Anda di halaman 1dari 49

LOGBOOK

GANGGUAN SISTEM
PERSYARAFAN
FORMAT KONTRAK BELAJAR KMB SISTEM PERSYARAFAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE

Periode : 2020/2021
Unit :
Preseptee ;
Preseptor Akademik :

No. Kompetensi Elemen Kompetensi Tanggal Paraf Paraf Paraf


Pencapaian mahasiswa Preceptor Preceptor
Akademik Klinik
1 Memahami dan Pengkajian:
menerapkan asuhan 1. Wawancara
keperawatan pasien a. Identitas klien
dengan gangguan
sistem persyarafan Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
(Stroke) pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
 Kelemahan: pertanyaan untuk wawancara nya apa (dari kelemahan
ini pemfis nya apa)
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Data riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar,
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
 Tangan: rasanya gimana, sudah berapa lama, apa yang dilakukan
ketika lemes, aktivitas apa yang terganggu karena lemes, apakah
aktivitas yang dibantu, jika aktivitas dibantu oleh siapa,
2) Riwayat penyakit dahulu

2
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator,
obat-obat adiktif, dan kegemukan.
3) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes


melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
d. Riwayat psikososial dan spiritual

Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat,


interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan
dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien
rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.

2. Pemeriksaan fisik
1. Kepala

Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
2. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III),
gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
3. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus
olfaktorius (nervus I).
4. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus,
adanya kesulitan dalam menelan.
5. Dada
- Inspeksi : Bentuk simetris
- Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
- Perkusi : Nyeri tidak ada, bunyi jantung lup-dup.
- Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara
jantung I dan II murmur atau gallop.

3
6. Abdomen

- Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.

- Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.

- Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada

7. Ekstremitas

Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa


atau hemiparase, mengalami kelemahan otot.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi : Darah lengkap, GDA dan kolesterol

b. EKG : Untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya iskemik miokard,


aritmia, atrial fibrilasi

c. CT Scan / MRI : Untuk menilai apakah stroke disebabkan oleh infark atau
perdarahan dan memastikan apakah lesi disebabkan oleh tumor atau abses
dengan gejala mirip stroke

d. Cerebral Angiografi : mengidentifikasi lesi carotid ekstrakranial yang


dapat dioperasi

e. USG : mendeteksi adanya stenosis atau oklusi pada arteri karotis interna

f. ECHO : Menilai ada/tidaknnya kelainan jantung

g. EEG untuk mengidentifikasi masalah melalui gelombang otak dan melihat


lesi

4. Masalah Keperawatan
a. Perfusi jaringan serebral tidak efektif, ditandai dengan:
 DO :

4
1) Gangguan status mental
2) Perubahan perilaku
3) Perubahan respon motoric
4) Perubahan reaksi pupil
5) Kesulitan menelan
6) Kelemahan atau paralisis ekstremitas
7) Abnormalitas bicara
 Faktor yang berhubungan:
1) Gangguan afinitas Hb oksigen
2) Penurunan konsentrasi Hb
3) Hypervolemia
4) Hipoventilasi
5) Gangguan transport O2
6) Gangguan aliran arteri dan vena
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan
otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria Hasil: klien tidak gelisah, tidak ada nyeri kepala, GCS normal, TTV
normal
Intervensi:
Manajemen peningkatan TIK
1) Identifikasi penyebab peningkatan TIK
2) Monitor status neurologis, MAP, CVP, PAP, ICP
3) Monitor status pernafasan, monitor CSS
Pemantauan TIK
1) Monitor peningkatan TTV, pernafasan, penurunan fungsi jantung
2) Posisikan kepala sedikit ditinggikan
3) Beri trombolitik intravena, antikoagulan, antitrombosit, antihipertensi

b. Gangguan mobilitas, ditandai dengan:


Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri.
Gejala dan tanda mayor
Subjektif: mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif:
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
1. Nyeri saat bergerak

5
2. Enggan melakukan pergerakkan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif:
1. Sendi kaku
2. Gerakkan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
menunjukkan peningkatan dalam mobilitas
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan.
2. Meminta bantuan untuk beraktivitas mobilisasi jika diperlukan.
3. Menyangga BAB
4. Menggunakan kursi roda secara efektif.
Intervensi :
1. Terapi aktivitas, ambulasi
2. Terapi aktivitas, mobilitas sendi.
3. Perubahan posisi
Aktivitas Keperawatan :
1. Ajarkan klien tentang dan pantau penggunaan alat
Rasional : Mengajarkan klien tentang dan pantau penggunaan alat bantu
mobilitas klien lebih mudah.
2. Bantu mobilitas.
Rasional : Membantu klien dalam proses perpindahan akan membantu
klien latihan dengan cara tersebut.
3. Ajarkan dan bantu klien dalam proses perpindahan
Rasional : Pemberian penguatan positif selama aktivitas akan mem-bantu
klien semangat dalam latihan.
4. Berikan penguatan positif selama beraktivitas
Rasional : Mempercepat klien dalam mobilisasi dan mengkendorkan otot-
otot
5. Dukung teknik latihan ROM
Rasional : Mengetahui perkembangan mobilisasi klien sesudah latihan
ROM
6. Kolaborasi dengan tim medis tentang mobilitas klien
Rasional : Kolaborasi dengan tim medis dapat membatu peningkatkan
mobilitas pasien seperti kolaborasi dengan fisioterapis

c. Gangguan komunikasi verbal, ditandai dengan:

6
Definisi: penurunan, perlambatan atau ketiadaan kemampuan untuk
menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem symbol.
Penyebab:
1. Penurunan sirkulasi serebral
2. Gangguan neuromuskuler
3. Gangguan pendengaran
4. Gangguan muskuloskeletal
5. Kelainan palatum
6. Hambatan fisik (mis.terpasang trakheostomi, intubasi,krikotiroidektomi)
7. Hambaan individu (mis. Ketakutan, kecemasan, merasa malu,emosional,
kurang priavasi)
8. Hambatan psikologis (mis. Gangguan psikotik, gangguan konsep diri,
harga diri rendah, gangguan emosi)
9. Hambatan lingkungan (mis.ketidakcukupan informasi, ketiadaan orang
terdekat, ketidaksesuaian budaya, bahasa asing)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif: -
Objektif:
1. Tidak mampu bicara atau mendengar
2. Menunjukkan respon tidak sesuai
Gejala dan tanda minor
Subjektif: -
Objektif:
1. Afasia
2. Disfasia
3. Apraksia
4. Disleksia
5. Disartria
6. Afonia
7. Dislalia
8. Pelo
9. Gagap
10. Tidak ada kontak mata
11. Sulit memahami komunikasi
12. Sulit mempertahankan komunikasi
13. Sulit menggunakan ekspresi wajah dan tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan komunikasi
klien dapat berjalan dengan baik
Kriteria hasil :

