Anda di halaman 1dari 19

PERAN TNI

SEBAGAI
PERTAHANAN NEGARA
DALAM MENGHADAPI
PERANG BIOLOGI
MODERN

Oleh: R. Tjandra S, M.Han

LATAR BELAKANG

P ostur keamanan internasional berubah


sejak berakhirnya perang dingin dimana
keamanan internasional tidak lagi diasosiasikan
dengan pendekatan militeristik tetapi kemudian
bergeser ke isu human security, societal security,
enviromental security dan economic security
(Yani, Montratama, & Mahyudin, 2017).
Bentuk keamanan dengan perspektif tradisional
yang lebih dikenal saat perang dingin mulai
berkembang menuju kearah bentuk keamanan
dalam perspektif non-tradisional (Collins, 2007).
Ancaman semakin beragam ketika globalisasi
semakin marak. Perkembangan globalisasi
diwarnai dengan perubahan perspektif
keamanan mewujudkan bentuk keamanan
yang harus diwaspadai dalam kategori global
kontemporer (Solomon). Keamanan dalam isu
gelobal kontemporer terdiri dari isu mengenai
obat-obatan (drugs), migrasi, lingkungan hidup,
populasi, tantangan global ekonomi, krisis
demokrasi liberal, fusi dan pembelahan serta
teknologi persenjataan (Ibid).

Maraknya pembahasan mengenai COVID-19


yang dihubungkan dengan teori konspirasi
sehingga menimbulkan kecurigaan mengenai
adanya senjata biologi merupakan bagian
yang tidak lepas dari persoalan isu keamanan
global kontemporer pada konteks teknologi
persenjataan, khususnya persenjataan biologis.
Dalam keamanan global kontemporer, hal ini
dikhususkan dengan ancaman non-militer yang
dihubungkan dengan wabah penyakit dan/atau
bercirikan non-konvensional (Amaritasari,
2017).

COVID-19 adalah akronim dari corona virus


disease 2019 yang merupakan keluarga virus
dan beberapa di antaranya dapat menyebabkan
penyakit pada manusia, namun ada pula yang
tidak. Virus korona tipe baru yang tengah
menjadi pandemi global ini merupakan
sindrome pernafasan akut atau yang lebih
dikenal dengan SARS-CoV-2 (severe acute
respiratory syndrome-coronavirus-2) dan virus
inilah yang menyebabkan Covid-19.1

1 Bahasa Indonesia di Belantara Istilah Asing Terkait Covid-19..


Diambil dari: https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/27/080000169/
apa-itu-covid-19-sars-dan-mers-?page=all
Dampak yang ditimbulkan oleh COVID-19
sangat luar biasa baik di dalam negeri maupun
internasional. Dampak yang ditimbulkan
terlihat nyata seperti khususnya pada sektor
perekonomian yang menyebabkan pelaku
usaha berbagai sektor diantaranya transportasi,
pariwisata, perdagangan,

manufaktur dan konstruksi harus menghentikan


pekerjanya (PHK) serta berkontribusi kepada
meningkatnya pengangguran dan menurunnya
pertumbuhan ekonomi (Elena, 2020). Dampak
yang sangat signifikan ini kemudian diperparah
dengan tidak menentunya kapan pandemi
ini berakhir, membuat persoalan mengenai
pandemi dan/atau wabah virus menjadi perlu
menjadi perhatian sebagai bahan pembelajaran
saat ini untuk dapat diantisipasi dikemudian
hari. Dalam rangka itu, tulisan ini bertujuan
untuk mengeksplorasi wabah penyakit termasuk
COVID-19 dengan senjata biologis serta peran
TNI dalam aspek pertahanan khususnya konteks
kemungkinan perang biologis. Tulisan ini akan
mengunakan pendekatan analitis deskriptif
dalam mengambarkan berbagai temuan
eksplorasi yang dihasilkan melalui pendekatan
kualitatif melalui penganalisaan secondary
resource.
ANCAMAN
SENJATA BIOLOGI

T ahun 2016, NATO, WHO, dan US Blue


Ribbon melakukan pertemuan untuk
mendiskusikan resiko yang baru-baru muncul
terkait persenjataan biologi. Pada tahun yang
sama, Sekjen PBB menginformasikan kepada
Dewan Keamanan PBB bahwa “aktor non-negara
secara aktif mencari senjata kimia, biologi, dan
nuklir” (The Heague Center of Security Study,
2016).

