Anda di halaman 1dari 111

Hakekatnya Pertanian terpadu adalah memanfaatkan seluruh potensi

energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan


makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang
untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi.
Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah
dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional
yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan
tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi
pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut
sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun
perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan
tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi
tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen
lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan
biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

Buku ini akan mengupas bagaimana desain kawasan pertanian terpadu


yang ada di dua kecamata di Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai.

Penerbit :
LPPM Unikarta Press
Jl. Gunung Kombeng No. 27 Tenggarong
Telp. 0541-661822
Email: lemlitunikarta@yahoo.co.id
Dr. Ir Ince Raden, MP, dkk
2017
DESAIN PENGEMBANGAN KAWASAN
PERTANIAN TERPADU

Studi Kasus di Kecamatan Muara Wis Dan Muara Muntai


Kabupaten Kutai Kartanegara

1. Dr. Ir. Ince Raden, MP


2. Dr. Karno, SP., MM
3. Dr. Ir. Taufan P. Daru, MP
4. Dr. Ir. Thamrin, MP
5. Heru Suprapto, SE., M.Si
6. Mohamad Fadli, SP., SH., MP
7. Sundari, SP., MP
8. Eka Rahmawati, SP., MP
9. Adnan, ST., M.Si
10. Ir. Halid Imran
11. Aswan Efendi, SP

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


iii
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
DESAIN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN TERPADU
Studi Kasus di Kecamatan Muara Wis Dan Muara Muntai
Kabupaten Kutai Kartanegara
Penulis :
1. Dr. Ir. Ince Raden, MP
2. Dr. Karno, SP., MM
3. Dr. Ir. Taufan P. Daru, MP
4. Dr. Ir. Thamrin, MP
5. Heru Suprapto, SE., M.Si
6. Mohamad Fadli, SP., SH., MP
7. Sundari, SP., MP
8. Eka Rahmawati, SP., MP
9. Adnan, ST., M.Si
10. Ir. Halid Imran
11. Aswan Efendi, SP

Hak cipta © 2017 pada penulis

Editor : Sugeng Raharjo, SE., MM

Desain sampul & : Agung Enggal Nugroho, SP., MP


tata letak

Cetakan Pertama, 2017

Penerbit :
LPPM Unikarta Press
Jl. Gunung Kombeng No. 27 Tenggarong
Telp. 0541-661822
Email: lemlitunikarta@yahoo.co.id

Perpustakaan Nasional : katalog dalam terbitan (KDT)

v + 107 hlm ; 16 x 24,5 cm

ISBN : 978-602-60713-4-7

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


iv
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
KATA PENGANTAR

Konsep sistem pertanian terpadu adalah mengkombinasikan berbagai


macam spesies tanaman dan hewan dan penerapan beraneka ragam teknik
untuk menciptakan kondisi yang cocok untuk melindungi lingkungan juga
membantu petani menjaga produktivitas lahan dan meningkatkan pendapatan
petani dengan adanya diversifikasi usaha tani.
Berkat Ridho dan Rahmat Allah SWT, Buku Desain Kawasan
Pengembangan Pertanian Terpadu studi kasus di Kecamatan Muara Wis dan
Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara dapat disalesaikan dengan baik.
Buku ini dihadirkan guna untuk memberikan pemahaman bagaimana
menganalisis potensi wilayah, tingkat perkembangan dan desain kawasan serta
memetakan, mengidentifikasi masalah-masalah internal dan eksternal lokasi
melalui kekuatan dan kelemahan (masalah internal), ancaman dan peluang
(masalah eksternal) yang dianalisis menggunakan SWOT, kemudian
merumuskan arah kebijakan pengembangan pertanian terpadu di suatu
wilayah.
Akhir kata, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua, segala
kritik dan saran guna untuk penyempurnaan buku ini akan kami terima secara
terbuka. Namun tim penulis berharap semoga kehadiran buku ini bisa menjadi
referensi dan bermanfaat bagi yang memerlukanya khususnya bagi suatu
wilayah yang akan mengembangkan kawasan pertanian terpadu.

Tenggarong, Desember 2017

Tim Penulis

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


v
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. KONSEPTUAL PERTANIAN TERPADU DAN ANALISISNYA 3


2.1 Konsep Pertanian terpadu 3
2.2 Manfaat dan Unggulan Pertanian Terpadu 4
2.3 Location Quotient (LQ) 7
2.4 Kesesuaian Lahan 9

BAB III. METODE SURVEI PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN


TERPADU

3.1 Sumber dan Jenis Data 11


3.2 Teknik Pengumpulan Data 11
3.3 Metode dan Analisis Data 12
3.3.1. Analisis Potensi Wilayah Kecamatan 12
3.3.2. Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan
Desain Kawasan 16
3.3.3. Metode SWOT (analisis arah Kebijakan) 18

BAB IV. PROFIL KECAMATAN MUARA WIS DAN MUARA MUNTAI


4.1. Sekilas Profil Kecamatan Muara Wis 20
4.2. Sekilas Profil Kecamatan Muara Muntai 22

BAB V. DESAIN PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN TERPADU


5.1. Potensi Wilayah Kecamatan 26
5.1.1. Komoditas Basis berdasarkan LQ 26
5.1.2. Analytical Hierarchy Process (AHP) 41
5.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan 63
5.2. Tingkat Perkembangan Wilayah dan Desain Kawasan 69
5.2.1. Analisis Skaloram dan Sentralisis 69
5.2.2. Hasil Analisi Spasial (Keruangan) 73
5.3. Hasil Analisis Laboratorium 75
5.4. Strategi Kebijakan 79
5.4.1. Analisis Eksternal dan Internal (Analisis SWOT) 79
5.4.2.Diagram Space 84

DAFTAR PUSTAKA 87

LAMPIRAN 89
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
vii
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
BAB
I
PENDAHULUAN

Tujuan pembangunan jangka panjang Kabupaten Kutai Kartanegara


sebagaimana dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD
2005-2025) adalah untuk mewujudkan visi “Terwujudnya Masyarakat
Kabupaten Kutai Kartanegara Yang Maju, Mandiri dan Sejahtera”. Masyarakat
maju, mandiri, dan sejahtera akan dapat dicapai dengan peningkatan
kemampuan sektor basis yang berdaya saing tinggi sebagai faktor kunci utama.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara selama ini,
berbasis sektor pertambangan dan bahan galian. Namun demikian, dalam
beberapa tahun terakhir ini sektor ini cenderung mengalami penurunan dan
karena berbasis sumber daya alam yang tidak terbarukan (unrenewable
resources) maka cepat atau lambat, sektor ini pada akhirnya tidak akan mampu
lagi mendukung pertumbuhan ekonomi daerah secara signifikan. Oleh karena
itu, orientasi pembangunan jangka panjang Kabupaten Kutai Kartanegara ke
depan, harus mampu mentransformasikan ke arah sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi yang bersifat lestari dengan memanfaatkan sumber
daya alam yang dapat diperbarui (renewable resources) yang berkualitas.
Dengan demikian, pembangunan ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara ke
depan diarahkan pada bagaimana meningkatkan kinerja sektor pertanian
melalui program revitalisasi pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan
peran sektor pertanian dalam pembangunan daerah untuk mencapai
masyarakat yang sejahtera. Hal ini sesuai pula dengan tujuan pembangunan
pertanian Kabupaten Kutai Kartanegara sebagaimana dalam buku Grand
Desain Pembangunan Pertanian Kutai Kartanegara yaitu bagaimana
"Terwujudnya pertanian modern dan tangguh berwawasan agribisnis yang
ramah lingkungan dalam rangka mencapai ketahanan pangan dan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara”
Grand design tersebut akan dapat dicapai dengan membangun
pertanian dalam arti luas secara tangguh dan modern melalui optimalisasi
sumber daya, budaya dan kelembagaan sebagai upaya untuk pemenuhan hak

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec. 1


Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
asasi atas pangan, ketahanan ekonomi, Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas, dan ketahanan budaya melalui koordinasi dan sistem agrobisnis.
Sistem agrobisnis merupakan total sistem yang meliputi 4 sub sistem, yaitu
agro input, agro proses, agro output, dan agro marketing.
Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah sekitar 27.263,10
km² yang terletak antara 115026’28” Bujur Timur dan 117036’43” Bujur Barat
serta diantara 1028’21” Lintang Utara dan 1008’06” Lintang Selatan, terbagi
dalam tiga zona yaitu zona hulu, zona tengah dan zona pantai. Ketiga zona
tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi wilayah dan SDM yang
cukup besar di sektor pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2014, tercatat bahwa penduduk Kabupaten
Kutai Kartanegara yang bergerak di sektor pertanian sekitar 35 %.
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai merupakan dua kecamatan
yang berada di zona hulu yang memiliki karakter lahan basah dan lahan kering,
memiliki sungai dan danau. Sebagian besar mata pencaharian penduduk
bersumber dari sektor pertanian dalam arti luas, yaitu bertani tanaman padi
sawah, padi ladang, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain subsektor
pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebagian masyarakat di kedua
kecamatan ini bekerja di subsektor perikanan baik pada perikanan tangkap,
maupun budidaya seperti keramba. Kondisi ini karena didukung adanya
perairan baik sungai maupun danau. Selain kedua mata pencaharian tersebut
masyarakat di kedua kecamatan juga mengusahakan usaha di subsektor
peternakan dengan komoditi utama kerbau dan sapi dan juga usaha di
subsektor perkebunan khususnya pada komoditi karet dan kelapa sawit.
Berdasarkan potensi dan kondisi sumberdaya alam ini, maka buku ini hadir
untuk mengungkap dan mengulas tentang desain pengembangan kawasan
pertanian terpadu di kedua wilayah ini.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


2
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
BAB KONSEPTUAL PERTANIAN
II TERPADU DAN ANALISISNYA
2.1. Konsep Pertanian terpadu
Hakekatnya Pertanian terpadu adalah memanfaatkan seluruh potensi
energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan
makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang
untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan
pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan
penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai
pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat
terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu
berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat
sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-
sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang
lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena
pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi
peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas
dan efisiensi produksi akan tercapai (Sustainable Communities/ZERI-NM,
2004).
Pendekatan sistem pertanian berkelanjutan adalah pendekatan sistem
pertanian yang mengintegrasikan agrotekhnologi baru ke dalam sistem
pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan
(quality of life). Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu pendekatan
pertanian berkelanjutan yang bersifat pro aktif, berdasarkan pengalaman dan
partisipatif. Sistem pertanian berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan
menggunakan empat macam model sistem, yaitu sistem pertanian organik,
sistem pertanian terpadu, sistem pertanian masukan luar rendah, dan sistem
pengendalian hama terpadu (Salikin, 2003). Konsep sistem pertanian terpadu
adalah mengkombinasikan berbagai macam spesies tanaman dan hewan dan
penerapan beraneka ragam teknik untuk menciptakan kondisi yang cocok untuk
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
3
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
melindungi lingkungan juga membantu petani menjaga produktivitas
lahan mereka dan meningkatkan pendapatan mereka dengan adanya
diversifikasi usaha tani. Pertanian terpadu merupakan sistem pertanian yang
selaras dengan kaidah alam, yaitu mengupayakan suatu keseimbangan di alam
dengan membangun suatu pola relasi yang saling menguntungkan dan
berkelanjutan di antara setiap komponen ekosistem pertanian yang terlibat,
dengan meningkatkan keanekaragaman hayati dan memanfaatkan bahan-
bahan limbah organik.
Peningkatan keanekaragaman hayati merupakan hal penting dalam
menanggulangi hama penyakit, pengurangan resiko, sedangkan pemanfaatan
limbah organik perlu untuk menciptakan keseimbangan siklus energi (terutama
unsur hara) yang berkelanjutan, serta untuk kepentingan konservasi tanah dan
air. Salah satu konsep penerapan pertanian terpadu yang dapat meningkatkan
pendapatan usaha tani petani pada lahan adalah konsep integrasi tanaman
padi, perikanan dan peternakan (integrasi Padi, Ikan, Itik, Azolla dan Sapi),
integrasi ini disamping mendatangkan pendapatan sampingan, penggabungan
usaha tani terpadu yang berpijak pada pemanfaatan hubungan saling
menguntungan antara satu sama lain ini (simbiosis mutualisme) juga
memberikan dampak lingkungan yang positif bagi pertanian berkelanjutan.

2.2. Manfaat dan Keunggulan Pertanian Terpadu


Banyak manfaat dan keunggulan dari penerapan sistem pertanian
terpadu khususnya bagi para petani rakyat di pedesaan. Sistem pertanian
terpadu adalah sebuah sistem penyedia pangan yang paling efektif dan efisien
karena Pertama, siklus dan keseimbangan nutrien serta energi yang akan
membentuk suatu ekosistem yang mirip dengan cara alam bekerja. Kedua,
secara deduktif pertanian terpadu akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi
produksi yang berupa peningkatan hasil produksi dan penurunan biaya
produksi. Peningkatan hasil produksi karena semakin banyak hasil produksi
yang diperoleh.
Hasil-hasil dari sistem pertanian terpadu adalah hasil harian yaitu susu,
telur dan biogas; hasil mingguan yaitu kompos, bio urine, pakan ternak; hasil

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


4
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
bulanan yaitu padi daging dan hasil tahunan yaitu anak sapi, anak
kambing, dll. Banyaknya ragam hasil yang diperoleh menyebabkan ada
semacam asuransi jika salah satu hasil gagal panen. Penurunan biaya produksi
terjadi karena hampir semua input pertanian diambil dari sistem yang ada.
Pakan ternak dari budidaya tanaman atau pengolahan limbah ternak dan pupuk
pertanian dari limbah peternakan yang telah diolah. Memperlakukan limbah
tanaman dan ternak dalam sistem yang sama juga dapat menjaga lingkungan
tetap bersih tanpa ekstra pengeluaran sehingga mengurangi kebutuhan
pelayanan pengumpulan sampah. Oleh karenanya secara empiris, sistem
pertanian terpadu merupakan bentuk pertanian yang paling baik karena hampir
tidak ada komponen yang terbuang.
Sistem pertanian terpadu juga dapat dijadikan sebagai alternatif
pemenuhan kebutuhan energi terutama kebutuhan energi baru terbarukan.
Dengan cara yang sederhana maka akan diperoleh energi dari biogas terutama
dari kotoran ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan kerbau. Energi yang
dihasilkannya rendah polusi karena karbon terbakar secara sempurna sehingga
tidak menghasilkan CO2 dan bisa mengurangi efek rumah kaca. Selain itu,
biogas juga berperan dalam mengurangi efek penipisan ozon karena gas
CH4 dari limbah ternak yang tidak digunakan semakin berkurang. Salah satu
efek negatif dari CH4 yang terbuang adalah terurainya ozon (O3) menjadi gas
H2O dan CO2. Pengunaanya biogaspun beraneka ragam mulai dari kompor gas
sampai dikonversi menjadi listrik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Pertanian terpadu adalah perpaduan antara bidang pertanian dengan
bidang lain misalnya peternakan, perkebunan dan perikanan. Beberapa
keunggulannya adalah : 1) Proses produksi bersifat stabil dari waktu ke waktu,
sehingga perencanaan dan pengawasa produksinya relatif mudah. 2) Tingkat
persediaan bahan baku serta penyediaan barang relatif rendah sehingga terjadi
penghematan dana di dalam pemenuhan bahan baku dan barang yang
dibutuhkan. 3) Dapat dikurangi pemborosan-pemborosan dari pemakaian
tenaga manusia, terutama karena sistem pemindahan barang yang
menggunakan tenaga mesin. 4) Biaya pemindahan bahan dalam proses

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


5
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
adalah relatif rendah karena jarak antara satu mesin dengan mesin yang
lain adalah pendek.
Di dalam usaha tani di Indonesia, para petani pada umumnya
mengusahakan berbagai jenis tanaman dan ternak, sehingga merupakan
pertanian campuran. Sangat jarang ditemui bahwa dalam sistem usahataninya
hanya mengandalkan dari satu jenis komoditi saja. Oleh karena itu sistem
pertanian yang terintegrasi merupakan hal yang paling tepat.
Khusus pemeliharaan ternak, jenis ternak ruminansia merupakan jenis
ternak yang paling diminati, karena ternak tersebut dapat memanfaatkan bahan
pakan dengan kandungan serat yang tinggi. Keistimewaan ternak ruminansia
dibandingkan jenis ternak non-ruminansia (unggas dan babi) ini,
memungkinkan untuk dibudidayakan secara terintegrasi dengan komoditas
pertanian lainnya, seperti tanaman pangan, tanaman perkebunan, atau
tanaman kehutanan. Bila melihat kenyataan di wilayah-wilayah pertanian,
nampak bahwa dalam usahataninya, petani selalu mengintegrasikan
usahataninya dengan ternak ruminansia.
Di Indonesia, jenis ternak ruminansia yang diusahakan meliputi ternak
sapi potong, sapi perah, domba, dan kambing. Kelima jenis ternak tersebut
dibudidayakan dengan berbagai breed dan persilangannya. Namun demikian,
di setiap wilayah pengembangan ternak ruminansia, tidak semua jenis ternak
tersebut dapat dikembangkan. Keadaan ini perlu disesuaikan juga dengan
karakter spesifik dari lokasi pengembangan atas dasar basis ekologinya yang
dominan. Dalam hal ini, Usri dkk. (1995) mengelompokkannya menjadi tiga
basis ekologi, yaitu: 1) ekologi sawah, dengan komoditas utama padi; 2) ekologi
lahan kering, dengan komoditas utama yang beragam, seperti tanaman pangan
dan hortikultura, tanaman perkebunan, dan sebagainya; dan 3) ekologi pantai,
dengan komoditas utama hasil laut dan pantai.
Dalam mengembangkan wilayah yang akan dibangun suatu komoditas
peternakan, perlu dilakukan identifikasi sebagai bahan rujukan untuk langkah
operasional berikutnya. Wilayah dalam hal ini adalah wilayah kelompok kerja
kelompok peternak. Ada dua hal yang perlu diamati, yaitu kondisi umum saat
dilakukan identifikasi dan tingkat perkembangan usaha/agribisnis. Kondisi

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


6
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
umum saat dilakukannya identifikasi meliputi ketersediaan pakan, kesesuaian
lingkungan fisik, kualifikasi peternak, dan kelembagaan yang berperan dalam
pengembangan ternak ruminansia. Sedangkan tingkat perkembangan usaha/
agribisnis, yang merupakan mata rantai daur hidup suatu sistem usaha
komersial, terdiri dari 1) prakondisi, 2) prainvestasi, 3) konstruksi/investasi, 4)
operasi, 5) pemantapan, 6) pengembangan, dan 7) pendanaan (Wibowo,
1995).
Setiap kawasan memiliki sifat-sifat/syarat-syarat komponen kawasan
yang dapat digunakan sebagai piranti penciri status perkembangan suatu
kawasan agribisnis sapi potong. Kebijakan teknis maupun nonteknis dalam
rangka mendorong pengembangan status kawasan peternakan, yang meliputi
1) lahan; 2) pakan; 3) ternak; 4) teknologi; 5) peternak dan petugas; 6)
kelembagaan; 7) aspek manajemen usaha; dan 8) fasilitas. Keseluruhan penciri
perkembangan status kawasan tersebut menentukan apakah kawasan
agribisnis tersebut termasuk ke dalam kawasan baru, kawasan binaan, atau
kawasan mandiri. Dengan diketahuinya perkembangan status kawasan
agribisnis ini akan menentukan perlakuan apa yang harus ditindaklanjuti agar
status kawasan tersebut meningkat.
Di Kecamatan Muara Muntai, ternak yang berkembang adalah sapi
potong, kerbau, dan kambing, sedangkan untuk ternak unggas yang
berkembang adalah ayam kampung. Di Kecamatan Muara Wis yang
berkembang adalah sapi potong, kerbau, kambing, dan babi. Ternak unggas,
meskipun ada namun tidak sebanyak di kecamatan Muara Muntai. Mengingat
faktor tenaga kerja juga merupakan hal mendasar yang perlu mendapat
perhatian, maka untuk menentukan apakah dalam suatu wilayah tersebut
merupakan wilayah basis dalam pengembangan ternak atau non basis maka
perlu dianalisis dengan analisis location quaotient (LQ). Dalam hal pengambilan
keputusan jenis ternak yang akan dikembangkan di suatu wilayah digunakan
metode analytical hierarchy process (AHP).
2.3. Location Quotient (LQ)
Location Quotient (LQ) adalah suatu metode sederhana untuk
mengembangan ekonomi dalam suatu wilayah (Hood, 1998). Tehnik LQ ini

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


7
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
menilai komoditas unggulan dalam suatu wilayah atau wilayah unggulan dalam
mengembangkan suatu komoditas. Keseluruhannya adalah dalam kerangka
mengembangkan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif atau wilayah
yang memiliki keunggulan komparatif dalam mengembangkan suatu
komoditas. Komoditas unggulan yang dimaksud dicirikan oleh superioritas
dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial
ekonomi petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan, komoditas
unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik
maupun internasional (Syafaat dan Supena, 2000).
Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan
dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami kegiatan
yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau
derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Inti
dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan suatu
wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah (Hendayana, 2003). Teori ekonomi
basis mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor yaitu
sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan suatu
masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk
ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar,
regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi
ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah.
Sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya
baik berupa barang atau jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam
kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swasembada,
mandiri, kesejahteraan dan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan
non basis ini (Rusastra, dkk., 2002). Apabila nilai LQ > 1, maka komoditas atau
wilayah tersebut merupakan basis dari pengembangan ekonomi. Artinya,
komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan yang telah mencukupi
wilayah dan sudah dapat diekspor ke luar wilayah. Sedangkan apabila LQ < 1
berarti komoditas tersebut merupakan non basis dalam pengembangan
ekonomi wilayah tersebut, sehingga komoditas tersebut hanya cukup untuk

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


8
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
kebutuhan wilayah yang bersangkutan atau bahkan perlu mendatangkan dari
luar wilayah.