7
1. Klien dapat mengekspresikan perasaan
2. Memahami maksud dan pembicaraan orang lain
3. Pembicaraan pasien dapat dipahami
Intervensi :
1. Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas, sederhana dan bila perlu
diulang
Rasional : Mencek komunikasi klien apakah benar-benar tidak bisa
melakukan komunikasi
2. Dengarkan dengan tekun jika pasien mulai berbicara
Rasional : Mengetahui bagaimana kemampuan komunikasi klien tersebut
3. Berdiri di dalam lapang pandang pasien pada saat bicara
Rasional : Mengetahui derajat/tingkatan kemampuan berkomunikasi klien
4. Latih otot bicara secara optimal
Rasional : Menurunkan terjadinya komplikasi lanjutan
5. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi verbal pada pasien
Rasional : Keluarga mengetahui & mampu mendemonstrasikan cara
melatih komunikasi verbal pd klien tanpa bantuan perawat
6. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
Rasional : Mengetahui perkembangan komunikasi verbal klien

d. Defisit nutrisi, ditandai dengan:


Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab:
1. Kurangnya asupan makanan
2. Ketidakmampuan menelan makanan
3. Ketidakmampuan mencerna makanan
4. Ketidakmampuan mengabsorbsi makanan
5. Peningkatan kebutuhan metabolisme
6. Faktor ekonomi (mis. Fisnansial tidak cukup)
7. Faktor psikologis (mis. Stress,keengganan untuk makan)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif: -
Objektif: berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
Objektif:

8
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot mengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membrane mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien dapat terpenuhi
Kritria Hasil :
1. Menjelaskan komponen kedekatan diet
2. Melaporkan keadekuatan tingkat gizi
3. Nilai laboratorium (mis : trasferin,albomen dan eletrolit) dalam batas
normal
4. Toleransi terhadap gizi yang dianjurkan.
Intervensi :
1. Pengelolaan gangguan makanan
2. Pengelulaan nutrisi
3. Bantuan menaikkan BB
Aktivitas keperawatan :
1. Tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan
Rasional : Motivasi klien mempengaruhi dalam perubahan nutrisi
2. Ketahui makanan kesukaan klien
Rasional : Makanan kesukaan klien untuk mempermudah pemberian nutrisi
3. Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi
4. Rasional : Merujuk kedokter untuk mengetahui perubahan klien serta
untuk proses penyembuhan
5. Bantu makan sesuai dengan kebutuhan klien
Rasional : Membantu makan untuk mengetahui perubahan nutrisi serta untuk
pengkajian
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
Rasional : Menciptakan lingkungan untuk kenyamanan istirahat klien serta
untuk ketenangan dalam ruangan/kamar

e. Defisit perawatan diri, ditandai dengan:


Definisi: tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan
diri
Penyebab:

9
1. Gangguan musculoskeletal
2. Gangguan neuromuskuler
3. Kelemahan
4. Gangguan psikologis dan/atau psikotik
5. Penurunan motivasi/minat
Gejala dan tanda mayor
Subjektif: menolak melakukan perawatan diri
Objektif:
1. Tidak mampu mandi/ mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/ berhias
secara mandiri
2. Minat melakukan perawatan diri kurang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi peningkatan
perilaku dalam perawatan diri
Kriteria Hasil: perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, mampu
melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuannya
Intervensi:
1. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan ADL
2. Hindari melakukan hal yang dapat dilakukan sendiri, beri bantuan sesuai
kebutuhan
3. Dorong orang terdekat untuk membiarkan pasien melakukan tindakan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri
4. Beri suposituria dan pelunak feses
5. Konsultasi dengan tim rehabilitasi seperti ahli fisik dan okupasi

10
Patofisiologi

Trombus, emboli, di serebral

Aterosklerosis

aliran darah arteri serebral terganggu


Resiko ketidakefektifan
Suplai O dan nutrisi ke serebral
perfusi jaringan otak

Hipoksi jaringan serebral

Infark serebral

A. Vertebra basilaris A.Karotis


interna
Kerusakan N.VII,IX,XII kerusakan N.X, XI kerusakan I,II,IV,XII
Disfungsi N.XI disfungsi N. II
Fungsi tonus otot fasial proses menelan tidak efektif perubahan ketajaman
Kelemahan gerakan otot sensori, penglihatan Aliran darah
ke
Kerusakan
komunikasi verbal Refluk penghidung, pengecapan retina

Hambatan mobilitas
Dispagia
fisik Gangguan sensori

11
Gangguan menelan Gangguan kebutuhan nutrisi

12
13
PEMERIKSAAN GCS
Glasgow coma Scale sudah digunakan secara luas untuk menentukan tingkat kesadaran penderita.Glasgow Coma Scale meliputi :
a. Eye / Mata
Spontan membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah(suara) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
b. Verbal
Berorientasi baik 5
Disorientasi 4
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat 3
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti 2
Tidak bersuara 1
c. Motorik
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsang nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4
Menjauhi rangsang nyeri 3
Ekstensi spontan 2
Tak ada gerakan 1
Kriteria : kesadaran baik/normal : GCS 15 Koma : GCS < 7

Tingkat Kesadaran Kualitatif :


a. Compos mentis
Yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Klien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan
baik.
b. Apatis
Keadaan di mana klien tampak segan dan acuk tak acuh terhadap lingkungannya.

14
c. Delirium
Yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Klien tampak gaduh gelisah, kacau,
disorientasi dan meronta-ronta.
d. Somnolen (letergia, obtundasi, hipersomnia)
Yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, klien akan tertidur kembali.
e. Sopor (stupor)
Keadaan mengantuk yang dalam, klien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi klien tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
f. Semi-koma (koma ringan)
Yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi
refleks (kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
g. Koma
Yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.