Senjata biologis bukanlah menjadi hal baru


bagi negara-negara maju di dunia, akan tetapi
teknologi dalam produksi dan pengiriman
telah dikembangkan serta disempurnakan oleh
negara-negara selama abad kedua puluh. Selama
ribuan tahun, agen biologis telah digunakan
sebagai instrumen peperangan dan teror selama
ribuan tahun untuk menghasilkan rasa takut dan
bahaya pada manusia.2 Selain populasi manusia
secara umum sebagai target yang mungkin,
hewan dan tumbuhan juga telah menjadi target
bagi mereka yang ingin menggunakan agen ini.
Dengan keunggulan tidak terlihat,

diam, tidak berbau, dan tidak berasa, sehingga


agen biologis dapat digunakan sebagai senjata
2 Bioterrorism Author(s): Mark G. Kortepeter, Theodore J.
Cieslak and Edward M. Eitzen
Source: Journal of Environmental Health, Vol. 63, No. 6
(January/February 2001), pp. 21-24
pamungkas karena murah untuk diproduksi dan
mudah untuk dihilangkan rekam jejaknya. Hal
itu dapat kita ketahui dari beberapa peristiwa,
antara lain (i) Pada Perang Perancis dan India
(1754–1767), penggunaan cacar secara sengaja
terhadap suku-suku asli Amerika; (ii) Pada
Perang Dunia I, Jerman mengembangkan
anthrax sebagai senjata perang yang ampuh; (iii)
Jepang melakukan percobaan perang biologis di
Manchuria dari tahun 1932 hingga 1945 dengan
menggunakan senjata biologis yang bernama B.
anthracis, Neisseria meningitidis, Shigella spp.,
B. mallei, Salmonella typhosa, Vibrio cholerae, Y.
pestis, virus cacar; (iv) Program perang biologis
Amerika Serikat dimulai pada bulan April 1943
di Camp Detrick, Maryland (berganti nama
menjadi Fort Detrick pada tahun 1956), dengan
lokasi pengujian di Pulau Horn, Mississippi,
dan Granite Peak, Utah dengan menggunakan
B. anthracis dan Brucella suis; (v) Peristiwa di
Brasil selama 1957–1963 mengingatkan pada
teknik yang digunakan oleh Inggris melawan
penduduk asli Indian Amerika pada abad ke-
18. Dalam persidangan 1969, terungkap bukti
tentang penggunaan yang disengaja dari cacar
air, TBC, influenza, dan campak pada beberapa
suku Indian di Mato Grosso; (vi) Perang 1962-
1968 di Indo-Cina, pemberontak Vietkong
menggunakan senjata biologis bentuk kasar.
Mereka menggunakan perangkap tombak dan
paku bambu tersembunyi (“tongkat jamur”)
berujung dengan kotoran hewan atau manusia
sebagai bahaya jebakan bagi pasukan AS di
Vietnam.3

Pilihan senjata biologis dianggap sebagai senjata


pemusnah massal yang lebih tepat. Selain
dapat merusak secara destruktif, juga dapat
secara cepat penyebaran dan penularannya
dari orang ke orang, penularan melalui kontak
langsung dengan darah atau cairan tubuh, atau
aktivitas kulit dapat dimungkinkan seperti
yang dikhawatirkan banyak kalangan saat ini.
Dampak buruk yang dihasilkan juga bersifat
masif bagi sistem pemberian layanan kesehatan
sipil dalam skenario senjata biologis. Manifestasi
potensial munculnya kecemasan/teror pada
populasi yang terkena dampak, pada personel
perawatan medis, dampak atas sejumlah besar
korban yang menuntut perawatan ICU atau obat-
obatan khusus, kebutuhan akan perlindungan
pribadi dalam pengaturan perawatan medis
maupun dampak bagi laboratorium klinis dan
ruang otopsi.

