Anda di halaman 1dari 5

IDENTIFIKASI MEDICATION ERROR DI INSTALASI FARMASI

RAWAT INAP RUMAH SAKIT X DI JAKARTA

Daniek Viviandhari1, Adeka Fitriani Helwakan1


1Fakultas Farmasi dan Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Jl. Delima II, Klender, Jakarta Timur,
Indonesia
daniek.viviandhari@uhamka.ac.id

Abstrak: Kesalahan penggunaan obat (medication error) merupakan isu yang terjadi di seluruh dunia yang
berdampak negatif pada patient safety. Penelitian terkait umumnya dilakukan di negara maju. Data
medication error di negara berkembang sangatlah terbatas, terutama di Indonesia. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui kejadian medication error pada fase prescribing, dispensing, dan administration
pada pasien rawat inap RS X di Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian prospektif dengan metode cross
sectional pada sampel resep pasien rawat inap di instalasi farmasi rawat inap periode Januari hingga
Februari 2020. Sejumlah 103 lembar resep memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
medication error pada fase prescribing terbanyak adalah tidak adanya satuan dosis sebanyak 67 kejadian
(65,05%), tidak terdapat medication error pada fase dispensing (0,00%), dan medication error pada fase
administration yang ditemukan adalah interval pemberian obat tidak tepat sebanyak 2 kejadian (1,94%).
Kejadian medication error terbesar adalah prescribing error sebanyak 320 kejadian (99,38%) kemudian
administration error sebanyak 2 kejadian (0,62%). Berdasarkan kriteria insiden keselamatan pasien,
sebanyak 77,63% kejadian medication error termasuk KPC (Kondisi Potensial Cidera) dan 22,36% kejadian
medication error termasuk KTC (Kondisi Tidak Cidera). Dapat disimpulkan bahwa potensi terbesar
medication error adalah pada fase prescribing.
Kata kunci: Medication error, fase prescribing, fase dispensing, fase administration, insiden keselamatan pasien.

