TEKNIK KIMIA
BIOTEKNOLOGI FARMASI
Disusun oleh:
Dela Safitri/062030401231
Putri Anggraini/062030401237
Tuankho Farras Fauzan/062030401240
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAAN
Biotek perusahaan desain dan memproduksi vaksin yang lebih aman oleh
organisme yang ditransformasi melalui rekayasa genetik. Vaksin-vaksin biotek
meminimalkan risiko infeksi. Rekayasa genetika adalah proses mengidentifikasi
dan mengisolasi DNA dari suatu sel hidup atau mati dan memasukkannya dalam
sel hidup lainnya. Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan
gen untuk menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan.
Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA.
Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat makhluk
hidup. Hal itu karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai struktur yang
sama, sehingga dapat direkombinasikan. Selanjutnya DNA tersebut akan
mengatur sifat-sifat makhluk hidup secara turun-temurun. Rekayasa Genetika
pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja mikroba tersebut
(misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara, meningkatkan
kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan makanan ternak,
mikroba prebiotik untuk makanan olahan), dan untuk menghasilkan bahan obat-
obatan dan kosmetika, serta Pembuatan insulin manusia dari bakteri (Sel
pancreas yang mempu mensekresi Insulin digunting , potongan DNA itu
disisipkan ke dalam Plasmid bakteri ) DNA rekombinan yang terbentuk menyatu
dengan Plasmid diinjeksikan lagi ke vektor, jika hidup segera di
kembangbiakan.
gen baru ke dalam struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan
organisme penerima dapat berasal dari organisme apa saja. Pada proses rekayasa
genetika organisme yang sering digunakan adalah bakteri Escherichia coli.
Bakteri Escherichia coli dipilih karena paling mudah dipelajari pada taraf
molekuler.
1. Input yaitu bahan kasar (raw material) yang akan diolah seperti; beras,
anggur, susu dsb.
3. Output yaitu produk baik berupa barang dan/atau jasa, seperti; alkohol, enzim,
antibiotika, hormon, pengolahan limbah.
2. Terapi gen
3. Somatostatin
Diproduksi dari hasil transplantasi gen eukariosit dari hipofisis
manusia ke gen E. coli. Hormon pertumbuhan pada manusia
(humangrowth hormone) ini diberikan kepada para penderita dwarfisme
hipofisis dan berfungsi untuk meningkatkan sekresi hormon
pertumbuhan; somatotropin, hormon yang juga dikloning dari bakteri E
Coli, digunakan sebagai hormon pertumbuhan, pengobatan patah tulang,
luka bakar, dan pendarahan di lambung (Smith, 2009).
4. Hormon Insulin
Insulin merupakan protein manusia pertama yang disintesis
secara kimia. Secara tradisional, insulin untuk pengobatan manusia
diisolasi dari pancreas sapi atau babi. Kemudian seiring perkembangan di
bidang bioteknologi telah terjadi perbaikan cara produksi insulin melalui
rekayasa genetika. Melalui DNA rekombinan, insulin
diproduksi menggunakan sel mikroba yang tidak pathogen. Produk
hormone insulin manusia dapat dihasilkan melalui teknik rekayasa
genetika dengan teknologi plasmid. Hormone ini berfungsi mengubah
glukosa dalam darah menjadi glikogen (Sudjadi, 2008).
Pembuatan Insulin
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel-sel beta yang
membentuk pulau sehingga disebut pulau langerhans di kelenjar pangkreas.
Pada awalnya terbentuk proinsulin yang molekulnya lebih besar daripada
Terapi gen dapat dilakukan pada gen sel somatic maupun embrional,
berikut penjelasannya.
a. Terapi gen pada sel somatic Terapi gena pada sel somatis
(somatic gene therapy) yaitu usaha mereparasi gen karena
cacat bawaan dengan cara menyisipkan gene normal ke
organisme penderita, sebagai contoh kelainan metabolisme.
