Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SHALAT ISTISQA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Ibadah dan
Qira’ah

Dosen pengampu: Cecep Saepurrahman M.Ud

Oleh:

Resi Patmawati

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARQAM

(STAIDA) MUHAMMADIYAH GARUT

2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke khadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya lah sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang tepat pada waktynya.

Makalah ini penulis dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Praktikum
Ibadah dan Qira’ah”, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis guna perbaikan
untuk kedepannya.

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Istisqa
B. Dalil pensyariatan
C. Hukum
D. Penyebab Shalat Istisqa’
E. Waktu dan tempat shalat istisqa
F. Tata Cara Shalat Istisqa'

G. Yang Disunnahkan Dalam Shalat Istisqa’

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pertama shalat istisqa merupakan sunnah Rasulullah SAW  dan juga dilakukan oleh
para sahabat Rasulullah SAW sepeninggal beliau. Shalat istisqa adalah shalat sunnah
meminta hujan kepada Allah Azza Wajalla ketika semua makhluk hidup di bumi
mengalami kekeringan karena hujan tak kunjung tiba. Sumur-sumur kering tak ada air, air
sungai jauh berkurang debitnya, rerumputan menguning, kecoklatan dan akhirnya mati,
pohon-pohon meranggas, hewan-hewan kekurangan air dan manusia pun mengalami
bencana serius. Saat itulah dilakukan shalat istisqa. Shalat minta rahmat dari Allah SWT
agar Dia menurunkan hujan yang penuh berkah, hujan yang memberi kehidupan. Kullu
hayyin minal maa’. Setiap kehidupan bersumber dari air. Sebagaimana diceritakan di dalam
hadits berikut ini, yang artinya,“Orang-orang mengadu kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam tentang musim kemarau yang panjang. Lalu beliau memerintahkan untuk
meletakkan mimbar di tempat tanah lapang, lalu beliau membuat kesepakatan dengan
orang-orang untuk berkumpul pada suatu hari yang telah ditentukan”.Aisyah lalu berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketika matahari mulai terlihat, lalu beliau
duduk di mimbar. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir dan memuji Allah Azza wa
Jalla, lalu bersabda,“Sesungguhnya kalian mengadu kepadaku tentang kegersangan negeri
kalian dan hujan yang tidak kunjung turun, padahal Allah Azza Wa Jalla telah
memerintahkan kalian untuk berdoa kepada-Nya dan Ia berjanji akan mengabulkan doa
kalian”.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Istisqa
2. Dalil Pensyariatan shalat istisqa
3. Hukum shalat istisqa
4. Penyebab shalat istisqa
5. Tata cara shalat istisqa
6. Yang disunnahkan dalam shalat istisqa

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mahasiswa diharapkan mengetahui pengertian shalat istisqa


2. Mahasiswa diharapkan mengetahui dasar disyariatkannya shalat istisqa
3. Mahasiswa mengetahui hukum shalat istisqa
4. Mahasiswa mengetahui hal-halmyang menyebabkan dilaksanakannya shalat
istisqa
5. Mahasiswa dapat mengetahi tata cara shalat istisqa dan mengamalkannya
6. Mahasiswa mengetahui apa saja hal yang disunnahkan dalam shalat istisqa

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ISTISQA
Istisqa artinya meminta hujan. Dalam Kamus Lisaanul ‘Arab disebutkan
Definisi Istisqa Istisqa artinya meminta hujan. Dalam kamus Lisaanul 'Arab disebutkan: ‫ذكر‬
‫اد‬II‫ أي إنزال الغيث على البلد والعب‬:‫ وهو استفعال من طلب السقيا‬،‫" الستسقاء ف الديث‬Istisqa disebutkan dalam
hadits. Arti istisqa adalah permohonan meminta as saqa, yaitu diturunkannya hujan kepada
sebuah negeri atau kepada orang-orang"1 Namun di kalangan ahli fiqih, sudah dipahami
jika disebut shalat istisqa, yang dimaksud adalah permohonan diturunkannya hujan kepada
Allah, bukan kepada makhluk-makhluk.
B. Dalil Pensyariatan1

Shalat istisqa' adalah shalat yang disyariatkan dalam agama Islam. Dimana dahulu
Rasulullah SAW pernah melakukannya sebagaimana tercantum dalam ayat Al-Quran dan
hadits-hadits berikutini

1. Al-Quran
‫ل لَّ ُك ْم‬I‫ت َويَجْ َع‬ ٍ ‫أ َ ْم َو‬IIِ‫ ِد ْد ُك ْم ب‬I‫ َماء َعلَ ْي ُكم ِّم ْد َرارًا َويُ ْم‬I‫الس‬
ٍ ‫ل لَّ ُك ْم َجنَّا‬I‫ال َوبَنِينَ َويَجْ َع‬ َّ ‫ ِل‬I‫انَ َغفَّارًا يُرْ ِس‬I‫تَ ْغفِرُوا َربَّ ُك ْم ِإنَّهُ َك‬I‫اس‬
ْ ‫ت‬ُ ‫فَقُ ْل‬
‫أَ ْنهَارًا‬

Maka aku katakan kepada mereka,"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh : 10-12)