1 PENDAHULUAN Apoteker juga dituntut untuk melakukan monitoring


penggunaan obat, melakukan evaluasi serta
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya
langsung kepada pasien terkait sediaan farmasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016a,
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Apoteker 2016b)
harus memahami dan menyadari kemungkinan Medication error merupakan isu yang terjadi di
terjadinya kesalahan penggunaan obat (medication seluruh dunia yang berdampak negatif pada patient
error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, safety. Penelitian terkait umumnya dilakukan di
mencegah, serta mengatasi masalah terkait obat negara maju (Salmasi et al., 2015).
(Drug Related Problems), masalah Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 7000 hingga
farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio- 9000 orang meninggal akibat medication error.
pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal Biaya yang dikeluarkan untuk menangani pasien
tersebut, Apoteker harus menjalankan praktek sesuai yang mengalami medication error mencapai $40
standar pelayanan dan mampu berkomunikasi miliar per tahun. Selain kerugian secara ekonomi,
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan pasien juga mengalami nyeri fisik dan psikologi
terapi untuk mendukung penggunaan obat yang sebagai akibat dari medication error. Konsekuensi
rasional. Dalam melakukan praktek tersebut, utama dari medication error adalah turunnya
kepuasan pasien dan meningkatnya
ketidakpercayaan pasien terhadap sistem 2 METODE
pengelolaan kesehatan (Tariq, Vashisht and
Scherbak, 2020) Penelitian ini merupakan penelitian prospektif
Berdasarkan data medication error pada 17 dengan desain penelitian cross sectional di instalasi
penelitian di 6 negara di Asia Tenggara (Singapura, farmasi rawat inap Rumah Sakit X di Jakarta.
Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Metode sampling yang digunakan adalah purposive
Indonesia), 11 penelitian mengidentifikasi sampling. Penelitian dilakukan pada 29 Januari 2020
administration error, 4 fokus pada prescribing hingga 24 Februari 2020.
error, 3 pada dispensing error, 2 fokus pada Kriteria inklusi : semua resep pasien rawat inap
transcribing error, dan 1 fokus pada reconciliation di instalasi farmasi rawat inap. Kriteria eksklusi :
error. Administration error terbanyak adalah tidak resep pasien pulang
tepatnya waktu pemberian obat, kesalahan akibat Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan kaji
kelalaian, dan dosis yang tidak tepat (Salmasi et al., etik dari Komite Etik Universitas Muhammadiyah
2015). Prof. Dr. HAMKA dengan nomor : 03/19.12/0268.
Keselamatan Pasien (patient safety) adalah suatu Data yang diambil berupa data sekunder yang
sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, berasal dari resep pasien rawat inap dan juga catatan
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan perawat di bagian rawat inap.
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis Data temuan kejadian medication error pada
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak masing-masing fase (prescribing, dispensing, dan
lanjutnya, serta implementasi solusi untuk administration) dan pengelompokan berdasarkan
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah kriteria insiden keselamatan pasien disajikan dalam
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan bentuk persentase.
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Rumah sakit wajib melaksanakan standar
keselamatan pasien. Standar keselamatan pasien 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah Selama periode 29 Januari 2020 hingga 24
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang Februari 2020, sebanyak 103 lembar resep
tidak diharapkan). Terdapat mekanisme pelaporan memenuhi kriteria inklusi.
internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas 3.1 Medication error fase prescribing
tentang analisis akar masalah Kejadian Nyaris
Cedera (KNC), KTD, dan kejadian sentinel pada Tabel 1. Distribusi Medication Error Fase
saat Keselamatan pasien mulai dilaksanakan Prescribing
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Jumlah
Parameter yang dinilai Persentase (%)
Data medication error di negara berkembang Kejadian
sangatlah terbatas, terutama di Indonesia (Salmasi et Tidak ada nama dokter 25 24,27
al., 2015). Penelitian medication error di Indonesia Tidak ada nama pasien 1 0,97
banyak yang sebatas memaparkan persentase
Tidak ada berat badan pasien 0 0,00
kejadian medication error pada tiap-tiap fasenya
saja. Tidak banyak penelitian medication error yang Tidak ada tinggi badan
0 0,00
pasien
sekaligus mengkaitkannya dengan insiden Tidak ada jenis kelamin
keselamatan pasien. Oleh karena itu penelitian 15 14,56
pasien
terkait medication error yang juga mengkaitkannya Tidak ada usia pasien 50 48,54
dengan insiden keselamatan pasien dirasa perlu Tidak ada bentuk sediaan 51 49,51
untuk dilakukan, terutama di rumah sakit X di
Jakarta yang sebelumnya tidak pernah dievaluasi Tidak ada satuan dosis 67 65,05
apakah terdapat kejadian medication error. Tidak ada dosis sediaan 53 51,45