Pemeriksaan Saraf Kranial


a. Saraf 1 (olfaktorius)
Teknik pemeriksaan dimulai dengan mata klien ditutup dan pada saat yang sama satu lubang hidung ditutup, klien diminta membedakan
zat aromatis lemah seperti vanili, cologne dan cengkeh (Mutaqin, 2011).
b. Saraf II (optikus)
Pemeriksaan saraf optikus meliputi tes ketajaman penglihatan, tes lapang pandang dan tes fundus (Mutaqin, 2011).
c. Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen)
Pemeriksaan saraf okulomotor, troklearis dan abdusen meliputi pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil, observasi bentuk dan ukuran pupil,
perbandingan pupil kanan dan kiri, pemeriksaan refleks pupil, pemeriksaan gerakan bolamata volunter dan involunter (Mutaqin, 2011).
d. Saraf V (trigeminus)
Pemeriksaan fungsi saraf trigeminus meliputi pemeriksaan fungsi motorik saraf trigeminus, pemeriksaan fungsi saraf sensorik trigeminus
dan pemeriksaan refleks trigeminal (Mutaqin, 2011).
e. Saraf VII
Teknik pemeriksaan saraf fasialis adalah dengan menginspeksi adanya asimetri wajah, kemudian lakukan tes kekuatan otot dengan

15
meminta klien memandang keatas dan mengerutkan dahi, selanjutnya klien disuruh menutup kedua matanya dengan kuat dan bandingkan
seberapa dalam bulu mata terbenam dan kemudian mencoba memaksa kedua mata klien untuk terbuka (Mutaqin, 2011).
f. Saraf VIII (vestibulokoklearis/saraf akustikus)
Perawat dapat memeriksa fungsi vestibular dimulai dengan mengkaji adanya keluhan pusing, gangguan pendengaran. Pemeriksaan
vestibular dapat dengan pemeriksaan pendengaran dengan garputala (Mutaqin, 2011)
g. Saraf IX dan X (glosofaringeus dan vagus)
Langkah pertama evaluasi saraf glosofaringeus dan vagus adalah pemeriksaan palatum mole. Palatum mole harus simetris dan tidak boleh
miring kesatu sisi. Kalau klien mengucapkan “ah”, palatum mole harus terangkat secara simetris. Reflek menelan diperiksa dengan
memperhatikan reaksi wajah klien waktu minum segelas air (Mutaqin, 2011).
h. Saraf XI (asesorius)
Fungsi saraf asesorius dapat dinilai dengan memperhatikan adanya atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius dan dengan menilai
kekuatan otot tersebut. Untuk menguji kekuatan otot sternokleidomastoideus, klien diminta untuk memutar kepala ke arah satu bahu dan
berusaha melawan usaha pemeriksa untuk menggerakkan kepala ke arah bahu yang berlawanan. Kekuatan otot sternokleidomastoideus
pada sisi yang berlawanan dapat dievaluasi dengan mengulang tes ini pada sisi yang berlawanan (Mutaqin, 2011).
i. Saraf XII (hipoglosus)
Pada pemeriksaan klien disuruh menjulurkan lidahnya yang mana yang akan berdeviasi kearah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi
upper atau lower motor neuron unilateral. Lessi upper motor neuron dari saraf hipoglosus biasanya bilateral dan menyebabkan imobil dan
kecil. Kombinasi lesi upper motor neuron bilateral dari saraf IX,X, XII disebut kelumpuhan pseudobulber. Lesi lower motor neuron dari
saraf XII menyebabkan fasikulasi atrofi dan kelumpuhan serta disartria jika lesinya bilateral (Mutaqin, 2011)

Pemeriksaan rangsang meningeal


a. Kaku kuduk
- Mempersilahkan penderita berbaring telentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila
ada
- Memutar kepala penderita kesamping kanan kiri serta menoleh ke kanan kiri apakah ada tahanan
- Memegang kepala belakang penderita dengan tangan kiri dan tangan kanan, kemudian mem-fleksikan kepala-dagu penderita ke arah
sternum penderita apakah ada tahanan atau nyeri di leher, normal dagu dapat menyentuh dada
- Kaku kuduk positif bila dagu tidak menyentuh dada karena ada tahanan atau nyeri

16
b. Kernig sign
- Mempersilahkan penderita berbaring terlentang ditempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila
ada
- Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 900, ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut, normal lebih dari 1350
- Lakukan di sisi kanan dan kiri bergantian
- Menentukan tanda kernig positif bila ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mencapai 1350
c. Tanda Budzinski I
- Mempersilahkan penderita berbaring terlentang ditempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal
bila ada
- Memutar kepala penderita ke samping kanan kiri serta menoleh ke kanan kiri apakah ada tahanan
- Memegang kepala belakang penderita dengan tangan kiri dan kanan, kemudian memfleksikan kepala dagu penderita ke arah dada
penderita apakah ada tahanan dileher, normal dagu menyentuh dada
- Lihat respon tungkai bawah, positif bila ada fleksi kedua tungkai dan sendi lutu
d. Tanda Brudzinski II (tungkai)
- Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal
bila ada
- Memfleksikan salah satu tungkai lurus pada sendi panggul maksimal
- Bila tungkai kontra lateral fleksi disebut positif
e. Tanda Brudzinski III
- Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal
bila ada
- Menekan kedua pipi atau infaorbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa
- Menentukan tanda Brudzinski III positif, yaitu terlihat ada fleksi pada kedua lengan
f. Tanda Brudzinski IV
- Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal
bila ada
- Menekan os pubis penderita dengan tangan pemeriksa

17
- Menentukan tanda Brudzinski IV positif, yaitu terlihat ada fleksi pada kedua tungkai

Aspek klinis beberapa penyakit yang bermanifetasi meningeal sign positif antara lain meningitis, meningosenfalitis dan sub arachnoid
haemorhage