2. Hadits
Ada banyak hadits yang menceritakan bagaimana dahulu Rasulullah SAW mengerjakan
shalat istisqa' dan berdoa minta diturunkan hujan. Di antara sekian banyak hadits itu adalah
hadits-hadits berikut ini :

a. Hadits Pertama : Hadits Ibnu Abbas

ِ ‫ول هَّللا ِ هَلَ َك‬I‫ا َر ُس‬IIَ‫ ي‬: ‫ال‬IIَ‫ فَق‬. ُ‫ول هَّللا ِ يَ ْخطُب‬I‫ ِج ِد َو َر ُس‬I‫ب ْال َم ْس‬
‫ت‬ ِ ‫ا‬IIَ‫ ٌل ِم ْن ب‬I‫ َد َخل َر ُج‬Iَ‫اس قَ ْد قَ َحطُوا فِي زَ َم ِن َرسُول هَّللا ِ ف‬ َ َّ‫أَ َّن الن‬
ْ ‫ اللَّهُ َّم‬: ‫ يَ َد ْي ِه فَقَال‬ ِ ‫ فَ َرفَ َع َرسُول هَّللا‬. ‫ع هَّللا َ أَ ْن يَ ْسقِيَنَا‬
‫ا‬Iً‫ا َم ِريئ‬Iً‫ا هَنِيئ‬Iً‫ا ُم ِغيث‬Iً‫قِنَا َغ ْيث‬I‫اس‬ ُ ‫ك َعلَى أَ ْنفُ ِسنَا فَا ْد‬
َ َ‫اشي َو َخ ِشينَا ْالهَال‬
ِ ‫ْال َم َو‬
ٍ ِ‫َغ َدقًا ُم ْغ ِدقًا عَا ِجالً َغي َْر َرائ‬
‫ث‬

1
Lisanul Arab pada materi (‫)سقى‬
Orang-orang mengalami kekeringan di masa Rasulullah SAW. Maka ada seorang masuk
dari pintu masjid sedangkan Rasulullah SAW sedang berkhutbah. Orang itu berkata,"Ya
Rasulallah, hewan ternak telah binasa dan kami takut kebinasaan itu juga akan menimpa
kami. Mintalah kepada Allah untuk memberi kami air. Maka Rasulullah SAW mengangkat
kedua tangganya dan berdoa,"Ya Allah, Ya Allah siramilah kami dengan hujan yang
menyuburkan dan yang baik kesudahannya yang bertapis-tapis yang memberi manafaat
tidak memberi mudharat segera tidak berlambat-lambat.

b. Hadits Kedua : Hadits Anas bin Malik

‫ا‬TTَ‫ ي‬:‫ا َل‬TTَ‫ قَائِمًا فَق‬ ِ ‫و َل هَّللا‬T ‫س‬ ْ ‫ب فَا‬


ُ ‫ستَ ْقبَ َل َر‬ ُ ُ‫سلَّ َم قَائِ ٌم يَ ْخط‬ ٍ ‫أَنَّ َر ُجاًل د ََخ َل يَ ْو َم ا ْل ُج ُم َع ِة ِمنْ بَا‬
ُ ‫ب َكانَ ِو َجاهَ ا ْل ِم ْنبَ ِر َو َر‬
َ ‫ َو‬ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
ْ ‫قِنَا اللَّ ُه َّم‬T‫اس‬
‫قِنَا‬T‫اس‬ ُ ‫ َع َر‬Tَ‫ فَ َرف‬:‫ قَا َل‬.‫سبُ ُل فَا ْد ُع هَّللا َ يُ ِغيثُنَا‬
ْ ‫اللَّ ُه َّم‬ :‫ا َل‬Tَ‫ ِه فَق‬T‫يَ َد ْي‬  ِ ‫و ُل هَّللا‬T‫س‬ ُّ ‫اشي َوا ْنقَطَ َعتْ ال‬
ِ ‫سو َل هَّللا ِ َهلَ َكتْ ا ْل َم َو‬
ُ ‫َر‬
ْ ‫اللَّ ُه َّم ا‬
‫سقِنَا‬

Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu berkata bahwa seorang laki-laki masuk ke dalam
masjid pada hari Jumat dari pintu yang berhadapan dengan mimbar, sedangkan saat itu
Rasulullah SAW sedang berdiri menyampaikan khutbah. Orang itu kemudian menghadap
ke arah Rasulullah SAW sambil berdiri seraya berkata,“Ya Rasulullah, hewan ternak telah
binasa dan jalan-jalan terputus. Maka mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan
kepada kami”. Anas berkata, “Maka Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya seraya
berdoa,"Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami hujan, Ya Allah berilah kami
hujan).”

‫ت‬ْ ‫ فَطَلَ َع‬:‫ال‬I َ Iَ‫ق‬.‫َار‬


ٍ ‫ت َواَل د‬ ٍ ‫ ْل ٍع ِم ْن بَ ْي‬I ‫ا َوبَ ْينَ َس‬IIَ‫ا بَ ْينَن‬II‫ب َواَل قَ َز َعةً َواَل َش ْيئًا َو َم‬ ٍ ‫ َواَل َوهَّللا ِ َما نَ َرى فِي ال َّس َما ِء ِم ْن َس َحا‬: ُ‫قَا َل أَنَس‬
‫س ِستًّا‬ َ ‫ َوهَّللا ِ َما َرأَ ْينَا ال َّش ْم‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬.‫ت‬ ْ ‫ت ثُ َّم أَ ْمطَ َر‬ْ ‫ت ال َّس َما َء ا ْنتَ َش َر‬ ْ َ‫س فَلَ َّما تَ َو َّسط‬ِ ْ‫ ِم ْن َو َرائِ ِه َس َحابَةٌ ِم ْث ُل التُّر‬.