Tidak ada aturan pakai


13 12,62
obat/aturan penggunaan

Tidak ada tanggal permintaan


45 43,68
resep
Tabel 1 menunjukkan distribusi medication error Tabel 2 menunjukkan distribusi medication
pada fase prescribing. Terdapat 11 parameter yang error pada fase dispensing. Terdapat 7 parameter
dinilai pada fase prescribing. Prescribing error yang dinilai pada fase dispensing. Dalam penelitian
terbanyak adalah tidak adanya satuan dosis sebesar ini, tidak terdapat kesalahan pada semua
65,05%. Tidak adanya satuan dosis dapat parameternya (0,00%).
menyebabkan terjadinya medication error karena Proses dispensing pada farmasi komunitas
mempengaruhi besaran dosis yang diberikan pada merupakan bagian penting dari pengelolaan obat,
pasien. dan bersama dengan konseling pasien membentuk
Kesalahan pada fase prescribing relatif umum aktivitas professional utama dari seorang farmasis.
terjadi namun dapat dicegah. Kebanyakan kasus Dispensing error merupakan perhatian utama
termasuk no-harm atau low-to-moderate harm farmasis di komunitas, mengingat konsep ketepatan
(Cousins et al., 2019). obat, ketepatan dosis, ketepatan rute, ketepatan
Penelitian serupa yang dilakukan di Poli frekuensi, dan ketepatan pasien akan menjamin
Interna RSUD Bitung menunjukkan bahwa terapi obat yang rasional. Dispensing merupakan
medication error yang terjadi pada tahap prescribing proses kompleks yang terdiri dari banyak tahapan.
meliputi tulisan resep tidak jelas terbaca sebesar Terdapat bukti bahwa risiko dispensing error
6,50%, tidak terdapat umur pasien 62,87%, tidak meningkat dan hal tersebut meningkatkan perawatan
terdapat bentuk sediaan 74,53%, dan tidak terdapat dan penggunaan terapi obat, sehingga secara
dosis sediaan 20,87% (Timbongol, Lolo and Sudewi, langsung dapat meningkatkan biaya terapi.
2016). Dispensing error perlu mendapat perhatian
Prescribing error terbanyak kedua adalah tidak mengingat saat ini di beberapa penelitian terbukti
adanya dosis sediaan sebesar 51,45%. Tidak adanya bahwa kejadian medication error di fase dispensing
dosis menyebabkan pasien mendapatkan dosis yang cukup tinggi (Al-Arifi, 2014).
tidak tepat, baik under dose maupun over dose. Tidak terdapatnya kejadian medication error di
Sebuah penelitian di Praha, Ceko, menunjukkan fase dispensing pada penelitian ini kemungkinan
bahwa medication error terbanyak adalah karena dilakukannya double checking oleh apoteker
ketidaktepatan dosis (60,9%), lalu pemilihan obat sebelum obat diserahkan ke pasien.
yang tidak tepat (19,3%), dan kesalahan rute Proses dispensing di Rumah Sakit X dimulai
pemberian obat (12,9%). Sebagian responden pada dari pengambilan obat di gudang stok apotek rawat
penelitian tersebut, terutama anak-anak, mengalami inap, pengambilan obat sudah disesuaikan dengan
gejala intoksikasi obat akibat mendapatkan dosis inputan resep. Gudang stok obat menggunakan
obat yang berlebihan (Zakharov, Tomas and sistem alfabetis sehingga memudahkan apoteker atau
Pelclova, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa asisten apoteker dalam pengambilan obat. Ruangan
medication error dapat berakibat fatal bagi pasien. dilengkapi dengan pendingin ruangan. Sediaan obat
yang tidak stabil dalam suhu ruangan disimpan di
3.2 Medication error fase dispensing dalam chiller. Dalam tahapan dispensing, dilakukan
beberapa kali pengecekan oleh dua apoteker pada
Tabel 2. Distribusi Medication Error Fase tahap setelah obat dikemas dan sebelum obat
Dispensing diserahkan kepada perawat masing-masing ruang
rawat inap. Setiap sediaan obat yang sudah
Parameter yang dinilai Jumlah Persentase (%)
disiapkan dikelompokkan berdasarkan ruang rawat
Kejadian inap masing-masing pasien. Setelah itu perawat dari
masing-masing ruang rawat inap mengambil sediaan
Dosis obat tidak sesuai 0 0,00
yang telah disiapkan sehingga kecil kemungkinan
Salah pengambilan obat akan terjadi kesalahan.
(jenis/konsentrasi 0 0,00