Pemeriksaan Refleks fisiologis


Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul sebagai akibatrangsangan terhadap tendon atau periosteum
atau kadang-kadang terhadap tulang, sendi, fasiaatau aponeurosis. Pemeriksaan fisiologis terdiri dari:
1. Pemeriksaan Refleks pada Lenga
a. Pemeriksaan Reflex Biseps
- Pasien duduk dengan santai,lengan dalam keadaan lemas,siku dalan posisisedikit fleksi dan pronasi.
- Letakan ibu jari pemeriksa di atas tendo biseps,lalu pukul ibu jari tadi denganmenggunakan refleks hammer. Reaksinya adalak
fleksi lengan bawah. Bilarefleks meninggi maka zona refleksogen akan meluas.
b. Pemeriksaan Refleks Triseps
- Posisi pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
- Apabila lengan pasien sudah benar-benar relaksasi (dengan meraba trisep tidakteraba tegang), pukullah tendon yang lewat di fossa
olekrani
- Maka trisep akan berkontraksi dengan sedikit menyentak
2. Pemeriksaan Refleks pada Tungkai
a. Refleks Patella
- Pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
- Daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dahulu diraba, untuk menetapkan daerahyang tepat.
- Tangan pemeriksa yang satu memegang paha bagian distal, dan tangan yanglain memukul tendo patella tadi dengan reflex hammer
secara tepat.
- Tangan yang memegang paha tadi akan merasakan kontraksi otot kuadriseps,dan pemeriksa dapat melihat tungkai bawah yang
bergerak secara menyentakuntuk kemudian berayun sejenak. Apabila pasien tidak mampu duduk, makapemeriksaan reflex patella
dapat dilakukan dalam posisi berbaring.
b. Refleks Achiles
18
- Pasien dapat duduk dengan posisi menjuntai, atau berbaring tau dapat pulapenderita berlutut dimana sebagian tungkai bawah dan
kakinya menjulur di luar kursi pemeriksaan.
- Pada dasarnya pemeriksa sedikit meregangkan tendon achiles dengan caramenahan ujung kaki kea rah dorsofleksi.
- Tendon Achilles dipukul dengan ringan tapi cepat.
- Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak.

Pemeriksaan Refleks Patologis


Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu normal. Reflekspatologis pada ekstemitas bawah lebih konstan,
lebih mudah muncul, lebih reliable dan lebihmempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ektremitas atas. pemeriksaan patologis
terdiri dari :
1. Refleks Hoffmann-Tromner
Cara pemeriksaan : tangan penderita dipegang pada pergelangannya dan suruh pasien melekukan fleksi ringan jari-jarinya. Kemudian jari
tengah pasien diregangkan dan dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Lalu lakukan : Hoffmann : “Goresan” padaujung
jari tengah pasien reaksi : fleksi dan adduksi ibu jari disertai dengan fleksi telunjukdan jari-jari lainnya. Tromner : “Colekan” pada ujung
jari pasien maka akan muncul reaksiyang sama dengan hoffmann.

2. Babinsky sign
Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks. Reaksi:Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan
gerakan melebar jari-jari lainnya
Refleks Grup Babinsky :
- Chaddock’s sign
Cara : Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus eksterna ke arah lateral dengan palu refleks ujung tumpul. Reaksi : sama
dengan babinski sign
- Gordon’s sign
Cara : Pemeriksa menekan oto-otot betis dengan kuat. Reaksi : sama dengan babinskisign
- Schaeffer’s sign
Cara : Pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat. Reaksi : sama denganbabinski’s sign
- Oppenheim’s sign

19
Cara : Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan telunjuk padapermukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah
distal Reaksi : sama dengan babinki’s sign

20
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
- Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
- Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
- Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
- Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan
- Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang.
- Nilai 5 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh

21
FORMAT KONTRAK BELAJAR KMB
CEDERA KEPALA
Nama Mahasiswa :
NPM :

Paraf Paraf
Tgl Paraf
No. Kompetensi Elemen Kompetensi Perseptor Perseptor
Pencapaian Mahasiswa
Klinik Akademik
1. Mampu melakukan Asuhan A. Pengkajian
Keperawatan pada pasien 1. Wawancara
Cedera Kepala - Kaji kondisi pasien termasuk kedalam kondisi cedera
ringan, sedang, atau berat?
Fungsi Pernapasan : - Jika pasien sadar tanyakan secara langsung kepada
- Pernapasan Cheyne-Stokes pasien bagaimana kronologi kecelakaan
pada pasien dengan lesi - Jika kesadaran pasien menurun makan tanyakan
bilateral dibagian dalam informasi kepada saksi mata atau seseorang yang
hemisfer serebral. membawa pasien ke RS
- Hiperventilasi neurogenik - tanyakan penyebab terjadinya kecelakaan
sentral (terus menerus, - bagaimana posisi pasien saat terjadinya kecelakaan?
reguler, cepat, dan dalam) - Apakah pasien mengkonsumsi alkohol atau zat adaptif
pada pasien dengan lesi di lainnya?
atas otak tengah dan pons
atas. Biodata meliputi: Nama, Umur, Jenis kelamin, alamat,
- Pernapasan PApneustik pendidikan, pekerjaan, nomor registrasi, status
(pernapasan disertai waktu perkawinan, agama, tanggal masuk Rumah Sakit.
jeda yang lama pada a. Riwayat penyakit terdahulu :
inspirasi atau ekspirasi - Riwayat trauma sebelumnya : sebelumnya pernah
penuh) fungsi pernapasan mengalami kecelakaan
hanya pada batang otak. - Riwayat hipertensi
- Pernapasan kluster - Penyakit jantung
(terengah-engah dengan - Riwayat penyakit DM
jeda tidak teratur) lesi pada - Riwayat nokturia

22
medulla tinggi dan pons - Penggunaan obat antikoagulan
bawah. - Riwayat stroke
- Pernapasan ataksik (napas b. Riwayat penyakit keluarga : apakah ada penyakit
dalam dan dangkal disertai jantung dan DM ?
jeda tidak teratur) lesi pada
medula.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Fungsi Kognitif, motorik, respon batak otak dan tingkat
kesadaran.
- Penurunan kesadaran
- Respon pupil melambat atau tidak sama
- Kaji adanya syok hipovolemik dengan tanda-tanda
penurunan tekanan darah dan nadi meningkat
- Kaji adanya css atau darah yang keluar dari telinga,
hidung atau mulut
- Adakah tanda-tanda peningkatan TIK ( pusing,
muntah proyektil, tekanan darah sistolik meninggi,
nadi melambat)
- Kaji adanya ekimosis periorbital (racoon eye)
- Kaji adanya memar di mastoid process (Battle Sign)
- Pemeriksaan GCS, 12 saraf kranial dan kekuatan otot.
a. Cedera ringan
1) Gcs lebih dari 13 tidak dapat kelainan
berdasarkan ctscan otak
2) Tidak memerlukan tindakan operasi
3) Lama dirawat dirumah sakit kurang dari 48
jam
4) Perasaan cemas
5) Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan
bicara, masalah tingkah laku Gejala-gejala ini
dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
mingguatau lebih lama
b. Cedera sedang
1) Gcs 9-13

23
2) Edema dan contisius serebri
3) Dapat terjadi penurunan kesadaran hingga
bebebrapa jam
4) Fungsi kongnitif maupun perilaku yang
terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan
permanen
c. Cedera Berat
1) GCS < 9
2) Otak mengalami memar disertai dengan
perdarahan
3) Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa
sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesehatan
4) Pupil tidak normal, pemeriksaan motorik tidak
normal, adanya cedera terbuka, fraktur
tengkorak dan penurunan neurologik.
5) Nyeri, menetap atau setempat, biasanya
menunjukan fraktur
6) Fraktur pada kubah kranial menyebabkan
pembengkakan pada area tersebut.

2. Pemeriksaan Sistem Tubuh Lain


a. Kepala dan Rambut
- Inspeksi : warna kulit, terdapat lesi atau tidak,
kebersihan dan warna rambut, bentuk kesimetrisan
kepala
- Palpasi : oedem, ada nyeri tekan.
b. Wajah dan Leher
- Inspeksi : warna kulit, terdapat oedem, bentuk
wajah, bentuk dan ukuran pupil, warna
konjunctiva, racoon eye, battle sign, cairan yang
keluar dari telinga (otorrhea), hidung (rhinorrhea )
dan mulut.
c. Dada

24
- Inspeksi : klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu
napas, dan frekuensi pernapasan, ekspansi dada :
dinilai penuh/tidak penuh dan kesimetrisannya,
retraksi dari otot-otot intercostal, substernal,
pernapasan abdomen, dan respirasi paradox
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas
paradoksal dapat terjadi jika otot-otot tidak
mampu menggerakan dinding dada.
- Pada palpasi, fremitus menurun dibandingkan
dengan sisi yang lain akan didapatkan jika
melibatkan trauma pada rongga thorax
- pada perkusi, adanya suara redup sampai pekak
- pada auskultasi adanya bunyi nafas tambahan,
stridor, ronkhi pada klien dan meningkatkan
produksi secret, dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien
cedera kepala dengan disertai penurunan
kesadaran
- pada klien cedera kepala berat dan sudah terjadi
disfungsi pusat pernapasan, klien biasanya
terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya
klie dirawat diruang diruangan intensif sampai
kondisi klien menjadi stabil.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
- GDA untuk menentukan adanya masalah
ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatan tekanan intrakranial (TIK)
- Kimia/elektrolit serum dapat menunjukkan
ketidakseimbangan yang memperberat
peningkatan TIK. Peningkatan laju metabolisme
dan diaforesis dapat menyebabkan peningkatan
natrium (hipernatremia).

25
2. Pencitraan
- CT scan untuk mengidentifikasi adanya
hematoma, kontusio, fraktur tengkorak,
pembengkakan atau pergeseran jaringan otak.
- MRI lebih sensitif untuk memeriksa defisit
neurologis yang tidak terdeteksi oleh ST scan.
3. Prosedur Diagnostik
- EEG menunjukkan adanya atau terjadinya
gelombang patologis.
4. Angiografi serebral. Berguna dalam mengkaji diseksi
pembuluh darah dan tidak adanya aliran darah
serebral pada pasien yang dicurigai mengalami
kematian batang otak.
5. Ultrasonografi Doppler Transkranial. Mengevaluasi
aliran darah serebral dan mekanisme autoregulasi
dengan mengukur kecepatan darah yang melewati
pembuluh darah.
6. Brainstem Auditory Evoked Responses (BAER) dan
Somatosensory Evoked Potensial (SSEP) menentukan
fungsi dari kortek dan batang otak.
Diagnosa Keperawatan :
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranil berhubungan dengan edema serebral
2. Resiko perfusi serebaral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan napa, disfungsi neuromuskuler.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular, gangguan sensoripersepsi
5. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit

Diagnosa Keperawatan :
Kriteria Hasil Intervensi
Cedera Kepala
1. Penurunan kapasitas adaptif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam Observasi
intrakranial diharapkan resiko perfusi serebral dapat teratasi. Dengan kriteria - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
hasil : - Monitor tanda atau gejala peningkatan
- Tingkat kesdaran meningkat TIK

26
- Fungsi kognitif meningkat - Monitor MAP (mean atrial pressure)
- Sakit kepala menurun - Monitor CVP (central venous pressure),
- Gelisah menurun jika perlu
- Papiledema menurun - Monitor PAWP
- Tekanan darah membaik - Monitor PAP
- Tekanan nadi membaik - Monitor ICP (intracranial pressure), jika
- Bradikardia membaik tersedia
- Respon pupil membaik - Monitor CPP (cerebral perfusion
- Refleks neurologis membaik pressure)
- Tekanan intracranial membaik - Monitor status pernafasan
- Monitor intake output cairan
- Monitor cairan serebrospinalis
- Monitor gelombang
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Cegah terjadinya kejang
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan
anti konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis,
jika perlu
2. Resiko perfusi serebaral tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..x24 jam Observasi :
efektif berhubungan dengan diharapkan resiko perfusi serebral dapat teratasi. Dengan kriteria - Monitor frekuensi dan irama jantung
cedera kepala hasil : - Monitor peningkatan tekanan darah
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrkranial - Monitor penurunan frekuensi jantung
Terapeutik :
- Berikan posisi semi fowler
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
Edukasi :
- Anjurkan mempertahankan posisi semi fowler

27
- Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan …..x 24 jam diharapkan Observasi :
berhubungan dengan gangguan terjadi peningkatan mobilitas fisik. Dengan kriteria hasil : - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
neuromuskular, gangguan Klien meningkat dalam aktivitas fisik - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
sensoripersepsi - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik :
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(mis. duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur)

4. Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam Observasi :
berhubungan dengan benda asing diharapkan tidak ada sumbatan pada jalan napas. Dengan kriteria - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
dalam jalan napa, disfungsi hasil : napas)
neuromuskuler. Status pernapasan : ventilasi tidak terganggu - Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering)
Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust) jika curiga trauma servikal
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

28
INFORMASI TAMBAHAN

A. Penatalaksanaan
Penanganan cedera kepala:
1. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC
(Airway,Breathing,Circulation). Keadaan hipoksemia,hipotensi,anemia akan
cenderung memperhebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang
buruk.
2. Semua cedera kepala memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan bersama
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan
dibagian tubuh lainnya
4. Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motorik , verbal , pemeriksaan
pupil , reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler.
5. Penanganan cedera dibagian lainnya
6. Pemberian pengobatan : antiedemaserebri , anti kejang , dan natrium bikarbonat
7. Pemeriksaan diagnostic : sken tomografi computer otak , angiografi serebral dan
lainnya.

