Usaha Negara Di Era Otonomi.

Jurnal Hukum Pro Justitia, 2010, Kedudukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam
Sistem Hukum Indonesia.

Risma Melfani Sari, 2019, Kedudukan Keputusan Hukum Tata Usaha Negara Dalam
sistem Hukum Indonesia.

Universitas Ekasakti, Klasifikasi Keputusan Tata Usaha Negara.

UU Peradilan Tata Usaha Negara, UU Administrasi Pemerintahan, Keputusan Tata


Usaha Negara.

Anda mungkin juga menyukai