berbeda)
Obat ada yang kurang 3.3 Medication error fase administration
0 0,00
(ommision)
Obat kadaluarsa atau Tabel 3. Distribusi Medication Error Fase
0 0,00
rusak
Pemberian obat diluar Administration
0 0,00
intruksi
Jumlah obat tidak sesuai 0 0,00 Jumlah
Parameter yang dinilai Persentase (%)
Kejadian
Salah pasien 0 0,00
Kesalahan cara Insiden
0 0,00 Jumlah
pemberian Kejadian Medication Error Keselamatan
Kejadian
Obat tidak diberikan Pasien
0 0,00
sesuai jadwal pemberian
Tidak ada nama dokter 25 KTC
Interval pemberian obat
2 1,94 Tidak ada nama pasien
tidak tepat 1 KPC
Tidak ada jenis kelamin pasien 15 KPC
Tabel 3 menunjukkan distribusi medication Tidak ada usia pasien 50 KPC
error pada fase administration. Terdapat 3 Tidak ada bentuk sediaan 51 KPC
parameter yang dinilai pada fase administration
Tidak ada satuan dosis 67 KPC
dalam penelitian ini. Administration error yang
ditemukan adalah interval pemberian obat yang Tidak ada dosis sediaan 53 KPC
tidak tepat sebanyak 2 kejadian (1,94%). Interval Tidak ada aturan pakai obat/aturan
pemberian obat terkait dengan frekuensi pemberian penggunaan 13 KPC
obat per hari. Penilaian parameter pada
administration error pada penelitian ini dilihat dari Tidak ada tanggal permintaan resep 45 KTC
catatan perawat atau status pasien khususnya di Interval pemberian obat tidak tepat 2 KTC
Pemantauan Obat Pasien.
Ket : KTC (Kondisi Tidak Cidera)
Dalam penelitian ini terdapat dua parameter
lain yang tidak diukur yaitu waktu penginjeksian KPC (Kondisi Potensial Cidera)
obat tidak tepat dan waktu stabilitas obat tidak tepat.
Hal ini karena adanya keterbatasan data pendukung. Insiden keselamatan pasien (Patient Incident
Resep yang digunakan di Rumah Sakit X ini Safety) merupakan kejadian yang berpotensi
merupakan resep unit dose. Administration error menyebabkan harm (cidera, cacat, kematian, dan
(kesalahan dalam penyerahan obat ke pasien) dapat lain-lain) yang seharusnya tidak terjadi. Pelaporan
terjadi setelah obat diserahkan ke masing-masing
insiden idealnya mengakomodir semua informasi
ruang rawat inap pasien lalu obat diberikan kepada
pasien. yang relevan terkait patient safety. Idealnya, sistem
Administration error termasuk tipe error yang keselamatan pasien di rumah sakit menggunakan
cukup penting karena berdampak pada morbiditas, data tersebut untuk membuat strategi perbaikan
mortalitas, reaksi obat tidak dikehendaki, dan kualitas agar patient safety dapat terjamin (Vincent,
meningkatnya lama rawat inap di rumah sakit. Hal 2007).
tersebut akan meningkatkan biaya kesehatan. Oleh Berdasarkan tabel 4, parameter yang termasuk
karena itu, menilai administration error dan
kriteria insiden keselamatan pasien KTC (Kondisi
mengevaluasi faktor-faktor penyebab terjadinya
Tidak Cidera) dalam penelitian ini adalah tidak
administration error menjadi penting untuk
dilakukan agar kualitas hidup pasien meningkat. adanya nama dokter, tidak adanya tanggal
Penelitian di sebuah rumah sakit di Ethiopia permintaan resep, dan interval pemberian obat tidak
menunjukkan bahwa insidensi medication error di tepat. Total kejadian KTC adalah 22,36%. Menurut
fase administration sebanyak 199 kasus (56,4%). Indeks medication error berdasarkan dampak, tidak
Kasus terbanyak adalah documentation error adanya nama dokter termasuk dalam kesalahan No
(87,5%), lalu technique error (73,1%), dan time Harm kategori D yaitu terjadinya kesalahan
error (53,6%) (Feleke, Mulatu and Yesmaw, 2015).
sehingga monitoring ketat harus dilakukan namun
Penelitian lain menyebutkan bahwa dari 1251 resep
yang dievaluasi, kejadian administration error tidak membahayakan pasien. Menurut Indeks
sebesar 62,7% dan ketidaktepatan dosis yang medication error berdasarkan dampak, interval
diberikan menjadi parameter yang paling banyak pemberian obat tidak tepat termasuk dalam
terjadi (53,7%) (Baraki et al., 2018). kesalahan No Harm kategori C yaitu terjadi
