1. Cara penularan Anthrax dari ternak ke ternak, yaitu:
Melalui cairan (eksudat) yang keluar dan tubuhnya. Cairan ini kemudian mencemari tanah sekelilingnya dan dapat menjadi sumber untuk munculnya kembali wabah di masa berikutnya. Cara penularan lain, bila ternak penderita sampai dipotong maupun bedah atau kalau sudah mati sempat termakan burung liar pemakan bangkai, sehingga sporanya dapat mencemari tanah sekitarnya, serta menjadi sulit untuk menghilangkannya.
Cara penularan Anthrax dari ternak ke manusia, yaitu:
Saat hewan yang terjangkit Anthrax dipotong, apabila sang pemotong memiliki luka yang terbuka maka bakteri akan masuk melalui luka tersebut, melalui saluran pernapsan ketika sang pemotong menghirup udara yang terkontaminasi, mengkonsumsi daging yang terjangkit anthrax.
Cara pencegahan penyakit anthrax adalah dengan menghindari
kontak langsung dengan binatang atau benda-benda yang membawa bakteri penyakit ini. Tindakan pencegahan dapat di lakukan dengan cara mencuci tangan sebelum makan, hindari kontak dengan hewan atau manusia yang sudah terjangkit anthrax, belilah daging dari rumah potong hewan yang resmi, masaklah daging dengan sempurna,hindari menyentuh cairan dari luka anthrax, melaporkan secepat mungkin bila ada masyarakat yang terjangkit anthrax. Bagi peternak atau pemilik hewan ternak, upayakan untuk menvaksinkan hewan ternaknya. Dengan pemberian SC, untuk hewan besar 1 ml dan untuk hewan kecil 0,5 ml. Vaksin ini memiliki daya pengebalannya tinggi berlangsung selama satu tahun.
Pengobatan penyakit anthrax adalah sebagai berikut:
• Penyuntikan antiserum dengan dosis pencegahan (hewan besar 20-30 ml,hewan kecil 10-1 ml) • Penyuntikan antibiotika • Penyuntikan kemoterapetika • Penyuntikan antiserum dan antibiotika atau antiserum dan kemoterapetika.Cara penyuntikan antiserum homolog ialah IV atau SC, sedangkan untuk antiserum heterolog SC. Dua minggu kemudian bila tidak timbul penyakit, disusul dengan vaksinasi.
2. Faktor predisposisi, yaitu berupa stress, terlalu banyak diperkerjakan,
pemberian pakan kualitas rendah, kedinginan, anemia, kendang yang penuh dan berdesakan, pengangkutan yang melelahkan.
Tindakan pencegahan didasarkan pada aturan yang ketat terhadap pemasukan
hewan ke daerah tersebut. Untuk daerah tertular, hewan sehat divaksin dengan vaksin oil-adjuvant, minimal 1 tahun sekali dengan dosis 3 ml IM. Vaksinasi dilakukan pada saat tidak ada kejadian penyakit. Untuk hewan sakit dapat dipilih slaah satu dari tiga perlakuan berikut: penyuntikan antiserum dengan dosis pencegahan, penyuntikan antibiotika, penyuntikan kemoterapeutika.
Pengobatan dapat dilakukan dengan penyuntikan streptomisin sebanyak 10
mg secara intramuscular atau kioromisitin, terramisin dan aureumisin sebanyak 4 mg tiap kg berat bada secara intramuscular. Preparat sulfa seperti sulfametasin 1 gr tiap 7,5 kg berart badan dapat membantu penyembuhan penyakit.
3. Brucellosis disebabkan oleh infeksi dari berbagai species dari genus brucella, termasuk pada bakteri gram negative, coccobacillus fakultatif intraseluler atau berbatang pendek.
Cara Penularan Brucellosis adalah sebagai berikut:
Brucellosis ditularkan melalui ingesti bakteri yang terdapat dalam susu, fetus yang abortus, membran fetus, cairan uterus dan inseminasi buatan. Pada domba, brucellosis juga diketahui dapat ditularkan antar domba jantan melalui kontak langsung. Infeksi biasanya tahan lama pada domba jantan dan B. ovis akan diekskresikan dalam persentasi yang tinggi secara intermiten selama kira- kira 4 tahun. Meskipun ruminansia biasanya tanpa gejala setelah aborsi pertama, selanjutnya dapat menjadi carriers kronis, dan Brucella akan ada pada susu dan discharges uterus selama kebuntingan berikutnya. Sebagian besar atau semua species brucella juga ditemukan dalam semen. Jantan dapat mendeposisikan untuk waktu yang lama atau seumur hidup. Hal ini merupakan rute utama penularan untuk B. Ovis. Selain itu, B. abortus dan B. melitensis dapat ditemukan dalam semen, namun transmisi kelamin organisme ini jarang terjadi. Beberapa spesies Brucella juga telah terdeteksi pada sekresi lain dan ekskresi termasuk urine, feses, cairan higroma, air liur, dan hidung dan sekresi mata. Brucella dapat menyebar pada fomites termasuk pakan dan air. Dalam kondisi kelembaban tinggi, suhu rendah, dan tidak ada sinar matahari, organisme ini dapat tetap bertahan selama beberapa bulan di dalam air, fetus yang abortus, manure, wol, jerami, peralatan dan pakaian. Brucella dapat bertahan dalam pengeringan, dan dapat bertahan hidup dalam debu dan tanah. Kelangsungan hidup lebih panjang saat suhu rendah, terutama ketika di bawah titik beku.
