Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH CIVIC EDUCATION

“KONSEP DASAR HAM DAN PERJUANGAN HAM DI DUNIA”

O
L
E
H

KELOMPOK 10
ANDI MUHAMMAD RAFLI

DOSEN : Sri Wahyuni, S.Sy.,MH

JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH SENGKANG
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Konsep
dasar HAM dan perjuanagan HAM di dunia.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfat bagi para pembaca.

Sengkang, 9 Maret 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam

penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan

interaksinya antara individu atau dengan instansi.Hak juga merupakan sesuatu yang harus

diperoleh.Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama

dalam era reformasi ini.HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi

dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak

sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan

pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri

kita sendiri. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu

dilahirkan.Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai

manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia.Hak ini

dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat

atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia

lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu

Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan. Sebagai manusia, ia

makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada

setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa

saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi
diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau

berhubungan dengan sesama manusia.

B. RUMUSAN MASALAH

1.     Sejarah HAM di Indonesia

2. Pengertian HAM

3.        Mengetahui konsep-konsep dasar HAM

4. Mengetahui perjuangan HAM di dunia

C. TUJUAN PENULISAN

1.   Meningkatkan pengetahuan tentang HAM

2. Memperluas edukasi tentang HAM


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Hak Asasi Manusia

Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) di dunia Dunia barat (Eropa) paling dahulu menyuarakan
HAM, dimana berdasarkan sejarah Hak Asasi Manusia, Inggris yang paling utama menyerukan.
Tecatat di Inggris terdapat seorang filsuf yang mengungkapkan gagasan atau merumuskan
adanya hak alamiah (natural rights), yaitu Jhon Locke pada abad 17. Sejarah perkembangan Hak
Asasi Manusia di dunia barat ditandai dengan tiga hal penting, yaitu Magna Charta, terjadinya
revolusi Amerika dan revolusi Prancis.

1. Maghna Charta Liberium Inggris (1215) Sejarah telah mencatat bahwa inggris memberikan
jaminan pada para bangsawan serta keturunannya yang tidak memenjarakan mereka sebelum
melelui proses pengadilan. . Jaminan tersebut diberikan bukan tanpa alasan, tapi dikarenakan
para bangsawan telah berjasa dalam membiayai kerajaan, sebagai bentuk balas budi, pihak
kerajaan memberikan jaminan, yang dinamakan magnha charta liberium. Jaminan atau perjanjian
tersebut dibuat pada masa raja Jhon tahun 1215 Masehi. Pada masa itu bangsawan meminta
jaminan sebab kebanyakkan raja jaman dahulu bertindak sesuka hati, membuat hukum sendiri
sedangkan raja kebal terhadap hukum. Hampir semua aturan yang dibuat menguntungkan raja.
Meskipun Maghna Charta tidak berlaku untuk semua, atau dalam artian hanya untuk para
bangsawan, akan tetapi kita tidak bisa memungkiri bahwa Maghna Charta merupakan tonggak
awal perkembangan HAM di dunia.

2. Revolusi Amerika (Bagian Sejarah HAM 1776) Revolusi Amerika pada tahun 1776
merupakan peperangan rakyat Amerika melawan penjajah Inggris. Hasil revolusi ini adalah
kemerdekaan Amerika pada tahun 1776 dari Inggris. Pada tahun yang sama amerika membuat
sejarah dengan menegakan Hak Asasi Manusia, yaitu memasukannya aturan HAM kedalam
perundangan negara. Hak Asasi Manusia di Amerika dalam perkembangannya lebih komplek
dari pada HAM di Inggris. Bahkan HAM terus disuakan sampai saat ini baik oleh pemerintah
maupun rakyat.

3. Revolusi Prancis (1789) Revolusi Prancis lebih populer dari pada revolusi Amerika, jika
Amerika memerangi penjajah Inggris untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan, supaya bisa
berdiri sendiri dan memiliki hak. Beda halnya dengan revolusi Prancis yang dilakukan rakyat
memerangi rajanya sendiri, yaitu raja Louis XVI.Rakyat Prancis melakukan hal tersebut dengan
alasan, bahwa sang raja bertndak sewenang – wenang terhadap rakyat dan memiliki sifat
absolute.Revolusi Prancis setidaknya menghasilkan aturan tentang hak, yaitu hak atas kebebasan,
hak atas kesamaan dan hak atas persaudaraan.

B. Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bahasa inggris human ringts dalam bahasa prsncis droits de
i’homme jadi Hak asasi manusia adalah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa
manusia memiliki hak melekat pada dirinya karna ia adalah seorang manusia Hak asai manusia
berlaku kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun, sehingga sifatnya universal. HAM pada
prinsipnya tidak dapat dicabut, juga tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan dan saling
bergantung. Secara konseptual, hak asasi manusia dapat dilandaskan pada keyakinan bahwa hak
tersebut ‘’dianugerahkan secara alamiah" oleh alam semesta, Tuhan, atau nalar. Sementara itu,
mereka yang menolak penggunaan unsur alamiah meyakini bahwa hak asasi manusia merupakan
pengejawantahan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat. Ada pula yang menganggap HAM
sebagai perwakilan dari klaim-klaim kaum yang tertindas, dan pada saat yang sama juga terdapat
kelompok yang meragukan keberadaan HAM sama sekali dan menyatakan bahwa hak asasi
manusia hanya ada karena manusia mencetuskan dan membicarakan konsep tersebut. Dari sudut
pandang hukum internasional, hak asasi manusia sendiri dapat dibatasi atau dikurangi dengan
syarat-syarat tertentu. Pembatasan biasanya harus ditentukan oleh hukum, memiliki tujuan yang
sah, dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis. Sementara itu, pengurangan hanya
dapat dilakukan dalam keadaan darurat yang mengancam "kehidupan bangsa", dan pecahnya
perang pun belum mencukupi syarat ini. Selama perang, hukum kemanusiaan internasional
berlaku sebagai lex specialis. Walaupun begitu, sejumlah hak tetap tidak boleh dikesampingkan
dalam keadaan apapun, seperti hak untuk bebas dari perbudakan maupun penyiksaan.
C. Konsep dasar HAM

Perjuangan akan  kekokohan praktik penghormatan harkat dan martabat, Hak Asasi Manusia.
Adalah sejarah dari perjalanan panjang. Perjuangan dari peperangan yang telah mengorbankan
jutaan manusia. Ada peristiwa perang. Perang dunia pertama dan perang dunia kedua. Ada
pembantain etnis, ras, seperti yang terjadi dalam regim Hitler. Ada pembantaian etnis di
Ruanda (ICTR), ada pemusnahan secara paksa etnis di Yogoslavia (ICTY). Pemberontakan di
Tiananmen. Pemusnahan etnis di Kamboja. Dan berbagai peristiwa kekejaman lainnya
menjadikan Hak Asasi Manusia penting untuk dipositifkan sebagaimana usul David Hume,
Austin dan Hart.
Hak Asasi Manusia sebagai hak yang lahir secara adikodrati (Hobbes, Rosseau, Kant, Vasak,
Weissbrodt; Lih, Davidson, 1994: 30 – 63) mutlak untuk diberi kepastian dalam tatanan yang
fundamental. Agar tidak menjadi impian, cita-cita dan angan-angan semata. Maka yang amat
menonjol dalam konvensi (bisa dibaca: perjanjian/ agremeent) sebagai instrumen hukum  adalah
pengakuan hak-hak politik. Bukan hak-hak ekonomi, hak sosial dan budaya. Kalau dilihat dalam
realitasnya organ PBB memang dalam struktur organisasinya adalah pertarungan dua buah
ideologi. Pertarungan antara liberalisme dan sosialisme. Dapat dikatakan pertarungan
antara ICCPR yang terlegitimasi dalam organ Dewan Keamanan dan ICESCR yang
diejawantahkan dalam organ Majelis Umum yang banyak dipegang atau diisi oleh negara
berkembang untuk memperjuang hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Terlepas dari dua kepentingan tersebut, jelasnya hak-hak politik tetap menaruh harapan bagi
perlakuan yang adil, fair, dan sama dari negara untuk menghargai hak kodrati yang melekat pada
setiap individu sebagai hak dasar  yang sudah ada (Thomas Aquinas) sejak ia lahir.  Kalaupun
ada peran negara untuk menghormati hak individu sebagai hak dasar adalah prinsip resiprositas
(timbal balik/ reciprocity, lih, Cessie, 2005: 237) semata sebagai penyerahan kepercayaan dalam
suatu kontrak sosial.
Dapat dikatakan, semua negara (195) di dunia tidak ada yang tidak mengakui Hak Asasi
Manusia sebagai hak yang penting untuk dimasukkan dalam landasan konstitusionalnya. Apalagi
negara yang mengutamakan prinsip negara hukum (rechtstaar/ rule of law) maka harus
meletakkan jaminan dan perlindungan terhadap hukum dan Hak Asasi Manusia. karena jaminan
dan pelayanan Hak Asasi Manusia sebagai salah satu unsur negara hukum.
Hak Asasi Manusia adalah  seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menunjukan nilai normatifnya Hak Asasi Manusia
sebagai hak yang fundamental. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 “semua manusia
dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan
harus bertindak sesama manusia dalam semangat persaudaraan.”

