Anda di halaman 1dari 47

MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT

STAF AHLI KASAD

KAJIAN STRATEGIS

TENTANG

TINJAUAN TUGAS TNI AD MEMBANTU PEMERINTAH


GUNA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN

BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum.

a. TNI mempunyai peran sebagai alat negara di bidang pertahanan yang


dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik,
sedangkan fungsinya adalah sebagai alat negara sebagai Penangkal terhadap
setiap bentuk ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan,
keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa, Penindak terhadap setiap bentuk
ancaman dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan
keselamatan bangsa, Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu
akibat kekacauan keamanan. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun
2004 tentang TNI pada pasal 7 (ayat 1), tugas pokok TNI adalah menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945 serta melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara, sedangkan tugas pokok TNI AD, yang
merupakan bagian integral TNI merupakan alat pertahanan negara untuk
menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah dan
melindungi keselamatan bangsa yang dilaksanakan dengan Operasi Militer Perang
(OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), serta ikut aktif dalam tugas
perdamaian tingkat regional maupun internasional, dalam pasal 7 (ayat 2) terutama
butir 8 tertulis memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya
secara dini sesuai dengan sistem pertahanan rakyat semesta dan butir 9 tertulis
membantu tugas pemerintah di daerah.
2

b. Berdasarkan intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011 tentang Program Upaya


Khusus (Upsus) dan Nota Kesepahaman No.3/MoU/PP.300/M/4/2012 tentang
Pelibatan TNI dalam ketahanan pangan, konsep ketahanan pangan diartikan
sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai tingkat
perseorangan yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, budaya masyarakat untuk dapat hidup
sehat, aktif, produktif secara berkelanjutan (UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan), tindak lanjut TNI AD dalam menjabarkan tugas dari Panglima TNI adalah
melaksanakan kerjasama dalam bentuk bantuan personel, sarana maupun
prasarana, kemampuan teknis yang terbatas dengan Kementerian/Lembaga
Pemerintah atau Non Pemerintah (LPNK) melalui program Upaya Khusus (Upsus)
swasembada pangan secara bertahap, bertingkat, berlanjut serta tidak bersifat
intervensi terhadap pemerintah, semua kegiatan didasarkan atas hasil
kesepakatan dan kesepahaman bersama yang dituangkan dalam bentuk MoU
dengan leading sector Kementerian/LPNK, perjanjian kerjasama Direktorat
Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian RI
dengan Asisten Teritorial Kasad Nomor 02/MoU/RC.210/B.01/2018 dan Nomor
Kerma/1-1/I/2018 tanggal 15 Januari 2018 tentang Program kerjasama dalam
mendukung produksi padi, jagung dan kedelai melalui program perbaikan jaringan
irigasi dan sarana pendukungnya serta perjanjian kerjasama Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan Kementerian RI dengan TNI AD Nomor 382/HK.220/C/02/2018
dan Nomor Kerma/5/II/2018 tanggal 27 Februari 2018 tentang Pemanfaatan dan
Optimalisasi lahan dalam rangka peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai
mendukung swasembada pangan. Kerjasama TNI AD khususnya satuan Kowil
adalah optimalisasi lahan melalui bantuan sarana produksi benih, pupuk dan
Alsintan, perbaikan Jaringan Irigasi Tersier (JIT), Gerakan Penerapan Pengelolaan
Tanam Terpadu (GP-PTT), Perluasan Areal Tanam (PAT), Pengawalan
pendistribusian pupuk bersubsidi mulai dari lini 1 (gudang) sampai dengan lini 4
(pengecer) serta melaksanakan pengawalan dan pendampingan penyerapan
gabah/beras dari petani kepada Perum Bulog.

c. Program ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah akan terpenuhi


apabila memenuhi 3 (tiga) PILAR, Ketersediaan (Availability); Keterjangkauan
(Accessibility) baik fisik non ekonomi; dan Stabilitas (Stability) yang harus tersedia
dan terjangkau setiap saat dan setiap tempat, pelaksanaan kerjasama antara
3

pemerintah dan TNI AD telah berjalan cukup lama namun hasil yang dicapai belum
sesuai target yang diharapkan, belum tercapainya target mengartikan bahwa
pelaksanaan kerjasama masih banyak menghadapi kendala dan perlu melakukan
tindakan evaluatif menyangkut bentuk, tugas, mekanisme dan kerjasama yang
efektif dan efisien, dengan tidak mengurangi profesionalisme prajurit Kowil. Dari
penjelasan diatas maka ditemukan masalah yaitu Pertama; Beban kerja Satkowil
saat ini dirasakan sangat berat, Kedua; Belum ada Juknis penjabaran dari PKS
sebagai pedoman Satkowil dan perlunya Addendum PKS dan Ketiga; Bulog belum
optimal dalam mendukung penyerapan hasil panen gabah.

d. Agar pelaksanaan kegiatan kerjasama antara Kementerian Pertanian RI dan


TNI AD dapat mencapai hasil yang optimal namun tidak mengurangi profesional
prajurit Kowil, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah yang
menyebabkan duplikasi tugas pokok Kowil dengan tugas-tugas tambahan yang
diberikan, maka Kelompok Ekonomi Staf Ahli Kasad melaksanakan pengumpulan
data dengan cara peninjauan ke Kementerian Pertanian RI, Perum Bulog dan
satuan jajaran TNI AD untuk mendapatkan informasi secara langsung melalui
pengisian daftar pertanyaan dan wawancara pendalaman serta diskusi dengan
pihak-pihak terkait langsung yang tercantum dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS)
Ketahanan Pangan serta menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD)
sebagai penyempurnaan dalam kegiatan pengumpulan data yang hasilnya disusun
dalam bentuk kajian strategis tentang “Tinjauan Tugas TNI AD Membantu
Pemerintah Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan”.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Memberikan gambaran kepada Pimpinan TNI AD tentang kegiatan


penyusunan kajian strategis tentang “Tinjauan Tugas TNI AD Membantu
Pemerintah Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan”.

b. Tujuan. Untuk memberikan masukan kepada pimpinan dalam menentukan


kebijakan selanjutnya berdasarkan hasil kajian strategis tentang “Tinjauan Tugas
TNI AD Membantu Pemerintah Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan”.
4

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Kajian strategis ini meliputi latar belakang
pemikiran sebagai dasar dalam penyusunan kajian ini, Data/Fakta dan masalah yang
ditemukan serta analisa permasalahan yang disusun dengan tata urut sebagai berikut:

a. Pendahuluan;

b. Latar Belakang;

c. Data/Fakta dan Permasalahan;

d. Analisa Permasalahan;

e. Kesimpulan dan Saran; dan

f. Penutup.

4. Metode dan Pendekatan.

a. Metode. Metode yang digunakan pada penulisan ini adalah deskriptif


analisis dengan menyajikan data/fakta serta permasalahan yang diperoleh pada
pelaksanaan pengumpulan data dan Focus Group Discussion (FGD) yang
didukung dari data primer (pengisian daftar pertanyaan) untuk selanjutnya dianalisa
melalui trianggulasi dari jawaban yang diterima; dan

b. Pendekatan. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah


pendekatan komprehensif integral dengan memedomani peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan ketentuan internal di lingkungan TNI AD berkaitan
dengan “Tinjauan Tugas TNI AD Membantu Pemerintah Guna Mewujudkan
Ketahanan Pangan”.

5. Pengertian.

a. Pendampingan adalah upaya terus menerus dan sistematis dalam


mendampingi (memfasilitasi) individu, kelompok maupun komunitas dalam
mengatasi permasalahan dan menyesuaikan diri dengan kesulitan hidup yang
5

dialami, sehingga mereka dapat mengatasi permasalahan tersebut dan mencapai


perubahan hidup ke arah yang lebih baik.

b. Babinsa adalah pelaksana pembinaan teritorial yang berhadapan langsung


dengan masyarakat desa serta dengan segala permasalahan yang penuh dengan
kemajemukan.

c. Pendampingan Babinsa adalah upaya pekerjaan dan kegiatan yang


dilakukan secara terus menerus dan sistematis oleh Babinsa dalam mengatasi
berbagai kendala, antara lain terbatasnya infrastruktur (jaringan irigasi, jalan usaha
tani, jalan produksi, pelabuhan yang dilengkapi dengan pergudangan), belum
cukup tersedianya benih/bibit unggul bermutu, pupuk, pestisida/obat-obatan, alat
dan mesin pertanian hingga ke tingkat usaha tani, konversi lahan pertanian
produktif dan sebagainya.

d. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi


untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa,
irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.

e. Jaringan Irigasi adalah saluran dan bangunan pelengkapnya yang


merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi yang
mencakup penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air
irigasi.

f. Pengembangan/rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan pembangunan


baru, peningkatan dan atau perbaikan/penyempurnan jaringan irigasi guna
mengembalikan/meningkatkan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula
sehingga menambah luas areal tanam dan atau meningkatkan intensitas
pertanaman.

g. Optimasi lahan adalah upaya peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dan


produktivitas padi, jagung dan kedelai pada lahan sawah dan non sawah melalui
penyediaan prasarana dan sarana pertanian.

h. Produktivitas adalah tingkat hasil produksi yang didapatkan per satuan luas
(hektar) dalam satu kali pertanaman.
6

i. Sawah adalah lahan usaha tani yang secara fisik permukaan tanahnya rata,
dibatasi oleh pematang, sehingga dapat ditanami padi dengan sistem
genangan/tadah hujan atau pengairan berselang.

j. Indeks Pertanaman (IP) adalah frekuensi penanaman pada sebidang lahan


pertanian untuk memproduksi padi, jagung dan kedelai dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun.

k. Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) adalah


pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha
tani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang
sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta
bersifat spesifik lokasi.

l. Perluasan Areal Tanam (PAT) adalah perluasan areal tanam pada lahan
yang sebelumnya tidak pernah ditanami atau dulu pernah ditanamai tetapi
sekarang tidak ditanami lagi (peningkatan IP) bias pada lahan sawah beririgasi,
sawah tadah hujan, lahan pasang surut rawa, lahan kering, lahan perhutani dan
lain-lain.

m. Analisa usaha tani adalah suatu upaya tentang bagaimana seseorang


mengalokasikan sumberdaya yang ada, secara efektif dan efisien untuk tujuan
memperoleh keuntungan pada waktu tertentu.

n. Produktifitas hasil adalah satuan hasil produksi sebagai output dalam satu
hektar sawah yang di optimasi persatuan input.