29
B. Patofisiologi cedera kepala

30
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan dapat
menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah cedera otak yang terjadi segera
setelah trauma. Cedera kepala primer dapat menyebabkan kontusio dan laserasi. Cedera
kepala ini dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi peningkatan
kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi. Penurunan aliran darah ke
otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan terjadi gangguan metabolisme dan
perfusi otak. Peningkatan rangsangan simpatis menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler
sistematik dan peningkatan tekanan darah. Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah
pulmonal mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan
kapiler. Trauma kepala dapat menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan pusing
serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2012).

C. Prosedur tindakan pada cedera kepala

TRAUMA KEPALA PEMASANGAN NECK COLAR

A. DEFINISI
Alat neck collar untuk immobilisasi leher (mempertahankan tulang servikal),
mencegah pergerakan tulang servikal yang patah
B. TUJUAN
- Mencegah pergerakan tulang servikal yang patah
- Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servikal dan spinal cord
- Mengurangi rasa sakit
C. INDIKASI
- Pasien cedera kepala disertai dengan penurunan kesadaran
- Adanya jejas daerah clavikula ke arah cranial
- Pasien multi trauma
- Biomekanika trauma yang mendukung
- Patah tulang leher

D. LANGKAH-LANGKAH TINDAKAN/PROSEDUR
1) Persiapan Alat
- Neck collar sesuai ukuran
- Handscoone
2) Persiapan Pasien
- Infoemed consent

31
- Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
- Posisi pasien terlentang dengan posisi leher segaris/anatomi
3) Pelaksanaan
- Pakai handscoone dan masker
- Ukur collar neck
- Masukan ujung collar neck (perekatnya) secara perlahan kebagian belakang leher,
namun jangan memanipulasi kepala, yaitu dengan mengangkat bahu pasien lalu
masukan ujung collar neck kebelakang leher sampai dengan sedikit melewati
leher
- Lalu menyapu collar neck ke arah dada
- Lalu diarahkan kebagian leher dengan gerakan kesamping lalu ketengah
- Letakan bagian collar neck yang berlekuk tepat pada dagu
- Rekatkan dua sisi neck collar satu sama lain

4) Hal-hal yang perlu diperhatikan


- Catat seluruh tindakan yang dilakukan dan respons pasien
- Pemasangan jangan terlalu kuat atau terlalu longgar

E. KOMPLIKASI/BAHAYA YANG MUNGKIN TERJADI DARI PROSEDUR


- Fleksi, ekstensi atau rotasi leher akan meningkatkan TIK karena obstruksi venous
outflow.

32
- Penumpukan secret atau kerusakan kulit mungkin terjadi bila posisi pasien tidak di
rubah setiap 2 jam.
- Nyeri atau kegelisahan akan meningkatkan TIK.

DAFTAR PUSTAKA

Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-


Bedah. Diagnosis NANDA-I 2015-2017. Intervensi NIC. Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Black, M Joyce dan Hawks, Jane Hokanson. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Buku 3. Singapore : Elsevier.
Morton, Patricia Gonce, dkk. (2014). Keperawatan Kritis. Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia : PPNI

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Jilid 1. Jakarta : Mediaction.

33
FORMAT KONTRAK KMB SISTEM PERSYARAFAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFEKSI (MENINGITIS)
Nama :
NPM :
No Kompetensi Elemen kompetensi Tanggal Paraf Paraf Paraf
pencapaian Mahasiswa Preseptor Preseptor
Lahan Institusi
1. Memahami dan Pengkajian
Menerapkan asuhan 1. Identitas
keperawatan keperawatan Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pada pasien dengan pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS,
gangguan sistem nomor registers dan diagnosa medis
persyarafan (Meningitis) 2. Keluhan Utama
a. Manifestasi Klinis :
a) Nyeri/sakit kepala hebat pada bagian oksipital
atau global
b) Penurunan kesadaran
c) Mual dan muntah
d) Kekakuan pada leher (kaku kuduk)
e) Diaforesis
f) Fotofobia (kepekaan terhadap cahaya) dan
diplopia (penglihatan ganda)
g) Kejang
h) Mialgia(nyeri otot)
i) Konfusi, delirium
3. Riwayat penyakit sebelumnya :
a) Alergi terhadap obat dapat menyebabkan
terjadinya meningitis
b) ISPA dapat menjadi penyebab terjadinya
meningitis
c) Trauma kepala atau fraktur tengkorak
d) HIV/AIDS dan tifoid
e) Riwayat pemakain obat seperti obat-obatan
AIDS, diabetes, sering mengonsumsi alkohol
dan menggunakan obat imunosupresan akan
menyebabkan sistem kekebalan tubuh

34
melemah

4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
a) Penurunan tingkat kesadaran secara kualitatif
dan kuantitatif
b) Tanda peningkatan tekanan intrakranial (pada
stadium akhir) yaitu edema papil, fontanel
(ubun-ubun) menonjol pada bayi
c) Banyak keringat
d) Defisit neurologi fokal seperti defek lapang
pandang
b. Palpasi
a) Meningismus (bukti iritasi meningen – kaku
kuduk saat leher difleksikan, tangisan bayi
bernada tinggi ‘meningeal cry’, tanda
brudinski positif dan tanda kernig positif)
b) Takikardi
c) Kaku kuduk, cara pemeriksaan :
1. Penderita berbaring di tempat tidur
tanapa bantal, pemeriksa memegang
kepala menggunakan tangan kiri
kemudian memfleksikan kepala hingga
menyentuh dada
2. Kaku kuduk positif bila ada nyeri dan
kepala tidak menyentuh dada

d) Kernig Sign, cara pemeriksaan :


1. Penderita berbaring di tempat tidur tanpa
menggunakan bantal, pemeriksa
memfleksikan paha pada sendi panggul
dan lutut 90o, ekstensikan tungkai bawah

35
pada sendi lutut 135o
2. Kernig Sign positif apabila ada tahanan
atau nyeri dan sudut tidak mencapai 135o

e) Pemeriksaan fungsi luhur, yaitu :


1. Kelancaran, pemeriksa memberi
pertanyaan untuk dijawab
2. Pemahaman, pemeriksa memberi perintah
dalam pengucapan, apakah klien mampu
mengikuti atau tidak
3. Pengulangan, pasien diinstruksikan untuk
menirukan kalimat yang diucapkan oleh
pemeriksa
4. Penamaan, pasien menyebutkan nama dan
benda sekitar
5. Membaca, pasien dinstruksikan untuk
membaca
6. Menulis, pasien diinstruksikan untuk
menulis kalimat
f) Demam tinggi

