Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“BEA MATERAI”

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu : Dr, Shinta Dewianty, SE.,MA.Ek

Di Buat Oleh :

Resi Patmawati

E.19.34275

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARQAM

(STAIDA) MUHAMMADIYAH

GARUT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Segenap warga negara berperan dalam menghimpun dana Pembangunan Nasional. Salah satu
caranya adalah dengan memenuhi kewajiban pembayaran atas pengenaan Bea meterai
terhadap dokumen-dokumen tertentu yang digunakan oleh masyarakat dalam lalu lintas
hukum. Bea meterai yang selama ini dipungut berdasarkan aturan bea meterai
1921(Zegelverordening1921) sebagaimana diubah beberapa kali, terakhir denganUU No. 13
Tahun 1985.

Bea meterai adalah pajak atas dokumen seperti yang telah disebutkan dalam Undang-Undang
Bea Meterai. Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikelarkan oleh
pemerintah Republik Indonesia. Banyak masyarakat yang belum mengerti benar akan
maksud dari penggunaan bea meterai, sehingga menimbulkan pelanggaran dalam pengenaan
bea meterai. Sehubungan dengan hal itu, perlu diadakan pengaturan kembali tantang bea
meterai yang lebih bersifat sederhana dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat.

Yang menjadi objek bea meterai adalah dokumen. Dokumen adalah kertas yang berisikan
tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang: perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. Tidak semua dokumen dikenakan bea
meterai, adapun dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang berupa
surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, keterangan
pemindahan yang ditulis diatas dokumen surat penyimpanan barang, konosemen dan surat
angkutan penumpang dan barang, bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas
tanggungan pengirim, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, surat-
surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas dan segala bentuk ijazah.

Selain itu yang tidak dikenakan bea meterai adalah tanda terima gaji,uang tunggu, pensiun,
uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta
surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran
itu, tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank,
kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan
dengan itu ke kas negara, kas pememerintah daerah dan bank, tanda penerimaan uang yang
dibuat untuk keperluan intern organisasi, dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran
uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan- badan lainnya yang
bergerak di bidang tersebut, surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian, tanda
pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan bentuk apapun.

Walaupun di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1983 yang operasionalnya berdasarkan


Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang tarif bea meterai telah menjelaskan
secara rinci tentang dokumen yang wajib atau tidak wajib diberi meterai, namun masih saja
terdapat pelanggaran dalam penggunaan bea meterai. Pelanggaran bea meterai ringan seperti
kurang meterai tempel dapat dilakukan dengan pemetraian kemudian. Namun pemalsuan atau
perbuatan dengan sengaja membuat atau meniru bea meterai merupakan tindakan melanggar
hukum yang dapat dituntut secara pidana.
B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, masalah yang akan dipecahkan dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana terminologi pajak atas bea meterai ?


b. Apa saja objek bea meterai ?
c. Mengetahui tarif bea meterai
d. Bagaimana tata cara pelunasan bea meterai ?

C. Tujuan dan Manfaat

Dari pembuatan makalah ini, kami memiliki tujuan yaitu sebagai bukti bahwa kelompok
kami mampu menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai dengan apa yang ada pada satuan
pembelajaran mata kuliah perpajakan. Selain dari pada tujuan tersebut kami juga berharap
dengan hadirnya makalah ini dapat memberi manfaat seperti dibawah ini :

a. Sebagai acuan untuk menambah wawasan mengenai pajak atas bea cukai
b. Mengingatkan kita akan penting dan perlunya taat membayar pajak
c. Sebagai referensi untuk pembaca mengenai pajak atas bea meterai
BAB II

PAJAK ATAS BEA METERAI

A. Terminologi Pajak Atas Bea Meterai dan Dasar Hukumnya

a) Pengertian Pajak Bea meterai

Bea meterai adalah pajak atas dokumen seperti yangtelah disebutkan dalam Undang-undang
Bea meterai.Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh
pemerintah republik Indonesia. Banyak masyarakat yang belum mengerti benar akan maksud
dari penggunaan bea meterai, sehingga menimbulkan pelanggaran dalam pengenaan bea
meterai. Sehubungan dengan hal itu, perlu diadakan pengaturan kembali tantang bea meterai
yang lebih bersifat sederhana dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat.

Bea Meterai adalah biaya pengesahan secara hukum atas suatu dokumen berharga dan
penting oleh negara. Pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut undang-undang
bea meterai menjadi objek bea meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek bea meterai
harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara
lain sebelum dokumen itu digunakan. Objek bea meterai adalah dokumen, yaitu kertas yang
berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau
kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.