2.4. Kesesuaian Lahan


Kesesuaian lahan dapat dibedakan atas dua macam yaitu kesesuaian
lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah
kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang
(present land use), tanpa masukan perbaikan, sedangkan kesesuaian lahan
potensial adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah
diberikan masukan perbaikan, seperti penambahan pupuk, pengairan, atau
terasering tergantung dari jenis faktor pembatasnya (Puslitbangtanak, 2003).
Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan
antara persyaratan tumbuh tanaman dengan kualitas lahannya (land quality).
Kualitas lahan tersebut mencakup temperatur, ketersediaan air, ketersediaan
oksigen, media perakaran, retensi hara, toksisitas, bahaya erosi, bahaya banjir
dan penyiapan lahan. Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak
digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan, karena keduanya
dianggap sama nilainya dalam proses evaluasi. Dengan demikian, dalam
evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan antara
karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman untuk komoditas
tertentu.
Kegiatan evaluasi kesesuaian lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara
khususnya pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Muara Muntai dan Muara
Wis dilakukan untuk mengetahui kesesuaian lahan dan faktor pembatasnya
pada beberapa komoditas pertanian yang secara ekonomis potensial
dikembangkan oleh petani. Untuk komoditas tanaman pangan dan palawija
meliputi padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, dan kedelai. Untuk tanaman
hortikultura dibedakan atas dua yaitu tanaman sayuran dan tanaman buah-
buahan. Pada tanaman buah-buahan meliputi cabe merah, kubis, buncis,
kacang panjang, bayam, mentimun, terung, sawi, brokoli, dan tomat. Pada
tanaman buah-buahan meliputi mangga, rambutan, durian, semangka, melon,
cempedak, sukun, salak, klengkeng dan nenas. Sedangkan untuk komoditas
perkebunan meliputi kelapa sawit, karet, lada, kakao, dan kopi. Semua
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
9
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
komoditas tersebut merupakan komoditas yang banyak dikembangkan oleh
petani dan beberapa diantaranya merupakan komoditas unggulan daerah.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


10
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
METODE SURVEI
BAB PENGEMBANGAN Kawasan
III
PERTANIAN TERPADU

3.1. Sumber dan Jenis Data


Data yang diperlukan dalam survei pengembangan kawasan pertanian
terpadu bersumber dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau organisasi
perangkat daerah (OPD) baik yang berada di tingkat kabupaten dan kecamatan
maupun sampai di pemerintahan desa. Adapun jenis data yang diperlukan
berupa:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya
melalui teknik pengumpulan data.
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung
dari sumbernya tetapi melalui hasil tulisan, jurnal, laporan yang terkait
dengan kebutuhan data survei.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk pemperoleh data-data yang diperlukan guna untuk mendesain


pengembangan kawasan pertanian terpadu diperlukan teknik pengumpulan
data melalui:

1. Survei kepustakaan (library research), yaitu mengkaji hasil-hasil


penelitian, artikel, jurnal, Laporan dan tulisan-tulisan ilmiah, yang
relevan.
2. Survei Lapangan yang dilakukan langsung ke lokasi studi. Teknik ini
terutama digunakan untuk pengambilan sampel tanah dan kualitas
air dan kunjungan pada lokasi rencana pengembangan pertanian
terpadu.
3. Diskusi mendalam (In-depth Discussion) dan pengisian kuesioner
responden pakar untuk menghimpun pendapat mereka dan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


11
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
1. selanjutnya direkam dalam pengolahan data yang dapat dijadikan
acuan pengambilan kesimpulan dan rekomendasi terkait desain
pengembangan kawasan pertanian terpadu.
2. Data diperoleh melalui analisis laboratorium dilakukan pada sampel
tanah dan air yang diambil dari lokasi survei baik di kecamatan
Muara Muntai maupun Muara Wis. Adapun lokasi pengambilan
sampel pada Lampiran 1.
.
3.3. Metode dan Analisis Data
Metode analisis data yang dapat digunakan untuk mendesain
pengembangan kawasan pertanian terpadu diantaranya sebagai berikut :

3.3.1. Analisis Potensi Wilayah Kecamatan


A. Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis Location Quotient merupakan suatu pendekatan yang
dipergunakan untuk melihat kegiatan basis atau bukan basis disuatu wilayah.
Metode ini dapat digunakan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
luas areal tanam/panen dan produksi beberapa komoditas penting. Rumus LQ
adalah sebagai berikut :
Xdesa / Xsdesa
LQij =
XKec / XSkec

Dimana : Xdes = Produksi sektor tertentu di desa tertentu


Xsdes = Produksi seluruh sektor di desa tertentu
Xkec = Produksi total sektor tertentu di kecamatan
XSkec = Total produksi seluruh sektor di seluruh kecamatan
Jika LQ >1, maka aktivitas yang diamati tersebut adalah aktivitas
basis desa, artinya sektor tersebut menjadi komoditi bagi
wilayah tersebut.

Jika LQ = 1, maka aktivitas yang diamati di wilayah desa adalah


aktivitas yang sama dengan produksi keseluruhan.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


12
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Jika LQ < 1, maka aktivitas yang diamati adalah aktivitas non basis,
artinya sektor tersebut tidak menjadi kegiatan utama dalam wilayah
desa tersebut.

B. Analytical Hierarchy Process (AHP)


Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk menentukan
prioritas kegiatan pengembangan pertanian terpadu pada setiap sub sektor
pertanian. Analisis ini merupakan kelanjutan dari hasil analisis LQ dengan
menggunakan Software expert choice 2000.
Dalam analisis AHP didasarkan pada hasil pendapat pakar (Expert
Judgment) untuk menjaring berbagai informasi dari beberapa elemen-elemen
yang berpengaruh dalam penyelesaian suatu persoalan. Skala penilaian oleh
pakar didasarkan pada skala nilai yang dikeluarkan oleh Saaty (1983) yang
berkisar antara nilai 1 – 9, seperti pada Tabel 3.1.
Tabel. 3.1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

Intensitas
Keterangan Penjelasan
Kepentingan
Kedua elemen sama Kedua elemen mempunyai
1
pentingnya pengaruh yang sama pentingnya
Elemen yang satu sedikit Pengalaman dan pertimbangan
3 lebih penting daripada sedikit menyokong satu elemen
elemen lainnya atas elemen lainnya
Elemen yang satu lebih Pengalaman dan pertimbangan
5 penting daripada elemen dengan kuat menyokong satu
lainnya elemen atas lainnya
Satu elemen jelas lebih Satu elemen yang kuat disokong
7 penting daripada elemen dan dominannya telah terlihat
lainnya dalam praktek
Bukti yang menyokong elemen
Satu elemen mutlak yang satu atas yang lainnya
9 penting daripada elemen memiliki tingkat penegasan
lainnya tertinggi yang mungkin
menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan jika ada dua
pertimbangan yang kompromi diantara dua pilihan
berdekatan
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapatkan satu angka bila
dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai
kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Sumber : Saaty, 1983


Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
13
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Dalam analisis AHP, urutan prioritas setiap elemen dinyatakan dalam
nilai numerik atau persentasi. Elemen-elemen yang dikaji disusun dalam lima
level, diantaranya :
Tabel. 3.2. Urutan Prioritas setiap Elemen dalam Analisis AHP

Kajian analisis potensi sumber daya pertanian untuk


Level 1 Fokus di jadikan komoditas unggulan/basis (prioritas) di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai
1. Faktor A
Level 2 Faktor 2. Faktor B
3. Faktor C
4. Dst
1. Aktor A
Level 3 Aktor 2. Aktor B
3. Aktor C
4. Dst
1. Tujuan A
Level 4 Tujuan 2. Tujuan B
3. Tujuan C
4. Dst
Alternatif 1. Komoditas A
Level 5 (Kegiatan 2. Komoditas B
prioritas) 3. Komoditas C
4. Dst

C. Analisis Kesesuaian Lahan


Analisis kesesuaian lahan pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui
tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Menurut
FAO (1976) dalam Sitorus (1998), bahwa struktur sistem klasifikasi kesesuaian
lahan terdiri dari empat kategori yang merupakan generalisasi yang bersifat
menurun yaitu :
1. Ordo (order) kesesuaian lahan, menunjukkan jenis/macam
kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara umum. Kesesuaian
lahan pada tingkat ordo ini terdiri dari Ordo Sesuai (S) dan ordo
tidak sesuai (N)
2. Kelas (Class) kesesuaian lahan, menunjukkan tingkat kesesuaian
dalam ordo. Kesesuaian lahan pada tingkat kelas ini terdiri dari :
a. Kelas S1 (sangat sesuai) yaitu lahan tidak memilki faktor
pembatas yang berarti atau signifikan terhadap penggunaan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


14
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
a. secara berkelanjutan atau terdapat faktor pembatas kecil yang
tidak berpengaruh terhadap produktivitas secara nyata.
b. Kelas S2 (cukup sesuai) yaitu lahan yang mempunyai pembatas
agak berat untuk penggunaan yang lestari yang dapat
mengurangi produktivitas dan keuntungan serta meningkatkan
masukan yang diperlukan.
c. Kelas S3 (sesuai marginal) yaitu lahan yang mempunyai
pembatas yang sangat berat untuk penggunaan yang lestari
sehingga dapat mengurangi produktivitas atau keuntungan dan
perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
d. Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini) yaitu lahan yang
mempunyai pembatas yang sangat berat tetapi masih
memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki
dengan tingkat pengetahuan saat ini dengan biaya yang rasional.
e. Kelas N2 (tidak sesuai permanen) yaitu lahan mempunyai
pembatas sangat berat sehingga tidak mungkin untuk digunakan
bagi suatu penggunaan yang lestari.
2. Sub-kelas (Sub-Class) kesesuaian lahan, menunjukkan jenis
pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan di dalam kelas.
Beberapa jenis pembatas yang merupakan kriteria sub-kelas adalah
a. Pembatas pada daerah perakaran, yang biasanya terutama
disebabkan oleh kelas besar butir kasar (s)
b. Kesuburan tanah rendah atau sangat rendah (n)
c. Keracunan yang disebabkan kejenuhan aluminium tinggi (c)
d. Kelas drainase yang disebabkan oleh drainase agak terhambat
atau terhambat (agak buruk atau buruk) (d)
e. Topografi yang disebabkan oleh tingginya persentase lereng (t)
3. Satuan (Unit) kesesuaian lahan, menunjukkan perbedaan-perbedaan
kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di dalam sub-kelas.
Penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan
antara persyaratan tumbuh tanaman dengan kualitas lahannya (land quality)
yaitu seperti disajikan pada Tabel 3.3.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


15
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 3.3. Persyaratan Kualitas Lahan dan Evaluasi Lahan
Kualitas Lahan Ciri-Ciri Lahan

Regim temperatur (t) 1. Temperatur rata-rata tahunan (oC)


Ketersediaan air (w) 1. Bulan kering (< 75 mm)
2. Curah hujan tahunan rata-rata (mm)
Kondisi perakaran (r) 1. Kelas drainase tanah
2. Tekstur tanah (bagian permukaan
3. Kedalaman perakaran (cm)
Daya menahan unsur hara (f) 1. KTK me/100 g tanah (subsoil)
2. pH (lapisan permukaan
Ketersediaan unsur hara (n) 1. N-total
2. P2O5 tersedia
3. K2O tersedia
Keracunan (x) 1. Salinitas (mmhos/cm)
Medan (s) 1. Kemiringan lereng (%)
2. Batuan di permukaan
3. Batuan yang muncul dipermukaan.
Sumber : Sitorus 1998.

3.3.2. Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah dan Desain Kawasan


A. Analisis Skalogram
Analisis skalogram digunakan untuk mengetahui jumlah dan jenis sarana
pelayanan (fasilitas) yang dimiliki oleh setiap wilayah. Dalam metode ini,
seluruh fasilitas yang dimiliki setiap wilayah didata dan disusun dalam satu
tabel dimana unit wilayah yang memiliki fasilitas lebih lengkap diletakkan paling
atas, dan selanjutnya unit wilayah yang memiliki fasilitas kurang lengkap.
Secara umum, fasilitas yang dimiliki oleh setiap unit wilayah
dikelompokkan menjadi enam yaitu fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan,
fasilitas ibadah, fasilitas olah raga, fasilitas keamanan, dan fasilitas ekonomi.
Selanjutnya untuk mengelompokkan hierarkhi wilayah desa dapat
dilakukan dengan analisis sentralitas. Dalam analisis sentralitas, parameter
yang diukur adalah kelengkapan fasilitas yang dimiliki setiap desa. Hasil
analisis ini akan menggambarkan tingkat perkembangan desa yang dapat
dibagi atas tiga kelompok yaitu :
a. Kelompok I adalah adalah desa dengan tingkat perkembangan tinggi
(maju) yaitu apabila memiliki nilai indeks sentralitas jenis fasilitas
sebesar nilai rata-rata + 2 kali standar deviasi.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


16
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
a. Kelompok II adalah desa dengan tingkat perkembangan sedang yaitu
apabila memiliki nilai indeks sentralitas jenis fasilitas sebesar nilai
rata-rata sampai rata-rata + 2 kali standar deviasi
b. Kelompok III adalah desa dengan tingkat perkembangan rendah
(relatif tertinggal) yaitu apabila mamiliki nilai indeks sentralitas jenis
fasilitas kurang dari nilai rata-rata.
B. Analisis Spatial (keruangan)
Analisis keruangan digunakan untuk melihat kesesuaian pemanfaatan
ruang secara visual dalam bentuk peta. Metode yang digunakan pada
pembuatan peta adalah menggunakan paket perangkat lunak Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang terdiri atas beberapa tahapan antara lain penyiapan
(scanning), registrasi, digitasi, dan intercecting.
Pada setiap tahapan tersebut, data diolah dengan menggunakan
Scanner Acer Pisa, software Arc/Info 5,0 dan software Arc View GIS version
3.2. Analisis dilakukan dengan teknik overlay antara peta dasar dan peta
tematik.
Informasi yang diharapkan dari hasil analisis spatial ini adalah
kesesuaian peruntukan ruang untuk pengembangan kawasan pertanian
terpadu di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai. Hasil analisis spasial yang
dikompiliasi dengan analisis skalogram, secara skematis digambarkan seperti
di bawah ini:

Keterangan :
Penghasil Bahan Baku
DPP
Pengumpul Bahan Baku

Sentra Produksi

Kota Kecil/Pusat Reghional


DPP

Kota Sedang/Besar (Outlet)

Batas Kawasan Pertanian Terpadu


Batas Kecamatan

Gambar 3.1. Konsep Desain Kawasan Pertanian Terpadu di Kecamatan Muara


Wis dan Muara Muntai.
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
17
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
3.3.3. Metode SWOT (Analisis arah kebijakan)
Analisis arah kebijakan survei desain pengembangan kawasan pertanian
terpadu di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai, Kabupaten Kutai
Kartanegara. disusun dengan menggunakan metode analisis SWOT
(Strengthts, Weaknesses, Opportunity, dan Threats. Analisis SWOT ini
bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan intenal dan eksternal
pengembangan pertanian terpadu di kedua kecamatan tersebut. Analisis
SWOT merupakan proses assesment yang subyektif yang dilakukan oleh Tim
Peneliti secara terstruktur untuk mengidentifikasikan faktor-faktor strategis yang
berupa faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang
dan ancaman) dalam kajian desain pertanian terpadu ini.
Penetapan posisi dan strategi desain pengembangan kawasan pertanian
terpadu di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai dilakukan melalui
pemberian bobot dan skor terhadap kekuatan, kelemahan peluang dan
ancaman yang hasil analisisnya dipetakan pada matrik posisi organisasi yang
terbagi dalam empat kuadran, yaitu Kuadran I, II, III, dan IV. Kuadran I
menggambarkan posisi yang sangat menguntungkan sebab pada posisi ini
organisasi dapat memanfaatkan kekuatan yang ada untuk meraih peluang
pasar yang akan datang yang lebih baik. Kuandran II menggambarkan bahwa
meskipun menghadapi berbagai ancaman tetapi organisasi memiliki kekuatan
lebih banyak yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahannya. Kuadran
III merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan, sebab posisi
organisasi berada pada posisi dilematis karena selain secara internal memiliki
banyak kelemahan-kelemahan untuk mengembangkan organisasi, juga
ancaman dari luar organisasi cukup besar, sedangkan pada kuadran IV
menggambarkan bahwa Organisasi memiliki peluang pasar yang besar akan
tetapi kelemahan lebih banyak daripada kekuatannya.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


18
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
III I

IV II

Gambar 3.2. Diagram SWOT Kajian Survey Identifikasi desain Kawasan


Pengembangan Pertanian Terpadu di Kecamatan Muara Wis dan
Muara Muntai

Langkah berikutnya adalah menyusun analisis lingkungan strategis untuk


menganalisis hubungan interaksi antara peluang dengan kekuatan (SO),
peluang dengan kelemahan (WO), ancaman dengan kekuatan (ST), dan
ancaman dengan kelemahan (WT). Strategi – strategi tersebut dijabarkan lagi
dalam bentuk kebijakan untuk menjalankan strategi tersebut seperti Tabel 3.4
berikut :

Tabel 3.4. Strategi arah kebijakan melalui Hubungan Interaksi antara SO, WO,
ST, dan WT

No. STRATEGI KEBIJAKAN

1 S-O
2 S-T
3 W-0
4 W-T

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


19
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
BAB PROFIL KECAMATAN MUARA
IV WIS DAN MUARA MUNTAI

4.1. Sekilas Profil Kecamatan Muara Wis


Secara geografis Kecamatan Muara Wis terletak di daerah khatulistiwa
dan berada pada posisi antara 1150 58’ BT - 1160 31’ BT dan 00 00’ LU – 00 29’
LS dengan luas wilayah 1.108,16 km2. Secara administratif batas wilayah
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Kenohan
Sebelah Timur : Kecamatan Kota Bangun
Sebelah Selatan : Kecamatan Muara Muntai
Sebelah Barat : Kecamatan Muara Pahu (Kutai Barat)
Wilayah Kecamatan Muara Wis terdiri dari 7 (tujuh) desa, yaitu : Lebak
Cilong, Lebak Mantan, Muara Wis, Sebemban, Melintang, Enggelam, Muara
Enggelam. Ibu kota kecamatan terletak di Desa Muara Wis. Adapun luas
wilayah masing-masing desa disajikan pada tabel 4.1. berikut ini:
Tabel. 4.1. Luas Wilayah Masing-Masing Desa di Kecamatan Muara Wis

No Nama Desa Luasan (km2) Persentase (%)

1 Lebak Cilong 178,26 16,09


2 Lebak Mantan 364,43 32,89
3 Muara Wis 95,07 8,58
4 Sebemban 244,61 22,07
5 Melintang 131,52 11,87
6 Enggelam 74,27 6,70
7 Muara Enggelam 20,00 1,80
Jumlah 1.108,16 100,00
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Wis, BPS 2015.
Di Kecamatan Muara Wis terdapat 3 (tiga) buah sungai yaitu Sungai
Mahakam, Sungai Keham dan Sungai Enggelam. Selain itu terdapat 2 (dua)
buah danau yaitu Danau Wis dan Danau Melintang sebagaimana yang
disajikan pada Tabel 4.2. dan Tabel 4.3.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


20
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel. 4.2. Sungai di Kecamatan Muara Wis
Panjang (km2) Kisaran
Lebar
No Nama Sungai Yang Dapat Kedalaman
Seluruhnya (m)
Dilayari (m)
1 Mahakam 20 20 150-220 20-30
2 Keham 42 42 - -
3 Enggelam 124 5 - -
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Wis, BPS 2015.