BAB II
LATAR BELAKANG
7

6. Umum. Pelaksanaan tugas prajurit TNI AD dalam Operasi Militer Selain Perang
(OMSP) terutama oleh prajurit Kowil di daerah diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dalam rangka membantu pemerintah di daerah terutama yang
menyangkut kebutuhan dasar diantaranya pemenuhan pangan, wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang subur dapat ditanami bermacam tumbuhan terutama bahan
pangan untuk diproduksi dan di konsumsi, pertambahan penduduk yang cepat akan
menuntut pemenuhan pangan yang memadai, maka pemerintah berkewajiban untuk
menyediakannya. Saat ini pemerintah menilai pemenuhan pangan untuk rakyat masih
sangat kurang dan perlu langkah-langkah strategis dalam meningkatkan produksi pangan,
kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI meningkatkan produksi pangan
tidak dapat berjalan optimal dikarenakan sistem dan mekanisme pelaksanaan mulai
tingkat pusat sampai tingkat daerah tidak dapat berjalan sempurna karena terhalang
dengan sistem otonomi daerah menjadikan petunjuk dan kebijakan pusat tidak bisa
langsung dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Melihat situasi yang kurang baik
ini, maka kepala pemerintahan Presiden Jokowi memerintahkan TNI untuk membantu
Kementerian Pertanian RI untuk melaksanakan program kerjasama dalam swasembada
pangan nasional melalui Upaya Khusus (Upsus), yang pelaksanaanya melibatkan prajurit
TNI AD terutama satuan kewilayahan.

7. Latar Belakang.

a. Dalam rangka mensuksekan program pemerintah dibidang ketahanan


pangan khususnya upaya mewujudkan swasembada pangan nasional, pada acara
Apel Danrem Dandim Terpusat di Pangkalan Bun Kalteng pada tanggal 5
Desember 2014, Presiden RI Ir. H. Joko Widodo memberi instruksi kepada Kasad
dan seluruh jajaran agar membantu Kementerian Pertanian RI. Kasad beserta
seluruh jajaran berkomitmen mendukung program swasembada pangan nasional
melalui upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai. Sesuai
Undang-Undang RI tentang TNI Nomor 34 Tahun 2004, TNI AD sebagai salah satu
komponen bangsa yang memiliki jati diri sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang,
Tentara Nasional dan Tentara Profesional maka TNI AD membantu pemerintah
dan petani dalam program kegiatan meningkatkan produktifitas pertanian atau
pangan untuk memberikan konstribusi yang optimal kepada bangsa dan negara.
Dengan memanfaatkan kekuatan, kemampuan serta fasilitas yang dimilikinya
TNI AD didayagunakan dalam program swasembada pangan yang
implementasinya diwujudkan dalam bentuk kerjasama atau melaksanakan program
8

bersama dengan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)


guna mencapai ketahanan pangan. Sebagai wujud implementasi dalam memahami
salah satu fungsi utama TNI AD yaitu fungsi pembinaan teritorial. Kerjasama
dilaksanakan dalam bentuk bantuan personel, sarana maupun prasarana, maupun
teknis terbatas sesuai kemampuan dan batas kemampuan TNI AD yang
disesuaikan dengan program kerja Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) terkait yang dilaksanakan melalui program Upaya Khusus
(Upsus) swasembada pangan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut serta tidak
bersifat intervensi terhadap pemerintah (Kementerian/LPNK). Semua kegiatan
didasarkan atas hasil kesepakatan dan kesepahaman bersama yang dituangkan
dalam bentuk MoU atau Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan leading sector
Kementerian/LPNK.

b. MoU antara Panglima TNI dengan Menteri Pertanian RI Nomor 01/MoU/


HK.220/M/I/2018 dan Nomor Kerma/7/I/2018 tanggal 11 Januari 2018 tentang
percepatan pelaksanaan program pembangunan pertanian yang di tindaklanjuti
dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kepala Staf Angkatan Darat dengan
Kementerian Pertanian RI yang diwakili oleh Asisten Teritorial Kasad dengan Dirjen
Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian RI Nomor
02.1/MoU/ RC.210/B.01/2018 dan Nomor Kerma/1-1/I/2018 tanggal 15 Januari
2018 tentang Program Kerma mendukung produksi Padi, Jagung dan Kedelai
(Pajale) melalui program perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukungnya,
sesuai survei di lapangan peran dan fungsi TNI AD cukup besar dirasakan oleh
dinas pertanian maupun masyarakat sehingga perlu adanya Addendum/revisi
Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara TNI AD dengan Kementerian Pertanian RI
dalam mendukung pemerintah tentang program ketahanan pangan menjadi lebih
optimal.

c. Nota Kesepahaman antara Tentara Nasional Indonesia dengan Perum


Bulog Nomor PK-75/DO 201/08/2015 dan Nomor Kerma/33/VIII/2015 tentang
Optimalisasi penyerapan produksi gabah/beras dalam negeri dan telah berakhir
pada Tahun 2016. Selanjutnya ditindaklanjuti pada Rakor tentang Sergap (Serapan
Gabah) di kantor pusat Perum Bulog pada tanggal 10 Mei 2018 untuk
menindaklanjuti konsep revisi MoU. Sesuai hasil survei di lapangan diketemukan
permasalahan tidak terserapnya gabah dari petani pada program ketahanan
pangan dikarenakan petani tidak ingin menjual ke Bulog dengan alasan harga
9

terlalu rendah, sehingga Satkowil berusaha untuk menghimbau tetap menjual ke


Bulog 10% dari hasil panennya.

8. Landasan Pemikiran.

a. Landasan Idiil. Pancasila sebagai landasan idiil dan dasar negara bangsa
Indonesia pada hakikatnya mencerminkan nilai-nilai keseimbangan, keserasian,
keselarasan, persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga Pancasila menjadi dasar
dalam menyelenggarakan segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang
ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila juga dijadikan
sebagai sumber hukum dan merupakan motivasi perjuangan seluruh bangsa
Indonesia yang berdaulat dan mandiri yang implementasinya tertuang dalam nilai-
nilai Pancasila khususnya pada sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia”. Setiap orang berhak atas jaminan sosial tanpa
memandang usia, status maupun profesinya yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.

b. Landasan Konstitusional.

1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Dalam Undang-


Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 hasil amandemen keempat diatur
antara lain:

a) Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara


kepulauan yang bercirikan nusantara (Pasal 25.A);

b) Bumi dan air beserta kekayaan alam yang terkandung


didalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat 3); dan

c) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas


demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,
berkeadialn, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional (Pasal 33 ayat 4).
10

Berdasarkan landasan konstitusional diatas, strategi penataan ruang


wilayah NKRI baik sebagai kesatuan wilayah maupun sebagai sumber daya
perlu ditinggkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna
dan berhasil guna dengan berpedoman kepada kaidah penataan ruang,
sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga berkelanjutan demi
terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial.

2) Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional


Indonesia pada Pasal 7 ayat 2 tugas pokok operasi Militer Selain Perang
Point 8, pemberdayaan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya
secara dini sesuai dengan sistem pertahanan rakyat semesta, Poin 9,
Membantu tugas pemerintah di daerah.

3) Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan


mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil,
merata dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian
pangan dan ketahanan pangan nasional.

c. Landasan Operasional.

1) Nota Kesepahaman antara Menteri Pertanian RI dengan Panglima


TNI Nomor 01/MoU/ HK.220/M/I/2018 dan Nomor Kerma/7/I/2018 tanggal
11 Januari 2018 tentang percepatan pelaksanaan program pembangunan
pertanian.

2) Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kepala Staf Angkatan Darat


dengan Kementerian Pertanian RI yang diwakili oleh Asisten Teritorial
Kasad dengan Dirjen Prasarana dan Sarana (PSP) Kementerian Pertanian
RI Nomor 02.1/MoU/ RC.210/B.01/2018 dan Nomor Kerma/1-1/I/2018
tanggal 15 Januari 2018 tentang Program Kerma mendukung produksi Padi,
Jagung dan Kedelai (Pajale) melalui program perbaikan jaringan irigasi dan
sarana pendukungnya.

3) Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 02/KPTS/SR.040/B/01/2019


tentang Pedoman teknis cetak sawah pola swakelola TA 2019.
11

4) Nota Kesepahaman antara Tentara Nasional Indonesia dengan


Perum Bulog Nomor PK-75/DO 201/08/2015 dan Nomor Kerma/33/
VIII/2015 tentang Optimalisasi penyerapan produksi gabah/beras dalam
negeri.

5) Buku Panduan Pendampingan Pelaksanaan Upaya Khusus (Upsus)


TA 2019 yang dikeluarkan oleh Dirjen PSP Kementerian Pertanian RI dan
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

9. Landasan Teori.

a. Tugas pokok.

1) Tugas pokok adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan,


pekerjaan yang merupakan tanggung jawab, perintah untuk berbuat atau
melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan, tugas pokok sebagai satu
kesatuan pekerjaan atau kegiatan yang paling utama dan rutin dilakukan
oleh para pegawai dalam sebuah organiasi yang memberikan gambaran
tentang ruang lingkup atau kompleksitas jabatan atau organisasi demi
mencapai tujuan tertentu (Muammar Himawan. Pokok-pokok organisasi
modern. Bina ilmu. Jakarta. 2004.hlm.38).

2) Tugas pokok TNI AD adalah menegakkan kedaulatan negara dan


keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD RI 1945, serta melindungi seluruh tumpah darah
Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
negara (UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI).
3) Tugas pokok Kodam menyelenggarakan pembinaan kesiapan
operasional atas segenap komandonya dan operasi pertahanan aktif di
darat sesuai kebijakan Pangdam.

b. Profesionalisme.

1) Profesionalisme prajurit adalah perilaku prajurit yang mengacu


kepada kecakapan, keahlian dan disiplin dalam bentuk komitmen dari para
12

anggotanya yang mendasari tindakan atau aktifitas seseorang yang


merupakan sikap dalam melaksanakan aturan-aturan/kode etik, profesi yang
berlaku dalam hubungannya dengan masyarakat untuk menghasilkan karya
terbaik. Menurut Jatman (2002) dalam Rahman (2013) dimensi
profesionalisme adalah altruisme, komitmen terhadap kesempurnaan,
toleransi, integritas, karakter, respek serta Sence of Duty.

2) Profesionalisme adalah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara


pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat
pada atau dilakukan oleh profesional, professional berasal dari profesi yang
bermakna berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian
khusus untuk mnjalankannya (KBBI,1994). Jadi profesionalisme adalah
tingkah laku, kepakaran atau kualiti dari seseorang profesional (long man,
1987). Ciri-ciri professional antara lain memiliki jiwa yang senantiasa
mendorong dirinya untuk mewujudkan kerja-kerja yang professional,
keinginan selalu menampilkan perilaku yang mendekati ideal, meningkatkan
dan memelihara image profesi, keinginan untuk selalu mengejar
kesempatan pengembangan dan mengejar kualiti dan cita-cita dalam
profesi.

c. Beban Tugas.