Anas melanjutkan kisahnya,“Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikitpun awan
baik yang tebal maupun yang tipis. Juga tidak ada antara tempat kami dan bukit itu rumah
atau bangunan satupun.” Anas berkata, “Tiba-tiba dari bukit itu tampaklah awan
bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan itupun
menyebar dan hujan pun turun.” Anas melanjutkan, “Demi Allah, sungguh kami tidak
melihat matahari selama enam hari.”
‫ َوا ُل‬I‫ت اأْل َ ْم‬
ْ ‫و َل هَّللا ِ هَلَ َك‬I‫ا َر ُس‬IIَ‫ ي‬:‫ قَائِ ٌم يَ ْخطُبُ فَا ْستَ ْقبَلَهُ قَائِ ًما فَقَا َل‬ ِ ‫ب فِي ْال ُج ُم َع ِة ْال ُم ْقبِلَ ِة َو َرسُو ُل هَّللا‬
ِ ‫ك ْالبَا‬
َ ِ‫ثُ َّم َد َخ َل َر ُج ٌل ِم ْن َذل‬
ِ Iَ‫ام َو ْال ِجب‬I
‫ال‬I ِ I‫ا اللَّهُ َّم َعلَى اآْل َك‬IIَ‫ا َواَل َعلَ ْين‬IIَ‫ اللَّهُ َّم َح َوالَ ْين‬:‫ا َل‬IIَ‫ ِه ثُ َّم ق‬I‫و ُل هَّللا ِ يَ َد ْي‬I‫ َع َر ُس‬Iَ‫ فَ َرف‬:‫ قَا َل‬.‫ع هَّللا َ يُ ْم ِس ْكهَا‬ ْ ‫َوا ْنقَطَ َع‬
ُ ‫ت ال ُّسبُ ُل فَا ْد‬
ِ ‫ت َوخ ََرجْ نَا نَ ْم ِشي فِي ال َّش ْم‬
‫س‬ ْ ‫ فَا ْنقَطَ َع‬:‫ال‬َ َ‫ ق‬.‫ت ال َّش َج ِر‬ ِ ِ‫ب َواأْل َوْ ِديَ ِة َو َمنَاب‬ ِ ‫َواآْل َج ِام َوالظِّ َرا‬

Anas berkata selanjutnya, “Kemudian pada Jumat berikutnya, ada seorang lelaki lagi
yang masuk dari pintu yang sama sementara Rasulullah SAW sedang berdiri
menyampaikan khutbahnya. Kemudian orang itu menghadap beliau sambil berdiri seraya
berkata, “Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalanpun terputus. Maka
mintalah kepada Allah agar menahan hujan!” Anas berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam lantas mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: “Ya Allah
turunkanlah hujan di sekitar kami saja dan jangan membahayakan kami. Ya Allah
turunkanlah dia di atas bukit-bukit, gunung-gunung, bendungan air (danau), dataran
tinggi, jurang-jurang yang dalam serta pada tempat-tempat tumbuhnya pepohonan.” Anas
berkata, “Maka hujan berhenti. Kami lalu keluar berjalan-jalan di bawah sinar
matahari.” (HR. Al-Bukhari Muslim)

c. Hadits Ketiga : Hadits Aisyah

َ‫ون‬II‫اس يَوْ ًما يَ ْخ ُر ُج‬ َ َّ‫صلَّى َو َو َع َد الن‬ َ ‫ض َع لَهُ فِي ال ُم‬ِ ‫ قُحُوطَ ْال َمطَ ِر فَأ َ َم َر بِ ِم ْنبَ ٍر فَ ُو‬ ِ ‫ُول هَّللا‬ ْ َ‫ قَال‬ َ‫ع َْن عَائِ َشة‬
ِ ‫ َش َكا النَّاسُ إِلَى َرس‬:‫ت‬
َ ‫س فَقَ َع َد َعلَى ال ِم ْنبَ ِر فَ َكب ََّر َو َح ِم َد هَّللا‬
ِ ‫فِي ِه فَ َخ َر َج ِحينَ بَدَا َحا ِجبُ ال َّش ْم‬

Dari Aisyah ra berkata bahwa orang-oang datang mengadu kepada Rasulullah SAW atas
tidak turunnya hujan (kemarau). Maka beliau memerintahkan orang-orang untuk
menyiapkan mimbar pada tempat shalat (mushalla) dan berkumpul pada hari yang
ditentukan. Beliau kemudian keluarrumah tatkala mahatari terik dan duduk di mimbar
kemudian bertakbir dan memuji Allah

َ ‫ َو َو َع َد ُك ْم أَ ْن يَ ْست َِج‬,ُ‫ار ُك ْم َوقَ ْد أَ َم َر ُك ْم هَّللا ُ أَ ْن تَ ْد ُع َوه‬


‫يب لَ ُك ْم‬ َ ‫ "إِنَّ ُك ْم َش َكوْ تُ ْم َجد‬:‫ثُ َّم قَا َل‬
ِ َ‫َب ِدي‬

Lalu beliau SAW bepidato,"Kalian telah mengadukan keringnya rumah dan Allah telah
memerintahkan untuk meminta kepada-Nya serta berjanji untuk memberikan apa yang
diminta".\
Kemudian beliau SAW berdoa :