Tabel. 4.3. Danau di Kecamatan Muara Wis

No Nama Danau Nama Desa Luas (ha)


1 Wis Muara Wis 40.000
2 Melintang Melintang 120.000
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Wis, BPS 2015.
Curah hujan di Kecamatan Muara Wis Pada tahun 2014, rata-rata curah
hujan per bulannya mencapai 110 mm dan rata-rata hari hujan berkisar 6 hari
per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember, yaitu sebanyak
291 mm dengan 12 hari hujan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada
bulan Oktober, yaitu sebanyak 30 mm dengan 5 hari hujan selama sebulan
sebagaimana disajikan pada Tabel 4.4. berikut.
Tabel. 4.4. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan Tahun 2014
Kecamatan Muara Wis

No Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hh)


1 Januari 248 7
2 Pebruari 57 2
3 Maret 81 5
4 April 159 7
5 Mei 101 6
6 Juni 52 4
7 Juli 58 4
8 Agustus 69 5
9 September 36 2
10 Oktober 30 5
11 Nopember 132 8
12 Desember 291 12
Rata-Rata 2014 110 6
2013 122 6
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Wis, BPS 2015.
Penduduk Kecamatan Muara Wis pada tahun 2014 tercatat sebanyak 9.328
orang yang terdiri dari 4.863 laki-laki (52,13%) dan 4.465 perempuan
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
21
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
(47,87%) yang tersebar di 7 (tujuh) desa. Secara umum pesebaran
penduduk di Kecamatan Muara Wis dapat dikatakan cukup merata di setiap
desa, Desa Muara Enggelam merupakan desa dengan jumlah penduduk paling
sedikit yaitu 685 jiwa, sedangkan desa dengan jumlah penduduk terbanyak
yaitu Desa Muara Wis yaitu 1.785 jiwa.
Secara keseluruhan rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Muara
Wis sekitar 8 orang per km2. Desa yang paling padat penduduknya adalah
Desa Muara Wis dengan kepadatan sekitar 19 orang per km2, sedangkan desa
yang paling jarang penduduknya, yaitu Desa Sebemban dan Desa Lebak
Mantan dengan kepadatan penduduk 4 orang per kilometer persegi
sebagaimana disajikan pada Tabel 4.5. berikut.
Tabel. 4.5. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tahun
2014 Kecamatan Muara Wis

Luas Wilayah Jumlah Kepadatan


No Nama Desa
(km2) Penduduk Penduduk
1 Lebak Cilong 178,26 1.730 10
2 Lebak Mantan 361,43 1.408 4
3 Muara Wis 95,07 1.785 19
4 Sebemban 244,61 972 4
5 Melintang 131,52 1.773 13
6 Enggelam 74,27 975 13
7 Muara Enggelam 20,00 685 34
Jumlah 2014 1.105,16 9.328 8
2013 1.105,16 9.292 8
2012 1.105,16 9.324 8
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Wis, BPS 2015.

4.2 Sekilas Profil Kecamatan Muara Muntai


Kecamatan Muara Muntai secara geografis terletak di daerah
khatulistiwa dan berada pada posisi antara 1160 31’ BT - 1160 35’ BT dan 00 18’
LS - 00 45’ LS dengan luas wilayah 928,60 km2. Secara administratif batas
wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Kutai Barat
Sebelah Timur : Kecamatan Muara Wis dan Kota Bangun
Sebelah Selatan : Kecamatan Loa Kulu
Sebelah Barat : Kabupaten Kutai Barat

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


22
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Wilayah Kecamatan Muara Muntai terdiri dari 13 (tiga belas) desa, yaitu :
Perian, Muara Leka, Muara Aloh, Jantur, Batuq, Rebaq Rinding, Muara Muntai
Ulu, Muara Muntai Ilir, Kayu Batu, Jantur Selatan, Tanjung Batuq Harapan,
Pulau Harapan, dan Jantur Baru. Letak Kantor Camat Muara Muntai berada di
Desa Muara Muntai Ulu yang merupakan ibu kota kecamatan. Adapun luas
wilayah masing-masing desa disajikan 4.6. berikut
Tabel 4.6. Luas Wilayah Masing-Masing Desa di Kecamatan Muara Muntai

No Nama Desa Luasan (km2) Persentase (%)


1 Perian 104,28 11,23
2 Muara Leka 24,64 2,65
3 Muara Aloh 44,88 4,83
4 Jantur 52,28 22,07
5 Batuq 63,25 6,81
6 Rebaq Rinding 10,65 1,15
7 Muara Muntai Ulu 17,10 1,84
8 Muara Muntai Ilir 21,70 2,34
9 Kayu Batu 430,73 46,38
10 Jantur Selatan 53,50 5,76
11 Tanjung Batuq Harapan 49,50 5,33
12 Pulau Harapan 12,89 1,39
13 Jantur Baru 43,30 4,65
Jumlah 928,60 100,00
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Muntai, BPS 2015.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian masyarakat Muara
Muntai bergantung pada sungai dan danau. Adapun sungai yang mengalir di
wilayah Kecamatan Muara Muntai antara lain Sungai Muntai dan Sungai
Mahakam, sedangkan danau yang ada di Kecamatan Muara Muntai antara lain
Danau Perian, Tanjung Sepatung, dan Batu Bumbun sebagaimana disajikan
pada Tabel 4.7. dan Tabel 4.8. berikut.
Tabel. 4.7. Sungai di Kecamatan Muara Muntai
Panjang (km2) Kisaran
Lebar
No Nama Sungai Yang Dapat Kedalaman
Seluruhnya (m)
Dilayari (m)
1 Muntai 20 20 150 10-25
2 Mahakam 20 20 50 10-25
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Muntai, BPS 2015.
Tabel. 4.8. Danau di Kecamatan Muara Muntai

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


23
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
No Nama Danau Nama Desa Luas (ha)
1 Perian - 134
2 Tanjung Sepatu - 276
3 Batu Bumbum - 63
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Muntai, BPS 2015.
Berdasarkan letak geografisnya, Kecamatan Muara Muntai beriklim
tropis basah dengan rata-rata curah hujan per bulannya 167 mm dan rata-rata
hari hujan berkisar 7 hari per bulan di tahun 2014. Curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan Desember, yaitu sebanyak 400 mm dengan 15 hari hujan selama
sebulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September, yaitu
sebanyak 49 mm dengan 2 hari hujan selama sebulan.
Tabel. 4.9. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan Tahun 2014
Kecamatan Muara Muntai

No Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hh)


1 Januari 267 10
2 Pebruari 60 4
3 Maret 230 8
4 April 309 14
5 Mei 288 8
6 Juni 133 6
7 Juli 62 4
8 Agustus 115 6
9 September 27 2
10 Oktober 49 3
11 Nopember 56 5
12 Desember 400 15
Rata-Rata 2014 167 7
2013 220,55 7
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Muntai, BPS 2015.
Penduduk Kecamatan Muara Muntai pada tahun 2014 tercatat sebanyak
19.969 jiwa yang terdiri atas 10.190 jiwa laki-laki (51.03%) dan 9.779 (48,97%)
jiwa perempuan yang tersebar di 13 desa. Persebaran penduduk tidak merata
dari satu daerah ke daerah lain. Penduduk yang terbanyak terdapat di Desa
Perian yaitu sebanyak 3.253 jiwa, dan yang paling sedikit adalah Desa Tanjung
Batuq Harapan dengan penduduknya sebanyak 412 jiwa.
Secara keseluruhan, rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Muara
Muntai sekitar 22 jiwa per km2. Desa yang paling padat penduduknya adalah
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
24
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Muara Muntai Ulu yaitu 132 jiwa per km2. Sedangkan yang penduduknya
paling jarang adalah Desa Perian dan Desa Tanjung Batuq Harapan yaitu 8
jiwa per km2 sebagaimana yang disajikan pada tabel 4.10 berikut.
Tabel. 4.10. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tahun
2014 Kecamatan Muara Muntai

Luas Wilayah Jumlah Kepadatan


No Nama Desa
(km2) Penduduk Penduduk
1 Perian 430,73 3.253 8
2 Muara Leka 24,64 1.991 81
3 Muara Aloh 44,88 1.231 27
4 Jantur 25,28 2.000 79
5 Batuq 63,25 713 11
6 Rebaq Rinding 10,65 983 92
7 Muara Muntai Ulu 17,10 2.260 132
8 Muara Muntai Ilir 21,10 1.441 68
9 Kayu Batu 104,28 1.477 14
10 Jantur Selatan 49,50 2.292 43
11 Tanjung Batuq 12,89 412 8
Harapan
12 Pulau Harapan 32,50 1.103 92
13 Jantur Baru 32,50 1.160 23
Jumlah 2014 928,60 19.969 22
2013 928,60 18.799 20
2012 928,60 18.331 20
2011 928,60 17.343 19
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Muntai, BPS 2015.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


25
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
BAB DESAIN PENGEMBANGAN KAWASAN
V PERTANIAN TERPADU

Desain pengembangan kawasan pertanian terpadu yang dijadikan


sebagai contoh dalam buku ini adalah yang dilakukan di kecamatan muara wis
dan muara muntai di Kabupaten Kutai Kartanegara.
5.1. Potensi Wilayah Kecamatan

5.1.1. Komoditas Basis Berdasarkan Location Quotient (LQ)


Interpretasi Nilai LQ
Nilai LQ yang diperoleh akan berada dalam kisaran lebih kecil atau sama
dengan satu sampai lebih besar dari angka satu, atau LQ<1, LQ=1, dan LQ>1.
Besaran LQ menunjukkan besaran derajat spesialisasi dari sektor tertentu di
wilayah yang bersangkutan relatif terhadap wilayah referensi. Artinya, semakin
besar nilai LQ di suatu wilayah, semakin besar pula derajat konsentrasinya di
wilayah tersebut. Analisis Location Quotient merupakan suatu pendekatan yang
dipergunakan untuk melihat kegiatan basis atau bukan basis disuatu wilayah.
Pada buku ini, luas areal panen menjadi instrumen penilaian dalam
menentukan komoditas basis dilokasi penelitian. Rumus LQ adalah sebagai
berikut :
Xdesa / Xsdesa
LQij =
Xkec / XSKec
Dimana :
Xdesa = Luasan sektor tertentu di desa tertentu
Xsdesa = Luasan seluruh sektor di desa tertentu
XKec = Luasan total sektor tertentu di kecamatan
XSkec = Total Luasan seluruh sektor di seluruh kecamatan

Perhitungan dan analisis LQ didasarkan dengan membandingkan data


Desa dengan data Kecamatan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Fokus
penelitian di Kecamatan Muara Muntai dilakukan pada lima desa (Batuq, Rebaq
Rinding, Muara Muntai Ulu, Muara Muntai Ilir, dan Kayu Batu), sedangkan di
Kecamatan Muara Wis pada dua desa yaitu Desa Muara Wis dan Sabemban
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
26
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
1. LQ Tanaman Pangan
Tanaman pangan yang dimaksud disini adalah tanaman pangan yang
masuk dalam pengelompokan Padi dan Palawija. Dalam pembahasan untuk
memudahkan terbagi dalam dua kecamatan sesuai metode penelitian.

a. Kecamatan Muara Muntai


Komoditas yang menjadi penilaian sektor basis di Kecamatan Muara
Muntai adalah komoditi Padi Sawah dan Padi Ladang. Luas areal panen secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 5.1. berikut:
Tabel. 5.1. Luasan Panen Tanaman Pangan Kecamatan Muara Muntai (Ha)
Padi Sawah Padi Ladang Jumlah
Nomor Desa
(Ha) (Ha) (Ha)
1. Batuq 49 15 64
2. Rebaq Rinding 27 18 45
3. Muara Muntai Ulu 34 7 41
4. Muara Muntai Ilir 11 6 17
5. Kayu Batu 46 26 72
Jumlah Total
447 286 733
Kecamatan
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Muntai, BPS 2015.
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa 5 (lima) desa yang menjadi objek,
terdapat budidaya padi sawah maupun padi ladang, tetapi belum diketahui
apakah di desa tersebut kedua komoditas ini merupakan sektor basis atau
tidak. Oleh karenanya dilakukan perhitungan LQ dengan hasil analisis sebagai
berikut:
Tabel. 5.2. Nilai Indeks LQ Beberapa Desa di Kecamatan Muara Muntai
Padi Sawah
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Batuq 1,26 Basis
2. Rebaq Rinding 1,01 Basis
3. Muara Muntai Ulu 1,36 Basis
4. Muara Muntai Ilir 1,06 Basis
5. Kayu Batu 1,05 Basis

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


27
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Padi Ladang
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Batuq 0,60 Non Basis
2. Rebaq Rinding 1,02 Basis
3. Muara Muntai Ulu 0,44 Non Basis
4. Muara Muntai Ilir 0,90 Non Basis
5. Kayu Batu 0,93 Non Basis
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015

Berdasarkan hasil perhitungan LQ di Kecamatan Muara Muntai, maka


budidaya di komoditi Padi Sawah yang menjadi sektor basis adalah Desa
Batuq, Rebaq Rinding, Muara Muntai Ulu, Muara Muntai Ilir dan Kayu Batu.
Keseluruhan desa tersebut merupakan lokasi basis yang dapat dioptimalkan
untuk pengembangan budidaya padi sawah.
Budidaya Padi Ladang yang menjadi sektor basis adalah di Desa Rebaq
Rinding, sementara untuk keempat desa lain masuk dalam kategori non basis.
Salah satu faktor utama adalah pada kondisi lahan yang tidak memungkinkan,
sehingga memang kurang sesuai untuk budidaya padi ladang karena lahan
yang mayoritas berlahan basah.

a. Kecamatan Muara Wis


Komoditas yang menjadi penilaian sektor basis di Kecamatan Muara Wis
adalah komoditi Padi Sawah, Jagung dan Ubi Kayu. Luas areal panen secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel. 5.3. Luas Panen Tanaman Pangan Kecamatan Muara Wis (Ha)
Padi Sawah Jagung Ubi Kayu Jumlah
Nomor Desa
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
1. Muara Wis 55 8 4 67
2. Sebemban 8 11 5 24
Jumlah Total
182 23 13 218
Kecamatan
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Wis, BPS 2015.
Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa 2 (dua) desa yang menjadi objek,
budidaya padi sawah, jagung, dan ubi kayu tetapi apakah di desa tersebut
kedua komoditas ini merupakan sektor basis atau tidak perlu dilakukan
perhitungan LQ dengan hasil analisis sebagai berikut:

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


28
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel. 5.4. Nilai Indeks LQ Beberapa Desa di Kecamatan Muara Wis
Padi Sawah
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Muara Wis 1,01 Basis
2. Sebemban 0,39 Non Basis
Jagung
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Muara Wis 1,13 Basis
2. Sebemban 4,34 Basis
Ubi Kayu
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Muara Wis 1,00 Basis
2. Sebemban 3,49 Basis
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015

Komoditi yang menjadi sektor penilaian antara Kecamatan Muara Muntai


dan Muara Wis berbeda karena pengaruh kondisi lahan dan ketersediaan data
penunjang. Untuk Kecamatan Muara Muntai hanya terdapat dua komoditas
yang menjadi objek penilaian yaitu Padi Sawah dan Padi Ladang. Sementara
untuk di Kecamatan Muara Wis dari data yang diperoleh, terdapat tiga
komoditas dengan rank teratas yang dapat menjadi objek penilaian yaitu Padi
Sawah, Jagung dan Ubi Kayu. Berdasarkan hasil perhitungan LQ di Kecamatan
Muara Wis, maka budidaya di komoditi Padi Sawah yang menjadi sektor basis
adalah di Desa Muara Wis.
Selanjutnya hasil perhitungan LQ, menunjukkan bahwa pada budidaya
komoditi jagung dan ubi kayu, yang menjadi sektor basis adalah di Desa Muara
Wis dan Desa Sebemban.

1. LQ Hortikultura (Buah-Buahan)
Hortikultura yang dimaksud di sini adalah pada tanaman hortikultura
buah-buahan. Pembagian pengelompokan hortikultura ini mengikuti pembagian
spesifik pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Kukar. Dalam
pembahasan untuk memudahkan terbagi dalam dua kecamatan.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


29
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
a. Kecamatan Muara Muntai
Kecamatan Muara Muntai memiliki beberapa tanaman hortikultura jenis
buah-buahan yang dibudidayakan oleh masyarakat lokal. Beberapa jenis buah-
buahan tersebut diantaranya adalah durian, mangga, jeruk, pisang, dan nenas
(KDA BPS Kukar, 2015). Dari data beberapa komoditi tersebut kemudian
diberikan ranking berdasarkan total luasan panen dan produksi sebagai berikut:
Tabel. 5.5. Luas Panen Buah-buahan di Kecamatan Muara Muntai
No Nama Buah Luas Panen (Ha)
1 Durian 404.23
2 Mangga 36.98
3 Jeruk 29.11
4 Pisang 24.04
5 Nenas 15.5
Sumber: Data Sekunder Diolah, 2015
Keterangan: Data Luas dikonversi dari Data Produksi, berdasarkan literatur Pusat Data
Pertanian Indonesia (Pusdatin, 2011)

Tabel 5.5. di atas menunjukkan bahwa durian, mangga dan jeruk adalah
komoditas dengan jumlah luasan lahan panen terbesar di Kecamatan Muara
Muntai. Luas panen untuk durian bahkan mencapai 404,23 hektar, tentu ini
dapat menjadi komoditi basis yang potensial. Luasan panen tersebut diperoleh
dengan membandingkan data produksi yang dikeluarkan BPS Kabupaten Kutai
Kartanegara.
Ketersediaan data penunjang untuk setiap desa yang kurang, sehingga
tidak memungkinkan untuk dilakukan analisis LQ dalam menentukan sektor
basis di Desa-Desa di Kecamatan Muara Muntai. Namun diharapkan
pemberian rank di atas dapat memberikan gambaran bahwa beberapa komoditi
jenis buah-buahan ini cukup potensial untuk dikembangkan, baik dalam
kebijakan intensifikasi maupun ekstensifikasi. Beberapa permasalahan yang
dihadapi untuk komoditi buah-buahan di Kecamatan Muara Muntai salah
satunya adalah pada aspek pemasaran. Oleh karenanya gambaran
keberadaan data tanaman yang telah ada dapat menjadi salah satu
pertimbangan dalam pengembangan yang tidak berorientasi pada budidaya
semata.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


30
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
a. Kecamatan Muara Wis
Komoditas yang menjadi penilaian sektor basis di Kecamatan Muara Wis
adalah komoditi durian, nangka/cempedak, dan pisang. Luas areal panen
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.6. berikut:
Tabel. 5.6. Luas Panen Tanaman Buah-Buahan di Kecamatan Muara Wis (Ha)
Nangka/
Durian Pisang Jumlah
Nomor Desa Cempedak
(Ha) (Ha) (Ha)
(Ha)
1. Muara Wis 4,5 0,81 0,78 6,09
2. Sebemban 0,5 1,01 0,54 2,05
Jumlah Total
35,2 7,75 8,18 51,13
Kecamatan
Sumber: UPTD Pertanian Kecamatan Muara Wis, 2015
Keterangan: Data Luas diatas merupakan hasil konversi populasi tanaman

Tabel 5.6. di atas menunjukkan bahwa 2 (dua) desa yang menjadi objek,
terdapat budidaya durian, nangka/cempedak dan pisang, kemudian setelah
dilakukan perhitungan LQ diperoleh hasil analisis sebagai berikut
Tabel. 5.7. Nilai Indeks LQ Beberapa Desa di Kecamatan Muara Wis
Durian
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Muara Wis 1,07 Basis
2. Sebemban 0,35 Non Basis
Nangka/Cempedak
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Muara Wis 0,88 Non Basis
2. Sebemban 3,25 Basis
Pisang
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Muara Wis 0,80 Non Basis
2. Sebemban 1,65 Basis
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015

Kecamatan Muara Wis dari data yang diperoleh, terdapat tiga komoditas
dengan rank teratas yang dapat menjadi objek penilaian untuk Hortikultura
(Buah-Buahan) yaitu komoditas Durian, Nangka/Cempedak dan Pisang.
Berdasarkan hasil perhitungan LQ di Kecamatan Muara Wis, maka budidaya di
komoditi Durian yang menjadi sektor basis adalah di Desa Muara Wis.
Selanjutnya hasil perhitungan LQ, menunjukkan bahwa pada budidaya komoditi

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


31
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
nangka/cempedak dan pisang, yang menjadi sektor basis adalah di Desa
Sebemban.