1) Pokok-pokok penilaian beban kerja dilingkungan TNI AD Nomor


Kep/994/XII/2016 tanggal 7 Desember 2016;

2) Analisa jabatan dilingkungan TNI AD Nomor Kep/994/XII/2016


tanggal 7 Desember 2016;
3) Tugas prajurit Kowil, antara lain:

a) Tugas rutin adalah kegiatan yang rutin dilaksanakan dan


berlaku umum atau sama dengan pejabat lain dalam satuan yang
sama;

b) Tugas pokok adalah kegiatan yang secara langsung


mendukung tugas pokok unit kerja, merupakan penjabaran dari tugas
dan fungsi unit kerja;
13

c) Tugas penunjang adalah kegiatan yang tidak termasuk dalam


tugas rutin maupun tugas pokok namun menjadi tuntutan organisasi
dan memiliki relevansi dengan tugas pokok; dan

d) Tugas tambahan adalah merupakan kegiatan yang secara


tidak langsung mendukung pelaksanaan tugas pokok unit kerja.

d. Ketahanan pangan.

Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai


mengemuka saat terjadi krisis pangan dan kelaparan yang menimpa dunia pada
1971. Sebagai kebijakan pangan dunia, istilah ketahanan pertama kali digunakan
oleh PBB untuk membebaskan dunia, terutama negara-negara sedang
berkembang dari krisis produksi dan suplai makanan pokok. Fokus ketahanan
pangan pada masa itu, sesuai dengan definisi PBB adalah menitik beratkan pada
pemenuhan kebutuhan pokok dan membebaskan dunia dari krisis pangan. Definisi
tersebut kemudian disempurnakan pada International Conference of Nutrition pada
1992 yang disepakati oleh pimpinan negara anggota PBB, yakni tersedianya
pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang, baik dalam jumlah maupun mutu
pada setiap individu untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Maknanya adalah setiap
orang setiap saat memiliki akses secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang
cukup agar hidup sehat dan produktif (Hakim 2014). World Food Summit pada
Tahun 1996 mendefinisikan ketahanan pangan terjadi apabila semua orang secara
terus menerus, baik secara fisik, sosial dan ekonomi mempunyai akses untuk
pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman yang memenuhi kebutuhan
pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup aktif dan sehat (Safa’at, S 2013).

Beberapa ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua


unsur pokok , yaitu ketersediaan pangan dan aksesabilitas masyarakat terhadap
pangan tersebut. Ketersediaan dan kecukupan pangan mencakup kuantitas dan
kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan
kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari.
Penyediaan pangan dapat ditempuh melalui produksi sendiri dan impor dari negara
lain. Komponen kedua yaitu aksesabilitas setiap individu terhadap bahan pangan
dapat dijaga dan ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar serta
14

mekanisme pemasaran yang efektif dan efisien, yang dapat disempurnakan melalui
kebijakan niaga, atau distribusi bahan pangan dari sentra produksi sampai ke
tangan konsumen (Arifin 2001). Di Indonesia konsep ketahanan pangan
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Dalam
definisi tersebut ditegaskan lima bagian dalam konsep tentang ketahanan pangan
tersebut, yaitu:

1) Terpenuhinya pangan yang cukup dari segi jumlah (aspek


ketersediaan/availabelity), yaitu bahwasanya pangan ada dan jumlahnya
mencukupi bagi masyarakat, baik yang bersifat nabati maupun hewani;

2) Terpenuhinya mutu pangan (aspek kesehatan/healthy), yaitu


bahwasanaya pangan yang ada atau diadakan memenuhi standar mutu
yang baik dan layak untuk dikonsumsi manusia. Kaitannya dalam
pemenuhan kebutuhan gizi mencukupi kebutuhan akan karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral;

3) Aman (aspek kesehatan/healthy), yaitu bahwasanya pangan yang


dikonsumsi memenuhi standar kesehatan bagi tubuh dan tidak mengandung
bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan manusia;

4) Merata (aspek distribusi/distribution), yaitu bahwasanya pangan


terjamin untuk distribusi secara merata ke setiap daerah sehingga pangan
mudah diperoleh masyarakat; dan
5) Terjangkau (aspek akses), yaitu bahwasanya pangan memungkinkan
untuk diperoleh masyarakat dengan mudah dan harga wajar. Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) mengemukakan tiga
pilar ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan,
dan pemanfaaatan pangan (utilitas). Ketersediaan pangan menyangkut
kemampuan individu memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk
kebutuhan dasarnya. Sementara itu, aksesbilitas pangan berkaitan dengan
cara seseorang mendapatkan bahan pangan. Sedangkan utilitas pangan
adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan berkualitas (Hakim
2014). Ketahanan pangan didefinisikan sebagai “Ketahanan pangan terjadi
apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan
ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan
15

aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan untuk hidup
aktif dan sehat”. Pemerintah Indonesia melalui Dewan Ketahanan Pangan
bekerjasama dengan World Food Programme (WFP) membuat Food
Insecurity Atlas (FIA) tingkat Kabupaten. Pertama diluncurkan Food
Insecurity Atlas pada Tahun 2005, lalu diperbaharui lagi dengan membuat
Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Tahun 2009 yang dibuat
berdasarkan pendekatan ketersediaan pangan, akses pangan dan
pemanfaatan pangan (Dewan Ketahanan Pangan 2009). Ketersediaan
pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh
baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan
pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya
pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan
pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan
bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional,
Provinsi, Kabupaten atau tingkat masyarakat (Dewan Ketahanan Pangan
2009). Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh
cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter,
hadiah, pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara
kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan
tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara
kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas
(Dewan Ketahanan Pangan 2009). Pemanfaatan pangan merujuk pada
penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk
menyerap dan memetabolisme zat gizi (konversi zat gizi secara efisien oleh
tubuh). Pemanfaatan pangan juga meliputi cara penyimpanan, pengolahan
dan penyiapan makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar selama
proses pengolahannya serta kondisi higiene, budaya atau kebiasaan
pemberian makan terutama untuk individu yang memerlukan jenis makanan
khusus, distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai kebutuhan masing-
masing individu (pertumbuhan, kehamilan, menyusui dan lain-lain), dan
prioritas kesehatan masing-masing anggota rumah tangga (Dewan
Ketahanan Pangan 2009). Kerawanan pangan dapat bersifat kronis atau
sementara/transien. Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan
jangka panjang atau yang terus menerus untuk memenuhi kebutuhan
pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor strukural,
yang tidak dapat berubah dengan cepat, seperti iklim setempat, jenis tanah,
16

sistem pemerintah daerah, kepemilikan lahan, hubungan antar etnis, tingkat


pendidikan dan lain-lain. Kerawanan pangan sementara (Transitory food
insecurity) adalah ketidakmampuan jangka pendek atau sementara untuk
memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait
dengan faktor dinamis yang berubah dengan cepat seperti penyakit infeksi,
bencana alam, pengungsian, berubahnya fungsi pasar, tingkat besarnya
hutang, perpindahan penduduk (migrasi) dan lain-lain. Kerawanan pangan
sementara yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan
menurunnya kualitas penghidupan rumah tangga, menurunnya daya tahan
dan bahkan bisa berubah menjadi kerawanan pangan kronis (Dewan
Ketahanan Pangan 2009).

10. Dasar Pemikiran.

a. Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 disebutkan tugas pokok TNI


itu pada prinsipnya ada 3 (tiga), yaitu Pertama; Menegakkan kedaulatan negara,
Kedua; Mempertahankan keutuhan wilayah dan Ketiga; Melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan.  Tugas
pokok tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan
Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam rangka pelaksanaan tugas
perbantuan TNI AD kepada pemerintahan di daerah diperlukan suatu kebijakan
Menteri Pertahanan yang mengatur pelaksanaan tugas perbantuan dalam
menangani permasalahan di daerah antara lain membantu mengatasi akibat
bencana alam, merehabilitasi infrastruktur, mengatasi masalah akibat pemogokan
dan konflik komunal serta tugas-tugas lain sesuai kebutuhan pemerintahan di
daerah.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai pilar utama pertahanan negara,


melalui aparat teritorial yang dapat berhubungan langsung dengan masyarakat
sipil memiliki peran yang penting dalam pembinaan terhadap masyarakat di desa.
Peran aparat teritorial sangat penting selain deteksi dini terhadap berbagai
ancaman juga membantu kesulitan masyarakat yang menjadi wilayah binaannya.
Babinsa adalah pelaksana Danramil dalam melaksanakan fungsi pembinaan
teritorial di pedesaan yang bertugas pokok melatih rakyat dan memberikan
penyuluhan di bidang pertahanan negara serta pengawasan fasilitas atau
prasarana untuk pertahanan negara di pedesaan. Babinsa adalah pelaksana
17

pembinaan teritorial yang berhadapan langsung dengan masyarakat desa serta


dengan segala permasalahan yang penuh dengan kemajemukan.

Dalam Buku Petunjuk Tuntunan Tugas Babinsa, Tugas Babinsa tercantum di


Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor 19/IV/2008 tanggal 8 April 2008,
yaitu antara lain:

1) Melaksanakan Pembinaan Teritorial sesuai petunjuk Danramil;

2) Melaksanakan pengumpulan dan pemeliharaan data geografi,


demografi, kondisi sosial dan Potensi Nasional meliputi SDM, SDA/SDB serta
sarana dan prasarana di wilayahnya;

3) Memberikan informasi tentang situasi dan kondisi wilayah bagi


pasukan yang bertugas di daerahnya yang berupa:

a) Karakteristik daerah seperti kondisi jalan, sungai, jembatan,


hutan/gunung di wilayah yang bisa dilalui Pasukan;

b) Daerah logistik wilayah;

c) Karakteristik tentang adat istiadat, budaya; dan

d) Kondisi cuaca.

4) Melaporkan perkembangan situasi kepada Danramil pada


kesempatan pertama (laksanakan temu cepat dan lapor cepat dengan
berpedoman kepada SIABIDIBAME); dan

5) Babinsa dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung


jawab kepada Danramil.