5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium :
a) Hitung leukosit menunjukkan leukositosis
(ratusan ribu sel per μL)
b) Kultur darah : positif terhadap bakteri
meningitis, bergantung pada patogen
c) Elektrolit (hiponatremia)

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pencitraan :
a) Foto thorax menunjukkan pneumonia yang

36
terjadi bersamaan
b) MRI dan CT scan biasanya normal, meskipun
MRI biasanya menunjukkan peningkatan
meningeal. Edema serebral biasanya terlihat
dan daerah yang mengalami cerebritis juga
terlihat
b. Prosedur diagnostik :
Pungsi lumbal dan analisis cairan serebrospinal
menunjukkan : cairan serebrospinal keruh,
peningkatan tekanan cairan serebrospinal,
pleositosis neutrofil, peningkatan protein (lebih
dari 1 g/L), hipoglikorakia, pewarnaan Gram
positif, kultur positif

Prosedur pemeriksaan lumbal pungsi :


1. Atur posisi miring pada klien
2. Letakkan bantal di bawah kepala dan di antara
kaki
3. Instruksikan klien untuk membungkukkan
punggung dan kaki ditekuk ke arah abdomen
4. Pertahankan posisi hingga pemeriksaan selesai

INTERVENSI KEPERAWATAN

37
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Paraf
Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam Pencegahan Infeksi
diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil : 1) Monitor ada/tidaknya atau awitan demam,
menggigil, diaforesis, perubahan tingkat kesadaran
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2) Batasi jumlah pengunjung
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang 3) Berikan lingkungan bersih dengan ventilasi yang
baik
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya 4) Pertahankan tindakan kewaspadaan steril untuk
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi prosedur invasif (mis., pemasangan slang IV dan
perawatan rutin, kateter urin, trakeostomi,
d. Jumlah leukosit dalam batas normal pengisapan pulmunal, dll). Beri perawatan di tempat
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat terpasangnya alat dan tingkatkan pelepasan alat sejak
dini
f. 5) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6) Kolaborasikan pemberian antimikrobal yang tepat:
antibiotik seperti (penisilin, cefotaxime,
vankomisim); antivirus (mis., asiklovir atau
gansiklovir); antijamur seperti flukonazol, ketonazol
dan mikonazol
7) Kolaborasikan pemberian nutrisi seimbang, termasuk
vitamin dan mineral renik, menggunakan rute
pemberian makan yang tepat
Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam Manajemen Nyeri
diharapkan masalah dapat teratasi sebagian/seluruhnya dengan 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitias dan intensitas nyeri
kriteria hasil : 2) Kaji berat ringan nyeri yang dirasakan dengan
a. Mampu mengontrol nyeri (mengetahui penyebab nyeri, menggunakan skala nyeri
3) Berikan lingkungan yang nyaman (penerangan,
mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk suara/kebisingan, suhu)
mengurangi nyeri, mencari bantuan) 4) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (terapi musik, imajinasi terbimbing,
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan kompres air hangat/dingin)
manajemen nyeri 5) Kolaborasikan pemberian analgesik, jika perlu

c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan


tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

38
Risiko Perfusi Serebral Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam Pemantauan Tekanan Intrakranial
Tidak Efektif diharapkan ketidakefektifan perfusi serebral tidak terjadi dengan 1) Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK (mis.,
tekanan darah meningkat, bradikardi, pola napas
kriteria hasil : ireguler, ketidaksimetrisan respon pupil , kesadaran
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan : menurun)
2) Identifikasi penyebab peninkatan TIK (mis. Lesi
a. Tekanan sistol dan diastole dalam rentang yang diharapkan menempati ruang, gangguan metabolisme, edema
b. Tidak ada ortostatikhipertensi serebral, peningkatan tekanan vena, obstruksi aliran
cairan serebrospinal, hipertensi intracranial idiopatik)
c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (tidak 3) Pertahankan posisi kepala dan leher netral
lebih dari 15 mmHg) 4) Informasika hasil pemantauan, jika perlu

Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan : Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
a. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan 1) Monitor status intake output cairan
2) Monitor cairan serebro-spinalis (mis., warna,
b. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
konsistensi)
c. Memproses informasi 3) Berikan posisi semi fowler
4) Hindari manuver Valsava
d. Membuat keputusan dengan benar
5) Hindari pemberian cairan IV hipotonik
e. Menunjukkan fungsi sensori motori kranial yang utuh: tingkat 6) Kolaborasikan pemberian sedasi dan anti konvulsan,
jika perlu
kesadaran membaik, tidak ada gerakan-gerakan involunter
7) Kolaborasikan pemberian diuretik osmosis, jika perlu
8) Kolaborasikan pemberian pelunak tinja, jika perlu
Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam Manajemen Cairan
Cairan diharapkan ketidakseimbangan cairan tidak terjadi dengan kriteria 1) Monitor status hidrasi (frekuensi nadi, kekuatan nadi,
akral, CRT, turgor kulit, mukosa bibir, tekanan
hasil : darah)
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat 2) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (hematocrit,
Na, K, Cl, berat jenis urin, BUN)
badan, BJ urine normal dan Hematokrit normal 3) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 4) Berikan cairan intravena, jika perlu
5) kolaborasikan pemberian cairan infus Nacl 0,9%
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi seperti elastisitas turgor kulit melalui intravena
baik, membran mukosa lembab dan tidak ada rasa haus yang
berlebihan
Risiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam Manajemen Nutrisi
1) Identifikasi status nutrisi

39
diharapkan defisit nutrisi tidak terjadi dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
4) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
6) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan 20% kg/bb

40
INFORMASI TAMBAHAN
A. Pentalaksanaan
1. Farmakologi
a. Terapi antibiotik
Lama pemberian terapi antibiotic selama 10 -14 hari dan diberikan secara
parenteral (terutama intravena)
b. Terapi antiinflamasi
Pemberian Dexamethasone 10 mg setiap 6 jam selama 4 hari
c. Dieresis osmotik
Manitol 20% dan urea yang akan menarik cairan dalam sel otak sehingga
mengurangi edema cerebri
d. Heparinisasi
e. Antikonvulsan
2. Non Farmakologis
a. Terapi cairan
Untuk menghindari syok hipovolemik jika terdapat tanda syok maka berikan
cairan melalui intravena atau intraosseus Nacl 0,9% 20 ml/kg dalam 5-10 menit
b. Koreksi elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit yang umum terjdi adalah hiponatremia yang akan
menyebabkan peningkatan intracranial
c. Menurunkan tekanans intracranial
Meninggikan bagian kepala sebesar 300 dan hiperventilasi untuk
mempertahankan PaCO2 berkisar antara 27