1. LQ Hortikultura (Sayuran-Sayuran)
Hortikultura yang dimaksud disini adalah tanaman hortikultura spesifik
sayur-sayuran. Pembagian pengelompokan hortikultura ini mengikuti
pembagian spesifik pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Kukar dan
pembahasan terbagi dalam dua kecamatan.

a. Kecamatan Muara Muntai


Kecamatan Muara Muntai memiliki beberapa tanaman hortikultura jenis
sayur-sayuran yang dibudidayakan oleh masyarakat lokal. Beberapa jenis
sayuran tersebut diantaranya adalah sawi/petsai, kacang panjang, cabai,
terong, ketimun, kangkung dan bayam (KDA BPS Kukar, 2015). Dari data
beberapa komoditi tersebut kemudian diberikan ranking berdasarkan total
luasan panen dan produksi sebagai berikut:
Tabel. 5.8. Luas Panen Sayuran di Kecamatan Muara Muntai
No Nama Sayuran Luas Panen (Ha)
1 Cabai 175
2 Ketimun 96
3 Kacang Panjang 82
4 Terong 73
5 Bayam 73
6 Kangkung 66
7 Sawi 47
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Muara Muntai, BPS 2015.
Tabel 5.8. di atas menunjukkan bahwa komoditi sayuran jenis Cabai, Ketimun
dan Kacang Panjang adalah komoditas dengan jumlah luasan lahan panen
terbesar di Kecamatan Muara Muntai. Ketiadaan data penunjang untuk setiap
desa sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan analisis LQ dalam
menentukan sektor basis di Desa-Desa di Kecamatan Muara Muntai. Namun
diharapkan pemberian rank di atas dapat memberikan gambaran bahwa
beberapa komoditi jenis sayuran ini cukup potensial untuk dikembangkan, baik
dalam kebijakan intensifikasi sebagaimana lahan yang telah tersedia, ataupun

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


32
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
dilakukan ekstensifikasi untuk pengembangan pertanian hortikultura di
kecamatan ini.

a. Kecamatan Muara Wis


Komoditas sayur-sayuran yang menjadi penilaian sektor basis di
Kecamatan Muara Wis adalah komoditi Ketimun, Labu Kuning dan Semangka.
Luas areal panen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut:
Tabel. 5.9. Luas Panen Sayuran Kecamatan Muara Wis (Ha)

Ketimun Labu Kuning Semangka


Nomor Desa Jumlah
(Ha) (Ha) (Ha)
1. Muara Wis 3 3 2 8
2. Sebemban 2 3 4 9
Jumlah Total
8 8 6 22
Kecamatan
Sumber: UPTD Pertanian Kecamatan Muara Wis, 2015
Tabel 5.9. menunjukkan bahwa 2 (dua) desa yang menjadi objek,
terdapat budidaya ketimun, labu kuning dan semangka, setelah dilakukan
perhitungan LQ hasil analisis sebagai berikut:
Tabel 5.10. Nilai Indeks LQ Beberapa Desa di Kecamatan Muara Wis
Ketimun
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Muara Wis 1,03 Basis
2. Sebemban 0,61 Non Basis
Labu Kuning
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Muara Wis 1,03 Basis
2. Sebemban 0,91 Non Basis
Semangka
Nomor Desa LQ Komoditi
1. Muara Wis 0,91 Non Basis
2. Sebemban 1,63 Basis
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015
Kecamatan Muara Wis dari data yang diperoleh, terdapat tiga komoditas
dengan rank teratas yang dapat menjadi objek penilaian untuk Hortikultura
(sayur-sayuran) yaitu komoditas Ketimun, Labu Kuning dan Semangka.
Berdasarkan hasil perhitungan LQ di Kecamatan Muara Wis, maka budidaya di

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


33
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
komoditi Ketimun dan Labu Kuning yang menjadi sektor basis adalah di
Desa Muara Wis. Selanjutnya hasil perhitungan LQ juga menunjukkan bahwa
pada budidaya komoditi semangka yang menjadi sektor basis adalah di Desa
Sebemban.

1. Perikanan
Interpretasi Nilai LQ
Nilai LQ yang diperoleh berada dalam kisaran lebih kecil atau sama
dengan satu sampai lebih besar dari angka satu, atau LQ<1, LQ=1, dan LQ>1.
Semakin besar nilai LQ, maka semakin besar pula derajat konsentrasinya di
suatu wilayah. Perhitungan LQ dapat menggunakan satuan tenaga kerja,
dengan beberapa asumsi: (1) kualitas tenaga kerja di setiap sektor ekonomi
dianggap sama, (2) tiap sektor ekonomi mempunyai produksi tunggal. Rumus
LQ dengan dasar perhitungan jumlah lapangan kerja di sektor perikanan
sebagai berikut:
LQij = (Xij / Xi.) / (X.j / X..)
Xij : RTP Jenis Ke-j pada Desa
Xi. : RTP Total Desa
X.j : RTP Jenis Ke-j pada Kecamatan
X.. : RTP Total Kecamatan
Perhitungan dan analisis LQ didasarkan dengan membandingkan data Desa
dengan data Kecamatan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Fokus
penelitian di Kecamatan Muara Muntai dilakukan pada lima desa (Batuq, Rebaq
Rinding, Muara Muntai Ulu, Muara Muntai Ilir, dan Kayu Batu), sedangkan di
Kecamatan Muara Wis pada Desa Muara Wis dan Sabemban. Adapun jumlah
Rumah Tangga Perikanan (RTP) sektor Perikanan di Kecamatan Muara Muntai
dan Muara Wis, dapat dilihat pada Tabel 5.11 dan 5.12. Hasil perhitungan nilai
LQ yang berupa nilai indeks pada masing-masing desa di Kecamatan Muara
Muntai dan Muara Wis tersaji pada Tabel 5.13 dan Tabel 5.14.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


34
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel. 5.11. RTP (Orang) Kecamatan Muara Muntai Tahun 2014
Perairan
Nomor Desa Keramba Jumlah
Umum
1. Batuq 86,4 123 209,4
2. Rebaq Rinding 121 211 332
3. Muara Muntai Ulu 69,1 464 533,1
4. Muara Muntai Ilir 51,8 101 152,8
5. Kayu Batu 103,7 349 452,7
Jumlah 1728 3163 4891
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Kartanegara, 2015

Tabel 5.12 RTP (Orang) Kecamatan Muara Wis Tahun 2014


Perairan
Nomor Desa Keramba Jumlah
Umum
1. Muara Wis 652 552 1204
2. Sebemban 163 160 323

Jumlah 2054 2073 4127


Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Kartanegara, 2015

Tabel 5.13. Nilai Indeks LQ Beberapa Desa di Kecamatan Muara Muntai


Perairan Umum
Nomor Desa Xij / Xi. X.j / X.. LQ
1. Batuq 0,41261 0,3533 1,17 Basis
2. Rebaq Rinding 0,36446 0,3533 1,03 Basis
3. Muara Muntai Ulu 0,12962 0,3533 0,37 Non Basis
4. Muara Muntai Ilir 0,33901 0,3533 0,96 Non Basis
5. Kayu Batu 0,22907 0,3533 0,65 Non Basis
Keramba
Nomor Desa Xij / Xi. X.j / X.. LQ
1. Batuq 0,58739 0,6467 0,91 Non Basis
2. Rebaq Rinding 0,63554 0,6467 0,98 Non Basis
3. Muara Muntai Ulu 0,87038 0,6467 1,35 Basis
4. Muara Muntai Ilir 0,66099 0,6467 1,02 Basis
5. Kayu Batu 0,77093 0,6467 1,19 Basis
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


35
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 5.14. Nilai Indeks LQ Beberapa Desa di Kecamatan Muara Wis

Perairan Umum
Nomor Desa Xij / Xi. X.j / X.. LQ
1. Muara Wis 0.54153 0.4977 1.09 Basis
2. Sebemban 0.50464 0.4977 1.01 Basis

Keramba
Nomor Desa Xij / Xi. X.j / X.. LQ
1. Muara Wis 0.45847 0.5023 0.913 Non Basis
2. Sebemban 0.49536 0.5023 0.986 Non Basis
Sumber: Analisis Data Sekunder, 2015
Berdasarkan hasil perhitungan LQ di dua kecamatan, maka usaha di
perairan umum (kegiatan penangkapan ikan) yang menjadi sektor basis adalah
di Desa Batuq, Rebaq Rinding, untuk wilayah Kecamatan Muara Muntai,
selanjutnya Desa Muara Wis dan Sebemban untuk Kecamatan Muara Wis.
Dalam rangka ekstensifikasi usaha, maka Desa Muara Muntai Ilir Kecamatan
Muara Muntai masih sangat prospek untuk menjadikan usaha di perairan umum
(kegiatan perikanan tangkap) sebagai sektor basis. Usaha budidaya ikan
(keramba) menjadi sektor basis di Desa Muara Muntai Ulu, Muara Muntai Ilir,
dan Kayu Batu di Kecamatan Muara Muntai. Walaupun sampai saat ini usaha
budidaya ikan sebagai sektor basis pada tiga desa di Kecamatan Muara
Muntai, namun desa yang lain cukup potensial untuk dikembangkan, seperti
Desa Batuq dan Rebaq Rinding.

5. Peternakan

Pengembangan ternak di Kecamatan Muara Muntai dan Muara Wis


didasarkan hasil analisis LQ yang dibandingkan dengan jumlah penduduk di
setiap desa dalam suatu kecamatan diketahui memiliki LQ > 1. Selain
menggunakan LQ, digunakan juga indeks konsentrasi ternak (IKT) yang
merupakan indeks antara jumlah ternak suatu desa terhadap rata-rata ternak
dari suatu kecamatan. Hasil analisis LQ dan IKT di masing-masing kecamatan
berdasarkan jenis ternak disajikan pada Tabel 5.15 sampai Tabel 5.24.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


36
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 5.15. Nilai LQ dan IKT Sapi Potong di Kecamatan Muara Muntai
Populasi
No. Desa LQ IKT Keterangan
Sapi Potong
1 Perian 5 0,13 0,14 Non basis
2 Muara Leka 4 0,16 0,11 Non basis
3 Muara Aloh 14 0,93 0,40 Non basis
4 Jantur 0 0,00 0,00 Non basis
5 Batuq 36 4,13 1,02 Basis
6 Rebaq Rinding 0 0,00 0,00 Non basis
7 Muara Muntai Ulu 84 3,04 2,37 Basis
8 Muara Muntai Ilir 12 0,68 0,34 Non basis
9 Kayu Batu 16 0,90 0,45 Non basis
10 Jantur Selatan 21 0,75 0,59 Non basis
11 Tanjung Batuq Harapan 0 0,00 0,00 Non basis
12 Pulau Harapan 50 3,71 1,41 Basis
13 Jantur Baru 6 0,42 0,17 Non basis
Jumlah 248

Tabel 5.16. Nilai LQ dan IKT Kerbau di Kecamatan Muara Muntai


Populasi
No. Desa LQ IKT Keterangan
Kerbau
1 Perian 0 0,00 0,00 Non basis
2 Muara Leka 0 0,00 0,00 Non basis
3 Muara Aloh 19 0,62 0,26 Non basis
4 Jantur 0 0,00 0,00 Non basis
5 Batuq 20 1,13 0,28 Basis
6 Rebaq Rinding 0 0,00 0,00 Non basis
7 Muara Muntai Ulu 0 0,00 0,00 Non basis
8 Muara Muntai Ilir 0 0,00 0,00 Non basis
9 Kayu Batu 0 0,00 0,00 Non basis
10 Jantur Selatan 0 0,00 0,00 Non basis
11 Tanjung Batuq Harapan 0 0,00 0,00 Non basis
12 Pulau Harapan 405 14,78 5,63 Basis
13 Jantur Baru 60 2,08 0,83 Basis
Jumlah 504

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


37
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 5.17. Nilai LQ dan IKT Kambing di Kecamatan Muara Muntai

Populasi
No. Desa LQ IKT Keterangan
Kambing
1 Perian 0 0,00 0,00 Non basis
2 Muara Leka 0 0,00 0,00 Non basis
3 Muara Aloh 0 0,00 0,00 Non basis
4 Jantur 0 0,00 0,00 Non basis
5 Batuq 0 0,00 0,00 Non basis
6 Rebaq Rinding 10 20,64 7,00 Basis
7 Muara Muntai Ulu 0 0,00 0,00 Non basis
8 Muara Muntai Ilir 0 0,00 0,00 Non basis
9 Kayu Batu 0 0,00 0,00 Non basis
10 Jantur Selatan 0 0,00 0,00 Non basis
11 Tanjung Batuq Harapan 0 0,00 0,00 Non basis
12 Pulau Harapan 0 0,00 0,00 Non basis
13 Jantur Baru 0 0,00 0,00 Non basis
Jumlah 10

Tabel 5.18. Nilai LQ dan IKT Ayam Kampung di Kecamatan Muara Muntai

Populasi
No. Desa Ayam LQ IKT Keterangan
Kampung
1 Perian 350 0,33 0,37 Non basis
2 Muara Leka 500 0,77 0,53 Non basis
3 Muara Aloh 250 0,62 0,26 Non basis
4 Jantur 300 0,46 0,32 Non basis
5 Batuq 400 1,72 0,42 Basis
6 Rebaq Rinding 350 1,09 0,37 Basis
7 Muara Muntai Ulu 1235 1,68 1,31 Basis
8 Muara Muntai Ilir 880 1,88 0,93 Basis
9 Kayu Batu 1340 2,84 1,42 Basis
10 Jantur Selatan 250 0,34 0,26 Non basis
11 Tanjung Batuq Harapan 200 1,49 0,21 Basis
12 Pulau Harapan 350 0,97 0,37 Non basis
13 Jantur Baru 200 0,53 0,21 Non basis
Jumlah 6605

Di Kecamatan Muara Muntai, basis pengembangan sapi potong terdapat


di desa Batuq, desa Muara Muntai Ulu, dan desa Pulau Harapan.

Pengembangan Kerbau berada di desa batuq, Pulau Harapan, dan Jantur Baru.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


38
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Kambing hanya di desa Rebaq Rinding, dan ayam kampung
pengembangannya terdapat di desa Batuq, Rebaq Rinding, Muara Muntai Ulu,
Muara Muntai Ilir, Kayu Batu, dan Tanjung Batuq Harapan.
Tabel 5.19. Nilai LQ dan IKT Sapi Potong di Kecamatan Muara Wis
Populasi Sapi
No. Desa LQ IKT Keterangan
Potong
1 Lebak Cilong 26 0,17 0,12 Non basis
2 Lebak Mantan 56 0,45 0,27 Non basis
3 Muara Wis 291 1,83 1,40 Basis
4 Sebemban 456 5,25 2,19 Basis
5 Melintang 0 0,00 0,00 Non basis
6 Enggelam 4 0,05 0,02 Non basis
7 Muara Enggelam 0 0,00 0,00 Non basis
Jumlah 833

Tabel 5.20. Nilai LQ dan IKT Kerbau di Kecamatan Muara Wis


Populasi
No. Desa LQ IKT Keterangan
Kerbau
1 Lebak Cilong 0 0,00 0,00 Non basis
2 Lebak Mantan 0 0,00 0,00 Non basis
3 Muara Wis 367 2,07 1,59 Basis
4 Sebemban 23 0,24 0,10 Non basis
5 Melintang 471 2,68 2,04 Basis
6 Enggelam 0 0,00 0,00 Non basis
7 Muara Enggelam 64 0,94 0,28 Non basis
Jumlah 925

Tabel 5.21. Nilai LQ dan IKT Kambing di Kecamatan Muara Wis


Populasi
No. Desa LQ IKT Keterangan
Kambing
1 Lebak Cilong 5 0,32 0,24 Non basis
2 Lebak Mantan 75 5,99 3,61 Basis
3 Muara Wis 0 0,00 0,00 Non basis
4 Sebemban 3 0,35 0,14 Non basis
5 Melintang 0 0,00 0,00 Non basis
6 Enggelam 0 0,00 0,00 Non basis
7 Muara Enggelam 0 0,00 0,00 Non basis
Jumlah 83

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


39
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 5.22. Nilai LQ dan IKT Babi di Kecamatan Muara Wis
Populasi
No. Desa LQ IKT Keterangan
Babi
1 Lebak Cilong 0 0,00 0,00 Non basis
2 Lebak Mantan 0 0,00 0,00 Non basis
3 Muara Wis 0 0,00 0,00 Non basis
4 Sebemban 0 0,00 0,00 Non basis
5 Melintang 0 0,00 0,00 Non basis
6 Enggelam 22 9,57 4,00 Basis
7 Muara Enggelam 0 0,00 0,00 Non basis
Jumlah 22

Tabel 5.23. Nilai LQ dan IKT Ayam Kampung di Kecamatan Muara Wis
Populasi Ayam Keterangan
No. Desa Kampung LQ IKT
1 Lebak Cilong 37 0,78 0,58 Non basis
2 Lebak Mantan 26 0,68 0,41 Non basis
3 Muara Wis 128 2,62 2,01 Basis
4 Sebemban 0 0,00 0,00 Non basis
5 Melintang 10 0,21 0,16 Non basis
6 Enggelam 44 1,65 0,69 Basis
7 Muara Enggelam 10 0,53 0,16 Non basis
Jumlah 255

Tabel 5.24. Nilai LQ dan IKT itik di Kecamatan Muara Wis


No. Desa Populasi Itik LQ IKT Keterangan
1 Lebak Cilong 20 0,46 0,34 Non basis
2 Lebak Mantan 25 0,71 0,43 Non basis
3 Muara Wis 144 3,22 2,46 Basis
4 Sebemban 0 0,00 0,00 Non basis
5 Melintang 8 0,18 0,14 Non basis
6 Enggelam 21 0,86 0,36 Non basis
7 Muara Enggelam 16 0,93 0,27 Non basis
Jumlah 234

Basis pengembangan sapi potong di kecamatan Muara Wis berada di


desa Muara Wis dan Sebembam. Kedua desa tersebut memiliki LQ > 1, begitu
juga dengan IKT > 1. Untuk ter nak kerbau, basis pengembangannya berada di
desa Muara Wis dan desa Melintang. Seperti halnya pada sapi potong, kedua
desa ini memiliki LQ > 1 dan IKT > 1. Ternak kambing, basis
pengembangannya hanya di desa Lebak Mantan, dan ternak babi basis

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


40
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
pengembangannya hanya di desa Enggelam. Pada ternak unggas, ayam
kampung basis pengembangannya berada di desa Muara Wis dan Enggelam,
sedangkan itik hanya di desa Muara Wis.

5.1.2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Penentuan strategi Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan


Hortikultura di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai dibuat dengan
memperhatikan tiga faktor yaitu: (1) Ekologi, (2) Ekonomi dan (3) Sosial.
Kemudian Aktor yang dianggap penting dalam keberhasilan Strategi
Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai, dan turut berperan dalam kegiatan ini adalah, (1)
pemerintah, (2) masyarakat, (3) swasta, seperti yang terlihat pada struktur
hirarki pada gambar di bawah ini.

Level 1 Strategi Pengembangan Pertanian


Tanaman Pangan dan Hortikultura
Tujuan

Level 2 Ekologi Ekonomi Sosial

Faktor

Level 3 Pemerintah Masyarakat Swasta

Aktor

Level 4 Budidaya Olahan

Alternatif

Gambar 5.1. Model Struktur Hierarki Penentuan Prioritas Kegiatan Strategi


Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai

Pengambilan ketiga faktor yang menjadi dasar penentuan strategi


pengembangan pertanian terpadu (tanaman pangan dan hortikultura) ini,
mengacu pada teori bahwa yang menjadi dasar kebijakan dalam pengelolaan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


41
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
sumber daya alam dan lingkungan mengacu pada prinsip-prinsip
Ekologi, Ekonomi dan Sosial (Sutjahjo, 2007). Setelah penentuan hirarki
tersebut di atas, maka kemudian dilakukan analisis menggunakan bantuan
software Expert Choice dengan output sebagai berikut:

Gambar 5.2. Model Struktur Hierarki Penentuan Prioritas Kegiatan Strategi


Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai

Screen output menggunakan software Expert Choice di atas merupakan


hasil analisis terhadap isian kuesioner beberapa pakar untuk memberikan bobot
dan menentukan prioritas. Secara jelas dapat dilihat pada Tabel 5.25 dan
Gambar 5.3 sebagai berikut:
Tabel 5.25. Nilai Prioritas Faktor/Prinsip
No. Faktor Bobot Prioritas
1. Ekonomi 0,540 1
2. Ekologi 0,297 2
3. Sosial 0,163 3
Sumber : Data Primer Diolah, 2015.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


42
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Gambar 5.3. Hasil Perhitungan Aspek Faktor/Prinsip Kegiatan Strategi
Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai dengan Software
Expert Choice 2000

Tabel dan gambar di atas menunjukkan bahwa faktor ekonomi adalah


prioritas utama dalam menentukan strategi pengembangan pertanian
tanaman pangan dan hortikultura, kemudian diikuti oleh faktor ekologi dan
sosial. Berdasarkan hasil analisis di atas juga terlihat nilai inkonsistensi index
menunjukkan nilai 0,01 yang berarti hasil di atas telah sesuai dengan
persyaratan Saaty, sehingga kemudian analisis dilanjutkan dengan penentuan
prioritas untuk aktor sebagaimana yang terlihat pada Tabel 5.26 dan Gambar
5.4. berikut:
Tabel 5.26 Nilai Prioritas untuk Aktor
No. Aktor Bobot Prioritas
1. Masyarakat 0,540 1
2. Pemerintah 0,297 2
3. Swasta 0,163 3
Sumber : Data Primer Diolah, 2015.