Doktrin Teritorial Nusantara menyebutkan bahwa pembinaan diartikan


sebagai tindakan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan,
18

pengembangan, pengerahan, dan pengendalian segala sesuatu secara berdaya


guna dan berhasil guna untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sesuai dengan Buku Pedoman Praktis Aparat Teritorial, yang dimaksud


dengan pembinaan teritorial adalah segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan yang
berhubungan dengan perencanaan, pengembangan, pengerahan, serta
pengendalian potensi wilayah dengan segenap aspeknya dalam rangka
menjadikan kekuatan wilayah sebagai RAK (Ruang, Alat, dan Kondisi juang) demi
kepentingan pertahanan negara yang hakikatnya untuk mewujudkan
Kemanunggalan TNI dan Rakyat guna menyukseskan tugas pokok TNI.
Pembinaan Teritorial dapat dilaksanakan oleh TNI secara berdiri sendiri maupun
bersama-sama dengan unsur-unsur di luar TNI untuk membantu pemerintah dalam
menyiapkan kekuatan pertahanan yang meliputi wilayah pertahanan dan kekuatan
pendukungnya serta terwujudnya kemanunggalan TNI dan Rakyat.

b. TNI AD dalam membantu pemerintah dan petani dalam program kegiatan


meningkatkan produktivitas pertanian atau pangan telah berupaya memberikan
kontribusi yang optimal kepada bangsa dan Negara. Dengan memanfaatkan
kekuatan, kemampuan serta fasilitas yang dimiliki untuk didayagunakan dalam
program swasembada pangan yang implementasinya diwujudkan dalam bentuk
kerja sama atau melaksanakan program bersama dengan Kementerian/Lembaga
Pemerintah Non Kementerian (LPNK) guna mencapai ketahanan pangan. Sebagai
wujud implementasi dalam memahami salah satu fungsi utama TNI AD yaitu fungsi
pembinaan teritorial. Kerjasama dilakukan dalam bentuk personel, sarana maupun
prasarana, maupun teknis terbatas sesuai kemampuan dan batas kemampuan
TNI AD yang disesuaikan dengan program kerja Kementerian/Lembaga
Pemerintah Non Kementerian (LPNK) terkait yang dilaksanakan melalui program
Upaya Khusus (Upsus) swasembada pangan secara bertahap, bertingkat dan
berlanjut serta tidak bersifat intervensi terhadap pemerintah (Kementerian/LPNK).
Semua kegiatan didasarkan atas hasil kesepakatan dan kesepahaman bersama
yang dituangkan dalam bentuk MoU dengan leading sector Kementerian/LPNK.

c. MoU antara Panglima TNI dengan Menteri Pertanian RI Nomor


01/MoU/HK.220/M/I/2018 dan Nomor Kerma/7/I/2018 tanggal 11 Januari 2018
tentang percepatan pelaksanaan program pembangunan pertanian yang ditindak
lanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kepala Staf Angkatan Darat
19

dengan Kementerian Pertanian RI yang diwakili oleh Asisten Teritorial Kasad


dengan Dirjen Prasaran dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian RI
Nomor 02.1/MoU/RC.210/B.01/2018 dan Nomor Kerma/1-1/I/2018 tanggal 15
Januari tentang program Kerma mendukung produksi Padi, Jagung dan Kedelai
(Pajale) melalui program perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukungnya,
pelaksanaan program kerjasama yang berlangsung dirasakan manfaatnya oleh
dinas pertanian maupun masyarakat namun belum optimal capaiannya dan dinilai
perlu adanya Addendum/revisi Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara TNI AD dengan
Kementerian Pertanian RI dalam mendukung pemerintah tentang program
ketahanan pangan lebih optimal.

d. Perjanjian kerjasama yang saat ini dilaksanakan akan berakhir pada bulan
Desember 2019, hasil identifikasi masalah dari Kepala Dinas di tingkat Provinsi,
Kab/Kota diberbagai daerah dan masyarakat yang langsung merasakan manfaat
dari dampak kerjasama ini, menyarankan untuk tetap dilanjutkan, dilain pihak
personel TNI AD (Satkowil) tetap dituntut profesional tugas pokoknya sesuai
Perkasad Nomor III/XII/2012 tanggal 12 Desember 2012 tentang organisasi dan
tugas Komando Distrik Militer (Kodim) menyelenggarakan pembinaan teritorial
untuk menyiapkan wilayah pertahanan di darat dan menjaga keamanan wilayah
dalam rangka mendukung tugas pokok Kodam/Korem, sedangkan tugas-tugas
yang diemban antara lain:
1) Pertempuran.

a) Pembinaan ruang pertempuran. Menyusun dan menyiapkan


ruang untuk digunakan dalam penyelenggaraan pertempuran dalam
rangka OMP maupun OMSP.

b) Pembinaan daya tempur. Mewujudkan daya tempur


kesatuannya yang mampu mendukung tugas pokok Kodam/Korem.

c) Pembinaan kesiapan operasi. Mewujudkan kesiapan


pendukung dan tersedianya kompi cadangan serta komponen
pendukung dlam rangka OMP/OMSP.

2) Pembinaan Teritorial.
20

a) Membantu pemerintah Kab/Kota menyiapkan potensi nasional


menjadi kekuatan nasional aspek darat yang disiapkan secara dini,
meliputi Wilhan serta kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan
OMP berdasar kepada kepentingan pertahanan negara.

b) Membantu pemerintah Kab/Kota menyelenggarakan pelatihan


dasar kemiliteran secara wajib bagi warga negara sesuai dengan
perundang-undangan.

c) Membantu pemerintah Kab/Kota dalam memberdayakan


komponen pendukung.

d) Membantu pemerintah Kab/Kota untuk memberikan bantuan


kemanusiaan, menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian,
rehabilitasi insfrastruktur dan mengatasi masalah akibat pemasokan
serta konflik komunal.

e) Membangun, memelihara, meningkatkan dan memanfaatkan


kemanunggalan TNI dan Rakyat.

e. Tugas melaksanakan fungsi organik militer (meliputi Intel, Ops, Pers, Log,
Ter dan perencanaan pengawasan dalam mendukung tugas pokok Kodim).

f. Tugas melaksanakan fungsi organik pembinaan (melaksanakan latihan


dalam mendukung tugas pokok Kodim).

Dari semua uraian tugas tersebut, belum dimasukkan tugas-tugas lainnya


seperti RTLH, KB Kes, kebakaran hutan serta ketahanan pangan dan lain-lain yang
tentunya bila dilaksanakan secara bersamaan Satkowil tidak akan mampu
melaksanakan tugasnya, maka perlu kita tinjau ulang agar supaya semua tugas
dapat dilaksanakan namun tidak mengesampingkan tugas pokok aparat teritorial,
hal ini akan kita ukur dengan menghitung beban kerja seorang Babinsa sebagai
sampling pelaksanaan di lapangan.

BAB III
21

DATA/FAKTA DAN PERMASALAHAN

11. Umum. Data diartikan sebagai kenyataan yang ada dan berfungsi sebagai bahan
sumber untuk menyusun suatu pendapat, keterangan yang benar dan keterangan atau
bahan yang dipakai untuk penalaran dan penyelidikan, pengertian lain data adalah semua
keterangan dari perorangan yang dijadikan responden maupun yang berasal dari
dokumen-dokumen baik dalam bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan
penelitian. Sedangkan fakta diartikan sebagai hal keadaan atau peristiwa yang
merupakan kenyataan, sesuai yang benar-benar ada atau terjadi, pengertian fakta secara
istilah merupakan perbandingan dengan data dalam penelitian, bila data dipahami
sebagai teori maka fakta adalah kenyataan/prakteknya, dalam penelitian antara
perbandingan data dan fakta ini atau teori dan kenyataan/praktek akan melahirkan
sebuah masalah.

Dalam pengumpulan data metoda yang digunakan adalah pengisian checklist dan
wawancara langsung kepada informan yang telah ditunjuk dan dianggap kompeten yaitu
kepada Ditjen Prasarana dan Sarana (PSP), Ditjen Ketahanan Pangan Kementerian
Pertanian RI, Dirut Pengadaan Perum Bulog, Sterad, Itjenad, Pusterad, Ditziad, Kodam
II/Swj, Kodam VI/Mlw dan Kodam XII/Tpr.
12. Hasil Pengumpulan Data/Puldata (terlampir).

13. Hasil Focus Group Discussion (FGD) tanggal 19 Desember 2019 (terlampir).

14. Permasalahan.

a. Beban kerja Satkowil saat ini dirasakan sangat berat.

b. Belum ada Juknis penjabaran dari PKS sebagai pedoman Satkowil dan
perlunya Addendum PKS.

c. Bulog belum optimal dalam mendukung penyerapan hasil panen gabah.

BAB IV
ANALISA PERMASALAHAN
22

15. Umum. Menurut Gorys Keraf, analisa adalah sebuah proses untuk memecahkan
sesuatu kedalam bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lainnya, sedangkan
menurut Komarrudin bahwa analisa suatu kegiatan bersifat untuk menguraikan suatu
keseluruhan menjadi komponen-komponen, sehingga dapat mengenal tanda-tanda dari
setiap komponen, hubungan satu sama lainnya dan fungsi masing-masing dalam
keseluruhan yang terpadu.

Data jawaban dari responden yang telah terkumpul selanjutnya direkap maka
didapat masalah yaitu Pertama; Beban kerja Satkowil saat ini dirasakan sangat berat,
Kedua; Belum ada Juknis penjabaran dari PKS sebagai pedoman Satkowil serta perlunya
Addendum PKS dan Ketiga; Bulog belum optimal dalam mendukung penyerapan hasil
panen gabah, dihadapkan kepada tinjauan tugas TNI AD membantu pemerintah guna
mewujudkan ketahanan pangan.

16. Analisa terhadap beban kerja Satkowil saat ini dirasakan sangat berat

a. Tugas perbantuan TNI kepada pemerintahan dapat menyentuh banyak


aspek. Dari 32 tugas pemerintah daerah, baik yang berkaitan dengan urusan
pemerintah yang wajib maupun urusan pemerintah yang bersifat pilihan,
penugasan kepada TNI dapat dimungkinkan dengan disesuaikan pada batas
kemampuan TNI. Menurut Huntington (2013) perbantuan militer terhadap
pemerintah bersesuaian dengan menempatkan sipil di atas militer. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh (Huntington, 2013) bahwa kontrol sipil terhadap militer
dapat terjadi melalui tiga pola yaitu kontrol sipil oleh lembaga pemerintah, kontrol
sipil oleh kelas sosial dan kontrol sipil oleh bentuk konstitusional.

Upaya perbantuan terhadap pemerintah oleh TNI AD merupakan bentuk


kontrol sipil yang konstitusional. Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004
tentang TNI, pasal 5 menegaskan bahwa seluruh tugas pokok TNI baik OMP
maupun OMSP, dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Oleh karena itu, fungsional atau disfungsional TNI bagi negara sangat bergantung
23

pada kebijakan dan keputusan politik negara dalam memposisikan dan


mengoperasionalkan TNI sebagai pengguna kekuasaan militer.