‫هَ إِال أَ ْنتَ أَ ْنتَ ال َغنِ ُّي‬Iَ‫ ُد اللَّهُ َّم أَ ْنتَ هَّللا ُ ال إِل‬I‫ا ي ُِري‬I‫ ُل َم‬I‫هَ إِالَّ هَّللا ُ يَ ْف َع‬Iَ‫ِّين ال إِل‬
ِ ‫ك يَوْ ِم الد‬ ِ ‫الح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ال َعالَ ِمينَ الرَّحْ َم ِن الر‬
ِ ِ‫َّح ِيم َمال‬ َ
‫زَلتَ قُ َّوةً َوبَال ًغا إِلَى ِحي ٍن‬ ْ ‫ْث َواجْ َعلْ َما أَ ْن‬ َ ‫َونَحْ نُ الفُقَ َرا ُء أَ ْن ِزلْ َعلَ ْينَا ْال َغي‬

"Alhamdu lillahi rabbil 'alamin, Arrahmanurrahim, Maliki Yaumiddin, Laa Ilaha Illalah
Yang Maha Mengerjakan apa yang diinginkan, Ya Allah, tidak ada tuhan kecuali Engkau,
Engkau Maha Kaya dan kami orang yang faqir. Turunkan kepada kami air hujan. Jadikan
apa yang Engkau turunkan itu sebagai kekuatan yang lama".

" ‫اس‬ ِ َّ‫ل َعلَى الن‬I َ Iِ‫ ِه ثُ َّم أَ ْقب‬I‫ ٌع يَ َد ْي‬Iِ‫ب ِردَا َءهُ َوهُ َو َراف‬ َ َ‫ظ ْه َرهُ َوقَل‬ َ ‫اس‬ ِ َّ‫ه فَلَ ْم يَ َزلْ َحتَّى ُرئِ َي بَيَاضُ إِبِطَ ْي ِه ثُ َّم َح َّو َل إِلَى الن‬Iِ ‫ثُ َّم َرفَ َع يَ َد ْي‬
ِ ‫ت بِإ ِ ْذ ِن هَّللا‬
ْ ‫ت ثُ َّم أَ ْمطَ َر‬ ْ َ‫َت َوبَ َرق‬ ْ ‫ن فَأ َ ْن َشأ َ هَّللا ُ َس َحابَةً فَ َر َعد‬Iِ ‫صلَّى َر ْك َعتَ ْي‬
َ ‫َونَ َز َل َو‬

Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya hingga nampak putihnya ketiaknya.


Kemudian beliau membelakangi orang-orang dan membalik selendangnya dengan masih
mengangkat tangannya. Kemudian berbalik lagi menghadap orang-orang dan turun lalu
shalat dua rakaat. Maka Allah menciptakan awan hujan lengkap dengan guruh dan
kilatnya. Kemudian turunlah hujan atas izin Allah SWT.

ِّ‫ل‬II‫هَ ُد أَ َّن هَّللا َ َعلَى ُك‬I‫ أَ ْش‬: ‫ا َل‬IIَ‫ فَق‬.ُ‫ ُذه‬I‫َت ن ََوا ِج‬ َ ِّ‫ت ال ُّسيُو ُل فَلَ َّما َرأَى سُرْ َعتَهُ ْم إِلَى ْال ِكن‬
ْ ‫د‬Iَ‫ ِحكَ َحتَّى ب‬I‫ض‬ ِ ْ‫فَلَ ْم يَأ‬
ِ َ‫ت َم ْس ِج َدهُ َحتَّى َسال‬
ُ‫َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر َوأَنِّي َع ْب ُد هَّللا ِ َو َرسُولُه‬

Beliau belum lagi sampai masjid namun sudah terjadi banjir air hujan. Ketika belliau
menyaksikan kecepatan air masuk ke rumah beliau tertawa hingga nampak putihnya
giginya. Beliau berkata,"Aku bersaksa bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan
bahwa aku adalah hamba dan rasul-Nya. (HR. Al-Hakim dan Abu Daud)

d. Hadits Keempat : Abdullah bin Zaid

Hadits lainnya adalah hadits dari Abdullah bin Zaid Al-Mazani.

‫ عن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن زَ ْي ٍد‬t ‫صلَّى َر ْك َعتَي ِْن َجهَ َر فِي ِه َما بِ ْالقِ َرا َء ِة‬
َ ‫ فَتَ َو َّجهَ إِلَى القِ ْبلَ ِة يَ ْدعُو ثُ َّم‬:‫َوفِي ِه‬
Dari Abdullah bin Zaid Al-Mazani bahwa Nabi SAW keluar kepada orang-orang untuk
meminta diturunkan air hujan. Maka beliau shalat bersama mereka dua rakaat dengan
mengeraskan bacaannya. (HR. Bukhari Muslim)

e. Hadits Kelima : Abu Hurairah

Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW keluar pada suatu hari untuk meminta hujan.
Beliau shalat bersama kami dua rakaat tanpa azan dan iqamat. Kemudian berkhutbah
untuk kami, berdoa kepada Allah, memalingkan wajah ke kiblat dengan mengangkat kedua
tangan. Lalu membalikkan selendangnya sehingga yang kanan di kiri dan yang kiri di
kanan.  (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)2

C. Hukum

Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum shalat istisqa' ini. Sebagian
cenderung mengatakan sunnah muakkadah, sebagian lagi bilang sunnah dan sebagian
lainnnya,mengatakan mubah

1. Asysyafi'iyah dan Al-Hanabilah


Mazhab Asysyafi'iyah dan Al-Hanabilah cenderung menyebutkan bahwa hukumnya sunnah
muakkadah. Pendapat ini juga didukung oleh Muhammad bin Al-Hasan, ulama dari
kalangan mazhab Al-Hanafiyah.

Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah shalat istisqa' dan juga
doanya.

Pendapat mereka ini berangkat dari apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan juga para
shahabatnya di kemudian hari, dimana beliau SAW dan para shahabat memang beberapa
kali melakukannya.[2]

2. Al-Hanafiyah
2
Nihayatul Muhtaj jilid 2 hal. 402
Pendapat Al-Hanafiyah agak sedikit berbeda dari sebelumnya, dimana mazhab ini
menetapkan bahwa yang menjadi sunnah muakkadah hanyalah doa istisqa' saja, sedangkan
shalatnya hukumnya jaiz (boleh).

3. Al-Malikiyah
Sedangkan mazhab Al-Malikiyah punya tiga hukum yang berbeda terkait dengan shalat
istisqa' ini. 

a. Sunnah Muakkadah

Hukum shalat ini menjadi sunnah muakkadah yaitu bila dalam keadaan kekeringan yang
mengakitabkan penderitaan berkepanjangan, dimana kekeringan ini langsung dirasakan
oleh orang-orang yang bersangkutan.

Maka menjadi sunnah muakkadah bagi mereka untuk melakukan shalat istisqa'.

b. Mandub

Hukum shalat istisqa' ini menjadi mandub, yaitu bagi untuk mereka yang tidak secara
langsung mengalami kekeringan, lalu mereka mendoakan buat saudara-saudara mereka
yang sedang dilanda kekeringan dengan cara menjalankan shalat istisqa'.

Bagi mereka, hukum melakukan shalat ini hanya mandub saja, tidak sampai sunnah
muakkadah.

c. Jaiz (boleh)

Dan hukum shalat istisqa' ini menjadi jaiz atau boleh, yaitu buat mereka yang tidak dilanda
kekeringan yang sangat, bahkan sudah ada curah hujan. Hanya saja curah air hujan itu
dirasa masih kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup mereka.

Untuk itu shalat istisqa' tetap diperbolehkan untuk dilaksanakan, meski sebenarnya sudah
ada curah hujan.3

3
Al-Mughni jilid 2 hal. 283
B. Penyebab Shalat Istisqa’
Para ulama sepakat bahwa shalat istisqa’ itu disyariatkan buat orang-orang yang mengalami
salah satu dari empat sebab yang tertentu.

1. Di wilayah yang tidak ada air


Wilayah yang kering ini bisa saja merupakan tempat tinggal dimana orang-orang menetap
di tempat itu. Namun bisa juga bukan wilayah tinggal, tetapi merupakan wilayah yang
kebetulan dilewati oleh suatu kaum dalam perjalanan mereka. Dan lokasinya bisa saja di
padang pasir atau pun di tengah laut, yaitu ketika mereka kekurangan air untuk diminum
Pada saat itu bila mereka mengalami kekeringan atau kekurangan air, baik untuk minum
mereka atau pun ternak mereak, maka para ulama sepakat bahwa shalat istisqa’
disyariatkan.
2. Wilayah Terdapat Air Tetapi Terbatas
Shalat istisqa’ jug disyariatkan buat orang-orang yang berada di tempat yang terdapat air,
namun jumlahnya agak terbatas. Sehingga mereka terpaksa harus agak berhemat dalam
menggunakannya.

Maka disyariatkan atas mereka meminta kepada Allah SWT agar diturunkan hujan agar
jumlah air bertambah banyak.
Hal ini merupakan pendapat mazhab Al-Malikiyah dan As-Syafi’iyah.

3. Mengulang-ulang
Dan shalat istisqa’ juga disyariatkan untuk dilakukan meki pun sudah pernah dilakukan,
bahkan misalnya sudah berkali-kali dikejakan, namun hujan belum juga turun. Maka
selama hujan belum turun, tetap masih disyariatkan untuk dikerjakan shalat istisqa’.

Mengulang-ulang shalat istisqa’ dalam kasus seperti ini dibenarkan oleh semua mazhab,
yaitu mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah.

C. Waktu dan tempat shalat Istisqa


Tempat Shalat Istisqa Shalat istisqa lebih utama dilakukan di lapangan, sebagaimana dalam
hadits 'Aisyah Radhiallahu'anha disebutkan: ‫لى‬III‫ه ف الص‬III‫ع ل‬III‫أمر بنب فوض‬III‫“ ف‬Lalu beliau
memerintahkan untuk meletakkan mimbar di tempat tanah lapang”.

Juga dalam hadits Abdullah bin Zaid Al Mazini: ‫ فاستسقى‬، ‫أن النب صلى ال عليه وسلم خرج إل الصلى‬
‫تي‬II‫لى ركع‬II‫ وص‬، ‫ وقلب رداءه‬، ‫ة‬II‫تقبل القبل‬II‫“ فاس‬Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam keluar menuju
lapangan. Beliau meminta hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian
membalikan posisi selendangnya, lalu shalat 2 rakaat” (HR. Bukhari no. 1024). Namun
boleh melakukannya di masjid, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Hajar Al
Asqalani8 : ‫رط ف‬II‫لى ليس بش‬II‫روج إل الص‬II‫ة إل أن ال‬II‫ذه التمج‬II‫ار ب‬II‫ع ) أش‬II‫جد االم‬II‫قاء ف الس‬I‫اب الستس‬II‫ ( ب‬: ‫ه‬II‫قول‬
‫“ الستسقاء‬Perkataan Imam Al Bukhari: 'Bab Shalat Istisqa di Masjid Jami', menunjukkan
tafsiran beliau bahwa keluar menuju lapangan bukanlah syarat sah shalat istisqa”