Selain daripada itu ada beberapa terminologi yang perlu diperhatikan. Dalam memahami hal-
hal yang berkaitan dengan pajak atas bea meterai, khususnya beberapa pengertian yang
tercakup dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13Tahun 1985 , berikut ini diuraikan
beberapa terminologi yang berkaitan dengan pajak beameterai tersebut.

b) Dokumen

Yang dimaksud dengan dokumen dalam undang-undang ini adalah kertas yang berisikan
tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan.
c) Benda meterai

Yang dimaksud dengan benda meterai dalam undang-undang ini adalahmeterai tempel dan
kertas meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah RI.

d) Tanda tangan

Yang dimaksud dengan tanda tangan dalam undang-undang ini adalahtanda tangan
sebagaimana lazimnya dipergunakan termasuk pula paraf, teraan atau captanda tangan atau
cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan

e) Pemeteraian.

Yang dimaksud pemeteraian kemudian dalam undang-undangini adalah suatu cara pelunasan
bea meterai yang dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea
meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya

f) Pejabat pos

Yang dimaksud pejabat pos dalam undang-undang ini adalah pejabat PT. Pos dan giro yang
diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.

Dari penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak atas bea meterai adalah
biaya pengesahan secara hukum atas suatu dokumen berharga dan penting oleh negara. Pajak
yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang- undang Bea Meterai menjadi
objek bea meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek bea meterai harus sudah
dibubuhi benda meterai atau pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain sebelum
dokumen itu digunakan.

g) Dasar Hukum Pajak Bea meterai

Terdapat beberapa dasar hukum yang mengatur jalannya bea meterai di Indonesia. Dasar-
dasar Hukum tersebut antara lain:

1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Peraturan Pemerintah


Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas
Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk,
Ukuran,Warna, dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea
Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.
4. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea
Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.
5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea
Meterai dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.
6. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea
Meterai dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.
7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea
Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian
8. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian
Kemudian. Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang
dikenakan Bea Meterai.

B. Objek Bea Meterai

Objek-objek yang digunakan dalam Bea Meterai antara lain :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata.
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap
rangkapnya.
d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
1) Yang menyebutkan penerimaan uang;
2) Yang menyatakan pembukuan uang atau
penyimpanan uang dalam rekening bank
3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
4) yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau
diperhitungkan.
e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
f. Dokumen yang dikenakan bea meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan
sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat
kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakanoleh orang lain, lain dan
maksud semula.

Objek Bea Meterai adalah dokumen, yaitu kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti
dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak
yang berkepentingan.

Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, dokumen yang
dikenakan Bea Meterai adalah:

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata;
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap rangkapnya;
d. Surat yang yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) :
 yang menyebutkan penerimaan uang;
 yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalamrekening di bank;
 yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
 yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan;
e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih
dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah);
f. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnyalebih dari
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
Terhadap dokumen pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan
bea meterai dengan tarif sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah). Dikenakan pula bea meterai
sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah) atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat
pembuktian di muka Pengadilan:

 surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;


 surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula;

Terhadap dokumen pada huruf d, huruf e, dan huruf f, yang mempunyai harga nominal lebih
dari Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)
dikenakan bea meterai dengan tarif Rp.500,- (lima ratus rupiah) dan apabila harga
nominalnya tidak lebih dari Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) tidak terhutang bea meterai.

Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif bea meterai dan besarnya batas
pengenaan harga nominal yang dikenakan bea meterai, dapat ditiadakan, diturunkan,
dinaikkan setinggi-tingginya enam kali atas dokumen dokumen tersebut. Hal ini berarti
maksimum tarif adalah Rp 6.000 (enam ribu rupiah).

Dokumen yang dikecualikan dari pengenaan Bea Meterai adalah

a. Dokumen yang berupa:


1) surat penyimpanan barang;
2) konosemen;
3) surat angkutan penumpang dan barang;
4) keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 3);
5) bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
6) surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
7) surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai angka 6).
b. Segala bentuk Ijazah;
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya
yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu;
d. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, Kas Pemerintah Daerah,
danBank;
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dan Bank;
f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
g. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung
oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;
h. Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian;
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk
apapun.

PP No. 13 Tahun 1989

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1989 Tanggal 22 September 1989


Tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga Nominal yang
Dikenakan Bea Meterai atas Cek dan Bilyet Giro diatur bahwa tarif bea meterai atas cek dan
bilyet giro ditetapkan sebesar Rp.500,- (lima ratus rupiah) tanpa batas pengenaan besarnya
harga nominal.