Dengan mengoptimalkan peran dan fungsinya dalam perbantuan


pemerintah, TNI AD menunjukan sikap professional karena senantiasa siaga
melaksanakan setiap kehendak kelompok sipil yang memegang otoritas yang sah.
Profesional TNI AD merupakan wujud nyata dari komitmen fundamental untuk
menjadi pengawal kedaulatan negara dan penjamin integritas bangsa serta
memiliki kompetensi dan etika yang tinggi di bidang militer (Syahnakri, 2008).
Namun, peran militer dalam menopang pembangunan juga dilihat dalam konteks
pelaksana kebijakan yang diambil oleh negara, bukan bagian dari komponen yang
turut terlibat dalam semua penentuan kebijakan yang mengandung implikasi bagi
soal pertahanan dan keamanan (Bainus, 2012).

b. Program ketahanan pangan dan swasembada pangan merupakan program


kerjasama yang telah dicanangkan melalui Memorandum of Understanding (MoU)
antara Kementerian Pertanian RI dengan TNI AD sejak Tahun 2012. Dari program
kerjasama tersebut beberapa daerah telah menunjukkan keberhasilan atas
peningkatan produksi pangan dengan peran serta Satkowil TNI AD (Babinsa),
antara lain Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Banten. Hal ini tentu
membutuhkan kerja keras TNI AD (Satkowil) khususnya Babinsa selaku pelaksana
di lapangan bersama aparat dari Dinas Pertanian serta partisipasi dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya mendukung program pemerintah menciptakan
ketahanan pangan. Pencapaian ini tidak mungkin untuk dilepaskan begitu saja,
karena kesadaran semua pihak terkait menjadi penopang utama keberhasilan
program kerjasama TNI AD dengan Kementerian Pertanian RI. Untuk
mempertahankan kondisi yang telah dicapai tersebut tentu peran Babinsa masih
diperlukan sesuai tugas dan fungsinya untuk menciptakan stabilitas ketahanan
nasional, termasuk dalam bidang pertanian (ketahanan pangan). Meski pada
kenyataan harus diakui peran Babinsa selaku alat negara dalam bidang
pertahanan memiliki kemampuan dan batas kemampuan dalam program Upaya
Khusus (Upsus) swasembada pangan.

Konsep tugas yang dapat dilaksanakan oleh Babinsa (Satkowil) agar dapat
melaksanakan tugas-tugas tambahan dengan tidak mengenyampingkan tugas
pokoknya adalah berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara karena
24

fungsional atau disfungsional TNI bagi negara sangat bergantung pada kebijakan
dan keputusan politik negara dalam memposisikan dan mengoperasionalkan TNI
sebagai pengguna kekuasaan militer. Artinya dalam melaksanakan tugas-tugas
tambahan dalam mengimplementasikan kerja sama (MoU) dengan Kementerian
Pertanian RI, Babinsa sekaligus melaksanakan pembinaan teritorial, yaitu
melaksanakan Komunikasi Sosial (Komsos) untuk deteksi dini, cegah dini dan
temu cepat lapor cepat setiap menemukan kejadian atau peristiwa yang sesuai
kriteria merupakan ancaman atau potensi ancaman terhadap keutuhan NKRI.
Seperti kegiatan penanggulangan Kebakaran Hutan (Karhutla), Karhutla sendiri
merupakan ancaman bagi kelestarian lingkungan (wilayah) NKRI yang harus dijaga
dan dilindungi dari ancaman.

Tugas yang demikian padat bagi Babinsa memerlukan job analysis dari
aspek manajemen personalia, yaitu suatu analisa yang dilakukan untuk
menentukan kemampuan 1 karyawan (Babinsa) dalam melaksanakan tugas (job
description) yang dibebankan kepadanya, seperti contoh gambar dibawah ini:
25
26
27
28
29
30

Dari gambar di atas menunjukkan bahwa seorang Babinsa dengan ragam


tugas diantaranya tugas rutin, tugas pokok, tugas penunjang dan tugas tambahan
seperti rincian di atas selama 1 (satu) tahun maka evaluasi akhir perhitungan
beban kerja Babinsa tersebut dengan nilai Indeks beban Kerja (IBK) sebesar
116,17%, nilai tersebut berdasarkan catatan di atas berada 80%<rata-rata<119%
artinya masih memenuhi standar, namun tugas tambahan lainnya seperti
diantaranya ketahanan pangan ini belum dimasukkan dalam tugas-tugas
tambahan, dan apabila tugas-tugas tersebut dimasukkan dalam analisa beban
kerja dan nilai akhir IBK nya akan meningkat tajam di atas 120%, sehingga
berdasarkan evaluasi beban kerja di atas perlu penambahan personel, atau
bahkan bila berada di atas >140% perlu dikaji untuk validasi Orgas.

Jika tugas-tugas yang dibebankan kepada Babinsa tersebut memiliki


kemungkinan untuk tidak dapat diselesaikan tepat waktu, sebaiknya membutuhkan
penambahan personel. Analisa atau konsep tugas ini sebagai antisipasi beban
31

tugas yang berat bagi Babinsa dihadapkan pada target yang harus dapat dicapai,
yaitu tugas pokok sebagai alat negara dalam bidang pertahanan, sekaligus
menyelesaikan tugas-tugas tambahan sesuai kebijakan dan keputusan politik
negara. Selain upaya diatas, hal yang dapat dilakukan agar pelaksanaan kerja
sama antara TNI AD dengan Kementerian Pertanian RI (Dirjen PSP) dapat berjalan
secara optimal dalam program ketahanan pangan, salah satunya adalah melalui
rapat-rapat koordinasi serta loby intensif TNI AD untuk memberikan atau
menekankan pentingnya tata ruang wilayah pertahanan secara nasional dijadikan
acuan bagi Kementerian Pertanian RI dalam memilih dan menentukan daerah yang
akan dijadikan lahan pertanian. Hal ini dirasa perlu untuk mengurangi atau
menghindari adanya pencetakan sawah baru yang tidak produktif.

c. Dalam hal program kerjasama mendukung produksi Padi, Jagung dan


Kedelai (Pajale) melalui program perbaikan jaringan irigasi dan sarana
pendukungnya, sesuai hasil survei di lapangan tugas prajurit TNI AD (Babinsa)
cukup besar dirasakan oleh Dinas Pertanian maupun masyarakat dalam
mendukung pemerintah tentang program ketahanan pangan, sebenarnya
merupakan indikasi penerimaan masyarakat tentang kehadiran Babinsa (TNI AD)
masih diharapkan. Satuan Komando Teritorial (Satkowil) masih memiliki pengaruh
dan dibutuhkan di masyarakat. Aparat Komando Kewilayahan (Apkowil) mengambil
peran dalam pengamanan pupuk dan distribusi pupuk. Apkowil turun langsung
untuk mengawal proses kegiatan pertanian dari awal hingga akhir. Masyarakat
menerima kehadiran Babinsa dan menganggap bahwa Babinsa banyak membantu
terutama dalam mengorganisir kelompok-kelompok tani yang ada di setiap desa.
Babinsa juga berperan sebagai pendorong dan pengorganisir kegiatan bercocok
tanam, dengan pengorganisasian yang dilakukan oleh para Babinsa, maka proses
penanaman para petani cenderung akan serempak pada setiap musim tanam.
Kondisi seperti diatas menunjukkan adanya sistem yang berlaku di masyarakat
masih tergantung dan membutuhkan sosok yang dapat dijadikan simbol panutan
atau membutuhkan inovasi dan pengembangan tata kelola yang dapat mengurangi
potensi ketidakpastian hasil panen maupun bantuan dari pemerintah (Alsintan,
Saprodi, dan lain-lain). Dengan kedekatan dan ikatan emosional yang terjalin
antara Babinsa dengan masyarakat maupun aparat Dinas Pertanian di daerah,
maka tugas-tugas Babinsa dalam melaksanakan pembinaan teritorial sebagai
tugas pokoknya dengan sendirinya akan terselesaikan. Ibarat pepatah “sambil
menyelam minum air” meskipun tugas tambahan seolah sangat berat dan banyak
32

begitu juga dengan tugas pokok, dengan kejelian Babinsa dalam memanfaatkan
waktu dan berkomunikasi dengan masyarakat, maka tugas pokok dan tugas
tambahan sesuai keputusan politik negara dapat diselesaikan. Namun, apabila
kondisi ini juga tidak dapat dilaksanakan secara bersamaan, maka komando atas
perlu melaksanakan job analysis dari aspek manajemen personalia untuk
menentukan kemampuan 1 orang Babinsa dalam menyelesaikan tugas (job
description) yang dibebankan kepadanya. Jika tugas-tugas yang dibebankan tidak
mungkin untuk diselesaikan tepat waktu, sebaiknya membutuhkan penambahan
personel. Karena pada dasarnya tugas pokok melaksanakan pengumpulan data
geografi, demografi dan kondisi sosial suatu wilayah dan melakukan update setiap
saat guna mengetahui perkembangan yang terjadi sebagai data penunjang
pengambilan keputusan komando atas sangat membutuhkan waktu.