Waktu Pelaksanaan Shalat Istisqa Shalatistisqa tidak memiliki waktu khusus namun
terlarang dikerjakan di waktu-waktu terlarang untuk shalat9 . Akan tetapi yang lebih utama
adalah sebagaimana waktu pelaksanaan shalat 'Id, yaitu ketika matahari mulai terlihat.
Sebagaimana dalam hadits 'Aisyah Radhiallahu'anha disebutkan:

‫مس‬II‫اجب الش‬II‫دا ح‬II‫لم حي ب‬II‫ه وس‬II‫لى ال علي‬II‫ول ال ص‬II‫“ فخرج رس‬Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
keluar ketika matahari mulai terlihat”

D. Tata Cara Shalat Istisqa'


Beberapa hal yang menjadi ketentuan dalam shalat Istisqa' antara lain :[5]

1. Dua Rakaat
Tidak ada perbedaan pendapat di antara semua mazhab ulama tentang jumlah rakaat shalat
istisqa’. Seluruh ulama sepakat bahwa shalat istisqa’ itu hanya terdiri dari dua rakaat
saja.

2. Tujuh dan Lima Kali Takbir


Namun ada perbedaan pendapat tentang jumlah takbir pada rakaat pertama dan kedua.
a. Tujuh dan Lima Kali Takbir

Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah berpandangan bahwa shalat istisqa’ punya tata
cara yang sama dengan shalat hari Raya Idul Fithr dan Idul Adha, yaitu membaca tujuh kali
takbir di rakaat pertama dan lima kali takbir di rakaat kedua.

Pendapat ini juga merupakan pendapat dari Muhammad dari Mazhab Al-Hanafiyah, Umar
bin Abdul Aziz serta Said bin Al-Musayyab.

Dasar pendapat ini adalah hadits berikut :

‫اال ْستِ ْسقَا ِء يُ َكبِّرُونَ فِيهَا َس ْبعًا َوخَ ْمسًا‬ َ ُ‫ َوأَبَا بَ ْك ٍر َو ُع َم َر َكانُوا ي‬ ‫ي‬
َ َ‫صلُّون‬
ِ َ‫صالَة‬ َّ ِ‫ع َْن َج ْعفَ ِر ب ِْن ُم َح َّم ٍد ع َْن أَبِي ِه أَ َّن النَّب‬

Dari Ja’far bin Muhammad dari Ayahnya bahwa Nabi SAW, Abu Bakar dan Umar
melakukan shalat istisqa’ dengan bertakbir tujuh dan lima kali. (HR. Abdurrazzaq)

b. Takbir Sekali Tiap Rakaat


Sedangkan pendapat mazhab Al-Malikiyah berbeda dengan pendapat sebelumnya. Dalam
pandangan mazhab ini, shalat istisqa dilakukan sebagaimana umumnya shalat sunnah dua
rakaat, tidak perlu bertakbir tujuh kali di rakaat pertama dan lima kali di rakaat kedua.

Pendapat senada juga ditegaskan oleh Al-Auza’i dan Abu Tsaur, serta merupakan pendapat
kedua dari Muhammad.

Dasar pendapat ini adalah bahwa hadits tentang shalat istisqa’ yang mereka gunakan tidak
ada tambahan keterangan tentang jumlah takbir.

‫صلَّى َر ْك َعتَي ِْن‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬


َ َ‫ ا ْستَ ْسقَى ف‬ ‫ي‬

Bahwa Nabi SAW shalat istisqa’ sebanyak dua rakaat (HR. Ahmad)

3. Imam Mengeraskan Suaranya


Shalat ini dilakukan dengan mengeraskan bacaan oleh imam (jahr). Disunnahkan untuk
membaca surat Al-A'la (Sabbhisma rabbikal a'la) pada rakaat pertama dan surat Al-
Ghasyiah (Hal Attaka) pada rakaat kedua setelah membaca Al-Fatihah.
4. Khutbah
Disunnahkan untuk disampaikan khutbah baik sebelum atau sesudah shalat. Namun dalam
teknisnya para ulama berbeda pendapat, apakah khutbah itu terdiri dari dua khutbah atau
cukup dengan satu khutbah saja.

a. Perbedaan Jumlah Khutbah


Di tengah para ulama terdapat dua pendapat yang berbeda tentang jumlah khutbah, apakah
dua khutbah atau cukup satu khutbah saja.

Pendapat pertama : Pendapat ini mengatakan bahwa khutbah shalat istisqa' terdiri dari
dua khutbah sebagaimana khutbah jumat adalah pendapat mazhab Al-Malikiyah dan Asy-
Syafi'iyah, serta pendapat Muhammad dari Al-Hanafiyah.

Semua rukun, syarat dan berbagai ketentuan dalam khutbah Jumat dalam pandangan
mereka juga berlaku dalam khutbah shalat istisqa'.

Pendapat Kedua : Sedangkan pendapat kedua adalah pendapat yang mengatakan cukup
4
disampaikan satu khutbah saja adalah mazhab Al-Hanabilah dan pendapat Abu Yusuf dari
Al-Hanafiyah.

b. Perbedaan Pembukaan Khutbah


Para ulama juga berbeda pendapat tentang apakah khutbah itu diawali dengan takbir atau
lafadz yang lainnya.

Pendapat Pertama : Khutbah diawali dengan takbir, sebagaimana yang dilakukan dalam
khutbah shalat Idul Fithr dan Idul Adha. Pendapat ini adalah pendapat mazhab Al-
Hanafiyah dan Al-Malikiyah.