Pengendalian brucellosis dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
memperhatikan lalu lintas ternak untuk daerah yang bebas brucellosis. Usaha- usaha pencegahan terutama ditujukan kepada vaksinasi dan tindakan sanitasi yang bisa dilakukan yaitu: 1. Sisa-sisa abortusan yang bersifat infeksius dihapushamakan. Fetus dan plasenta harus dibakar dan vagina apabila mengeluarkan cairan harus diirigasiselama 1 minggu 2. Bahan - bahan yang biasa dipakai didesinfeksi dengan desinfektan, yaitu : phenol, kresol, amonium kwarterner, biocid dan lisol 3. Hindarkan perkawinan antara pejantan dengan betina yang mengalami kluron. Apabila seekor ternak pejantan mengawini ternak betina tersebut, maka penis dan preputium dicuci dengan cairan pencuci hama 4. Pedet yang lahir dari induk yang menderita brucellosis sebaiknya diberi susu dari ternak lain yang bebas brucellosis 5. Kandang - kandang ternak penderita dan peralatannya harus dicuci dan dihapus hamakan serta ternak pengganti jangan segera dimasukkan. 6. Ternak pengganti yang tidak punya sertifikat bebas brucellosis dapat dimasukkan bila setelah diuji serologis negatif. Sedangkan yang mempunyai sertifikat bebas brucellosis dilakukan uji serologis dalam selang waktu 60 - 120 hari setelah dimasukkan dalam kelompok ternak.
4. Cara Penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Virus PMK masuk ke dalam tubuh hewan melalui mulut atau hidung dan virus memperbanyak diri pada sel-sel epitel di daerah nasofaring dan virus PMK kemudian masuk ke dalam darah dan memperbanyak diri pada kelenjar limfoglandula dan sel-sel epitel di daerah mulut dan kaki (teracak kaki) mengakibatkan lesi-lesi. Dalam penelitian patogenesis PMK pada sapi memperlihatkan adanya keunikan dan persisten infeksi dari virus PMK pada sel- sel epitel di nasofaring yang hanya mengalami peradangan minimal, tidak membentuk lepuh atau vesikel dan degenerasi acantholityc. Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain yang peka terutama terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan sekresi dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier. Penularan PMK dapat terjadi karena kontak dengan bahan dan alat yang terkontaminasi virus PMK, seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu, daging, jerohan, tulang, darah, semen, embrio, dan feses dari hewan sakit. Penyebaran PMK antar peternakan ataupun antar wilayah dan negara umumnya terjadi melalui perpindahan atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak tertular dan hewan karier. Hewan karier atau hewan pembawa virus infektif dalam tubuh (dalam sel-sel epitel di daerah esofagus, faring) untuk waktu lebih dari 28 hari setelah terinfeksi sangat penting dalam penyebaran PMK. Terkait dengan hewan karier, maka lamanya hewan bertindak sebagai karier tergantung pada spesies hewan, strain virus, dan individu hewan. Babi dapat dipastikan tidak menjadi karier PMK karena tidak ada bukti kuat keberadaan virus setelah hewan sembuh dari penyakit. Pada kelompok sapi tertentu, keberadaan virus PMK dapat tetap bertahan paling tidak untuk selama 3 tahun. Domba dan kambing dapat menyimpan virus PMK untuk selama 9 bulan. Kerbau Afrika (Syncerus caffer) pada pemeliharaan sistim individu dapat membawa virus PMK paling tidak untuk selama 5 tahun, namun pada pemeliharaan hewan sistim kelompok maka virus PMK dapat bertahan dalam populasi paling tidak untuk selama 24 tahun. Kerbau Afrika ini merupakan hewan reservoir utama untuk virus FMD tipe SAT di Afrika Selatan. Peranan hewan karier ini sangat penting dalam epidemiologi PMK dan harus menjadi pertimbangan pada saat melakukan upaya pembebasan penyakit. Terdapat dua rute infeksi, yaitu primer melalui inhalasi: aerosol dari hewan yang terinfeksi