Gambar 5.4. Hasil Perhitungan Prioritas Aktor dalam Penentuan Strategi


Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai dengan Software
Expert Choice 2000

Hasil analisis pada Tabel 5.26 menunjukkan bahwa masyarakat berperan


sangat besar dalam keberhasilan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan
dan Hortikultura di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai, kemudian peran
pemerintah dan terakhir adalah swasta. Sistem pertanian

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


43
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
berbasis kearifan lokal adalah salah satu pola terbaik yang dapat
diadopsi dalam pengembangan suatu daerah khususnya pada sektor pertanian.
Peran aktif masyarakat menjadi prioritas utama dalam keberhasilan tujuan
pengembangan ini, karena masyarakat adalah pelaku utama dilapangan.
Selain masyarakat, peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan juga
sangat besar. Pemerintah dituntut harus dapat merencanakan dan
melaksanakan berbagai program dan kebijakan-kebijakan yang sejalan untuk
Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai dengan tetap memperhatikan faktor ekonomi,
ekologi maupun sosial sebagai modal dasar Pengembangan Pertanian.
Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai juga perlu didukung atau ditopang
oleh pihak swasta. Pihak swasta diharapkan dapat turut berperan dalam
pengembangan sektor pertanian di Kecamatan Muara Muntai dan Muara Wis
melalui program pembinaan, pendampingan, atau bahkan masuk dalam rantai
agribisnis baik dalam sektor budidaya, industri (pengolahan) maupun
pemasaran. Sinergitas dari ketiga aktor ini adalah penentu keberhasilan dalam
pengembangan pertanian terpadu di kedua kecamatan tersebut.
Kemudian pada gambar di atas juga terlihat bahwa nilai rasio
inkonsistensi adalah 0,01 dimana menurut Saaty (1983), nilai rasio
inkonsistensi dibawah 0,06 adalah konsisten dan analisis dapat dilanjutkan
dengan melakukan matriks perbandingan berpasangan untuk menentukan
pilihan Strategi Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan matriks
perbandingan berpasangan dengan software expert choice seperti yang terlihat
pada gambar-gambar berikut di bawah ini.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


44
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Gambar 5.5. Hasil Analisis AHP Pemerintah Terhadap Seluruh Pilihan Strategi
Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Kecamatan Muara Wis Dan Muara Muntai

Gambar 5.6. Hasil Analisis AHP Masyarakat Terhadap Seluruh Pilihan Strategi
Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


45
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Gambar 5.7. Hasil Analisis AHP Swasta Terhadap Seluruh Pilihan Strategi
Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai

Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas dengan software expert


choice 2000 dalam upaya menentukan inkonsistensi terhadap Strategi
Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai seperti yang terlihat pada gambar-gambar berikut
di bawah ini:

Gambar 5.8. Grafik Hasil Analisis Sensitivitas (Model Performance) Pilihan


Strategi Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


46
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Gambar 5.9. Grafik Hasil Analisis Sensitivitas (Model Dinamic) Pilihan Strategi
Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai

Hasil analisis sensitivitas dengan software expert choice 2000


menunjukkan bahwa nilai rasio inkonsistensi adalah 0,0 dimana hal ini berarti
bahwa hasil analisis penentuan pilihan Strategi Pengembangan Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai
dengan AHP adalah telah sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan
oleh Saaty (1983) dimana hasil perhitungan tersebut dapat lebih jelas terlihat
pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.10. Perhitungan Nilai Rasio Inkonsistensi dan Prioritas Strategi


Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai Secara Keseluruhan

Hasil analisis AHP dengan software expert choice 2000 menunjukkan


prioritas kebijakan seperti yang tercantum pada Tabel 4.27 di bawah ini.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


47
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 5.27. Nilai Prioritas Pilihan Strategi
No. Pilihan Strategi Bobot Prioritas
1. Budidaya 0,643 1
2. Olahan (Agroindustri) 0,357 2
Sumber : Data Primer Diolah, 2015.

Gambar 5.11. Hirarki Keseluruhan dalam Strategi Pengembangan Pertanian


Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kecamatan Muara Wis
dan Muara Muntai

Strategi Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis


dan Muara Muntai dibuat dengan memperhatikan faktor: (1) Ekologi, (2)
Ekonomi dan (3) Sosial. Aktor ini juga dianggap penting dalam keberhasilan
Strategi Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis dan
Muara Muntai, dimana dianggap berperan dalam kegiatan ini yaitu, (1)
pemerintah, (2) masyarakat, (3) swasta, seperti yang terlihat pada struktur
hirarki pada gambar di bawah ini.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


48
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Level 1 Strategi Pengembangan Perikanan
Terpadu Muara Wis dan Muara Muntai
Tujuan

Level 2 Ekologi Ekonomi Sosial

Faktor

Level 3 Pemerintah Masyarakat Swasta

Aktor

Level 4 Budidaya Tangkap Olahan

Alternatif

Gambar 5.12 Model Struktur Hierarki Penentuan Prioritas Kegiatan Strategi


Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis
dan Muara Muntai

Gambar 5.13. Model Struktur Hierarki Penentuan Prioritas Kegiatan Strategi


Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis
dan Muara Muntai dengan Software Expert Choice 2000

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


49
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Analisis ini dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000
dengan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel 5.28 dan gambar 5.14
sebagai berikut.
Tabel 5.28. Nilai Prioritas Faktor/Prinsip
No. Faktor Bobot Prioritas
1. Ekonomi 0,649 1
2. Sosial 0,279 2
3. Ekologi 0,072 3
Sumber : Hasil analisa 2015.

Gambar 5.14. Hasil Perhitungan Aspek Faktor/Prinsip Kegiatan Strategi


Pengembangan Perikanan Terpadu Di Kecamatan Muara Wis
dan Muara Muntai dengan Software Expert Choice 2000

Berdasarkan hasil analisis di atas, nilai inkonsistensi index menunjukkan


nilai 0,06 yang berarti hasil di atas telah sesuai dengan persyaratan Saaty,
sehingga kemudian analisis dilanjutkan dengan penentuan prioritas untuk aktor
sebagaimana yang terlihat pada Tabel 5.29 berikut ini.
Tabel 5.29. Nilai Prioritas untuk Aktor
No. Aktor Bobot Prioritas
1. Pemerintah 0,649 1
2. Masyarakat 0,279 2
3. Swasta 0,072 3
Sumber : Hasil analisa, 2015.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


50
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Hasil analisis pada Tabel 5.29 menunjukkan bahwa pemerintah
berperan sangat besar dalam keberhasilan Pengembangan Perikanan Terpadu
di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai, kemudian peran masyarakat dan
terakhir adalah swasta. Peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus
dapat merencanakan dan melaksanakan berbagai program dan kebijakan-
kebijakan yang sejalan untuk Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai dengan tetap memperhatikan faktor ekonomi,
sosial maupun ekologi sebagai modal dasar Pengembangan Perikanan
Terpadu. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat juga dilakukan melalui kerjasama
dengan pihak perguruan tinggi maupun institusi lain mempunyai peran untuk
melakukan pembelajaran kepada masyarakat agar pengetahuan masyarakat
meningkat dan tidak hanya memperoleh pengetahuan yang turun temurun atau
dari melihat masyarakat lain yang ada di sekitarnya. Masyarakat juga memiliki
andil yang besar terhadap Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai. Jumlah rumah tangga perikanan baik yang
bergerak di bidang perikanan umum maupun budidaya merupakan modal awal
yang dapat mempengaruhi keberhasilan Pengembangan Perikanan Terpadu di
Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai. Hal ini disebabkan masyarakat
merupakan pihak yang terlibat langsung melakukan berbagai aktivitas
perikanan dan berdampak secara langsung terhadap pendapatan masyarakat
itu sendiri (motor ekonomi). Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai juga cukup oleh pihak swasta, karena pihak
swasta melalui perpanjangan tangan mereka dalam rantai penjualan juga dapat
memberikan pengatahuan-pengetahuan kepada masyarakat yang menjadi
bagian binaan perusahaan sebagai mata rantai ekonomi yang
berkesinambungan Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara
Wis dan Muara Muntai dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi, sangat
diperlukan koordinasi dan kerjasama yang harmonis dari semua stakeholder di
atas, sehingga dapat diperoleh suatu kebijakan untuk Pengembangan
Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai. Uraian di atas
juga dapat dilihat pada gambar berikut di bawah ini.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


51
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Gambar 5.15. Hasil Perhitungan Prioritas Aktor dalam Penentuan Strategi
Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis
dan Muara Muntai Dengan Software Expert Choice 2000

Pada gambar di atas juga terlihat bahwa nilai rasio inkonsistensi adalah
0,06 dimana menurut Saaty (1983), nilai rasio inkonsistensi dibawah 0,06
adalah konsisten dan analisis dapat dilanjutkan dengan melakukan matriks
perbandingan berpasangan untuk menentukan pilihan Strategi Pengembangan
Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan matriks
perbandingan berpasangan dengan software expert choice 2000 seperti yang
terlihat pada gambar-gambar berikut di bawah ini.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


52
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Gambar 5.16 Hasil Analisis AHP Pemerintah Terhadap Seluruh Pilihan
Strategi Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai

Gambar 5.17. Hasil Analisis AHP Masyarakat Terhadap Seluruh Pilihan


Strategi Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


53
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Gambar 5.18. Hasil Analisis AHP Swasta Terhadap Seluruh Pilihan Strategi
Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis
dan Muara Muntai

Analisis sensitivitas dilakukan dengan software expert choice 2000


dalam upaya menentukan inkonsistensi terhadap Strategi Pengembangan
Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai seperti yang
terlihat pada gambar-gambar berikut di bawah ini.

Gambar 5.19. Grafik Hasil Analisis Sensitivitas (Model Performance) Pilihan


Strategi Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


54
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Gambar 5.20. Grafik Hasil Analisis Sensitivitas (Model Dinamic) Pilihan Strategi
Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis
dan Muara Muntai

Hasil analisis sensitivitas dengan software expert choice 2000


menunjukkan bahwa nilai rasio inkonsistensi juga 0,03 dimana hal ini berarti
bahwa hasil analisis penentuan pilihan Strategi Pengembangan Perikanan
Terpadu di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai dengan AHP adalah telah
sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh Saaty (1983) dimana
hasil perhitungan tersebut dapat lebih jelas terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.21. Perhitungan Nilai Rasio Inkonsistensi dan Prioritas Strategi


Pengembangan Perikanan Terpadu di Kecamatan Muara Wis
dan Muara Muntai Secara Keseluruhan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


55
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Hasil analisis AHP dengan software expert choice 2000 menunjukkan
prioritas kebijakan seperti yang tercantum pada Tabel 5.30 di bawah ini.
Tabel 5.30 Nilai Prioritas Pilihan Strategi
No. Pilihan Strategi Bobot Prioritas
1. Perikanan Budidaya 0,595 1
2. Perikanan Tangkap 0,274 2
3. Pengolahan 0,131 3
Sumber : Hasil analisa, 2015.

Gambar 5.22. Hirarki Keseluruhan dalam Strategi Pengembangan Perikanan


Terpadu di Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai

Jenis ternak yang dipelihara di Kec. Muara Muntai dan Muara Wis adalah
sapi potong, kerbau, kambing, dan ayam kampung (KDA BPS Kukar, 2015).
Dari keempat komoditas tersebut ditentukan jenis ternak yang paling
memungkinkan untuk dikembangkan berdasarkan daya dukung lahan (DDL),
nilai ekonomi (NE), kemudahan teknis pemeliharaan (KTP), dan sarana
pendukung (SP).
Langka pertama yang dilakukan adalah Dekomposisi
Masalah/Menyusun Hirarki, Dekomposisi masalah adalah langkah mencapai
tujuan (Goal) yang telah ditetapkan, selanjutnya diuraikan secara sistematis ke
dalam struktur yang menyusun rangkaian sistem hingga tujuan dapat dicapai
secara rasional. Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


56
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur
hierarki. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 5.23 di bawah ini.

Hierarki Komoditi ternak yang akan


I dikembangkan

Hierarki Daya dukung Nilai ekonomi Kemudahan teknis Sarana pendukung


(NE) pemeliharaan (SP)
II lahan (DDL)
(KTP)

Hierarki Sapi potong Kerbau Kambing Ayam


III kampung

Gambar 5.23. Penyusunan Hierarki Dalam Mengembangkan Komoditi Ternak


Unggulan Di Kecamatan Muara Muntai Dan Muara Wis

Berdasarkan hasil pembobotan pada hierarki II diperoleh nilai sebagaimana


disajikan pada Tabel 5.31 di bawah ini.
Tabel 5.31. Hasil Pembobotan pada Hierarki Ke-2 atau Hierarki Kriteria
Kriteria DDL NE KTP SP
DDL 1/5 1/5 5
NE 1 9
KTP 9
SP

Dalam matriks hasil pembobotan tersebut, nampak bahwa dalam


perbandingan berpasangan untuk daya dukung lahan (DDL) dan nilai ekonomi
(NE), dimana NE dianggap lebih penting dibandingkan dengan DDL. Begitu
juga antara DDL dibandingkan dengan kemudahan teknis pemeliharaan (KTP),
dimana KTP dianggap lebih penting dibandingkan dengan DDL. Namun
demikian, DDL dianggap lebih penting dibandingkan dengan sarana pendukung
(SP). Bila membandingkan NE terhadap KTP menunjukkan tingkat kepentingan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


57
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
yang sama, dan mutlak lebih penting dibandingkan SP. Sedangkan KTP mutlak
lebih penting dibandingkan SP.
Sama seperti halnya penilaian pada hierarki ke-2, pada hierarki ke-3 juga
memiliki interpretasi yang sama, seperti yang disajikan pada Tabel 5.32 berikut:
Tabel 5.32. Daya Dukung Lahan (DDL)
Alternatif Sapi potong Kerbau Kambing Ayam kampung
Sapi potong 1/7 1/5 1/6
Kerbau 2 2
Kambing 1/2
Ayam kampung

Tabel 5.33. Nilai Ekonomi (NE)


Alternatif Sapi potong Kerbau Kambing Ayam kampung
Sapi potong 1/5 1/6 1/7
Kerbau 1/2 1/3
Kambing 1
Ayam kampung

Tabel 5.34. Kemudahan Teknis Pemeliharaan (KTP)


Alternatif Sapi potong Kerbau Kambing Ayam kampung
Sapi potong 1/3 5 7
Kerbau 8 9
Kambing 1
Ayam kampung

Tabel 5.35. Sarana Pendukung (SP)


Alternatif Sapi potong Kerbau Kambing Ayam kampung
Sapi potong 1/3 4 5
Kerbau 6 8
Kambing 1
Ayam kampung

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


58
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Langkah berikutnya yang dilakukan adalah penyusunan matriks dan uji
konsistensi, dalam kegiatan ini ada beberapa langkah yang harus dilalui.
Langkah pertama adalah menyusun matriks kriteria dan matriks alternatif ke
dalam bentuk matriks reciprocalnya masing-masing, sebagaimana pada Tabel
5.36 s/d Tabel 5.40.
Tabel 5.36. Kriteria (matriks 1)
Kriteria DDL NE KTP SP
DDL 1 1/5 1/5 5
NE 5 1 1 9
KTP 5 1 1 9
SP 1/5 1/9 1/9 1

Tabel 5.37 Daya Dukung Lahan (DDL) (matriks 2)


Alternatif Sapi potong Kerbau Kambing Ayam kampung
Sapi potong 1 1/7 1/5 1/6
Kerbau 7 1 2 2
Kambing 5 1/2 1 1/2
Ayam kampung 6 1/2 2 1

Tabel 5.38. Nilai Ekonomi (NE) (matriks 3)


Alternatif Sapi potong Kerbau Kambing Ayam kampung
Sapi potong 1 1/5 1/6 1/7
Kerbau 5 1 1/2 1/3
Kambing 6 2 1 1
Ayam kampung 7 3 1 1

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


59
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 5.39. Kemudahan Teknis Pemeliharaan (KTP) (matriks 4)
Alternatif Sapi potong Kerbau Kambing Ayam kampung
Sapi potong 1 1/3 5 7
Kerbau 3 1 8 9
Kambing 1/5 1/8 1 1
Ayam kampung 1/7 1/9 1 1

Tabel. 5.40. Sarana Pendukung (SP) (matriks 5)


Alternatif Sapi potong Kerbau Kambing Ayam kampung
Sapi potong 1 1/3 4 5
Kerbau 3 1 6 8
Kambing ¼ 1/6 1 1
Ayam kampung 1/5 1/8 1 1

Pada langkah-langkah berikutnya adalah merubah angka dalam matriks


dari nilai fraksi ke dalam bentuk desimal, melakukan normalisasi pada kelima
matriks desimal yang telah dibuat di atas, menentukan nilai Eigenvektor utama
(EV), dengan merata-ratakan nilai baris pada tiap-tiap elemen, menentukan
nilai Eigen terbesar (Lambda maksimum) untuk tiap-tiap matriks, dan terakhir
adalah menentukan nilai indeks konsistensi atau Consistency Index (CI) sesuai
dengan persamaan yang telah dibahas sebelumnya sehingga diperoleh nilai CI
Pada Tabel 5.40 berikut ini:
Tabel 5.41. Nilai Consistency Index (CI)

Matriks Consistency Index ( CI )


I 0,067074
II 0,029842
III 0,028625
IV 0,045838
V 0,036424

Nilai CI yang diperoleh di atas selanjutnya dibandingkan dengan


nilai random index (RI) untuk ordo n = 4 (karena terdapat 4 elemen dalam tiap

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


60
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
matriks), maka nilai RI yang digunakan adalah 0,9. Konsistensi yang dapat
diterima apabila nilai CR<10% (CR<0,1).
Nilai CR yang dihasilkan menunjukkan bahwa semua penilaian dilakukan
secara konsisten dan hasil pembobotan dapat diterima berdasarkan konsistensi
pengisiannya.
Tahap berikutnya adalah penetapan prioritas pada masing-masing
hierarki dengan menggunakan matriks yang telah dikonversi ke dalam bentuk
desimal, selanjutnya akan dilakukan sistesis atau penetuan prioritas. Hasil
perhitungan secara manual, maka diperoleh nilai bobot pada hierarki ke-2,
sebagaimana tertera pada Tabel 5.41.
Tabel 5.42. Prioritas pada Kriteria Hierarki ke-2
No Hierarki II Bobot Prioritas
1 Daya dukung lahan (DDL) 0,114 2
2 Nilai ekonomi (NE) 0,424 1
3 Kemudahan teknis pemeliharaan (KTP) 0,424 1
4 Sarana pendukung (SP) 0,037 3

Berdasarkan hasil sintesis pembobotan di atas, diketahui bahwa aspek


nilai ekonomi dan aspek kemudahan teknis pemeliharaan merupakan kriteria
yang menjadi prioritas utama untuk menentukan jenis komoditi ternak yang
akan dikembangkan di kecamatan Muara Muntai dan Muara Wis, selanjutnya
adalah aspek daya dukung lahan, dan pertimbangan terakhir adalah saran
pendukung dalam pemeliharaan ternak.
Setelah melakukan penetapan prioritas pada hierarki II, selanjutnya
penetapan prioritas pada hierarki ke-3. Pada prinsipnya adalah bahwa tiap-tiap
alternatif komoditi akan dinilai karakteristik atau tingkat kepentingannya
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Setelah dilakukan penghitungan
secara manual terhadap masing-masing alternatif pada kriteria daya dukung
lahan, nilai ekonomi, kemudahan teknis pemeliharaan, dan sarana pendukung,
maka dilakukan pembobotan yang merupakan matriks perkalian antara kriteria
hierarki ke-2 dan ke-3. Dengan demikian diperoleh bobot sebagaimana tertera
pada Tabel 5.43.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


61
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 5.43. Prioritas Pada Hierarki ke-3.
No Hierarki III Bobot Prioritas

1 Sapi potong 0,235 2

2 Kerbau 0,404 1

3 Kambing 0,159 4

4 Ayam kampung 0,202 3

Berdasarkan hasil analisis AHP terhadap prioritas pengembangan ternak


berdasarkan kriteria daya dukung lahan, nilai ekonomi, kemudahan teknis
pemeliharaan, dan sarana pendukung di kecamatan Muara Muntai dan Muara
Wis, nampak bahwa nilai ekonomi dan kemudahan teknis pemeliharaan
merupakan hal utama yang menjadi perhatian. Daya dukung lahan, hingga saat
ini dirasakan cukup memadai sehingga tidak terlalu dipentingkan. Hal ini juga
berkaitan dengan sistem pemeliharaan ternak yang biasa dilakukan oleh
masyarakat sekitar. Pada umumnya sistem pemeliharaan ternak di kecamatan
Muara Muntai dan Muara Wis adalah secara semi intensif hingga ekstensif.
Yaitu sistem pemeliharaan ternak dimana ternak dilepas untuk mencari makan
sendiri pada siang hari, dan kembali ke kandang pada sore hari atau bahkan
dilepas sepanjang waktu untuk mencari makan sendiri. Kembali ke kandang
(kalang) ketika musim banjir. Berarti, sistem pemeliharaannya lebih ditekankan
kepada sistem integrasi dengan tanaman kehutanan atau tanaman
perkebunan, dimana harapannya dapat mendukung zero cost. Oleh karena itu,
pertimbangan aspek ekonomi dan kemudahan teknis pemeliharaan menjadi
prioritas.
Dalam menunjang sistem pemeliharaan tersebut, maka pemilihan ternak
menjadi hal yang penting. Petani di kecamatan Muara Muntai dan Muara Wis
lebih menyukai memelihara kerbau. Hal ini menjadi pertimbangan utama,
karena sistem pemeliharaan kerbau secara ekstensif dirasakan cukup
menguntungkan secara ekonomi, selain itu tidak direpotkan dengan berbagai
persyaratan dalam usaha pemeliharaan ternak.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