Ibnu Abdin jilid 1 hal. 191


4
Pendapat Kedua : Khutbah diawali dengan lafadz istighfar yang intinya memohon
ampunan. Istighfar dibaca tujuh kali pada khutbah yang pertama dan lima kali pada khutbah
yang kedua.

Pendapat ini dikemukakan oleh mazhab AL-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah.

5. Memindahkan Selendang

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pada saat berkhutbah itu sempat memindahkan rida'
(selendang) dari bagian kanan tubuh ke bagian kiri atau sebaliknya.

6. Berdoa

Disunnahkan untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT setelah selesai shalat khususnya
permintaan untuk segera diturunkan hujan, dengan mengangkat tangan.

Di antara doa yang ma’tsur diucapkan oleh Rasulullah SAW dalam kesempatan istisqa’


adalah :

a. Versi Pertama
Doa ini diucapkan Rasulullah ketika seorang laki-laki datang ke masjid dan Rasulullah
SAW sedang berkhutbah, kemudian ia minta supaya Rasulullah SAW berdo’a sebanyak
tiga kali.

‫اللَّهُ َّم أَ ِغ ْثنا َ اللَّهُ َّم أَ ِغ ْثنا َ اللَّهُ َّم أَ ِغ ْثنَا‬ 

Ya Allah tolonglah kami, tolonglah kami, tolonglah kami.

b. Versi Kedua
Lafad doa ini sebagaimana yang diucapkan Rasulullah SAW dalam riwayat Ibnu
Abbas radhiyallahuanhu.

ٍ ِ‫اللَّهُ َّم ا ْسقِنَا َغ ْيثًا ُم ِغيثًا َم ِريئًا طَبَقًا َم ِريعًا َغ َدقًا عَا ِجالً َغي َْر َرائ‬
‫ث‬
“Ya Allah berilah kami hujan yang menolong, menyegarkan tubuh dan menyuburkan
tanaman dan segera tanpa ditunda-tunda.

c. Versi Ketiga
Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwasanya Nabi SAW ketika dalam istisqa’ beliau
membaca lafadz berikut ini :

 ‫اللَّهُ َّم ا ْسقِنا َ اللَّهُ َّم ا ْسقِنَا اللَّهُ َّم ا ْسقِنَا‬

Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, Ya
Allah turunkanlah hujan kepada kami”.

d. Versi Keempat
Salah satu do’a dalam istisqa’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

ِ ِ‫ب َواألَوْ ِديَ ِة َو َمنَاب‬


‫ت ال َّش َج ِر‬ ِ ‫اآلج ِام َوالظِّ َرا‬ ِ َ‫اللَّهُ َّم َح َوالَ ْينَا َوالَ َعلَ ْينَا اللَّهُ َّم َعلَى اآل َك ِام َو ْال ِجب‬
َ ‫ال َو‬

“Ya Allah turunkanlah hujan disekitar kami, bukan pada kami. Ya Allah berilah hujan ke
dataran tinggi, pegunungan, anak bukit, dan lembah serta di tempat tumbuhnya
pepohonan.”

e. Versi Kelima
Dalam Sunan Abu Dawud disebutkan di antara do’a yang dibaca Nabi saw ketika istisqa’

ْ َ‫طبَق‬
‫ت َعلَ ْي ِه ْم ال َّس َما ُء‬ َ َ‫ضا ٍّر عَا ِجالً َغي َْر آ ِج ٍل ق‬
ْ َ ‫ال فَأ‬ َ ‫اللَّهُ َّم ا ْسقِنَا َغ ْيثًا ُم ِغيثًا َم ِريئًا َم ِريعًا نَافِعًا َغ ْي َر‬

“Ya Allah berilah kami hujan yang menolong. Menyegarkan tubuh, dan menyuburkan
tanaman, bermanfaat dan tidak membahayakan dengan segera tanpa ditunda-tunda

G. Yang Disunnahkan Dalam Shalat Istisqa’

Ada cukup banyak hal yang disunnahkan ketika kita mengerjakan shalat istisqa', di
antaranya :
1. Berjamaah

Disunnahkan untuk dilakukan dengan berjamaah, minimal ada imam dan makmumnya.

Tetapi yang afdhal shalat ini dilaksanakan dengan mengerahkan semua anggota
masyarakat, termasuk para wanita dan anak-anak untuk hadir. Hal ini memberikan isyarat
bahwa seluruh hamba Allah SWT telah bersimpuh memohon turunnya hujan.

2. Banyak Bersedekah

Dianjurkan kepada orang-orang untuk mengeluarkan sedekah, sebelum hari pelaksanaan


shalat istisqa'. Mazhab Al-Hanafyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa
diantara tugas imam adalah memberikan anjuran kepada orang-orang untuk mengeluarkan
sedekah.

3. Puasa Sunnah Tiga Hari Sebelumnya

Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa termasuk disunnahkan untuk


berpuasa tiga hari sebelum mengikuti shalat istisqa' berjamaah. Sebab puasa itu salah satu
kunci agar doa dikabulkan.

Dasarnya adalah hadits berikut ini :

‫ الصَّائِ ُم ِحينَ يُ ْف ِط ُر‬: ‫ثَالَثَةٌ الَ تُ َر ُّد َد ْع َوتُهُ ْم‬

Tiga orang yang doanya tidak akan ditolak : Orang yang berpuasa hingga
berbuka . . . (HR. At-Tirmizy)

Maka imam menjadi tugas imam untuk mengajurkan orang-orang berpuasa tiga hari,
kemudian para hari keempat mereka melaksanakan shalat istisqa' berjamaah dalam keadaan
berpuasa.