Adanya lahan tidak produktif dan tidak sesuai peruntukan merupakan


kesalahan yang seharusnya perlu dilakukan kajian atau melibatkan lintas sektor
dalam menentukan kawasan atau daerah yang akan dijadikan lahan pertanian.
Salah satu instansi yang dapat diminta pendapat adalah BNPB atau BPBD yang
secara luas lebih mengetahui kondisi wilayah dengan tingkat kerawanan tertentu.
Begitu juga dengan TNI AD dengan data terkait Tata Ruang Wilhan dapat
mengetahui kesesuaian peruntukan lahan suatu daerah. BPBD dengan
kemampuan memetakan daerah rawan bencana serta TNI AD dengan kemampuan
memetakan daerah sesuai peruntukan (pertahanan) akan lebih memberikan
keberfungsian suatu daerah apabila dijadikan lahan pertanian. Dengan penentuan
tersebut azas manfaat dan produktif akan lebih terpenuhi. Dengan kondisi yang
telah terjadi dimana terdapat lahan yang tidak produktif, maka diperlukan kajian
secara khusus mengenai penyebabnya. Jika lahan tersebut tidak produktif karena
rawan bencana maka harus dialih fungsikan sebagai kawasan lindung dan diganti
dengan lahan produktif di tempat lain yang akan memberikan daya dukung optimal
dalam mewujudkan program ketahanan pangan.

d. MoU dengan Perum Bulog, dihadapkan hasil survey lapangan diketemukan


permasalahan tidak terserapnya gabah dari petani pada program ketahanan
pangan dikarenakan petani tidak ingin menjual ke Bulog dengan alasan harga
terlalu rendah, sehingga Satkowil berusaha untuk menghimbau tetap menjual ke
Bulog 10% dari hasil panennya terutama bagi petani yang mendapatkan bantuan
Sarana produksi padi (Saprodi) dan alat industri pertanian (Alsintan) dari
33

pemerintah. Permasalahan utama adalah ketidaksesuaian harga pasar beras/


gabah dengan harga yang dipatok oleh Perum Bulog dalam membeli hasil panen
petani. Sebagai instansi yang telah terikat dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS),
TNI AD memiliki kewajiban untuk memberikan informasi harga pasar secara aktual
kepada Perum Bulog sebagai acuan dalam menetapkan harga beli gabah/beras
dari petani. Sebagai salah satu instansi yang bertanggung jawab atas ketersediaan
pangan secara nasional, Perum Bulog seharusnya mampu melihat peluang
menjadi sarana bagi kesejahteraan petani maupun masyarakat umum. Penetapan
harga beli atau jual kembali produk-produk pertanian harus dapat dijangkau oleh
kemampuan atau daya beli masyarakat. Perum Bulog perlu melakukan
pembenahan manajemen secara keseluruhan agar penetapan harga dapat
memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Sementara untuk TNI AD
dalam kaitan PKS dengan Bulog terkait ketahanan pangan perlu mengawasi
distribusi hasil-hasil pertanian.

Secara keseluruhan upaya khusus (Upsus) swasembada pangan


memerlukan keterlibatan seluruh pihak bukan saja pelaku (petani dan pemerintah)
tetapi juga seluruh masyarakat yang terkait. Karena kemunculan tengkulak atau
distribusi (pengangkutan hasil pertanian) yang tidak sesuai standar dapat
menggagalkan upaya pemerintah mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Keterlibatan Bulog untuk terjun langsung melakukan peninjauan harga pasar
gabah/beras akan penting sebagai dasar penentuan harga beli atau jual kepada
petani yang memerlukan, sehingga akan diperoleh kesesuaian harga antara petani
dan Bulog. Meski dalam hal ini peran Babinsa untuk melakukan komunikasi
dengan petani agar melakukan penjualan gabah/beras ke Bulog sudah intens.

17. Analisa Terhadap belum adanya Juknis penjabaran dari PKS sebagai
pedoman Satkowil dan perlunya Addendum PKS. Pencapaian swasembada pangan
yang berkelanjutan terhadap padi, jagung dan kedelai memerlukan proses pemberdayaan
dalam bentuk pendampingan yang dilakukan oleh Satkowil terutama Babinsa dengan
tugas dan fungsi yang telah ditentukan dengan mempertimbangkan aspek teknis, sosial,
budaya, ekonomi dan lingkungan melalui proses-proses dari persiapan sampai dengan
pelaksanaan, konsep yang ditawarkan terhadap jabaran PKS sebagai pedoman Satkowil
dan perubahan (Addendum) PKS adalah sebagai berikut:

a. Persiapan dan perencanaan.


34

1) Sosialisasi di setiap tingkatan. Sosialisasi dilaksanakan untuk


menyamakan persepsi bagi para pelaku dan pemangku kepentingan tentang
pendampingan oleh Babinsa dalam mencapai swasembada berkelanjutan
terhadap padi, jagung dan kedelai, kegiatan ini dilakukan secara bertahap
dari tingkat Provinsi, Kabupaten Kota, Kecamatan sampai tingkat
Desa/Kelurahan. Kegiatan sosialisasi ditingkat Provinsi dan Kabupaten Kota
dapat disinergikan dengan kegiatan penandatanganan kerjasama
pendampingan antara pemerintah daerah/kelembagaan yang menangani
pertanian dengan unsur TNI AD, sedangkan kegiatan sosialisasi ditingkat
Kecamatan dan Desa/Kelurahan dapat dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan gerakan serentak.

2) Diklat Pertanian bagi Babinsa. Berdasarkan Nota Kesepahaman


Nomor 01/MoU/RC.120/M/1/2015 dan Nomor 1/I/2015 antara Menteri
Pertanian RI dengan Kepala Staf Angkatan Darat tentang Sinergi dalam
mendukung ketahanan pangan nasional maka dalam implementasinya
jajaran TNI AD merupakan satu tim operasional bersama dengan
kelembagaan yang menangani pertanian di setiap tingkatan wilayah dalam
pelaksanaan kegiatan pencapaian swasembada pangan padi, jagung dan
kedelai, Diklat teknis pertanian bagi Babinsa bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman tentang peran Babinsa dan keterampilan teknis dalam
membantu penyuluhan pada peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai,
secara rinci pelaksanaan Diklat teknis pertanian bagi Babinsa diatur pada
pedoman tersendiri.

3) Koordinasi pelaksanaan pendampingan disetiap tingkatan.


Pelaksanaan kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh para Babinsa
harus berkoordinasi kepada semua pihak terkait di semua tingkatan untuk
membangun persamaan persepsi, meningkatkan koordinasi, integrasi dan
sinergitas antar lembaga/instansi yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan
pencapaian swasembada berkelanjutan padi, jagung dan kedelai.
Pertemuan harus dibangun di setiap tingkatan dengan tujuan sebagai
berikut:
35

a) Sinkronisasi kegiatan yang kegiatannya dilakukan secara


bersama-sama;

b) Koordinasi pelaksanaan kegiatan dan penyusunan rencana


kerja pendampingan peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai
ditingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa; dan
c) Menyampaikan rencana sinergitas kegiatan pendampingan
peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai kepada Gubernur,
Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa.

4) Penyiapan Calon Petani Calon Lahan (CP/CL). Penerima manfaat


sebagai pelaku utama kegiatan peningkatan produksi padi, jagung dan
kedelai merupakan petani yang tergabung dalam kelompok tani/P3A/
Gapoktan/GP3A yang telah diusulkan. Kegiatan penyiapan CP/CL
merupakan proses validasi ulang terhadap para penerima manfaat agar
tidak terjadi penyimpangan sasaran yang telah ditentukan, kegiatan ini
dilakukan secara terpadu oleh penyuluh, mantra tani/UPTD dan Babinsa
dengan ruang lingkup kegiatannya:

a) Mengecek ulang persyaratan kelompok penerima manfaat


(potensi kenaikan IP, luas lahan dan berada dalam daerah irigasi);

b) Pemberkasan Administrasi bantuan ditingkat kelompok atau


RUKK (Rencana Usulan Kegiatan Kelompok); dan

c) Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan.

b. Pelaksanaan.

1) Penyusunan RDK/RDKK. Rencana Definitif Kelompok (RDK)


merupakan rencana kerja kelompok tani untuk satu periode 1 (satu) tahun
yang memuat rincian kegiatan, sumber daya dan potensi wilayah, sasaran
produktifitas, pengorganisasian dan pembagian kerja serta kesepakatan
bersama dalam pengelolaan usaha tani berkelompok, yang dijabarkan lebih
lanjut untuk setiap musim dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok
(RDKK). RDKK merupakan alat perencanaan yang disusun kelompok tani
36

secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi (pupuk,


benih, pestisida) dan alat mesin pertanian, baik yang bersubsidi,
kredit/permodalan usaha tani maupun dari swasembada petani.

Penyuluhan pertanian dibantu oleh Babinsa, penyuluh swadaya dan


mahasiswa mendampingi kelompok tani dalam menyusun RDK/RDKK,
ruang lingkup pendampingan dalam menyusun RDKK diantaranya:

a) Evaluasi pelaksanaan kegiatan Poktan tahun sebelumnya;

b) Evaluasi realisasi RDKK musim sebelumnya;

c) Membahas dan menetapkan:

(1) Jenis dan luas masing-masing komoditi yang


diusahakan;

(2) Perhitungan kebutuhan benih/bibit, pupuk, pestisida,


biaya garapan dan pemeliharaan serta biaya alat dan mesin
pertanian untuk panen dan pasca panen;

(3) Jadwal penggunaan sarana produksi sesuai kebutuhan


lapangan; dan

(4) Kebutuhan Saprodi (Sarana Produksi Padi) yang


dibiayai swadana petani, kredit, atau sumber pembiayaan
usaha tani lainnya termasuk subsidi pemerintah.

d) Penyusunan RDKK. Adapun tugas Babinsa pada penyusunan


RDKK diantaranya sebagai berikut:

(1) Menggerakkan kelompok tani untuk menyusun RDKK


sesuai waktu yang telah ditentukan;
37

(2) Bersama penyuluh pertanian dan penyuluh swadaya


meneliti dan mengecek kebenaran usulan sarana produksi dari
kelompok tani; dan

(3) Mengecek kesiapan pengecer dalam menyediakan


sarana produksi bagi petani.

RDKK disusun dalam bentuk format dan ditandatangani oleh


ketua Poktan, selanjutnya diperiksa kelengkapan dan kebenarannya
untuk disetujui dan ditandatangani oleh penyuluh pertanian, format
dan tahapan pelaksanaan penyusunan RDK/RDKK mengacu pada
Menteri Pertanian RI Nomor 82/Permentan/OT.140/8/2013 tentang
Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani.

c. Sistem Kerja Latihan Kunjungan dan Supervisi (Lakususi).

Sistem Lakususi merupakan pendekatan yang memadukan antara pelatihan


bagi penyuluh yang ditindaklanjuti dengan kunjungan berupa pendampingan
Babinsa kepada petani/Poktan secara terjadwal dan didukung dengan supervisi
teknis dari penyuluh senior serta ketersediaan informasi teknologi sebagai materi
kunjungan.

1) Latihan. BP3K secara rutin setiap dua minggu sekali melaksanakan


kegiatan latihan untuk penyuluh, materi latihan disesuaikan dengan topik
dan masalah yang dihadapi oleh penyuluh selama melakukan
pendampingan kepada penerima manfaat kegiatan peningkatan produksi
padi, jagung dan kedelai. Selain penyuluh PNS dan THL TB-PP (Tenaga
Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian), latihan di BP3K juga
dapat melibatkan penyuluh swadaya dan Babinsa terutama pada materi
yang menyangkut pelaksanaan gerakan di lapangan. Narasumber dapat
berasal dari penyuluh pertanian di Bapeluh (Badan Pelaksana
Penyuluhan)/BP4K dan penyuluh BP3K yang telah mengikuti latihan teknis,
pejabat/staf teknis, pejabat/staf teknis pada dinas yang menangani
pertanian, penyuluh/peneliti BPTP (Badan Penelitian Tanaman Pangan),
dosen perguruan tinggi dan pihak lain yang terkait dengan topik
pembahasan. Setiap akhir latihan, setiap penyuluh harus membuat rencana
38

materi kunjungan kepada kelompok tani/P3A (Perkumpulan Petani


Pengguna Air) di WKPP (Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian).