62
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
5.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan
Karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan ini mengacu
pada karakteristik lahan yang ditetapkan oleh Puslitbangtanak (2003) dan hasil
evaluasinya yang didukung oleh data hasil analisis tanah di laboratorium
(Lampiran 2)
Penilaian kesesuaian lahan dalam kaitan ini dilakukan sampai pada
tingkat sub-klas. Pada tingkat kelas kesesuaian lahan mencakup kelas sangat
sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N).
Kemudian untuk sampai pada tingkat sub-klas setiap kelas dibedakan lagi
berdasarkan faktor pembatasnya. Berikut hasil analisis kesesuaian lahan aktual
dan faktor pembatasnya disajikan seperti Tabel 5.44 dan 5.45.
Tabel 5.44. Hasil Evaluasi Lahan Tanaman Pangan dan Palawija, Hortikultura,
dan Perkebunan di Kecamatan Muara Wis.
Kelas
Kecamatan
No. Komoditas Kesesuaian Faktor Pembatas
dan Desa
Aktual
Padi Sawah Nfh Curah hujan, KTK,
Kejenuhan basa, pH (H2O),
1. Tanaman C-Organik, dan genangan
Pangan dan Padi Ladang Nfh KTK, Kejenuhan basa, pH
Palawija (H2O), C-Organik, dan
genangan
Jagung Nfh Curah hujan, KTK,
Kejenuhan basa, pH (H2O),
C-Organik, dan genangan
Ubi Kayu Nfh Tekstur, KTK, , pH (H2O),
C-Organik, dan genangan
Kacang Tanah Nfh Curah hujan, KTK, pH
(H2O), C-Organik, dan
genangan
Cabe Merah Nfh Curah hujan, KTK,
Kejenuhan basa, pH (H2O),
2. Tanaman C-Organik, dan genangan
Sayuran Kubis Nfh Curah hujan, KTK,
kejenuhan basa, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Buncis Nfh Temperatur, Curah hujan,
KTK, kejenuhan basa, pH,
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Kacang Nfh Temperatur, Curah hujan,
Panjang KTK, kejenuhan basa, pH,
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


63
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Bayam Nfh Temperatur, Curah hujan,
KTK, kejenuhan basa, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Mentimun Nfh Curah hujan, KTK, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Terung Nfh Curah hujan, KTK, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Sawi Nfh Temperatur, Curah hujan,
KTK, pH, C-Organik, bahaya
erosi, dan genangan
Brokoli Nfh Curah hujan, KTK, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Tomat Nfh Curah hujan, KTK, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Mangga Nfh Drainase, KTK, pH (H2O), C-
3. Buah-buahan Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Rambutan Nfh Curah Hujan, drainase, KTK,
pH (H2O), C-Organik, bahaya
erosi, dan genangan
Durian Nfh Curah Hujan, drainase, KTK,
pH (H2O), C-Organik, bahaya
erosi, dan genangan
Semangka Nfh Curah Hujan, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Melon Nfh Curah Hujan, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Cempedak Nfh Drainase, KTK, pH (H2O), C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Sukun Nfh Drainase, KTK, pH (H2O), C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Salak Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


64
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Klengkeng Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Nenas Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Kelapa Sawit Nfh Curah hujan, drainase,
4. Perkebunan KTK, pH (H2O), C-Organik,
bahaya erosi, dan banjir.
Karet Nfh Curah hujan, drainase,
kejenuhan basa, pH (H2O),
bahaya erosi, dan banjir.
Lada Nfh Curah hujan, drainase,
KTK, pH (H2O), bahaya
erosi, dan banjir.
Kakao Nfh Curah hujan, drainase,
KTK, pH (H2O), C-Organik,
bahaya erosi, dan banjir.
Kopi Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi,
dan banjir.

Tabel 5.45. Hasil Evaluasi Lahan Tanaman Pangan dan Palawija,


Hortikultura, dan Perkebunan di Kecamatan Muara Muntai
Kelas
Kecamatan
No. Komoditas Kesesuaian Faktor Pembatas
dan Desa
Aktual
Padi Sawah Nfh Curah hujan, KTK,
Kejenuhan basa, pH (H2O),
1. Tanaman C-Organik, dan genangan
Pangan dan Padi Ladang Nfh KTK, Kejenuhan basa, pH
Palawija (H2O), C-Organik, dan
genangan
Jagung Nfh Curah hujan, KTK,
Kejenuhan basa, pH (H2O),
C-Organik, dan genangan
Ubi Kayu Nfh Tekstur, KTK, , pH (H2O),
C-Organik, dan genangan
Kacang Tanah Nfh Curah hujan, KTK, pH
(H2O), C-Organik, dan
genangan
Cabe Merah Nfh Curah hujan, KTK,
Kejenuhan basa, pH (H2O),
2. Tanaman C-Organik, dan genangan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


65
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Sayuran Kubis Nfh Curah hujan, KTK, kejenuhan
basa, pH, C-Organik, bahaya
erosi, dan genangan
Buncis Nfh Temperatur, Curah hujan, KTK,
kejenuhan basa, pH, C-Organik,
bahaya erosi, dan genangan
Kacang Nfh Temperatur, Curah hujan, KTK,
Panjang kejenuhan basa, pH, C-Organik,
bahaya erosi, dan genangan
Bayam Nfh Temperatur, Curah hujan, KTK,
kejenuhan basa, pH, C-Organik,
bahaya erosi, dan genangan
Mentimun Nfh Curah hujan, KTK, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Terung Nfh Curah hujan, KTK, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Sawi Nfh Temperatur, Curah hujan, KTK,
pH, C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Brokoli Nfh Curah hujan, KTK, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Tomat Nfh Curah hujan, KTK, pH, C-
Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Mangga Nfh Drainase, KTK, pH (H2O), C-
3. Buah-buahan Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Rambutan Nfh Curah Hujan, drainase, KTK,
pH (H2O), C-Organik, bahaya
erosi, dan genangan
Durian Nfh Curah Hujan, drainase, KTK,
pH (H2O), C-Organik, bahaya
erosi, dan genangan
Semangka Nfh Curah Hujan, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi, dan
genangan
Melon Nfh Curah Hujan, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


66
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
erosi, dan genangan
Cempedak Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Sukun Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Salak Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Klengkeng Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Nenas Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi,
dan genangan
Kelapa Sawit Nfh Curah hujan, drainase, KTK,
pH (H2O), C-Organik,
4. Perkebunan
bahaya erosi, dan banjir.
Karet Nfh Curah hujan, drainase,
kejenuhan basa, pH (H2O),
bahaya erosi, dan banjir.
Lada Nfh Curah hujan, drainase, KTK,
pH (H2O), bahaya erosi, dan
banjir.
Kakao Nfh Curah hujan, drainase, KTK,
pH (H2O), C-Organik,
bahaya erosi, dan banjir.
Kopi Nfh Drainase, KTK, pH (H2O),
C-Organik, bahaya erosi,
dan banjir.

Berdasarkan hasil evaluasi lahan seperti pada Tabel 5.44. dan Tabel
5.45. di atas, menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan aktual di Kecamatan
Muara Wis dan Muara Muntai umumnya berada pada kelas lahan Tidak Sesuai
(N) dengan faktor pembatas utama adalah genangan. Faktor pembatas ini
merupakan faktor pembatas yang sangat berat untuk suatu kesesuaian lahan
yang sangat sulit untuk diperbaiki. Kenyataan menunjukkan bahwa di wilayah
studi (Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai) merupakan daerah rawan
tergenang air dengan kedalaman yang cukup tinggi. Pada musim tertentu
disaat bersamaan musim hujan dan naiknya pasang surut air laut,
menyebabkan dua kecamatan ini mengalami penggenangan (banjir) yang

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


67
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
cukup dalam, bahkan dapat mencapai 2 meter dengan durasi waktu genangan
yang cukup lama yaitu dapat mencapai sekitar 3 bulan. Mengingat faktor
pembatas genangan ini merupakan faktor pembatas yang sangat sulit untuk
diperbaiki atau kalaupun dapat diperbaiki membutuhkan biaya yang cukup
besar bahkan dapat melebihi dari keuntungan usahatani yang dilakukan, maka
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor pembatas genangan
tersebut adalah dengan mengatur jadwal tanam. Jadwal tanam dimaksud
adalah petani harus menghindari kegiatan usaha taninya pada saat terjadi
banjir yang dalam.
Disamping itu, terdapat berbagai faktor pembatas lainnya seperti
temperatur, curah hujan, drainase, KTK, kejenuhan basa, pH, C-Organik, dan
bahaya banjir. Namun faktor pembatas tersebut berkisar pada nilai S2 dan S3
dengan pertimbangan faktor pembatas tersebut masih dapat diperbaiki dengan
teknologi yang ada. Terkait faktor pembatas temperatur dapat diatasi dengan
pemberian naungan pada usahatani yang sedang diusahakan baik berupa
paranet ataupun dengan penanaman tanaman pelindung. Namun demikian,
pemasangan paranet tentunya membutuhkan biaya yang besar, sedangkan
untuk tanaman pelindung dipilih tanaman yang tidak memiliki persaingan yang
ketat terhadap tanaman utama. Untuk curah hujan, khususnya kekeringan
dapat diatasi dengan pengairan, seperti pembuatan saluran irigasi dan sarana
irigasi lainnya. Intinya adalah tanaman harus mendapatkan air pada saat tidak
terjadi hujan. Untuk KTK, kejenuhan basa, pH dan C-Organik dapat diperbaiki
dengan memberikan input kedalam tanah dengan memberikan kapur atau
pupuk. Pupuk yang tepat adalah pupuk organik karena pupuk organik ini selain
memiliki sifat alami yang ramah lingkungan, juga memberikan sumbangan
unsur hara pada tanah dan tanaman serta memperbaiki ruang tanah untuk
pergerakan akar yang lebih baik. Terkait dengan erosi walaupun dengan tingkat
bahaya erosi yang lebih kecil, namun dapat diperbaiki dengan penerapan
kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dalam keguatan usahatani yang sedang
dilaksanakan.
Kelas kesesuaian lahan pada kondisi aktual sebagaimana dijelaskan
di atas, menyatakan kesesuaian lahan berdasarkan data dari hasil survey dan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


68
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
belum mempertimbangkan masukan-masukan yang diperlukan untuk
mengatasi kendala atau faktor pembatas yang berupa sifat fisik lingkungan
termasuk sifat-sifat tanah dalam hubungannnya dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Lahan dengan kelas kesesuaian S2 pada dasarnya
memiliki faktor pembatas yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas
pertanian, sehingga memerlukan masukan (input) untuk memperbaiki faktor
pembatas tersebut, demikian pula pada lahan kelas S3, namun masukan yang
dibutuhkan untuk memperbaiki faktor pembatas pada kelas lahan S3 lebih
besar dibandingkan dengan lahan dengan kelas S2. Dengan memberikan
masukan untuk memperbaiki faktor pembatas diharapkan lahan tersebut
potensinya masih dapat ditingkatkan yaitu dari kondisi kesesuaian lahan aktual
menjadi kesesuaian lahan potensial. Usaha-usaha perbaikan ini harus
memperhatikan aspek ekonominya atau dengan kata lain perbaikan yang
dilakukan secara ekonomis memberikan keuntungan yaitu jika modal atau
investasi dan teknologi yang diberikan dibandingkan dengan nilai produksi yang
akan dihasilkan masih mampu memberikan keuntungan.

5.2. Tingkat Perkembangan Wilayah dan Desain Kawasan


5.2.1. Analisis Skalogram dan Sentralistis
Kelengkapan dan pemenuhan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
suatu wilayah menggambarkan tingkat perkembangan suatu wilayah atau
kawasan. kecamatan muara wis dan kecamatan muara muntai merupakan
kecamatan yang memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang beragam. Untuk
mengetahui tingkat perkembangan kawasan di wilayah kecamatan muara wis
dan muara muntai dilakukan dengan menggunakan analisis skalogram. Dalam
analisis skalogram, akan dihasilkan hierarki wilayah berdasarkan kelengkapan
fasilitas yang dimiliki. Hierarki wilayah yang paling tinggi ditentukan oleh
semakin banyaknya jenis dan jumlah fasilitas yang dimiliki dan demikian
sebaliknya, semakin sedikit fasilitas yang dimiliki terutama dari segi jenis
fasilitas, menggambarkan semakin rendahnya hierarki wilayah.
Data-data fasilitas yang dikaji berupa sarana dan parsarana pendidikan,
energi, kesehatan, keagamaan, irigasi dan sumber air bersih,fasilitas
kebersihan, kelembagaan ekonomi, kelembagaan kemasyarakatan, dan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


69
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
kelembagan keamanan. Fasilitas sarana dan prasaranan tersebut tentunya
sangat diperlukan guna untuk pengembangan kawasan pertanian terpadu.
Hierarki wilayah desa berdasarkan hasil analisis skalogram pada kecamatan
muara wis dan muara muntai di Kabupaten Kutai Kartanegara disajikan pada
tabel 5.46.
Tabel 5.46. Hierarkhi Wilayah Desa Kecamatan Muara Wis Dan Muara Muntai
Kabupaten Kutai Kartanegara Berdasarkan Sarana dan Prasarana
yang Dimiliki.
Jumlah Luas
Jumlah Jumlah
No. Kecamatan Desa Penduduk Wilayah
Jenis Unit
(jiwa) (km2)
1. Muara Wis 1.785 95,07 27 110
2. Sebemban 972 244,61 12 25
3. Lebak Cilong 1.730 178,26 23 91
4. Muara Wis Lebak Mantan 1.408 364,43 25 141
5. Melintang 1.773 131,52 16 58
6. Enggelam 975 74,27 17 48
7. Muara Enggelam 685 20,00 20 33
8. Muara Muntai Ilir 1.441 21,70 27 72
9. Muara Muntai Ulu 2.260 17,10 27 91
10. Kayu Batu 1.477 430,73 21 42
11. Rebag Rinding 983 10,65 15 25
12. Batuq 713 63,25 18 35
13. Perian 3.253 104,28 22 106
14. Muara Muara Leka 1.991 24,64 21 145
15. Muntai Muara Aloh 1.231 44,88 16 26
16. Jantur 2.000 52,28 16 29
17. Jantur Selatan 2.292 53,50 12 28
Tanjung Batuq
18. 412 49,50 6 6
Harapan
19. Pulau Harapan 1.103 12.89 11 15
20. Jantur Baru 1.160 43.30 13 27
Sumber : Kecamatan Dalam AngkaMuara Wis dan Muara Muntai, BPS 2015
dan Hasil Analisis skalogram

Hasil analisis skalogram pada Tabel 5.46. menunjukkan bahwa desa


yang menduduki hierarkhi wilayah tertinggi berdasarkan kelengkapan jenis
fasilitas atau sarana prasarana yang dimiliki adalah Desa Muara Wis, Desa
Muara Muntai Ulu, dan Desa Muara Muntai Ilir dengan jumlah 27 jenis sarana
dan prasarana yang dimiliki. Ketiga desa tersebut walaupun memiliki jumlah
jenis sarana dan prasarana yang sama akan tetapi memiliki jumlah unit sarana

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


70
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
dan prasarana yang berbeda, yaitu Muara Wis memiliki sarana dan prasarana
sebanyak 110 unit, Muara Muntai Ilir 91 unit, dan Muara Muntai Ulu 72 unit.
Desa Muara Wis terletak di ibu kota kecamatan dengan jumlah penduduk
1.785 jiwa dan luas wilayah 95,07 km2 yang sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian petani baik pertanian tanaman pangan, nelayan dan
peternak. Selain Muara Wis, desa yang juga termasuk hierarkhi wilayah
tertinggi adalah Desa Muara Muntai Ilir dengan penduduk 1.441 jiwa dan luas
wilayah 21,70 km2 dan desa Muara Muntai Ulu dengan jumlah penduduk 2.260
jiwa dan luas wilayah 17.10 km2 yang termasuk dalam Kecamatan Muara
Muntai dengan 27 jenis sarana dan prasarana.
Desa Muara Wis, Muara Muntai Ilir dan Muara Muntai Ulu nampak lebih
berkembang dibandingkan desa lainnya hal ini ditunjukkan oleh kelengkapan
sarana dan prasarana yang dimilikinya diantaranya sarana pendidikan, energi,
kesehatan, keagamaan, irigasi dan sumber air bersih, pengelolaan sampah,
kantor desa dan balai desa, lembaga ekonomi, lembaga keamanan, dan
lembaga kemasyarakatan. Berbagai faktor yang menyebabkan ketiga desa ini
lebih berkembang dibandingkan desa lainnya diantaranya, desa muara wis dan
desa muara muntai ulu merupakan ibu kota kecamatan atau sebagai Pusat
Pemerintahan yang juga sekaligus pusat berbagai dinas/instansi tingkat
kecamatan berada, diantaranya kantor camat, UPTD Peternakan, UPTD
Perkebunan, UPTD Peternakan, UPTD Pertanian, UPTD Pariwisata, UPTD
Sosial, kantor pos dan giro, KUA, BPPK, PLN, PDAM, Polsek, dan Puskesmas.
Keberadaan Muara Muntai Ulu sebagai Ibu kota kecamatan membuat desa
yang ada dibagian hilirnya yaitu desa muara muntai ilir juga mengalami
perkembangan karena kedua desa ini berdampingan dan berjarak sangat
dekat.
Selanjutnya untuk mengelompokkan hierarkhi wilayah desa dapat
dilakukan dengan analisis sentralitas. Dalam analisis sentralitas, parameter
yang diukur adalah kelengkapan fasilitas yang dimiliki setiap desa. Hasil
analisis ini akan menggambarkan tingkat perkembangan desa yang dapat
dibagi atas tiga kelompok yaitu :

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


71
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
a. Kelompok I adalah adalah desa dengan tingkat perkembangan tinggi
(maju) yaitu apabila memiliki nilai indeks sentralitas jenis fasilitas
sebesar nilai rata-rata + 2 kali standar deviasi.
b. Kelompok II adalah desa dengan tingkat perkembangan sedang yaitu
apabila memiliki nilai indeks sentralitas jenis fasilitas sebesar nilai
rata-rata sampai rata-rata + 2 kali standar deviasi
c. Kelompok III adalah desa dengan tingkat perkembangan rendah
(relatif tertinggal) yaitu apabila mamiliki nilai indeks sentralitas jenis
fasilitas kurang dari nilai rata-rata.
Berdasarkan hasil analisis sentralitas terhadap kelengkapan sarana dan
prasarana yang dimiliki seluruh desa di kecamatan muara wis dan muara
muntai di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, diperoleh tiga kelompok
perkembangan desa seperti pada Tabel 5.47.
Tabel 5.47. Tingkat Perkembangan Desa di Wilayah Kecamatan Muara Wis
dan Kecamatan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara
Berdasarkan Analisis Sentralitas.
Perkembangan Indeks Kecamatan Kelompok Desa
No.
Desa Sentralitas
1. Tingkat Muara Wis
perkembangan Muara Wis Lebak Cilong
tinggi (maju) Lebak Mantan
> 60,32 Muara Muntai Ilir
Muara Muntai Ulu
Muara Muntai
Perian
Muara Leka

2. Tingkat
perkembangan 57,05 - 60,32 Melintang
Muara Wis
sedang

Sebemban
Muara Wis Enggelam
3. Tingkat Muara Enggelam
perkembangan Kayu Batu
rendah (relatif < 57,05 Rebag Rinding
tertinggal Batuq
Muara Aloh
Jantur
Muara Muntai
Jantur Selatan
Tanjung Batuq Harapan
Pulau Harapan
Jantur Baru

Hasil Analisis Sentralitas, 2015

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


72
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Pada Tabel 4.47. menunjukkan Desa Muara Wis, Lebak Cilong, dan
Lebak Mantan di Kecamatan Muara Wis dan Desa Muara Muntai Ilir, Muara
Muntai Ulu, Perian, dan Muara Leka di Kecamatan Muara Muntai merupakan
kelompok desa yang sudah mengalami tingkat perkembangan wilayah tinggi
atau lebih maju dengan nilai indeks sentralitas > 60,32. Kemudian desa
melintang merupakan desa yang masuk dalam kategori atau kriteria tingkat
perkembangan sedang karena indeks sentralitasnya berada di atas angka rata-
rata dan di bawah nilai sentralitas. Selanjutnya, Sebemban, Enggelam, dan
Muara Enggelam kecamatan Muara Wis dan Kayu Batu, Rebag Rinding, Batuq,
Muara Aloh, Jantur, Jantur Selatan, Tanjung batuq Harapan, Pulau harapan
dan Jantur Baru termasuk kategori tingkat perkembangan rendah (relatif
tertinggal).
Dalam rangka pengembangan kawasan pertanian terpadu di
kecamatan muara muntai dan muara wis daya dukung sumberdaya manusia,
baik petani yang berhimpun dalam kelompok tani/nelayan maupun penyuluh
memiliki peran yang sangat strategis. Berdasarkan data yang dihimpun jumlah
kelompok tani di masing-masing kecamatan sebagai berikut:
a. Kecamatan muara muntai terdiri atas : 34 kelompok tani dengan
jumlah anggota 769 orang.
b. Kecamatan muara wis terdiri atas : 36 kelompok tani dengan 915
orang anggota kelompok tani.
Secara lengkap data kelompok tani dan penyuluh pertanian dapat di lihat pada
Lampiran 3.