kesalahan dan obat sudah diminum atau digunakan
3.4 Kriteria Insiden Keselamatan pasien tetapi tidak membahayakan pasien.
Pasien Parameter yang termasuk kriteria insiden
keselamatan pasien KPC (Kondisi Potensial Cidera)
Tabel 4. Distribusi Medication Error Berdasarkan adalah tidak adanya nama pasien, tidak adanya jenis
Kriteria Insiden Keselamatan Pasien kelamin pasien, tidak adanya usia pasien, tidak
adanya bentuk sediaan, tidak adanya satuan dosis, STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI
RUMAH SAKIT’.
dan tidak adanya aturan pakai obat/aturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2016b)
penggunaan dengan total kejadian KPC adalah ‘PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
77,63%. Menurut indeks medication error INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG
berdasarkan dampak, termasuk dalam kesalahan No STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI
APOTEK’, p. 10. doi: 10.5151/cidi2017-060.
Error kategori A yaitu kejadian yang berpotensi
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2017)
terjadinya kesalahan. ‘PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG
KESELAMATAN PASIEN’, pp. 5–9.
Salmasi, S. et al. (2015) ‘Medication errors in the
4 KESIMPULAN Southeast Asian countries: A systematic review’, PLoS
ONE, 10(9), pp. 1–11. doi: 10.1371/journal.pone.0136545.
Medication error pada fase prescribing Tariq, R., Vashisht, R. and Scherbak, Y. (2020)
terbanyak adalah tidak adanya satuan dosis sebanyak ‘Medication Errors Issues of Concern Clinical
Signicance’, in. StatPearls, pp. 5–9.
67 kejadian (65,05%), tidak terdapat medication
Timbongol, C., Lolo, W. A. and Sudewi, S. (2016)
error pada fase dispensing (0,00%), dan medication ‘Identifikasi Kesalahan Pengobatan (Medication Error)
error pada fase administration yang ditemukan Pada Tahap Peresepan (Prescribing) Di Poli Interna Rsud
adalah interval pemberian obat tidak tepat sebanyak Bitung’, Pharmacon, 5(3), pp. 1–6. doi:
10.35799/pha.5.2016.12930.
2 kejadian (1,94%). Kejadian medication error
Vincent, C. (2007) ‘Incident reporting and patient
terbesar adalah prescribing error sebanyak 320 safety’, British Medical Journal, 334(7584), p. 51. doi:
kejadian (99,38%) kemudian administration error 10.1136/bmj.39071.441609.80.
sebanyak 2 kejadian (0,62%). Berdasarkan kriteria Zakharov, S., Tomas, N. and Pelclova, D. (2012)
‘Medication errors an enduring problem for children and
insiden keselamatan pasien, sebanyak 77,63%
elderly patients’, Upsala Journal of Medical Sciences,
kejadian medication error termasuk KPC (Kondisi 117(3), pp. 309–317. doi:
Potensial Cidera) dan 22,36% kejadian medication 10.3109/03009734.2012.659771.
error termasuk KTC (Kondisi Tidak Cidera).
.

PUSTAKA
Al-Arifi, M. N. (2014) ‘Community pharmacists’
attitudes toward dispensing errors at community pharmacy
setting in Central Saudi Arabia’, Saudi Pharmaceutical
Journal. King Saud University, 22(3), pp. 195–202. doi:
10.1016/j.jsps.2013.05.002.
Baraki, Z. et al. (2018) ‘Medication administration
error and contributing factors among pediatric inpatient in
public hospitals of Tigray, northern Ethiopia’, BMC
Pediatrics. BMC Pediatrics, 18(1), pp. 1–8. doi:
10.1186/s12887-018-1294-5.
Cousins, D. et al. (2019) ‘The top ten prescribing
errors in practice and how to avoid them Prescribing errors
affect patient safety , but pharmacists and other healthcare
professionals can reduce the risk of them occurring .’, The
Pharmaceutical Journal, 302(7922), pp. 6–13.
Feleke, S. A., Mulatu, M. A. and Yesmaw, Y. S.
(2015) ‘Medication administration error: Magnitude and
associated factors among nurses in Ethiopia’, BMC
Nursing. BMC Nursing, 14(1), pp. 1–8. doi:
10.1186/s12912-015-0099-1.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2016a)
‘PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG

Anda mungkin juga menyukai