Di Indonesia, pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan
pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.”

Implementasi Hak Asasi Manusia secara tersirat sebenarnya sudah diakui dalam KUHAP.
Menurut ketentuan Pasal 117 ayat 1, “keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik
diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun.” Artinya dengan adanya
Pasal tersebut, pemeriksaan oleh penyidik untuk kepentingan penyidikan harus sesuai dan
menghormati HAM.

Selain itu, pemuatan hak asasi dalam tugas kepolisian sebagai penyidik, juga ditegaskan dalam
Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, “Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan terhadap masyarakat, serta terbinanya ketenteraman
masyarakat dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.” Kemudian juga ditegaskan dalam Pasal
19 ayat 1 “bahwa Polisi harus senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum, dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan dan menjunjung tinggi HAM.”

Dalam kaitannya dengan wewenang Polisi dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka
guna mendapatkan keterangan  yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, maka prinsip yang
harus dipegang adalah berdasarkan Pasal 33 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 menegaskan
“bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakukan yang
kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

Mengenai arti dari penyiksaan itu sendiri kemudian ditegaskan dalam Pasal 1 butir 4 :
“Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan
rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk
memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan
menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh
seseorang atau orang ketiga, atau untuk rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh,
atas hasutan dari dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.”

Dalam proses peradilan pidana yang merupakan serangkaian rantai-rantai  (the series of
chains). Polisi yang menempati posisi sebagai penjaga pintu (as agate of keeper), meminjam
istilah Sunarto dalam Muladi, 2005: 142), tentunya juga harus memperhatikan hak-hak
tersangka. Universal Declaration of Human Right diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
sebagai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1949). Deklarasi ini memuat 30 Pasal yang
memuat berbagai hak asasi. Seperti hak untuk hidup, hak untuk istirahat, dan hak untuk
mendapatkan hiburan.
Dalam konteks dengan kewenangan Polisi sebagai penyidik hak yang penting untuk diperhatikan
adalah hak untuk hidup, yang meliputi hak untuk bebas dari eksekusi di luar pengadilan (extra
judicial execution), dan penghilangan paksa (disapearences), hak untuk bebas dari penyiksaan
dan penangkapan di luar wewenang (freedom from torture and arbitary arrest). Olehnya itu,
penting untuk melihat bagaimana semestinya perlakuan tersangka yang relevan dalam DUHAM.
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam DUHAM jika duraikan secara sistematis, sebagai berikut:
1. Semua orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu (Pasal
3).
2. Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi
atau dihina (Pasal 5)
3. Semua orang berhak atas atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di
mana saja ia berada (Pasal 6).
4. Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama
tanpa diskriminasi, semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk
diskriminasi yang bertentangan dengan deklarasi ini (Pasal 7)
5. Tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang sewenang-wenang (Pasal 9).
6. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana, dianggap
tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan
yang terbuka, dimana ia memperoleh semua jaminan untuk pembelaannya (Pasal 11 ayat 1 ).
International Convenant on Civil and Political Rigt (ICCPR) tampaknya  juga memberikan
pengaturan hak hidup sebagai hak fundamental. Konvenan ini menjunjung tingi hak atas
kebebasan dan keamanan pribadi serta memberi fondasi bagi perlindungan dalam penahanan.
Dalam Pasal 9 ICCPR menegaskan:
1. Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorangpun dapat
ditangkap secara sewenang-wenang. Tidak seorangpun dapat dirampas kebebasannya
kecuali berdasarkan alasan-alasan yang sah, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh
hukum.
2. Setiap orang ditangkap wajib diberitahu pada saat penangkapannya dan harus segera
mungkin diberitahu mengenai tuduhan yang dikenakan kepadanya.
3. Setiap orang yang ditahan atau berdasarkan tuduhan pidana, wajib segera dihadapkan ke
pejabat pengadilan atau pejabat  lain  yang diberi kewenangan oleh hukum untuk
menjalankan kekuasaan peradilan, dan berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar,
atau dibebaskan. Bukan merupakan suatu ketentuan umum, bahwa orang yang menunggu
diadili harus  ditahan, tetapi pembebasan dapat diberikan dengan  atas dasar jaminan untuk
hadir pada waktu persidangan, pada setiap tahap pengadilan dan pada pelaksanaan putusan,
apabila diputuskan demikian.
4. Siapapun yang dirampas, kebebasannya dengan cara penangkapan, penahanan, berhak
untuk disidangkan di depan pengadilan tanpa menunda-nunda dapat menentukan keabsahan
penangkapannya dan memerintahkan pembebasannya apabila penahanan tidak sah menurut
hukum.
Dalam memperkuat dan menjamin ketentuan untuk perlindungan HAM dalam  due process of
law pada  sistem peradilan pidana. Terutama dalam tahap/ fase pra-ajudikasi. Dapat jiuga
didasarkan pada konvensi anti penyiksaan yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1998. Penyiksaan berdasarkan konvensi ini diartikan: “Sebagai perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik
jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari
orang itu atau dari dari orang ketiga atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk
diskriminasi apabila rasa sakit atau penderitaan itu ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan
persetujuan atau sepengetahuan pejabat publik. Hal ini tidak meliputi rasa sakit dan penderitaan
yang semata-mata timbul melekat pada, atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum yang berlaku.”
Konsep dasar Hak Asasi Manusia adalah ketentuan yang pada mulanya hanya berada dalam
perdebatan sebagai bagian hukum alam. Kemudian dipositifkan dalam suatu ketentuan normatif
sebagai Ilmu Hukum Murni (Kelsen). Atau sebagai ilmu hukum positif/ normatif (Mewissen).
Telah mempengaruhi sistem peradilan pidana mulai dari tingkat peyelidikan, penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pengadilan yang mengadili terdakwa harus
bersikap fair   dan tidak memihak (imparsialitas), beban pembuktian dibebankan bukan kepada
terdakwa (defendant), melainkan kepada penyidk dan penuntun. Semua prinsip KUHAP tersebut
adalah, bahagian dari implementasi konsep dasar HAM.