Ketakutan dan prediksi “ancaman” dengan


senjata biologis, yang banyak menjadi
perbincangan saat ini, menantang kesiapan

3 Biological Weapons—a Primer for Microbiologists


Annual Review of Microbiology
Vol. 55:235-253 (Volume publication date October 2001)
https://doi.org/10.1146/annurev.micro.55.1.235
medis dan pemahaman ilmiah tentang
epidemiologi agen ancaman biologi/biothreat.
Komunitas biomedis mulai mencari cara baru
untuk melindungi terhadap “ancaman” senjata
biologi di masa depan. Praanggapan baru mulai
muncul dengan mewabahnya pandemi global
COVID-19 saat ini. Terlepas benar atau tidaknya
beragam penafsiran yang muncul bahwa
COVID-19 merupakan suatu “konspirasi”
atau memang senjata biologi yang sengaja
dilepaskan bagi kepentingan negara tertentu,
faktanya adalah dampak yang dihasilkan sangat
signifikan bagi kelangsungan dan ketahanan
suatu negara.4

PANDEMI COVID-19

A ncaman mengenai senjata kimia ini


kemudian memiliki hubungan dengan
penyebaran virus, tidak terkecuali corona virus,
ketika dihubungkan dengan kejadian pada
tahun 2001 yang dikenal dengan “Amerithax
Attack.” Waktu mungkin telah mengurangi
ingatan akan serangan-serangan antraks tahun
2001 dan perasaan urgensi seputar upaya-upaya
untuk mengidentifikasi penyerang. Serangan-
serangan itu, yang melibatkan pengiriman
lima surat antraks kepada para senator dan
4 https://www.annualreviews.org/abs/doi/10.1146/annurev.
micro.56.012302.160616?intcmp=trendmd
outlet media terkemuka, menewaskan lima
orang dan membuat 17 orang lainnya sakit.
Surat-surat antraks memainkan peran besar
dalam meningkatkan kekhawatiran tentang
kemungkinan penggunaan agen biologis oleh
teroris dalam serangan terhadap negara (Ross,
2019).

Negara-negara mungkin sudah memiliki


kemampuan dalam penanganan pandemi yang
terjadi secara alamiah, akan tetapi mungkin
tidak untuk pandemi yang terjadi karena buatan
sebab vaksin menjadi akan sulit ditemukan
(The Heague Center for Security Studies, 2016).
Sekalipun ada membutuhkan waktu yang
panjang. Demikianlah kecurigaan terhadap
pandemi COVID-19 yang sampai saat ini belum
ditemukan vaksinnya.

Virus korona memiliki sejarah panjang,


dimana pada awal mulanya bahwa virus ini
teridentifikasi dari penderita flu biasa. Lalu
berkembang semakin ganas, menimbulkan
penyakit yang dapat mengakibatkan kematian.
Sejarah virus korona pada manusia dimulai
tahun 1965, saat DA Tyrrell dan ML Bynoe dari
Rumah Sakit Harvard, Inggris, mengisolasi virus
dari saluran pernapasan orang dewasa dengan
flu biasa. Pada waktu bersamaan dan setelah
itu, para peneliti lain mendapatkan virus-virus
dengan karakteristik mirip dari orang-orang
yang terkena flu.5

Akhir tahun 1960-an, Tyrrell memimpin


sekelompok ahli virologi meneliti strain virus
pada manusia dan sejumlah binatang. Virus
itu, antara lain, virus bronkitis, virus hepatitis
pada tikus, virus penyebab radang lambung
pada babi. Semua virus itu secara morfologi
mirip jika dilihat dengan mikroskop elektron.
Kelompok virus tersebut lantas dinamakan
virus korona berdasarkan bentuk permukaan
yang mirip mahkota. Belakangan, korona resmi
diterima sebagai genus baru virus.

Kajian Jeffrey S Kahn dan Kenneth McIntosh


yang dimuat di the Pediatric Infectious Disease
Journal, November 2005, menyatakan, korona
menimbulkan infeksi saluran pernapasan
berupa pneumonia pada bayi dan anak. Virus
itu juga memicu asma pada anak-anak dan
orang dewasa serta infeksi saluran pernapasan
parah pada orang lanjut usia.

Selain itu, pada tahun 2002-2003 di China


Selatan terdapat peristiwa yang menyebabkan
seseorang mengidap sindrom pernapasan akut
parah (severe acute respiratory syndrome/SARS).

Epidemi SARS merupakan virus korona yang


berasal dari hewan dan dilaporkan sedikitnya
5 https://bebas.kompas.id/baca/opini/2020/04/08/sejarah-
panjang-virus-korona/
di 26 negara di Asia, Eropa, Amerika Utara dan
Amerika Selatan terserang oleh virus tersebut.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga
membenarkan bahwa virus korona SARS (SARS-
CoV) yang diidentifikasi pada 2003 diyakini
berasal dari hewan dan diperkirakan bersumber
dari kelelawar yang menular ke luwak lantas
menginfeksi manusia pertama kali di Provinsi
Guangdong, China, pada 2002. Gejala SARS
mirip influenza, seperti demam, menggigil,
lemah, nyeri otot, sakit kepala. Batuk kering,
napas pendek, dan diare tampak pada minggu
pertama dan kedua, kemudian menjadi parah
secara cepat sehingga perlu perawatan intensif.
Penularan virus dari manusia ke manusia lewat
percikan cairan bersin dan batuk serta tinja
umumnya terjadi di fasilitas kesehatan. Setelah
dilakukan penerapan pengendalian infeksi yang
tepat, akhirnya wabah SARS mereda.

Gelombang wabah virus korona berikutnya


adalah Sindrom Pernapasan Timur Tengah
(Middle East respiratory syndrome/MERS).
Penyakit yang disebabkan virus MERS‐CoV ini
diindetifikasi di Arab Saudi pada tahun 2012.
Sumber virus ini adalah unta. Belum dipastikan
rute penularan dari unta ke manusia. Yang pasti,
wabah terjadi akibat penularan dari manusia
ke manusia di fasilitas kesehatan. Orang yang
terinfeksi bisa tanpa gejala, tapi ada yang
batuk ringan, demam, napas pendek, hingga
gangguan pernapasan akut parah yang perlu
ventilator, bahkan kematian. Virus ini umumnya
menyebabkan penyakit parah pada orang lanjut
usia, orang dengan kekebalan tubuh lemah,
serta yang memiliki penyakit kronis seperti
gangguan ginjal, kanker, gangguan paru, dan
diabetes. Sejak September 2012, ada 27 negara
di Asia, Afrika, Eropa, Amerika, melaporkan
kasus MERS. Wabah besar terjadi di Arab Saudi,
Uni Emirat Arab, dan Korea Selatan. Meski
wabah sudah berhenti, kasus MERS masih terus
terjadi. Hingga kini dilaporkan ada 2.494 kasus
positif MERS dengan 858 kematian.

Kemudian muncullah wabah terbaru virus


korona terjadi sejak akhir tahun 2019, bermula
di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Virus diduga
bersumber dari kelelawar yang menular ke
hewan lain sebelum ”melompat” ke manusia.
Meski bentuknya mirip, virus ini memiliki
perbedaan karakter sehingga dinamakan SARS-
CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 (penyakit
akibat virus korona 2019). Sebagaimana infeksi
korona lain, tampilan klinisnya dari tanpa
gejala, gangguan pernapasan ringan, pnumonia
sampai gangguan pernapasan parah, gagal ginjal
serta kematian. Penularan juga lewat percikan
cairan dari bersin dan batuk. Masa inkubasi
sekitar 2-14 hari, rata-rata gejala tampak pada
hari ke-5. Berbeda dengan SARS dan MERS
yang menular saat penyakit mulai parah, pada
Covid-19 orang sudah bisa menularkan pada
tiga hari pertama kena virus.