5.2.2. Hasil Analisis Spasial (Keruangan)


Kecamatam muara wis dan muara muntai berdasarkan peta hidrologi
pada 7 (tujuh) desa yang di survei memiliki karakteristik lahan yang dapat
dibagi 3 kategori yaitu berawa dalam, berawa dangkal dan tergenang periodik
(Lampiran 4). Secara detail luas lahan ketiga karakteristik tersebut disajikan
pada Tabel 5.48.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


73
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 5.48 Luas Lahan Berdasarkan Hidrologi di 7 (tujuh) desa di Kec. Muara Muntai
dan kec. Muara Wis
No. Nama Kecamatan Luas Lahan ( hektar )
LUAS
dan Desa Rawa Rawa Tergenang Sungai Danau Kering Jumlah DESA
Dalam Dangkal Periodik besar

A. Kec. Muara Muntai


1. Desa Batuq 805 830 1443 291 0 149 3518 3518
2. Desa Rebak
Rinding 384 323 616 85 103 129 1640 1640
3. Desa Ma.Muntai
Ulu 48 187 381 10 20 70 716 716
4. Desa Ma. Muntai
Ilir 1650 528 372 96 11 170 2827 2827
5. Desa Kayu Batu 477 625 1659 148 10 2199 5118 5118

B. Kec. Muara Wis


1. Desa Sebemban 2133 1467 1479 341 0 261 5681 5681
2. Desa Muara Wis 2018 962 2089 216 736 1674 7695 7695
Jumlah Luas 7515 4922 8039 1187 880 4652 27195 27195
Sumber : Peta Hidrologi Kecamatan Muara Wis dan Muara Muntai

Berdasarkan keruangan, wilayah yang berawa dalam tidak sesuai untuk


usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura, tetapi dapat diusahakan
usaha peternakan khususnya komoditi kerbau kalang dan usaha perikanan
karena lahan ini tergenang di atas 6 bulan sampai dengan 9 bulan dengan
ketinggian di atas 4 (empat) meter.
Wilayah yang berawa dangkal masih dapat diusahakan untuk tanaman
padi sawah, usaha peternakan khusus kerbau kalang karena tinggi genangan
mencapai 2 s/d 4 meter dengan lama 3 s/d 6 bulan sehingga bercocok tanam
padi harus memperhitungkan waktu terjadinya banjir.
Wilayah yang cukup potensial untuk dikembangkan padi sawah, ladang,
ternak sapi dan ikan secara terpadu adalah lahan yang tergenang secara
periodik karena lahan ini tergenang maksimal 3 s/d 6 bulan dengan ketinggian

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


74
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
kurang dari 2 meter. Secara lengkap Peta Administrasi, RTRW di 7 (tujuh)
desa Kec. Muara Wis dan Muara Muntai, RTRW Kab. Kutai Kartanegara 2013-
2033, Peta Tofografi 7 (tujuh) desa Kec. Muara Wis dan Muara Muntai dan Peta
Hidrologi 7 (tujuh) desa Kec. Muara Wis dan Muara Muntai disajikan pada
Lampiran 4.
4.3. Hasil Analisis Laboratorium
Dalam survei identifikasi desain kawasan pengembangan pertanian
terpadu dilakukan analisis laboratorium pada sampel tanah dan air. Hasil
analisis tanah digunakan sebagai bahan untuk menyusun analisis kesesuaian
lahan seperti yang telah diuraikan pada sub bab 4.1.3. Adapun hasil analisis
laboratorium secara lengkap disajikan pada Lampiran 2. Selain analisis tanah
dilakukan pula analisis kualitas air sebagaimana disajikan pada Lampiran 3.
Hasil analisis kualitas air diuraikan sebagai berikut:
Perbandingan hasil pengukuran dilapangan dan analisis laboratorium
dengan standar baku mutu untuk kegiatan budidaya ikan air tawar (kelas II)
menurut PP No.82 Tahun 2001 dan kondisi perairan yang baik untuk
menunjang kegiatan budidaya ikan air tawar terlihat pada Tabel 4.49.

Tabel 5.49. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air

Suhu DO pH BOD-5 Nitrat Fospat


Stasiun 0
C Mg/l Mg/L Mg/L Mg/L
MMU 26.5 4.65 6.97 1.12 2.63 0.03
KB 26.8 4.60 7.35 1.11 1.80 <0.002
RR 26.7 4.15 7.11 1.10 4.23 0.01
B1 28.8 4.93 6.56 1.18 9.74 0.02
B2 26.7 4.50 6.75 1.20 7.77 <0.002
Perairan yang baik
Standar Bakumutu PP No. 82
untuk menunjang
Parameter Tahun 2001 untuk Kegiatan
kegiatan Budidaya
Budidaya air tawa (kelas II)
ikan air tawar
Suhu Deviasi 3 28 0C – 32 0C
DO 4 mg/l > 5 mg/l
pH 6–9 6.8 – 8.5
Nitrat 10 mg/l  5 mg/l
Fosfat 0,2 mg/l < 1 mg/l
BOD 3 mg/l 0 – 10 mg/l

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


75
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Parameter Suhu

Data hasil pengukuran suhu dilapangan pada 5 stasiun seperti terlihat


pada tabel 5.49. Menurut PP No.82 Tahun 2001 (kelas II) kisaran suhu untuk
kegiatan budidaya air tawar adalah deviasi 3 sedangkan toleransi suhu perairan
yang baik untuk menunjang pertumbuhan optimal dari beberapa ikan budidaya
air tawar seperti ikan mas dan nila adalah 28 oC. Berdasarkan pengukuran
dilapangan, suhu tertinggi berada di titik B1 dengan nilai 28,8 oC dan suhu
terendah berada di titik MMU yaitu 26,5 oC.
Suhu mempunyai peranan penting dalam menentukan pertumbuhan ikan
yang dibudidaya, kisaran yang baik untuk menunjang pertumbuhan optimal
adalah 28 oC – 32 oC. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan suhu air di lokasi
studi masih layak dan memenuhi syarat untuk dilakukan kegiatan usaha
budidaya ikan.
Suhu yang didapat dari hasil penelitian berkisar antara 26,5 oC – 28,8 oC
dan termasuk ke dalam suhu normal yang dibutuhkan ikan untuk dapat
berkembang dan bertahan hidup. Menurut Kordi dan Tancung (2010), kisaran
suhu optimum bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28 – 32°C.
pada suhu 18 – 25°C ikan masih bertahan hidup meski nafsu makan mulai
menurun, sedangkan pada 12 °C - 18°C mulai berbahaya bagi ikan, dan di
bawah 12°C ikan tropis akan mati kedinginan.

DO ( oksigen Terlarut)

Hasil pengukuran DO (oksigen terlarut) di lapangan pada 5 stasiun


seperti terlihat pada table 4.49. Berdasarkan standar baku mutu air PP. No 82
Tahun 2001 (kelas II), kisaran oksigen terlarut untuk kegiatan budidaya ikan
yaitu > 4 mg/l. Hasil pengukuran pada lima stasiun pengamatan, DO tertinggi
terdapat berada di stasiun B1 dengan nilai 4,95 mg/L sedangkan DO terendah
terdapat pada stasiun RR dengan nilai 4,15 mg/L. Hal ini menunjukkan DO
pada lima stasiun pengamatan di lapangan dengan kisaran nilai 4,15 – 4,95
mg/L masih sangat menunjang untuk kelangsungan kegiatan budidaya ikan,
karena masih berada diatas batas baku mutu kualitas air menurut PP. No 82
Tahun 2001 (kelas II) yaitu > 4 mg/L.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


76
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Nilai sebaran oksigen terlarut di perairan pengamatan berada pada
kisaran 4.15 – 4,95 mg/l. Berdasarkan standar baku mutu air PP. No 82 Tahun
2001 (kelas II), kisaran oksigen terlarut untuk kegiatan budidaya ikan yaitu > 4
mg/l (Tatangindatu, dkk., 2013). Dari hasil penelitian dan literatur yang
mendukung dapat disimpulkan jika kadar oksigen terlarutnya masih layak untuk
kegiatan keramba. Namun rentang kadar oksigen terlarut yang didapat tidak
terlalu jauh karena tidak adanya pergerakan air sehingga tidak terjadi
pengadukan dan difusi oksigen dari udara tidak terlalu optimal. Sebagaimana
dalam literatur Slamet, dkk., (2008) bahwa sumber oksigen berasal dari bagian
permukaan air yang mudah terdifusi oksigen dari udara melalui gerakan ombak
dan kegiatan fotosintesa fitoplankton.

pH (derajat keasaman)

Hasil pengukuran pH di lima staisun pengamatan terlihat pada tabel x.


Hasil pengukuran pada lima stasiun pengamatan, pH terendah berada di
staisun B1 dengan nilai 6,56 sedangkan pH tertinggi terdapat pada stasiun KB
dengan nilai 7,35. Berdasarkan standart baku mutu air PP No.82 Tahun 2001
(kelas II), pH yang baik untuk kegiatan budidaya ikan air tawar berkisar antara 6
– 9. Hal ini menunjukkan bahwa pH di lokasi pengamatan masih berada dalam
batas alami dan masih layak untuk dilakukan kegiatan usaha budidaya karena
berada pada kisaran 6,56 – 7,35.
pH yang ideal bagi kehidupan biota air tawar adalah antara 6,8 - 8,5. pH
yang sangat rendah, menyebabkan kelarutan logam-logam dalam air makin
besar, yang bersifat toksik bagi organisme air, sebaliknya pH yang tinggi dapat
meningkatkan konsentrasi amoniak dalam air yang juga bersifat toksik bagi
organisme air.

BOD

Berdasarkan hasil yang diperoleh di lima stasiun pengamatan terlihat


pada tabel 4.49, maka nilai BOD tertinggi berada pada staisun pengamatan B2
dengan nilai 1,20 mg/L. Sedangkan nilai BOD terendah berada pada staisun
RR dengan nilai 1.10 mg/L.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


77
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Menurut standar bakumutu kualitas air PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II),
nilai BOD untuk kegiatan budidaya kurang dari 3 mg/L. Hal ini menunjukkan
bahwa parameter BOD di lokasi pengamatan di lima stasiun tidak melewati
batas bakumutu karena telah ditetapkan, karena masih berada pada kisaran
1.10 - 1,20 mg/L. BOD tinggi biasanya menunjukkan bahwa jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik
dalam air tersebut tinggi, akan tetapi di lima lokasi pengamatan hal ini tidak
terjadi dalam air sehingga masih terdapat oksigen. Pada lokasi stasiun
pengamatan masih kurang aktivitas yang memungkinkan dapat menyebabkan
meningkatkanya mikroorganisme sehingga mikroorganisme yang tumbuh
dalam air menyebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik),
oleh karena itu secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar
bahan organik dalam air.

Nitrat

Hasil pengukuran nitrat di diperoleh di lima stasiun pengamatan terlihat


pada tabel 4.49 Berdasarkan hasil pengamatan pada lima stasiun pengamatan,
kadar nitrat tertinggi pada stasiun B1 yaitu 9,75 mg/L sedangkan kadar nitrat
terendah pada stasiun KB 1,80 mg/L. Hasil tersebut bila dibandingkan dengan
standar baku mutu air PP. No 82 Tahun 2001 (kelas II) untuk kegiatan budidaya
ikan air tawar, masih sangat jauh dari batas yang ditentukan yaitu 10 mg/L.
Namun hal ini tentunya harus mendapatkan perhatian karena kadar nitrat yang
lebih dari 0.2 mg/L dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi perairan, dan
selanjutnya dapat menyebabkan blooming sekaligus merupakan faktor pemicu
bagi pesatnya pertumbuhan tumbuhan air seperti eceng gondok. Nitrat (NO3)
adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan sumber nutrisi
utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kadar nitrat
yang lebih dari 5 mg/L menggambarkan telah terjadinya pencemaran yaitu
terdapat pada stasiun B1 yaitu 9.74 mg/l dan B2 sebesar 7.77 mg/l.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


78
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Fosfat

Hasil pengukuran fosfat di diperoleh di lima stasiun pengamatan terlihat


pada tabel 4.49 berdasarkan hasil pengamatan di lima stasiun pengamatan
tidak terdapat nilat fosfat yang tinggi bahkan di stasiun KB dan B2 tidak
terdeteksi. Kadar fosfat tertinggi pada stasiun MMU yaitu 0,03 mg/L
sedangkan kadar fosfat terendah pada stasiun RR yaitu 0,01 mg/L. Biasanya
Fosfat yang disumbangkan ke dalam perairan dari aktivitas budidaya ikan
berasal dari sisa pakan pellet yang terbuang. Pakan Pellet yang diberikan
kepada ikan tidak semua dapat ditangkap oleh ikan, sebagian hanyut terbawa
arus dan turbulensi air yang disebabkan oleh pergerakan ikan saat berebut
menangkap makanan. Hancuran pellet biasanya terikut pada saat pemberian
pakan, dan hancuran yang berukuran kecil tersebut tidak ditangkap oleh ikan.
Proporsi pakan yang dapat ditangkap dan ditelan oleh ikan, hanya sebagian
yang diasimilasi, sedangkan yang lainnya dibuang sebagai faeces. Selanjutnya
dari total proporsi yang diasimilasi, hanya sebagian kecil yang digunakan
sebagai sumber energi dan pertumbuhan, karena sebagian dibuang melalui
proses ekskresi.

5.4. Strategi Kebijakan


5.4.1. Hasil Analisis Internal dan Eksternal
Hasil analisis SWOT terhadap faktor internal (kekuatan dan kelemahan)
dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam rangka pengembangan
kawasan pertanian terpadu (integrated farming) di Kecamatan Muara Wis dan
Kecamatan Muara Muntai sebagai berikut :
A. Analisis Faktor Internal (IFAS)
Faktor internal merupakan kekuatan (strenghts) dan kelemahan
(weaknesses) yang dimiliki oleh Kecamatan Muara Wis dan Kecamatan Muara
Muntai dalam rangka pengembangan pertanian terpadu di kedua wilayah
tersebut.
1. Kekuatan (Strenghts)
S1 : Ketersediaan lahan yang mendukung
S2 : Mayoritas penduduk sebagian besar bermata pencaharian di sektor
pertanian

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


79
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
S3 : Memiliki potensi jenis komoditas yang spesifik lokasi
S4 : Adanya UPTD dan Penyuluh
S5 : Adanya kelembagaan kelompok tani, nelayan, dan kelompok
Lainnya

2. Kelemahan (Weaknesses)
W1 : Kelembagaan ekonomi dan akses pasar masih terbatas
W2 : Infrastruktur terbatas
W3 : Kualitas sumber daya manusia (SDM) masih rendah
W4 : Kondisi lahan yang sering tergenang (banjir)
W5 : Produktivitas dan kualitas produk masih rendah
B. Analisis Faktor Ekternal (EFAS)
Faktor eksternal merupakan peluang (opportunities) dan ancaman
(threats) yang dimiliki oleh Kecamatan Muara Wis dan Kecamatan Muara
Muntai dalam rangka pengembangan pertanian terpadu di kedua wilayah
tersebut.
1. Peluang (Opportunities)
O1 : Potensi dana APBD dan APBN besar
O2 : Kebijakan transformasi SDA tidak terbarukan ke SDA terbarukan
O3 : Kebutuhan produk pertanian terus meningkat
O4 : Pemberlakuan pasar bebas ASEAN (MEA)
O5 : Peluang industri olahan

2. Ancaman (Threats)
T1 : Perubahan iklim global
T2 : Konversi lahan
T3 : Degradasi lahan akibat pencemaran lingkungan
T4 : Minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian (petani/
nelayan/peternak) menurun
T5 : Adanya produk komoditas sejenis yang lebih kompetitif dari luar

Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan)


dan faktor eksternal (peluang dan ancaman), selanjutnya dilakukan perhitungan
analisis SWOT dengan didasarkan pada pertimbangan/pendapat pakar (ahli)
dalam pemberian bobot dan skor. Hasil analisis untuk faktor internal (internal
strategic factors analysis summary/IFAS) disajikan pada Tabel 5.50. dan untuk
faktor eksternal (external strategic factors analysis summary/EFAS) pada Tabel
5.51.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


80
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Tabel 5.50. Hasil Perhitungan Analisis Kekuatan (Strenghts) dan Kelemahan
(Weaknesses)
Bobot Skor Total
No. Strenght (S)
(a) (b) (axb)
1 Ketersediaan lahan yang mendukung 0,3 3 0,9
Mayoritas penduduk sebagian besar bermata
0,3 4 1,2
2 pencaharian di sektor pertanian
3 Memiliki potensi jenis komoditas yang spesifik lokasi 0,2 3 0,6
4 Adanya UPTD dan Penyuluh 0,1 2 0,2
Adanya kelembagaan kelompok tani, nelayan, dan
0,1 2 0,2
5 lembaga lainnya
Total Strenght 1 3,1
Bobot Skor Total
No. Weaknesses (W)
(a) (b) (axb)
Kelembagaan ekonomi dan akses pasar masih
0,3 4 1,2
1 terbatas
2 Infrastruktur terbatas 0,2 3 0,6
3 Kualitas SDM masih rendah 0,15 2 0,3
4 Kondisi lahan yang sering tergenang (banjir) 0,2 4 0,8
5 Produktivitas dan kualitas produk masih rendah 0,15 2 0,3
Total Weaknesses 1 3,2
Selisih S - W (x) = -0,1

Tabel 5.51. Hasil Perhitungan Analisis Peluang (Opportunities) dan Ancaman


(Threats)

Bobot Skor Total


No. Opportunities (O)
(a) (b) (axb)
1 Potensi dana APBD dan APBN besar 0,3 3 0,9
Kebijakan transformasi SDA tidak terbarukan ke SDA
0,25 4 1
2 terbarukan
3 Kebutuhan produk pertanian terus meningkat 0,3 3 0,9
4 Pemberlakuan pasar bebas ASEAN (MEA) 0,05 1 0,05
5 Peluang industri olahan 0,1 3 0,3
Total Opportinities 1 3,15
Bobot Skor Total
No. Threats (T)
(a) (b) (axb)
1 Perubahan iklim global 0,2 2 0,4
2 Konversi lahan 0,2 2 0,4
3 Degradasi lahan akibat pencemaran lingkungan 0,25 3 0,75
Minat masyarakat untukbekerja di sektor pertanian
0,3 4 1,2
4 (petani/nelayan/peternak) menurun
Adanya produk komoditas sejenis yang lebih
0,05 2 0,1
5 kompetitif dari luar
Total Threats 1 2,85
Selisih O - T = 0,3

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


81
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Berdasarkan analisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor eksternal (peluang dan ancaman), dapat diperoleh 4 (empat) alternatif
strategi dalam pengembangan pertanian terpadu di Kecamatan Muara Wis dan
Kecamatan Muara Muntai sebagaimana disajikan pada Matriks SWOT pada
Tabel 5.52.
Tabel 5.52. Matriks SWOT IFAS dan EFAS
Strenghts (S) Weaknesses (W)
IFAS S1: Ketersediaan lahan yang W1 : Kelembagaan ekonomi dan
mendukung akses pasar masih terbatas
S2: Mayoritas penduduk sebagian W2 : Infrastruktur terbatas
besar bermata pencaharian di W3 : Kualitas SDM masih rendah
EFAS sektor pertanian W4 : Kondisi lahan yang sering
S3: Memiliki potensi jenis komoditas tergenang (banjir)
yang spesifik lokasi W5 : Produktivitas dan kualitas
S4: Adanya UPTD dan Penyuluh produk masih rendah
S : Adanya kelembagaan kelompok
tani, nelayan, dan kelompok
lainnya
Opportunities (O)
O1 : Potensi dana APBD dan APBN
besar
O2 : Kebijakan transformasi SDA
W–O
tidak terbarukan ke SDA S–O
(memanfaatkan peluang untuk
terbarukan (menggunakan kekuatan untuk
mengatasi/meminimalisir
O3 : Kebutuhan produk pertanian mencapai peluang)
kelemahan)
terus meningkat
O4 : Pemberlakuan pasar bebas
ASEAN (MEA)
O5 : Peluang industri olahan
Threats (T) :
T1 : Perubahan iklim global
T2 : Konversi lahan
T3 : Degradasi lahan akibat
S–T W–T
pencemaran lingkungan
(menggunakan kekuatan untuk (meminimalkan kelemahan dan
T4 : Minat masyarakat untuk bekerja
mengatasi ancaman) mengatasi ancaman)
disektor pertanian (petani/
nelayan/peternak) menurun
T5 : Adanya produk komoditas sejenis
yang lebih kompetitif dari luar

Berdasarkan matriks SWOT di atas, dapat diperoleh 4 alternatif strategi


dalam pengembangan kawasan pertanian terpadu di Kecamatan Muara Wis
dan Kecamatan Muara Muntai dengan rincian sebagai berikut :
1. Strategi S-O (Strength – Opportunity)
a. (S1 : O1) : memanfaatkan dana APBD Kabupaten, APBD Provinsi dan
APBN dalam pengembangan potensi lahan yang ada.
b. (S2 : O3) : mendorong masyarakat untuk meningkatkan produksi
pertaniannya guna memenuhi permintaan pasar yang semakin
meningkat.
c. (S3 : O4) : memanfaatkan keunggulan lokal (spesifik lokasi) untuk masuk
dalam pasar bebas ASEAN (MEA).
d. (S3 : O5) : mengebangkan industri olahan untuk memberikan nilai
tambah (added value) khususnya untuk komoditas lokal spesifik.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


82
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
e. (S4 : O1) : meningkatkan jumlah penyuluh dan kompensinya serta
peningkatan pelayananan UPTD dengan memanfaatkan dana APBD dan
APBN.
f. (S5 : O3) : meningkatkan kapasitas dan peranan kelembagaan kelompok
tani/nelayan/peternak untuk membuka akses pasar ASEAN.