D. Sejarah Perjuangan HAM di dunia


Sejarah mencatat bahwa pada masa lalu tiap orang memiliki hak dan tanggung jawab melalui
keanggotaan mereka dalam kelompok, keluarga, bangsa, agama, kelas, komunitas, atau negara.
Namun, kekuasaan menyebabkan munculnya penindasan terhadap hak manusia satu terhadap
manusia lain. Kekuasaan golongan tertentu, terutama kelas bangsawan, menjadikan kebebasan
dan hak tiap individu terampas. Adanya pemahaman yang menyatakan bahwa keinginan raja
harus dituruti membuat hak dasar warga terampas. Pada 15 Juni 1215, sebuah piagam
dikeluarkan di Inggris. Piagam dengan nama "Magna Carta" ini secara tertulis berperan
membatasi kekuasaan absolut raja. Pada piagam ini seorang raja diharuskan menghargai dan
menjunjung beberapa prosedur legal dan hak tiap manusia. Selain itu, keinginan seorang raja
juga dibatasi oleh hukum. Magna Carta disebut sebagai sebuah kesepakatan pertama yang
tercatat sejarah sebagai jalan menuju hukum konstitusi. Selain itu, Magna Carta juga kerap
dianggap sebagai tonggak perjuangan lahirnya hak asasi manusia. Setelah Magna Carta, muncul
petisi-petisi lain yang menginginkan penguasa untuk lebih menghargai kebebasan dan hak
individu. Pada 26 Agustus 1789, Revolusi Perancis berdampak langsung terhadap munculnya
pengakuan atas hak-hak individu dan hak-hak kolektif manusia. pernyataan ini sering disebut
Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara (La Déclaration des droits de l'Homme et du
Citoyen). Setelah Revolusi Perancis, tiap negara mulai memahami pentingnya hak atas individu,
baik itu kebebasan maupun yang lainnya. Berbagai petisi lain juga muncul untuk mendukung ini.
Namun, kendala utamanya adalah kurangnya kesadaran dari pemimpin dan juga hasrat manusia
untuk berperang yang menjadikan pengakuan atas hak asasi manusia terhambat
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. HAM setiap individu
dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM.
Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an
dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat
Islam. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau
suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

B.Saran-saran Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita
dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Asri Wijayanti 2008 Sejarah perkembangan, Hak Asasi Manusiahttp://kumpulanmakalhttps://makalah-


update.blogspot.com/2012/11/makalah-hak-asasi-manusia
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusiahttps://international.sindonews.com/read/13714
10/45/kasus-pelanggaran-ham-besar-
internasional1547736836https://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/77617- lima-
kasus-besar-pelanggaran-ham-di-indonesia. Wikipedia Indonesia. 2007. Hak Asasi Manusia.
id.wikipedia.Org/wiki/HakAsasi Manusia26k.Diakses 02 Desember 2011 Surbakti, K. (2018). FOSTERING
OF FEMALE PRISONERS IN TANJUNG GUSTA PENITENTIARY OF MEDAN. PROCEEDING: THE DREAM OF
MILLENIAL GENERATION TO GROW, 216-225. Surbakti, K., & Si, M. (2019). KAJIAN MENGENAI
PENTINGNYA BASIS DATA BAGI SEKOLAH SAAT INI. JURNAL CURERE, 2(2).

Anda mungkin juga menyukai