2) Kunjungan. Kunjungan penyuluh dilakukan dalam rangka


pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani
dalam menerapkan teknologi peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai
sesuai rekomendasi serta mengumpulkan dan memperbaharui data.
Penyuluh melaksanakan kunjungan selama 4 hari kerja dalam satu minggu
kepada kelompok tani/P3A (Perkumpulan Petani Pengguna Air) yang berada
di wilayah binaanya. Pada pelaksanaan kunjungan penyuluh dibantu oleh
Babinsa, dalam rangka menjalin sinergi terutama untuk momotivasi pada
kegiatan gerakan serentak. Khusus untuk kunjungan dalam rangka
persiapan dan pelaksanaan demfarm penyuluh dibantu Babinsa untuk
mendampingi penerapan inovasi teknologi hasil perguruan tinggi. Penyuluh
melaporkan hasil kunjungan berupa perkembangan pelaksanaan kegiatan
peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai kepada pimpinan BP3K.

3) Supervisi. Supervisi merupakan bagian dari proses pengendalian


yang dilakukan secara sistematis untuk menjamin pelaksanaan kegiatan di
lapangan sesuai dengan metode dan tujuan yang telah ditetapkan. Supervisi
dilakukan oleh Kepala BP3K bersama dengan Danramil, mantri tani/UPTD
(Unit Pelayanan Teknis Daerah) kepada penyuluh, Babinsa dan kelompok
tani/P3A (Perkumpulan Petani Pengguna Air)/Gapoktan/GP3A (Gabungan
Perkumpulan Petani Pemakai Air) penerima manfaat baik secara terjadwal
maupun sewaktu ada hal-hal yang memerlukan penanganan khusus di
lapangan. Kepala BP3K melaporkan hasil supervisi secara berjenjang untuk
dapat ditindaklanjuti. Secara rinci tahapan pelaksanaan sistem kerja latihan,
kunjungan dan supervisi mengacu pada pedoman pelaksanaan sistem kerja
Lakususi yang diterbitkan oleh pusat penyuluhan pertanian.

d. Pengawalan dan pengamanan penyaluran benih, pupuk dan Alsintan.

Upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai dilakukan


melalui kegiatan GP-PTT (Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu),
RJIT (Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier) dan POL (Percepatan Optimasi Lahan)
dimana salah satu komponennya yaitu adanya bantuan benih, pupuk dan Alsintan.
39

Dalam rangka menjamin pemenuhan prinsip 6 tepat yaitu jenis, jumlah, harga,
tempat, waktu dan mutu diperlukan adanya pengawalan dan pengamanan
penyaluran benih, pupuk dan Alsintan agar bantuan yang telah disiapkan diterima
oleh kelompok tani/P3A/Gapoktan/GP3A P3A (Perkumpulan Petani Pengguna
Air)/Gapoktan/GP3A (Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air) yang berhak
sesuai dengan yang diusulkan. Untuk mewujudkan target yang telah yang telah
ditetapkan maka dalam pendampingan, peran Babinsa membantu kegiatan
pengawasan, pengawalan dan pengamanan di lapangan, meliputi:

1) Harus memastikan penyaluran, penyebaran dan pendistribusian


bibit/benih kepada setiap petani dan petani juga diarahkan pemahamannya
mengenai target swasembada pangan di tiga tahun mendatang, sehingga
petani merasa memiliki sepenuhnya tentang bernilainya bibit/benih varietas
unggul yang sampai kepada mereka;

2) Membantu mengawasi dan mengawal pendistribusian pupuk


bersubsidi yang akan disalurkan kepada petani untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Maka pupuk bersubsidi
hanya diperuntukkan bagi usaha pertanian yang meliputi petani tanaman
pangan, peternak dan perkebunan rakyat; dan

3) Pendistribusian serta penyaluran Alsintan dari pemerintah sampai


kepada kelompok tani (bukan individual) sehingga pada akhirnya alat
tersebut bisa menjangkau seluruh lapisan petani.

Pengawalan dan pengamanan penyaluran benih, pupuk dan Alsintan


dikoordinasikan oleh Babinsa bersama mantri tani/Kepala UPTD dan penyuluh
pertanian dengan kegiatan yaitu:

1) Validasi ulang penerima manfaat (nama Poktan/P3A/Gapoktan/


GP3A, alamat dan jenis bantuan yang dialokasikan);

2) Koordinasi dengan dinas yang menangani pertanian di Kabupaten


tentang jenis, jumlah dan waktu penyaluran benih, pupuk dan Alsintan;

3) Mengawasi pelaksanaan penyaluran di lokasi titik bagi; dan


40

4) Meneliti kebenaran berita acara penyaluran benih, pupuk dan


Alsintan.

18. Analisa Terhadap belum optimalnya Bulog belum optimal dalam mendukung
penyerapan hasil panen gabah.

a. Nilai HPP (Harga Pembelian Pemerintah) yang Lebih Rendah. Dibandingkan


Harga Pasar HPP yang berlaku pada Tahun 2019 masih didasarkan oleh kebijakan
Inpres Nomor 5 Tahun 2015 atau regulasi yang terbit sekitar 4 (empat) tahun lalu.
Jika dibandingkan dengan harga pasar yang ada saat ini, HPP tersebut dinilai
masih belum memadai bahkan ketika HPP sudah ditambah fleksibilitas 10%. Data
perkembangan harga gabah dan beras di penggilingan periode 2014-2019
umumnya menunjukkan nilai di atas HPP dan fleksibilitas 10% yang ditetapkan.
Kondisi tersebut menyebabkan petani dan penggilingan cenderung memilih
menjual gabah hasil panen dan beras hasil gilingnya kepada pedagang swasta
yang umumnya memiliki harga beli lebih tinggi dibanding HPP.

b. HPP Hanya untuk Kualitas Tertentu. Selain nilai HPP yang relatif lebih
rendah dibandingkan dengan harga pasar, HPP yang ada saat ini baru mengatur
beras dengan jenis kualitas tertentu yaitu medium. Hal ini mencerminkan bahwa
kebijakan yang ada saat ini masih dilandaskan pada pasokan (supply-based) dan
belum dilandaskan pada permintaan pasar (market-based). Karena kebijakan
masih berdasarkan pada pasokan, maka saat ini Bulog bertugas untuk menyerap
ketika surplus saat panen raya maupun ketika paceklik. Apabila kebijakan
didasarkan pada permintaan pasar maka penyerapan hanya perlu dilakukan ketika
panen raya sesuai dengan kualitas yang diinginkan konsumen, sedangkan pada
saat paceklik maka Bulog tidak perlu menyerap dan lebih berfokus ke penjualan.
Regulasi perlu dibuat dengan berlandaskan pada kebutuhan konsumen agar
penugasan yang diberikan kepada Bulog menjadi lebih efektif. Salah satu
implementasi kebijakan tersebut adalah dengan menerapkan HPP tidak hanya
pada satu kualitas, tapi juga untuk beberapa kualitas sesuai dengan preferensi
pasar.

c. Belum seimbangnya regulasi penawaran/produksi dan permintaan.


gabah/beras hasil pengadaan dalam negeri yang dilakukan oleh Bulog sesuai
41

dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) selanjutnya disimpan dan digunakan


sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Secara garis besar pengelolaan CBP
digunakan untuk kekurangan Pangan, stabilitas harga pangan, bencana alam,
bencana sosial, keadaan darurat, kerja sama internasional, dan/atau pemberian
bantuan pangan luar negeri, serta program bantuan beras bersubsidi bagi
masyarakat berpendapatan rendah. Regulasi-regulasi tentang CBP tersebut relatif
berdiri sendiri antara satu dengan lainnya, serta dikelola dan diatur oleh beberapa
Kementerian/lembaga terkait. Karena masing-masing peraturan berdiri sendiri,
potensi keberlanjutan pengelolaan CBP relatif rendah. Hal tersebut berpengaruh
cukup signifikan terhadap kegiatan operasional Bulog. Salah satu dampaknya
adalah menumpuknya stok CBP yang dikelola oleh Bulog sebagai akibat
perubahan kebijakan berupa penggantian mekanisme penyaluran bantuan sosial
Rastra menjadi bantuan pangan non tunai. Hal tersebut berdampak pada 10
berkurangnya saluran penjualan (captive market) CBP yang telah diserap oleh
Bulog sesuai penugasan pemerintah.

d. Strategi bulog dalam pengelolaan CBP. Dalam rangka menjaga ketahanan


pangan serta menyeimbangkan antara aspek penawaran/produksi dan permintaan,
maka Bulog perlu aktif dan bersinergi dalam berbagai penugasan yang diberikan
oleh Pemerintah. Sinergi tersebut di antaranya dapat dilakukan dengan pihak
TNI AD terutama pada kegiatan pengadaan hasil produksi petani. Dalam mencapai
tujuan tersebut, Bulog perlu melaksanakan manajemen ketahanan pangan yang
baik. Apabila berjalan lancar dan koperatif antar pihak, bukan tidak mungkin
Indonesia akan mencapai swasembada pangan. Selain sinergi antar pihak, Bulog
juga telah menyusun berbagai strategi untuk menunjang aspek penawaran/
produksi dan permintaan menjadi seimbang serta mengoptimalkan perencanaan
dan implementasi pengelolaan stok nasional (Cadangan Beras Pemerintah atau
CBP) dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Adapun strategi-strategi
tersebut tidak dapat dilakukan sendiri oleh Bulog, namun diperlukan kebijakan
pangan yang terintegrasi dari hulu ke hilir oleh Pemerintah, antara lain:

1) HPP Multi Kualitas. Secara budaya dan tingkat pendapatan,


masyarakat Indonesia relatif beragam sehingga mempengaruhi preferensi
masyarakat terhadap beras yang dikonsumsi. Hal tersebut belum dapat
diakomodir kebijakan saat ini dikarenakan Kebijakan Harga Pembelian
Pemerintah (HPP) hanya mengatur pembelian gabah/beras pada satu
42

tingkat kualitas (medium). Guna mengakomodir kebutuhan masyarakat


tersebut, seyogyanya kebijakan pengadaan CBP dilakukan untuk berbagai
kualitas beras. Pengadaan tersebut dapat dilakukan dengan tingkat harga
HPP yang berbeda-beda atau HPP multi kualitas. Dengan memenuhi
preferensi tersebut, diharapkan beras CBP menjadi lebih mudah diterima
masyarakat sehingga perputaran stok CBP juga menjadi lebih besar.
Penggunaan HPP multi kualitas dapat memberikan dampak positif antara
lain dapat membuat penggilingan padi menjadi lebih kompetitif dan lebih
mampu memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam.