Langkah-langkah terapi gena sebagai berikut: sel sumsum
tulang (bone marrow) atau sel kulit diekstrasi (dikeluarkan)
dari tubuh pasien kemudian dipelihara dalam medium kultur
untuk perbanyakan. Kemudian disisipkan gen normal ke
dalam DNA sel tadi dengan rekayasa gena ini diharapkan
untuk mem-perbaiki penisilin yang sudah ada dengan mutasi secara iradiasi
ultra violet dan sinar X. Selain Penicillium chrysogenu, beberapa
mikroorganisme juga digunakan sebagai antibiotik, antara lain: •
Cephalospurium : penisilin N. • Cephalosporium : sefalospurin C. •
Streptomyces: streptomisin, untuk pengobatan TBC Produksi antibiotic
dilakukan dalam skala besar pada tangki fermentasi dengan ukuran besar.
Sebagai contoh, penicillium chrysogenum ditunbuhkan dalam 100.000 liter
fermentor selama kurang lebih 200 jam. Mula-mula suspense spora
P.chrysogenum ditumbuhkan pada larutan bernutrisi. Kultur diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 24◦ C dan selanjutnya ditransfer ke tangki aerasi
yang baik selama satu hingga dua hari.
Produksi Vitamin dan Asam Amino
Vitamin merupakan faktor esensial bagi manusia. Beberapa dapat
diproduksi melalui fermentasi mikroorganisme, dan digunakan sebagai
suplemen makanan. Misalnya, vitamin B12 dapat diproduksi sebagai produk
samping fermentasi antibiotik oleh Streptomyces. Vitamin B12 juga
diperoleh dari fermentasi Propionibacterium shermanii atau Paracoccus
denitrificans. Riboflavin dapat dihasilkan dari fermentasi berbagai macam
mikroorganisme, misalnya bakteri Clostridium dan fungi Eremothecium
ashbyi atau Ashbya gossypii. Lisin diproduksi melalui fermentasi
mikroorganisme, sehingga dapat digunakan sebagai suplemen makanan bagi
manusia dan sebagai bahan tambahan pada sereal. Produksi lisin dari
kerbohidrat menggunakan Corynebacterium glutamicum Asam glutamat
(glutamic acid) dimanfaatkan sebagai monosodium glutamat (MSG), bahan
penyedap makanan. Asam L-glutamat dan MSG dapat diproduksi melalui
fermentasi fermentasi strain Brevibacterium, Arthrobacter, dan
Corynebacterium. Kultur Corynebacterium glutamicum dan Brevibacterium
flavum digunakan untuk produksi MSG dalam skala besar. Proses fermentasi
memerlukan media glukosa-garam mineral dengan menambahkan urea
secara periodik sebagai sumber nitrogen selama proses fermentasi. Nilai pH
dijaga berkisar 6-8, dan temperatur berkisar 30ºC.
Produksi Steroid
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Artama, W.T. (1990). Teknik Hibridoma untuk Porduksi Antibodi Monoklonal. Makalah
Kursus Immuno-bioteknologi. Yogyakarta: PAU UGM. Betteng, R., Pangemanan, D., &
Mayulu, N. 2014. Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2
Pada Wanita Usia Produktif Ii Puskesmas Wawonasa. Jurnal e-Biomedik, 2(2): 400-410.
Machmud, M., Harjosudarmo, Jumanto, Manzila, Ifa, & Suryadi, Yadi. 2004. Pengembangan
Teknik Produksi dan Aplikasi Antibodi Monoklonal Ralstonia solanacerum. Kumpulan
Makalah Seminar Hasil Penelitian BBBiogen Tahun 2004.
Madigan, M.T., Martinko, J.M., Dunlap, P.V. and Clark, D.P. 2009. (published February, 2008)
Brock Biology of Microorganisms, 12th edition.
Sudjadi. 2008. Bioteknologi kesehatan. Yogyakarta: Kanisius Thieman, W.J, Palladino, M.A.
2004. Introduction to Biotechnology. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings