Anda di halaman 1dari 3

TREND JAMUR

Jamur merupakan jenis tanaman yang sudah dikenal lama oleh masyarakat karena
keberadaan jamur sebagai salah satu bahan pangan. Jamur dapat dikatakan sebagai pertanian
organik karena dalam proses penanamannya tidak memerlukan penambahan bahan kimia.
Keunggulan tersebut menjadikan jamur sebagai salah satu makanan yang disenangi masyarakat,
akan tetapi tidak semua jenis jamur dapat dikonsumsi karena ada beberapa jenis yang
mengandung racun seperti jamur amanita, psalliota, dan pholiota. Pada awalnya sebelum
dibudidayakan jamur ditemukan di alam liar yang tumbuh di kebun, tegalan atau pekarangan
rumah. Sejalan dengan kebutuhan manusia beberapa jenis jamur mulai dibudidayakan. Jamur
konsumsi yang dibudidayakan seperti jamur merang, jamur tiram, jamur kuping, dan jamur
cokelat hitam.
Perkembangan pembudidayaan jamur konsumsi dan jamur berkhasiat untuk obat diawali
oleh Cina kemudian menyebar ke beberapa negara tetangga khususnya Korea, Myanmar, Jepang,
Taiwan, Indonesia dan Malaysia. Pada awal abad ke–20 Perancis melopori pembudidayaan
jamur kancing (Champignon) dengan teknologi moderen yang kemudian diikuti oleh Cina,
Taiwan, Vietnam, dan Fhilipina untuk jamur merang. Jenis jamur tiram yang juga sudah
berkembang luas di Cina ikut berkembang beberapa negara seperti Jepang Fhilipina, Taiwan,
Malaysia dan Singapura. Perkembangan budidaya jamur dunia yang sangat maju pesat di
kawasan Eropa adalah jamur kancing yang kemudian meluas sampai ke Amerika dan Australia.
Saat ini berbagai macam produk jamur obat telah tersedia di pasar global. Nilai pasar
jamur untuk obat-obatan dan turunnya sebagai suplemen kesehatan di seluruh dunia berkisar
US$ 1.2 milyar pada tahun 1991 kemudian berkembang menjadi US$S 14 milyar di tahun 2000
dan terus berkembang hingga saar ini. Sedangkan konsumsi jamur obat mengalami kenaikan
sebesar 20-40% setiap tahunnya (Chang ST dan KE Mshigeni, 2000). Produk yang tersedia saat
ini adalah jamur mentah, bubuk jamur kering, ekstrak dari jamur yang tumbuh alami maupun
dikultivasi, ekstrak mycelium yang tumbuh dalam medium padat. Produk tersebut bukan
merupakan obat-obatan murni tetapi disebut supplement kesehatan atau nutraceutical.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai
sumber mata pencaharian mayoritas penduduknya. Sektor pertanian mempunyai peranan yang
penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi dominan sektor
pertanian khususnya dalam pemantapan ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan dan
penciptaan lapangan pekerjaan. Salah satu komoditi pertanian yang dibudidayakan dan
mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi adalah jamur.
Budidaya jamur di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1950-an untuk jenis jamur
merang, kemudian awal 1970-an untuk jenis jamur tiram, shintake, dan jamur kuping. Jamur
merupakan organisme yang mampu bertahan hidup pada berbagai lingkungan dan media yang
berbeda-beda (Valencia, P.E., 2017). Iklim negara Indonesia yang panas dengan kelembaban
yang cukup tinggi, merupakan kondisi yang ideal bagi tumbuhnya berbagai jenis jamur. Jamur –
jamur tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi untuk dikembangkan, karena cara budidaya
yang relatif mudah tidak memerlukan lahan yang luas dan prospeknya menjanjikan di alam liar.
Jamur juga merupakan makanan yang memiliki banyak manfaat Ketika di konsumsi karena
jamur mengandung beberapa mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan mineral jamur
tersusun oleh K, P, Ca, NA, Mg, Cu dan beberapa elemen mikro.
Keanekaragaman bahan panen dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap
kebutuhan bahan pangan. Jamur tiram termasuk jenis sayuran yang sudah mulai dikenal
masyarakat sebagai bahan pangan baru. Seiring dengan populasi jamur sebagai bahan makanan
yang enak dan bergizi permintaan jamur tiram di masyarakat terus meningkat. Masyarakat
tertentu sudah mulai memilih jenis makanan yang bebas dari pencemaran bahan pangan seperti
residu pupuk dan pestisida serta tidak mengandung kolesterol. Menurut (Suriawiria, 2002) jamur
tiram mengandung protein 5,94 %, karbohidrat 50,59 %, serat 1,56 %, lemak 0,17 %. Untuk tiap
100 g jamur tiram segar mengandung 45,65 kj kalori, 8,9 mg kalsium, 1,9 mg besi, 17,0 mg
fosfor, 0,15 mg vitamin B1, 0,75 mg Vit B2 dan 12,40 mg vitamin C.
Banyaknya kandungan bermanfaat pada jamur dapat menjadi salah satu alesan mengapa
jenis sayuran yang satu ini dapat disukai juga banyaknya olahan untuk berbagai macam sajian.
Bahkan teksturnya yang kenyal menjadi alternatif yang baik sebagai pengganti daging bagi orang
yang menerapkan diet vegetarian atau vegan. Jamur dapat diolah dengan cara digoreng, ditumis
atau bahkan dijadikan pepes. Terdapat beberapa olahan-olahan jamur dari berbagai negara,
seperti beef enoki roll dari jepang yaitu olahan jamur yang menggunakan jamur enoki yang
digulung atau diselimuti dengan irisan daging sapi tipis lalu dipanggang hingga matang.
Selanjutnya terdapat Tom Yum Het dari Thailand, berbeda dengan tom yum biasa yang dibuat
dengan campuran seafood di dalamnya tom yum het ini menggunakan campuran jamur tiram
yang dimasak dengan bumbu dan kuah tom yum. Kemudian yang ketiga ada Svamtoast yang
berasal dari Swedia, Svamtoast ini merupakan roti yang dipanggang hingga renyah dan diberi
topping jamur yang sudah ditumis hingga matang. Keempat Chessy Mexican Mushroom Skillet
yang berasal dari Meksiko, diolah dengan dipanggang di atas Teflon Bersama dengan bahan lain
seperti vermiselli, bawang Bombay, tomat, cabai hijau dan keju. Terakhir Crab or Lobster
Stuffed Mushroom yang berasa dari Inggris, makanan ini nantinya lobster atau kepiting akan
dimasak terlebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam jamur yang sudah dibersihkan dan diambil
bagian tengahnya kemudian dipanggang.

DAFTAR PUSTAKA
Chang ST dan KE Mshigeni. (2000). Ganoderma lucidum – Paramount among the medicinal
mushrooms. Discovery and Innovation, 12 (3), 97–101.
Suriawiria. (2002). Budidaya Jamur Tiram. Kanisius.
Valencia, P.E., V. I. M. (2017). Isolasi dan Karakterisasi Jamur Ligninolitik Serta Perbandingan
Kemampuannya dalam Biodelignifikasi. Scripta Biologica, 4 (3), 171–175.

Anda mungkin juga menyukai