Namun ada juga yang memandang bahwa pada hari keempat itu tidak perlu berpuasa,
karena dibutuhkan tenaga untuk datang ke tempat shalat.

4. Mandi dan Bersiwak


Disunnahkan bagi jamaah yang akan ikut menghadiri dan menjalankan shalat istsqa' untuk
mandi terlebih dahulu sebelumnya, serta membersihkan giginya.

Alasannya, karena shalat ini dikerjakan dengan berjamaah, dimana tiap orang akan
bertemua dengan banyak orang yang lain. Maka para ulama menyunnahkan agar para
jamaah mandi dan bersiwak terlebih dahulu.

5. Tidak Pakai Parfum atau Perhiasan

Berbeda dengan shalat Jumat dan shalat Idul Fithr atau Idul Adha, dalam shalat istisqa'
tidak disunnahkan untuk memakai parfum dan perhiasan.

Sebab shalat istisqa' bukan waktu yang tepat untuk itu. Shalat istisqa' adalah shalat
keprihatinan hamba-hamba Allah SWT atas cobaan dan adzab yang turun.

Bahkan tidak disunnahkan untuk datang ke tempat shalat dengan mengendarai kuda atau
unta. Sebagaimana disebutkan dalam hadits :

ِ ‫ ُمت ََوا‬ ِ ‫خَ َر َج َرسُول هَّللا‬


َ ‫ ُمتَ َخ ِّشعًا ُمت‬Iً‫ضعًا ُمتَبَ ِّذال‬
‫َضرِّ عًا‬

Rasulullah SAW pergi keluar rumah dengan rendah hati, (berpakaian) dalam keadaan
kerendahan hati, penyerahan diri dan memohon

6. Membawa Hewan Ternak

Disunnahkan bahwa pada saat melaksanakan shalat istisqa' kepada jamaah untuk membawa
serta ternak dan hewan peliharaan mereka ke lapangan tempat dilaksanakannya shalat itu.
Dasarnya adalah hadits berikut ini :

‫صا‬ َ ُ‫ض ٌع َوبَهَائِ ُم ُرتَّ ٌع لَصُبَّ َعلَ ْي ُك ْم ْال َع َذاب‬


ًّ ‫صبًّا ثُ َّم رُصَّ َر‬ ِ ‫لَوْ الَ ِعبَا ٌد هَّلِل ِ ر َّك ٌع َو‬
ٌ َ‫ص ْبي‬
َّ ‫ان ُر‬

Seandainya bukan karean hamba-hamba yang ruku', bayi-bayi yang menyusu, dan ternak
yang dan binatang-binatang yang sama mencari makanan, maka dituangkan atas kamu
sekalian siksaan, benar-benar dituangkan. (HR. At-Thabarani dan Al-Baihaqi)
‫ ِد‬Iَ‫وا فَق‬II‫ ارْ ِج ُع‬: ‫ال‬Iَ‫ فَق‬. ‫ َما ِء‬I‫الس‬َّ ‫ا إِلَى‬II‫ْض قَ َوائِ ِم ِه َم‬
َ ‫ ٍة بَع‬I‫ ٍة َرافِ َع‬Iَ‫ َو بِنَ ْمل‬Iُ‫إ ِ َذا ه‬Iَ‫قِي ف‬I‫اس يَ ْست َْس‬ َّ ‫ ِه‬I‫أَ َّن ُسلَ ْي َمانَ َعلَ ْي‬
ِ َّ‫ َر َج بِالن‬Iَ‫اَل ُم خ‬I‫الس‬
‫يب لَ ُك ْم ِم ْن أَجْ ل هَ ِذ ِه النَّ ْملَ ِة‬
َ ‫ا ْستُ ِج‬

Bahwa Nabi Sulaiman alaihissalam keluar bersama orang-orang untuk melakukan istisqa'.
Tiba-tiba ada seekor semut yang mengangkat kaki-kakinya ke langit. Maka Sulaiman
berkata,"Mari kita pulang, sebab permintaan kita sudah diterima lantaran semut ini". (HR.
At-Thabarani dan Al-Baihaqi).

Namun ada juga yang berpendapat bahwa hal itu bukan bagian dari sunnah. Alasannya
karena Rasulullah SAW dahulu tidak melakukannya.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Istisqo (meminta hujan) ada 3 macam cara :
1. berdoa ,baik dilakukan sendiri-diri atau secara barjamaah.
2. Berdoa setelah mengerjakan sholat baik sholat fardhu atau sunah dan berdoa pada saat
khutbah jumat serta khutbah hari raya.
3. Melakukan sholat istisqo yang tata caranya adalah, sholat yang di lakukan untuk
meminta. Hujan kepada Alloh, sholat ini hukumnya sunnah mu’akkad dan termasuk
sholat sunnah yang memiliki sebab, sholat ini dilaksanakan jika ada hajat (beberapa
factor) antara lain kemarau panjang , tidak ada mata air, air berubah menjadi asin dll.

DAFTAR PUSTAKA

Al Ihkam Syarh Ushulil Ahkam, Ibnul Qasim


Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi, Al Inshaf , Al Mughni
Rasjid, sulaiman. 2012. Fikih Islam. Sinar Baru Algesindo: Bandung

Anda mungkin juga menyukai