2) Pangsa pasar tetap sebagai outlet penyaluran CBP. Pangsa pasar


yang bersifat tetap dan stabil sepanjang tahun diperlukan untuk penyaluran
CBP mengingat sifat dasar pangan yang memiliki umur simpan tertentu dan
mudah rusak (perishable). Penyaluran CBP yang ada saat ini belum cukup
untuk mengakomodir kebutuhan penyaluran CBP seluruhnya. Sementara di
sisi lain, penyerapan pangan untuk stok CBP bersifat rutin sepanjang tahun
terutama pada musim panen raya. Penyaluran CBP kiranya dapat
diselaraskan ke beberapa outlet alternatif yang dapat ditugaskan kepada
Bulog, beberapa di antaranya dapat diselaraskan dengan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Pemerintah (RJPPP) 2020-2024 dalam
sektor meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya
saing. Hal tersebut dapat dipenuhi antara lain melalui:

a) Program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH)


perlu ditingkatkan dan dikembangkan untuk selain beras medium.
KPSH perlu sesuai dengan preferensi pasar yang juga membutuhkan
beras dengan kualitas premium. Selain itu, KPSH juga perlu
dilakukan langsung kepada konsumen sehingga lebih efisien dan
memberikan dampak yang signifikan (Badan Kebijakan Fiskal, 2019);

b) Penyediaan beras fortifikasi (ditambahkan zat gizi mikro) untuk


peningkatan kesehatan ibu dan anak, percepatan penurunan
stunting, dan penguatan sistem kesehatan yang merupakan salah
satu program prioritas Pemerintah; dan
c) Implementasi kebijakan pelepasan stok, sesuai Permentan
Nomor 38 Tahun 2018. Pemerintah perlu segera memutuskan Kuasa
43

Pengguna Anggaran (KPA) kegiatan tersebut (dalam hal ini


Kementerian Pertanian sebagai pengelola CBP) sehingga Direktorat
Jenderal Anggaran (DJA), Kementerian Keuangan dapat segera
membuat anggarannya. Guna melancarkan kegiatan pelepasan stok
maka perlu dibuat Standar dan Operational Prosedur (SOP) antar
Kementerian/Lembaga terkait yang merinci kegiatan tersebut agar
tidak menimbulkan perselisihan pada penerapannya.

3) Pendanaan CBP. Mekanisme pendanaan CBP yang diterapkan oleh


Pemerintah saat ini adalah mekanisme penggantian. Saat ini Pemerintah
menyediakan Rp 2,5 triliun untuk penggantian atas selisih harga penjualan
gudang Bulog dengan Harga Penjualan Bulog (HPB) ke pemerintah. Agar
tidak membebani keuangan Bulog maka seyogyanya Bulog hanya akan
menyerap sejumlah kuantum yang akan disalurkan/dijual untuk keperluan
pemerintah. Sedangkan penyerapan selebihnya digunakan untuk keperluan
bisnis komersial Bulog. Namun apabila Pemerintah ingin menjaga
ketersediaan stok CBP sebesar 1-1,5 juta ton sesuai risalah Rakortas 28
Maret 2018 maka pemerintah perlu menyiapkan dana sekitar Rp 20 triliun
untuk pengadaan CBP.

4) Perluasan Lingkup Kerja Sama dengan TNI AD. Kerja sama yang
telah dilakukan antara Bulog dengan TNI AD saat ini lebih berfokus pada
penyerapan gabah/beras hasil produksi petani. Petani/penggilingan
dihimbau dan dikawal agar dapat melakukan penjualan gabah/beras kepada
Bulog. Kondisi ini umumnya terkendala pada harga dan kualitas di lapangan
umumnya lebih tinggi dibanding dengan harga dan kualitas yang ditetapkan
pemerintah. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Bulog mulai
mengembangkan kegiatan On Farm yakni kegiatan usaha budidaya
komoditas pertanian atau tanaman pangan yang potensial yang
dilaksanakan oleh Bulog dengan menggunakan pola mandiri maupun
kemitraan. Pada Tahun 2019 dan 2020 Bulog menargetkan On Farm seluas
127 ribu Ha. Kegiatan On Farm ini diharapkan dapat lebih menjamin
pasokan bahan baku dengan harga dan kualitas yang terbaik. Kegiatan On
Farm ini dilaksanakan baik oleh Bulog sendiri, maupun bekerjasama dengan
pihak lainnya. Untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan On Farm ini, maka
44

dapat dilakukan perluasan kerjasama dengan TNI AD. Peran TNI AD dalam
kerja sama kegiatan On Farm dapat dilaksanakan dalam bentuk:

a) Pengawasan dan pendampingan penyediaan sarana produksi


(pupuk, bibit, benih) dan penyiapan dan pengolahan lahan termasuk
irigasinya; dan

b) Pengawasan dan pendampingan pengelolaan tanaman padi


mulai tanam hingga panen.

Disamping itu, peran TNI AD dalam kerjasama dengan Bulog juga


dapat diperluas dalam monitoring pemetaan wilayah panen dan
perkembangan harga gabah/beras di produsen. TNI AD melalui Babinsa
yang tersebar hingga di wilayah desa, diharapkan dapat berperan sebagai
market intelligent untuk perkembangan panen dan produksi di tingkat petani
maupun penggilingan. Kerjasama tersebut diharapkan dapat memberikan
manfaat di antaranya:

a) Meminimalisir rantai pasok gabah/beras dan meminimalisir


peningkatan harga gabah/beras dikarenakan gabah/beras dari
petani/penggilingan dapat langsung diserap tanpa melalui pihak ke
tiga (dari petani, tengkulak, pengepul, penggilingan kecil,
penggilingan besar, lalu ke pedagang);

b) Mengetahui perkembangan wilayah tanam dan panen serta


perkembangan harga gabah/beras di tingkat petani/penggilingan; dan

c) Meningkatkan potensi penyerapan gabah/beras dalam negeri


oleh Bulog.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
45

19. Kesimpulan.

a. Babinsa sebagai ujung tombak satuan teritorial melaksanakan fungsi utama


pembinaan teritorial untuk mewujudkan Ruang, Alat dan Kondisi Juang yang
tangguh bagi kepentingan pertahanan negara yang dalam pelaksanaanya
dilakukan melalui 5 (lima) kemampuan teritorial, namun Babinsa juga dituntut
mampu mengatasi permasalahan di wilayahnya. Namun situasi di masing-masing
daerah berbeda permasalahannya. Apabila PKS antara Kementerian Pertanian RI
dengan TNI AD tetap dilanjutkan idealnya diberikan kepada daerah yang
wilayahnya minim dari permasalahan dan ancaman berupa kebakaran hutan,
konflik sosial, bencana alam, banjir dan tanah longsor, operasi KB Kes dan lain-
lain, sehingga Babinsa sebagai ujung tombak pelaksanaan pembinaan teritorial
dapat fokus melaksanakan tugas tambahan sebagai pendampingan tugas petani
dalam program ketahanan pangan.

b. Perjanjian Kerja Sama (PKS) di tingkat pusat antara Kementerian Pertanian


RI dengan TNI AD yang sudah ditindaklanjuti dengan PKS ditingkat daerah antara
Kepala Dinas Pertanian Provinsi dan Kodam namun ditingkat pelaksana
Kabupaten antara Kepala Dinas Kabupaten dengan Kodim belum adanya buku
petunjuk teknis yang mengatur tugas-tugas Babinsa selaku pendamping petani
yang berakibat tugas pendampingan menjadi bias dan meluas, sehingga apa yang
dikerjakan Babinsa di satu daerah bisa berbeda dengan yang dikerjakan Babinsa di
daerah lain dan apabila dilakukan evaluasi dan penilaian maka sulit untuk
mengukurnya.

c. Fungsi Bulog menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas pangan


nasional harus dapat menyerap hasil panen gabah petani yang masuk dalam
gabungan kelompok petani dibawah pendampingan Babinsa sebagai realisasi dari
PKS antara Kementerian Pertanian RI dengan TNI AD. Untuk optimalisasi
penyerapan gabah/beras dalam negeri, Bulog bekerjasama dengan berbagai
instansi terkait diantaranya Kementerian Pertanian RI, TNI AD dan Perbankan.

20. Saran.

a. Kodam yang ditunjuk untuk melaksanakan kerjasama program ketahanan


pangan antara Kementerian Pertanian RI dengan TNI AD sebaiknya wilayah yang
46

minim dari permasalahan dan ancaman sehingga tugas-tugas Babinsa disamping


melaksanakan pembinaaan teritorial sebagai tugas pokok TNI AD juga fokus dalam
pendampingan kepada kelompok tani.

b. Konsep yang dapat dilaksanakan oleh Satkowil agar dapat melaksanakan


tugas tambahan dengan tidak mengesampingkan tugas pokok adalah melakukan
job analysis dari aspek manajemen personalia, pada wilayah yang mendapatkan
program ketahanan pangan dengan membentuk satuan setingkat Peleton di Kodim
dan satuan setingkat Regu di Koramil bersifat temporer.

c. PKS antara Kementerian Pertanian RI dengan TNI AD harus ditindaklanjuti


sampai pelaksana ditingkat Kabupaten yang dituangkan dalam petunjuk teknis
sebagai jabaran dari PKS ditingkat pusat antara Kementerian Pertanian RI dengan
TNI AD dan ditingkat daerah antara Kepala Dinas Pertanian Provinsi dengan
Kodam.

d. Dalam rangka menjaga ketahanan pangan serta menyeimbangkan antara


aspek penawaran/produksi dan permintaan, maka Bulog perlu aktif dan bersinergi
dengan berbagai pihak antara lain dengan Kementerian Pertanian RI, Perbankan
dan TNI AD dalam kegiatan pengadaan hasil produksi petani.

BAB VI
PENUTUP
47

21. Penutup. Demikian kajian tentang “Tinjauan Tugas TNI AD Membantu


Pemerintah Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan”, sebagai bahan masukan dan saran
kepada pimpinan TNI AD dalam menentukan kebijakan selanjutnya.

Jakarta, Desember 2019

Kepala Staf Ahli Kasad,

KONTER PARAF
Widodo Iryansyah, S.Sos., M.M.
Ketua Pokja Mayor Jenderal TNI
Sekretaris Pokja

Katuud

Anda mungkin juga menyukai