akan terhirup oleh hewan yang peka, partikel virus akan masuk ke dalam faring kemudian virus berplikasi dalam epitel faring. Setelah 24-72 jam berikutnya akan terjadi viremia yang menyebabkan terjadinya kenaikan suhu tubuh sehingga hewan akan mengalami demam. Akhirnya demam akan turun dan fase viremia berakhir kemudian terjadi lepuh-lepuh pada lidah atau gingi sapi. Sekunder melalui makanan yang tercemar, vaksinasi yang tercemar dan inseminasi yang tercemar. Virus dapat bertahan hidup dalam faring selama 2 tahun pada sapi dan 6 tahun pada kambing maupun domba. Virus bersifat stabil dalam lingkungan terbuka untuk jangka waktuyang lama, yang kemudian disebarkan secara aerosol, terutama bila kelembabanudara melebihi 70% dan suhu udara yang dingin. Virus bersifat peka terhadap alkalimaupun asamPenyakit ini dibagi menjadi 3 macam bentuk, berupa bentuk dermostomatitis yang tenang (benigna), bentuk interrmediate toxic dengan penyakityang lebih berat, dan bentuk ganas (malignant) dengan perubahan pada otot jantung dan sklelet. Meskipun infeksi biasanya terjadi melalui inhalasi, virus dapat masuk ke jaringan melalui ingesti, inseminasi dan inokulasi dan melalui kontak dengan kulitluka yang terbuka. Replikasi virus utama, setelah inhalasi berada di mukosa dan jaringan limfatik di faring.
Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah masuknya binatang dan hasil-
hasilnya dari negara-negara dimana terdapat penyakit tersebut. Vaksinasi binatang yang rentan terhadap penyakit pada daerah perbatasan antara daerah yang terinfeksi dan yang tidak. Pemusanahan hewan-hewan yang terinfeksi dan yang kontak dengannya ketika terjadi wabah di daerah yang bukan enzootik. Tindakan Kewaspadaan PMK pemantauan dan antisipasi oleh Petugas Dinas Peternakan/ Kehewanan dan Karantina Petugas Dinas Peternakan/Kehewanan dan Karantina dapat mengantisipasi masuknya PMK melalui impor ternak.
Upaya pengendalian penyakit mulut kuku (PMK) meliputi tindakan
profilaksis sanitasi dan profilaksis medis. 1. Profilaksis sanitasi merupakan tidakan pencegahan terhadap infeksi melalui upaya sanitasi. Profilaksis sanitasi dapat dilakukan melalui: • Perlindungan zona bebas oleh kontrol dan pengawasan pada hewan dari perbatasan terutama dari daerah tertular • Tindakan karantina • Pemusnahan hewan yang sedang terinfeksi, telah pulih dan rentan terhadap infeksi • Desinfeksi bangunan dan semua bahan yang terkontaminasi seperti peralatan, mobil dan pakaian • Pembuangan bangkai, selimut, dan produk hewani yang terkontaminasi di daerah yang terinfeksi 2. Profilaksis medis merupakan tidakan pencegahan terhadap infeksi melaluipemberian preparat medis atau biologis. Profilaksis medis dapat dilakukan melaluipemberian Vaksin Tidak Aktif. Vaksin PMK yang mengandung satu atau lebih preparatyang dibiakkan secara kultur sel dari strain vaksin tidak aktif dicampur adjuvant daneksipien. Vaksin PMK dapat diklasifikasikan sebagai vaksin potensi “standard” danvaksin potensi “tinggi”. a. Vaksin Potensi Standar diformulasikan dengan penambahan antigen danadjuvant yang sesuai, memiliki potensi level 3 PD50 (dosis protektif 50 %). • Memberikan kekebalan 6 bulan setelah dilakukan dua kali vaksinasi awaldengan interval satu bulan • Jenis vaksin yang dipilih didasarkan pada hubungan antigen dengan vaksinyang beredar • Banyak yang multivalen untuk memastikan cakupan antigenik yang luasterhadap strain yang beredar b. Vaksin Potensi Tinggi (vaksin darurat) diformulasikan dengan antigen danadjuvan yang sesuai untuk memiliki potensi level minimum 6 PD50 (dosisprotektif 50%). Vaksin potensi tinggi direkomendasikan untuk vaksinasi pada populasi yang belum pernah terpapar agar diperoleh kekebalan yang lebih luas serta onset perlindungan yang cepat.