41
B. Patofisiologi Meningitis
Bakteri, Virus, Jamur,
Protozoa, Mikroorganisme

Masuk ke nosofaring

Menyumbat pembuluh darah

Masuk ke serebral melalui


pembuluh darah

Tromboemboli

Menyebar ke CSS
(cairan serebro spinal)

Peningkatan TIK
(tekanan Intra kranial)

Reaksi local pada


meningen

Meningitis

Reaksi inflamasi Metabolisme Bakteri masuk ke


bakteri meningen

Vasodilatasi pembuluh darah Akumulasi sekret Metabolisme bakteri

42
Peningkatan Peningkatan komponen
Akumulasi sekret
permeabilitas kapiler vaskuler serebral

Peningkatan
Sel darah merah ke Peningkatan komponen
vaskulitis darah
intestisial darah di serebral

Rubor/ kemerahan
Bakteri masuk
Penuruanan perfusi jaringan Peningkatan kealiran balik vena
serebral tidak efektif permeabilitas menuju jantung
kapiler
Menekan syaraf

Risiko perfusi Kebocoran dari Darah diedarkan ke


serebral tidak efektf intravaskuler seluruh tubuh

Nyeri Akut
Peningkatan volume
cairan di intertisial Resiko Infeksi

Ketidakseimbangan Edema serebral


Ion

Ketidakseimbangan
Perubahan tekanan
asam abasa
intra kranial

Gangguan Penekanan pada


depolarisasi neuron hipotalamus

Hiperaktivitas Peningkatan rangsang


neuron pada hipofise posterior

Kejang Demam

Peningkatan muatan Keringat berlebih


listrik pada sel-sel syaraf
motorik
43
Deporesis (keringat
Aliran darah e otak dingin)
meningkat

Resiko ketidak
Peningkatan Tekanan seimbnagan cairan
Intra Kranial (TIK)

Merasang syaraf
simpatiis

Mual & muntah

Penurunan intake
makanan

Resiko Defisit Nutrisi

Patofisiologi Meningitis
Meningitis bakteri dimulai dari orofaring dan nasofaring yang diikuti dengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan daerah medulla spinalis bagian atas. Organisme
masuk ke dalam aliran darah menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah
daerah korteks yang akan menyebabkan thrombus dan penurunan aliran darah serebral.
Proses ini meliputi produksi eksudat purulen yang menyebar ke area lain dari otak melalui
cairan serebrospinal, hal ini menyebabkan tekanan intrakranial dan hidrosepalus. Efek
jangka panjang dari penyakit ini disebabkan oleh penurunan aliran darah akibat
peningkatan TIK atau toksin pada eksudat infeksi yang dihasilkan. Jika infeksi menginvasi
jaringan otak, meningitis akan diklasifikan sebagai ensefalitis.

44
PROSEDURAL
A. PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL
1. Tahap Pra Interaksi
a) Mengidentifikasi kebutuhan/indikasi pasien
b) Mencuci tangan
c) Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
a) Memberikan salam, panggil pasien dengan namanya
b) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Tahap Kerja
a) Kaku kuduk
1. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, dan
kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal kedua tangan bila ada.
2. Memutar kepala penderita ke samping kanan kiri serta menoleh ke
kanan kiri apakah ada tahanan.
3. Memegang kepala belakang penderita dengan tangan kiri dan tangan
kanan, kemudian mem-fleksikan kepala - dagu penderita ke arah
sternum/dada penderita apakah ada tahanan atau nyeri di leher, normal
dagu dapat menyentuh dada.
4. Kaku kuduk positif bila dagu tidak menyentuh dada karena ada
tahanan/nyeri

b) Kernig sign
1. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada.

45
2. Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90°, ekstensikan
tungkai bawah pada sendi lutut , normal lebih dari 135°.
3. Lakukan di sisi kanan dan kiri bergantian.
4. Menentukan Tanda Kernig positif bila ada tahanan atau nyeri dan sudut
tidak mencapai 135°.

c) Tanda Budzinski I
1. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
2. Memutar kepala penderita ke samping kanan kiri serta menoleh ke
kanan kiri apakah ada tahanan.
3. Memegang kepala belakang penderita dengan tangan kiri dan tanga
kanan, kemudian mem-fleksikan kepala - dagu penderita ke arah
sternum/dada penderita apakah ada tahanan atau nyeri di leher, normal
dagu dapat menyentuh dada.
4. Lihat respon tungkai bawah, positif bila ada fleksi kedua tungkai dan
sendi lutut.

46
d) Tanda Brudzinski II (tungkai)
1. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan , kemudian ambil bantal bila ada.
2. Memfleksikan salah satu tungkai lurus pada sendi panggul maksimal.
3. Bila tungkai kontra lateral fleksi disebut positif.

e) Tanda Budzinski III


1. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
2. Menekan kedua pipi/infraorbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa.
3. Menentukan tanda Brudzinski III positif, yaitu terlihat ada fleksi pada
kedua lengan.

f) Tanda Brudzinski IV
1. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
2. Menekan os pubis penderita dengan tangan pemeriksa.
3. Menentukan tanda Brudzinski IV positif, yaitu terlihat ada fleksi pada
kedua tungkai.
Aspek klinis: Beberapa penyakit yang bermanifestasi meningeal sign
positif antara lain: meningitis, meningoensefalistis, dan sub arachnoid
haemorhage.

4. Tahap Terminasi

47
g) Mengevaluasi hasil/respon klien
h) Merencanakan tindak lanjut
i) Mendokumentasikan hasilnya
j) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
k) Mencuci tangan

48
DAFTAR PUSTAKA

Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah Diagnosis Nanda-I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta :
EGC
Ginaberg, Lionel. (2007). Lecture Notes : Neurologi. Jakarta : Erlangga
Lemone Priscilla et al. (2012). Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah: Gangguan
Neurologi Ed.5. Jakarta : EGC
Misulis, Karl E. (2017). Netter’s Concise Neurology. Elsavier : Philadelphia
Munir, Badrul. (2017). Neurologi Dasar Edisi 2. Jakarta :Sagung Seto
Nurafif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawtan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jakarta :
Mediaction
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI

49

Anda mungkin juga menyukai