2. Strategi W-O (Weakness – Opportunity)


a. (W1 : O4) : melakukan penataan, pembinaan dan menfasilitasi kelompok
ekonomi masyarakat sehingga produk pertaniannya dapat masuk dan
bersaing dalam pasar bebas ASEAN (MEA).
b. (W2 : O1) : mendorong pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar
dapat segera membenahi infrastuktur dalam mendukung pengembangan
kawasan pertanian terpadu.
c. (W3 : O1) : meningkatkan kapasitas SDM melalui pelatihan dan program
On Job Training pada sentra-sentra pertanian yang difasilitasi oleh dana
APBD dan APBN;
d. (W4 : O1) : melakukan perbaikan sistem drainase sehingga dapat
mengurangi/meminimalisir potensi terjadinya banjir di kawasan pertanian
dengan pendanaan dari APBD dan APBN.
e. (W5 : O5) : mendorong pengembangan industri olahan sehingga dapat
meningkatkan kualitas produk pertanian masyarakat.
f. (W2 : O2) : mendorong pembenahan infrastruktur pertanian dalam arti
luas menjadi bagian dari grand desain transformasi ekonomi yang
berbasis SDA yang tidak terbarukan menjadi SDA yang terbarukan.

3. Strategi S-T (Strength – Threath)

a. (S4 : T1) : mendorong peran aktif UPTD dan penyuluh dalam


penyesuaian pola usaha tani yang disinkronkan dengan perubahan iklim
(pola tanam yang tepat) sehingga ddapat mengurangi tingkat kerugian
masyarakat dalam mengelolaa usaha taninya.
b. (S5 : T2) : mendorong penguatan kelembangaan kelompok tani agar tidak
mudah mengalihkan lahan pertaniannya guna peruntukan lain (konversi
lahan diluar pertanian).
c. (S2 : T3) : mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk melakukan
pengawasan kegiatan-kegiatan baik oleh masyarakat maupun pihak
swasta (perusahaan) agar dalam melakukan kegiatan usahanya tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan (kegiatan yang ramah lingkungan).
d. (S4 : T4) : mendorong peran aktif UPTD dan penyuluh dalam
memberikan motivasi, pelayanan dan fasilitasi kepada masyarakat
sehingga dapat meningkatkan minatnya dalam bekerja disektor pertanian.
e. (S3 : T3) : mendorong masyarakat dengan mengembangkan komoditas
yang spesifik lokasi sesuai dengan kearifan lokal wilayah setempat.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


83
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
4. Strategi W – T (Weakness – Threath)

a. (W1 : T5) : meningkatkan kapasitas dan kompetensi kelembagaan petani


sehingga mampu menghasilkan produk pertanian yang kompetitif
termasuk membuka peluang terhadap akses pasar.
b. (W2 : T4) : meningkatkan dan membenahi infrastuktur sehingga dapat
mengatasi dan memudahkan akses terhadap pasar yang pada akhirnya
akan menimbulkan gairah masyarakat untuk bekerja disektor pertanian.
c. (W3 : T4) : meningkatkan kualitas SDM sehingga dapat menghasilkan
produk pertanian yang lebih kompetitif dan memiliki nilai tambah yang
akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan minat masayarakat
untuk bekerja disektor pertanian.
d. (W5 : T5) : meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian
sehingga dapat berkompetisi dengan produk sejenis yang berasal dari
luar.
e. (W4 : T2) : memperbaiki sistem drainase lahan sehingga dapat
mengurangi/meminimalisir terjadinya banjir dan meningkatkan
produktivitas lahan sehingga mengurangi minat masyarakat untuk
menjual lahannya yang selama ini kurang/tidak produktif untuk dikonversi
menjadi lahan diluar peruntukan pertanian.

5.4.2. Diagram Space


Berdasarkan hasil perhitungan analisis kekuatan dan kelemahan pada
Tabel 4.50. di atas, nilai faktor kekuatan diperoleh sebesar 3,1. Faktor kekuatan
adalah kompetensi khusus yang dimiliki oleh Kecamatan Muara Wis dan
Kecamatan Muara Muntai yang berakibat pada pemilikan keunggulan dalam
pengembangan kawasan pertanian terpadu pada daerah tersebut. Sedangkan
untuk faktor kelemahan diperoleh nilai sebesar 3,2. Faktor kelemahan adalah
keterbatasan atau kekurangan dalam hal sumber daya alam, keterampilan, dan
kemampuan yang menjadi penghalang bagi Kecamatan Muara Wis dan
Kecamatan Muara Muntai dalam pengembangan kawasan pertanian terpadu.
Selisih antara hasil analisis total faktor kekuatan dan faktor kelemahan
diperoleh nilai sebesar -0,1.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis peluang dan ancaman pada
Tabel 4.51. di atas, nilai faktor peluang diperoleh sebesar 3,15. Peluang adalah
berbagai situasi lingkungan yang menguntungkan yang dimiliki oleh Kecamatan
Muara Wis dan Kecamatan Muara Muntai dalam pengembangan kawasan
pertanian terpadu. Sedangkan nilai faktor ancaman diperoleh sebesar 2,85.
Faktor ancaman adalah faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


84
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
yang dimiliki oleh Muara Wis dan Kecamatan Muara Muntai dalam
pengembangan kawasan pertanian terpadu. Selisih antara hasil analisis total
faktor peluang dan faktor ancaman sebesar 0,3.
Hasil selisih faktor internal (IFAS) dan faktor eksternal (EFAS) dapat
dipetakan dalam diagram SWOT (matriks space) sebagai berikut :

Opportunity

0,3

Weakness Strenght
-0,1

Threat

Gambar 5.24. Matriks Space SWOT

Berdasarkan hasil pemetaan pada diagram SWOT (matriks space) di atas


menunjukan bahwa posisi kondisi Kecamatan Muara Wis dan Kecamatan
Muara Muntai dalam pengembangan kawasan pertanian terpadu berada pada
Kuadran III (memanfaatkan peluang untuk mengatasi/meminimalisir
kelemahan) atau menggunakan Strategi W-O. Berdasarkan analisis strategi
pada matriks SWOT, maka pilihan yang tepat/relevan untuk kondisi ini adalah
sebagai berikut :
1. (W1 : O4) : melakukan penataan, pembinaan dan menfasilitasi kelompok
ekonomi masyarakat sehingga produk pertaniannya dapat masuk dan
bersaing dalam pasar bebas ASEAN (MEA).

2. (W2 : O1) : mendorong pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar dapat
segera membenahi infrastuktur dalam mendukung pengembangan kawasan
pertanian terpadu.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


85
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
3. (W3 : O1) : meningkatkan kapasitas SDM melalui pelatihan dan program
On Job Training pada sentra-sentra pertanian yang difasilitasi oleh dana
APBD dan APBN;

4. (W4 : O1) : melakukan perbaikan sistem drainase sehingga dapat


mengurangi/meminimalisir potensi terjadinya banjir di kawasan pertanian
dengan pendanaan dari APBD dan APBN.

5. (W5 : O5) : mendorong pengembangan industri olahan sehingga dapat


meningkatkan kualitas produk pertanian masyarakat.

6. (W2 : O2) : mendorong pembenahan infrastruktur pertanian dalam arti


luas menjadi bagian dari grand desain transformasi ekonomi yang
berbasis SDA yang tidak terbarukan menjadi SDA yang terbarukan.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


86
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
DAFTAR PUSTAKA

BPS Kutai Kartanegara, 2014. Kutai Kartanegara Dalam Angka (2014).


Tenggarong, Kaltim.

BPS Kutai Kartanegara, 2015. Kecamatan Dalam Angka Muara Muntai (2015).
Tenggarong, Kaltim.

BPS Kutai Kartanegara, 2015. Kecamatan Dalam Angka Muara Wis (2015).
Tenggarong, Kaltim.

Eriyatno dan F. Sofjar. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian untuk


Pascasarjana. IPB Press.

Hood, 1998, Economic Analysis: A Location Quotient. Primer, Principal Sun


Region Associates, Inc.

Kordi, M. G. H., dan A. B. Tancung 2010. Pengelolaan Kualitas Air Dalam


Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.

Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Miller, M.M., G.N, Wright, 1991. Location Quotient Basic Tool for Economic
Development Analysis. Economic Development Review, 9(2), 65.

Pemerintah Republik Indonesia, 2001. Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan
Pengendalian Pencemaran Air Presiden Republik Indonesia.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat [PUSLITTANAK].


2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk komoditas Pertanian.
Puslittanak. Bogor.

Saaty, T.L. 1983. Decision Making for Leaders: the Analytical Hierarchy
Process for Decision in Complex World. RWS Publication, Pittsburgh.

Salikin, A. K. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Jogyakarta.

Sitorus, S.R.P. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung. 185 hal.

Slamet, B., I. W. Arthana, dan I. W. B. Suyasa. 2008. Studi Kualitas Lingkungan


Perairan di Daerah Budidaya Perikanan Laut di Teluk Kaping dan teluk
Pegametan, Bali. Jurnal Ecotrophic. 3 (1) : 16-20.
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
87
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Subandriyo, Bambang Setiadi, Dwi Priyanto, M. Rangkuti, Wahyuning Kusuma
S., Dewi Anggraeni, Ria Sari, Hastono, dan Oloan S. 1995. Analisis
potensi kambing PE dan sumber daya di daerah sumber bibit
pedesaan. Laporan Puslitbangnak. Bogor.

Surjono H. Sutjahjo, 2007. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam dan


Lingkungan. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suriansyah Haji Mawi. 2006. Laporan Perkembangan Ternak Kerbau Kalang di


Kabupaten Kutai Kartanegara. Dinas Peternakan Kabupaten Kutai
Kartanegara. Tenggarong.

Sustainable Communities/ZERI-NM. 2004. Integrated Farming System.

Tatangindatu, F., O. Kalesaran, dan R. Rompas. 2013. Studi Parameter Fisika


Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan,
Kabupaten Minahasa. Jurnal Budidaya Perairan. 1 (2) : 8-19.

UPTD Kecamatan Muara Wis. 2014. Data Produksi, Luas Panen dan
Produktifitas. Muara Wis, Kabupaten Kutai Kutai Kartanegara

UPTD Kecamatan Muara Muntai. 2014. Data Produksi, Luas Panen dan
Produktifitas. Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


88
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
89
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
90
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
91
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Lampiran 3. Hasil Analisis Air

Nomor Sampel : 795/AS/XI/2015


Kode Sampel : MMU
Jenis Contoh Uji : Air Sungai
Rentang Pengujian : 26-11-2015 s/d 08-12-2015
Tanggal/Jam Pengambilan Sampel : 15-11-2015/-
Tanggal/Jam Penerimaan di Lab : 25-11-2015/ 12.15 WITA
Metode Pengambilan : Sampel di antar sendiri oleh pelanggan.
Hasil Pengujian :
NO. PARAMETER SATUAN HASIL METODE
FISIKA
1. Temperatur* C 26.5 SNI 06.6989.23-2005
2. Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 16 SNI 06.6989.3-2004
KIMIA ANORGANIK
1. pH* - 6.97 SNI 06.6989.11-2004
2. BOD-5 mg/L 1.12 APHA,5210-B,22ND th.2012
3. COD mg/L 10.58 SNI 06.6989.73-2009
4. DO* mg/L 4.65 SNI 06.69889.14-2004
5. Total Fosfhat sbg P mg/L 0.03 SNI 06.6989.31-2005
6. NO3 Sebagai N mg/L 2.63 SNI 19-6964.7-2003
7. Arsen mg/L <0.001 SNI 06.6989.54-2005
8. Kadmium mg/L <0.002 SNI 06.6989.16-2004
9. Tembaga mg/L <0.01 SNI 6989.6-2009
10. Besi mg/L 0.93 SNI 6989.4-2009
11. Timbal mg/L <0.003 SNI 6989.46-2009
12. Mangan mg/L 0.0001 SNI 6989.5-2009
13. Seng mg/L <0.01 SNI 6989.7-2009
14. Nitrit sbg N mg/L 0.02 SNI 06.6989.9-2004
15. Sulfat mg/L 24.03 SNI 6989.20-2009
16. H2S mg/L nihil SNI 6989.70-2009
MICROBIOLOGI
ND
1. Total Coliform Jml/100ml 0 APHA,9221 MTF-B,22 th.2012

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


92
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Nomor Sampel : 796/AS/XI/2015
Kode Sampel : KB
Jenis Contoh Uji : Air Sungai
Rentang Pengujian : 26-11-2015 s/d 08-12-2015
Tanggal/Jam Pengambilan Sampel : 15-11-2015/-
Tanggal/Jam Penerimaan di Lab : 25-11-2015/ 12.15 WITA
Metode Pengambilan : Sampel di antar sendiri oleh pelanggan.
Hasil Pengujian :
NO. PARAMETER SATUAN HASIL METODE
FISIKA
1. Temperatur* C 26.8 SNI 06.6989.23-2005
2. Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 7 SNI 06.6989.3-2004
KIMIA ANORGANIK
1. pH* - 7.35 SNI 06.6989.11-2004
ND
2. BOD-5 mg/L 1.11 APHA,5210-B,22 th.2012
3. COD mg/L 9.89 SNI 06.6989.73-2009
4. DO* mg/L 4.60 SNI 06.69889.14-2004
5. Total Fosfhat sbg P mg/L <0.002 SNI 06.6989.31-2005
6. NO3 Sebagai N mg/L 1.80 SNI 19-6964.7-2003
7. Arsen mg/L <0.001 SNI 06.6989.54-2005
8. Kadmium mg/L <0.002 SNI 06.6989.16-2004
9. Tembaga mg/L <0.01 SNI 6989.6-2009
10. Besi mg/L 0.04 SNI 6989.4-2009
11. Timbal mg/L <0.003 SNI 6989.46-2009
12. Mangan mg/L 0.002 SNI 6989.5-2009
13. Seng mg/L <0.01 SNI 6989.7-2009
14. Nitrit sbg N mg/L 0.12 SNI 06.6989.9-2004
15. Sulfat mg/L 11.38 SNI 6989.20-2009
16. H2S mg/L nihil SNI 6989.70-2009
MICROBIOLOGI
1. Total Coliform Jml/100ml 11000 APHA,9221 MTF-B,22ND th.2012

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


93
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Nomor Sampel : 797/AS/XI/2015
Kode Sampel : RR
Jenis Contoh Uji : Air Sungai
Rentang Pengujian : 26-11-2015 s/d 08-12-2015
Tanggal/Jam Pengambilan Sampel : 15-11-2015/-
Tanggal/Jam Penerimaan di Lab : 25-11-2015/ 12.15 WITA
Metode Pengambilan : Sampel di antar sendiri oleh pelanggan.
Hasil Pengujian :
NO. PARAMETER SATUAN HASIL METODE
FISIKA
1. Temperatur* C 26.7 SNI 06.6989.23-2005
2. Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 7 SNI 06.6989.3-2004
KIMIA ANORGANIK
1. pH* - 7.11 SNI 06.6989.11-2004
2. BOD-5 mg/L 1.10 APHA,5210-B,22ND th.2012
3. COD mg/L 12.85 SNI 06.6989.73-2009
4. DO* mg/L 4.15 SNI 06.69889.14-2004
5. Total Fosfhat sbg P mg/L 0.01 SNI 06.6989.31-2005
6. NO3 Sebagai N mg/L 4.23 SNI 19-6964.7-2003
7. Arsen mg/L <0.001 SNI 06.6989.54-2005
8. Kadmium mg/L <0.002 SNI 06.6989.16-2004
9. Tembaga mg/L <0.01 SNI 6989.6-2009
10. Besi mg/L 0.10 SNI 6989.4-2009
11. Timbal mg/L <0.003 SNI 6989.46-2009
12. Mangan mg/L 0.02 SNI 6989.5-2009
13. Seng mg/L <0.01 SNI 6989.7-2009
14. Nitrit sbg N mg/L 0.03 SNI 06.6989.9-2004
15. Sulfat mg/L 11.38 SNI 6989.20-2009
16. H2S mg/L Nihil SNI 6989.70-2009
MICROBIOLOGI
1. Total Coliform Jml/100ml >11000 APHA,9221 MTF-B,22ND th.2012

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


94
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Nomor Sampel : 798/AS/XI/2015
Kode Sampel : B1
Jenis Contoh Uji : Air Sungai
Rentang Pengujian : 26-11-2015 s/d 08-12-2015
Tanggal/Jam Pengambilan Sampel : 15-11-2015/-
Tanggal/Jam Penerimaan di Lab : 25-11-2015/ 12.15 WITA
Metode Pengambilan : Sampel di antar sendiri oleh pelanggan.
Hasil Pengujian :
NO. PARAMETER SATUAN HASIL METODE
FISIKA
1. Temperatur* C 28.8 SNI 06.6989.23-2005
2. Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 10 SNI 06.6989.3-2004
KIMIA ANORGANIK
1. pH* - 6.56 SNI 06.6989.11-2004
ND
2. BOD-5 mg/L 1.18 APHA,5210-B,22 th.2012
3. COD mg/L 12.12 SNI 06.6989.73-2009
4. DO* mg/L 4.93 SNI 06.69889.14-2004
5. Total Fosfhat sbg P mg/L 0.02 SNI 06.6989.31-2005
6. NO3 Sebagai N mg/L 9.74 SNI 19-6964.7-2003
7. Arsen mg/L <0.001 SNI 06.6989.54-2005
8. Kadmium mg/L <0.002 SNI 06.6989.16-2004
9. Tembaga mg/L <0.01 SNI 6989.6-2009
10. Besi mg/L 0.75 SNI 6989.4-2009
11. Timbal mg/L <0.003 SNI 6989.46-2009
12. Mangan mg/L 0.03 SNI 6989.5-2009
13. Seng mg/L <0.01 SNI 6989.7-2009
14. Nitrit sbg N mg/L 0.18 SNI 06.6989.9-2004
15. Sulfat mg/L 52.55 SNI 6989.20-2009
16. H2S mg/L nihil SNI 6989.70-2009
MICROBIOLOGI
1. Total Coliform Jml/100ml 90 APHA,9221 MTF-B,22ND th.2012

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


95
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Nomor Sampel : 799/AS/XI/2015
Kode Sampel : B2
Jenis Contoh Uji : Air Sungai
Rentang Pengujian : 26-11-2015 s/d 08-12-2015
Tanggal/Jam Pengambilan Sampel : 15-11-2015/-
Tanggal/Jam Penerimaan di Lab : 25-11-2015/ 12.15 WITA
Metode Pengambilan : Sampel di antar sendiri oleh pelanggan.
Hasil Pengujian :
NO. PARAMETER SATUAN HASIL METODE
FISIKA
1. Temperatur* C 26.7 SNI 06.6989.23-2005
2. Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 7 SNI 06.6989.3-2004
KIMIA ANORGANIK
1. pH* - 6.75 SNI 06.6989.11-2004
2. BOD-5 mg/L 1.20 APHA,5210-B,22ND th.2012
3. COD mg/L 12.98 SNI 06.6989.73-2009
4. DO* mg/L 4.50 SNI 06.69889.14-2004
5. Total Fosfhat sbg P mg/L <0.002 SNI 06.6989.31-2005
6. NO3 Sebagai N mg/L 7.77 SNI 19-6964.7-2003
7. Arsen mg/L <0.001 SNI 06.6989.54-2005
8. Kadmium mg/L <0.002 SNI 06.6989.16-2004
9. Tembaga mg/L <0.01 SNI 6989.6-2009
10. Besi mg/L 0.13 SNI 6989.4-2009
11. Timbal mg/L <0.003 SNI 6989.46-2009
12. Mangan mg/L 0.02 SNI 6989.5-2009
13. Seng mg/L <0.01 SNI 6989.7-2009
14. Nitrit sbg N mg/L 0.05 SNI 06.6989.9-2004
15. Sulfat mg/L 37.15 SNI 6989.20-2009
16. H2S mg/L nihil SNI 6989.70-2009
MICROBIOLOGI
1. Total Coliform Jml/100ml 1500 APHA,9221 MTF-B,22ND th.2012

Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.


96
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
97
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
98
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
99
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
100
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
101
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
102
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
103
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
104
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
105
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |
Desain Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Studi Kasus Di Kec.
106
Muara Wis dan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara |

Anda mungkin juga menyukai