PP No. 7 Tahun 1995

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 Tanggal 21 April 1995 tentang
Perubahan Tarif Bea Meterai diatur bahwa dokumen yang dikenakan Bea Meterai
berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 adalah dokumen yang berbentuk :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata;
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-
rangkapnya;
d. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) :
 yang menyebutkan penerimaan uang;
 yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
 yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank;
 yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan;
e. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang harga nominalnya lebih dari
Rp1.000.000,- (satu juta rupiah);
f. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih
dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah);
g. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan :
 surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
 surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud
semula.

Dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan
huruf g dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah); Terhadap dokumen
sebagaimana dimaksud pada huruf d, huruf e dan huruf f yang mempunyai harga nominal
lebih dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 1.000,- (seribu
rupiah),dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh
ribu rupiah) tidak terutang Bea Meterai. Tarif Bea Meterai atas cek dan bilyet giro ditetapkan
sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah), tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.

PP 24 Tahun 2000

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 Tanggal 20 April 2000 Tentang
Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang
Dikenakan Bea Meterai diatur bahwa dokumen yang dikenakan Bea
Meterai berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah
dokumen yang berbentuk :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata;
b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya;
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-
rangkapnya;
d. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
 yang menyebutkan penerimaan uang;
 yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
 yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; atau
 yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan;
e. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau
f. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:
 surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
 surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud
semula.

Dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea
Meterai dengan tarif Rp 6.000,- (enam ribu rupiah).Dokumen sebagaimana dimaksud pada
Pasal 1 huruf d dan huruf e:

1) yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh
ribu rupiah), tidak dikenakan Bea Meterai;
2) yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu
rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai
dengan tarif sebesar Rp 3.000,- (tiga ribu rupiah);
3) yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah),
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,- (enam ribu rupiah).
Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- (tiga ribu
rupiah) tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal. Efek dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah) dikenakan bea meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- (tiga ribu rupiah), sedangkan
yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan bea
meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,- (enam ribu rupiah).

Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat
kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah) dikenakan bea meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- (tiga ribu rupiah), sedangkan
yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan bea
meterai dengan tarif sebesar Rp.6.000,- (enam ribu rupiah).

C. Tarif Bea Meterai

1. Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:


 Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
pendata
 Akta-akta Notaris termasuk salinannya
 Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan
Rp1.000.000,-;
 Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:
surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan
semula.
2. Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut
 nominal sampai Rp. 250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai
 nominal antara Rp. 250.000,- sampai Rp. 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai
Rp3.000,-
 nominal diatas Rp. 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp. 6.000,-
3. Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa
batas pengenaan besarnya harga nominal.
4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai
dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai
harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-.
5. Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat
kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,-
dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih
dan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-

Dari beberapa penjelasan di atas dijelaskan juga bahwa :Bea meterai adalah pungutan yang
dikenakan pada dokumen resmi tertentu dengan tujuan untuk memberikan nilai hukum,
sehingga menjadi surat berharga.

Menurut PP No.24 tahun 2000, tarif bea meterai ada dua, yaitu : Rp. 3.000,- dan Rp. 6.000,-

Bea meterai Rp. 3.000,- Bea meterai Rp. 6.000,-


 Surat yang menurut jumlahnya  Surat Perjanjian
Rp 250.000 s/d Rp 1.000.000  Akta notaries
 Cek dan Bilyet Giro  Surat yang memuat jumlah uang lebih
dari Rp 1.000.000
 Dokumen yang akan digunakan
sebagai alat pembuktian di pengadilan

D. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai

1. Saat Terutang

Saat terutangnya bea meterai adalah saat sebelum dokumen yang terutang bea meterai
tersebut digunakan. Dalam Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 disebutkan saat
terutangnya Bea Meterai adalah:
 Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu diserahkan;
 Dokumen yang dibuat oleh lebih dan satu pihak adalah pada saat selesainya
dokumen dibuat;
 Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia.

2. Cara Pelunasan Pajak Atas Bea Meterai

 Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Meterai Tempel Cara

mempergunakan meterai tempel :

1) Meterai Tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen
yang dikenakan Bea Meterai.
2) Meterai Tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
3) Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun
dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan
di atas kertas dan sebagian lagi di atas Meterai Tempel.
4) Jika digunakan lebih dan satu Meterai Tempel, tanda tangan harus dibubuhkan
sebagian di atas semua Meterai Tempel dan sebagian di atas kertas.
5) Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel tetapi tidak memenuhi
ketentuan di atas, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.

 Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Kertas Meterai Cara

mempergunakan kertas meterai :

1) Sehelai Kertas Meterai hanya dapat digunakan untuk sekali pemakaian.


2) Kertas Meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
3) Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat
seluruhnya di atas Kertas Meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih
tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai.
4) Jika sehelai Kertas Meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal ini
belum ditandatangani oleh yang berkepentingan, sedangkan dalam Kertas Meterai
telah terlanjur ditulis dengan beberapa kata/kalimat yang belum merupakan suatu
dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada Kertas Meterai tersebut
dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru, maka Kertas Meterai yang demikian
dapat digunakan dan tidak Perlu dibubuhi meterai lagi.
5) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi, dokumen yang
bersangkutan dianggap tidak bermeterai.

 Pelunasan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan

Pelunasan dengan cara membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan
memerlukan beberapa syarat sebagai berikut:

1) Pelunasan Bea Meterai dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan kepada
penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata- rata setiap hari
minimal sebanyak 50 dokumen.
2) Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan mesin teraan
meterai harus melakukan prosedur sebagai berikut:
 Mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin
teraan meterai yang akan digunakan, serta melampirkan surat pernyataan tentang
jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.
 Melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,-
(lima belas juta rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Ke Kas Negara
melalui Bank Persepsi.
 Menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
 Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal
ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
 Pelunasan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Sistem
Komputerisasi
1) Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi hanya diperkenankan untuk
dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dalam Pasal 1 huruf d PP
No. 24 Tahun 2000 dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal sebanyak
100 dokumen.
 mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata- rata dokumen
yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari
 pembayaran Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen
yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (ke Kas Negara melalui Bank Pensepsi).
 menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea
Meterai kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
2) Ijin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan
sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar pada saat
mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 (satu) bulan berikutnya.

 Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan


1) Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi pencetakan hanya diperkenankan untuk
dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
2) Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi
pencetakan harus melakukan prosedur sebagai berikut:
 pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi
Bea Meterai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui
Bank Persepsi.
 mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan
jumlah bea meterai yang telah dibayar.
3) Perum Peruri dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea
Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun, harus menyampaikan laponan bulanan kepada Direktur Jenderal Pajak paling
lambat tanggal 10 setiap bulan.
4) Pelunasan Bea Meterai bagi dokumen yang dibuat di Luar Negeri Dokumen yang
dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang tidak digunakan di
Indonesia.

3. Ketentuan Khusus dan Sanksi

Ketentuan khusus

 Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah
dilunasi Bea Meterai yang terutang dengan cara pemeteraian kemudian.
 Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya,
masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan:
 Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Meterainya tidak
atau kurang dibayar;
 Melekatkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan
tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan;
 Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dan dokumen yang Bea
Meterainya tidak atau kurang dibayar;Memberikan keterangan atau catatan pada
dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif Bea Meterainya.
Pelangganan terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai
Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi Administrasi

Sanksi ini dikenakan apabila terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan Bea Meterai yang
harus dilunasi kurang bayar.

 Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek Bea Meterai tidak atau kurang
dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua
ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.
 Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) harus
melunasi Bea Meterai terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.

Ketentuan Pidana

Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam KUHP:

 Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel kertas meterai atau meniru dan
memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai;
 Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau
memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat
dengan melawan hak;
 Barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan menyerahkan,
menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia meterai yang
mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya
mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dana atau
menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan haknya;
 Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya
digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan
benda meterai;
 Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain (sesuai Pasal 7 UU Bea
Meterai dipidana penjara selama-lamanya 7 tahun dan tindak pidana ini adalah bentuk
kejahatan).
BABIII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan dan rincian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya :

1. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen seperti yangtelah disebutkan dalam Undang-
undang Bea Meterai. Benda meterai adalah meterai tempel dan kertsa meterai yang
dikeluarkan oleh pemerintah republik Indonesia
2. Terdapat beberapa dasar hukum yang mengatur jalannya bea meterai diIndonesia
3. Objek Bea Meterai adalah dokumen, yaitu kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.
4. Terdapat beberapa cara pelunasan pajak atas Bea Meterai
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, MBA., Akt, Prof. Dr, 2019, “Perpajakan Edisi 2019”, CV Andi Offset,
Yogyakarta.

Undang-Undang Bea Meterai Nomor 13 taun 1985

http://www.pajakonline.com

http://masjoen.blogspot.com/2013/01/seputar-bea-meterai.html

Anda mungkin juga menyukai