Banyaknya praanggapan bahwa dunia memasuki


fase baru yang tidak stabil muncul dimana-mana
diiringi prediksi dari para ilmuwan dunia yang
meyakini bahwa “ancaman” pandemi COVID-19
akan bertahan, mungkin selama bertahun-
tahun.6 Corona virus menjadi sebuah pengujian
besar terhadap kesiapsiagaan suatu negara atas
suatu “ancaman” yang tidak hanya menguji
sektor kualitas kesehatan, namun juga sektor
lain yang terdampak hingga muncul penetapan
penyebaran COVID-19 sebagai bencana
nasional non-alam.7 Selain itu, COVID-19 ini
dapat menimbulkan depresi hebat yang terlihat
dari rantai pasokan yang terpecah-pecah,
persediaan makanan menjadi tegang dan harga-
harga menjadi tidak stabil. Kerawanan lain juga
dimungkinkan akan muncul akibat dampak
tersebut, seperti munculnya gelombang PHK
yang menimbulkan banyak pengangguran baru
dan kerawanan pangan, memperburuk adanya
kesenjangan, menempatkan kerenggangan
sistem yang besar, dan yang paling menakutkan
selain dalam konteks kemiskinan dan kelaparan,
tetapi juga dapat dengan cepat meningkat
menjadi kerusuhan politik, kekerasan, dan
konflik.
6 https://www.weforum.org/agenda/2020/04/we-need-
major-cooperation-on-global-security-in-the-covid-19-era/
7 https://jdih.setneg.go.id/viewpdfperaturan/P18857/
Keppres%20Nomor%2012%20Tahun%202020
COVID-19 menempatkan status “ancaman”
yang keras antar negara kembali menjadi
sorotan. Persaingan geopolitik antara kekuatan
besar cenderung memburuk karena ekonomi
Amerika dan Cina menjadi kurang saling
tergantung. Kawasan Eropa telah terpukul keras
oleh virus ini dan memutus hubungan ekonomi
kawasan Eropa antara yang lebih kuat dan lebih
lemah. Muncul pula berbagai praanggapan
dan pandangan masyarakat khususnya di
Indonesia melalui sosial media, dimana salah
satunya mengupas tentang kemungkinan
adanya konspirasi. Terlepas apakah hal tersebut
benar atau tidak, nyatanya bahwa dibutuhkan
kesiapsiagaan dalam menghadapi “ancaman”
tersebut saat ini.   Pertanyaan selanjutnya
yg timbul dalam benak penulis adalah
bagaimana jika virus tersebut memang benar
dijadikan sebagai senjata biologis untuk suatu
kepentingan tertentu? Bagaimana TNI sebagai
alat pertahanan negara menyikapinya?

PERTAHANAN NEGARA
DAN PERAN TNI

B eberapa negara merespon dengan


peningkatan koordinasi antara sektor
publik dan privat serta penelitian sebagai bentuk
pencegahan. Di Amerika Serikat sendiri yang
terkena “Amerithax Attack” mendirikan sistem
biosecurity dan biodefense, di beberapa negara
mengadalkan pelatihan (The Heague Center for
Strategic Studies, 2016).

TNI sebagai alat pertahanan negara yang


berperan aktif untuk mewujudkan tujuan
nasional yang termaktub dalam UU 34/2004,
telah ikut serta mengambil bagian dalam peran
yang tidak dapat dipandang sebelah mata ketika
marak mewabahnya pandemi global COVID-
19.8 TNI berada di hampir segala lini misi
penanganan COVID-19 di Indonesia hingga
saat ini. Bentuk

nyata peran aktif TNI untuk mewujudkan


tujuan nasional dapat dilihat melalui ratusan
personel telah dikerahkan baik untuk
menangani pasien COVID-19 secara langsung
atau menjadi tenaga pendukung dalam bidang
transportasi dan logistik untuk mengangkut
serta mendistribusikan alat-alat kesehatan dari
dalam serta luar negeri ke berbagai rumah
sakit di seluruh Indonesia, baik di Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto
maupun di rumah sakit darurat Wisma Atlet,
Jakarta. Selain itu, TNI melalui Angkatan Udara
dengan menggunakan pesawat C-130 Hercules
A-1333 membawa peralatan kesehatan seberat
12 ton, di antaranya terdiri atas alat pelindung

8 UU No.34 Tahun 2004 Tentang TNI


diri (APD) dan masker dari negeri ‘Tirai
Bambu’, Pudong, Shanghai ke Bandara Halim
Perdanakusuma Jakarta ditengah pandemi
global COVID-19. Warga negara Indonesia yang
dievakuasi dari Kota Wuhan pada Februari 2020
lalu menjalani proses isolasi dan perawatan dari
para personel TNI di Pangkalan Udara Natuna.
Bertempat di Pulau Sebaru (Kep. Seribu,
Jakarta) baru saja digunakan sebagai lokasi
karantina bagi 188 warga negara Indonesia
yang menjadi anak buah kapal (ABK) Diamond
Princess dari Jepang. Evakuasi dilakukan
dengan menggunakan KRI dr. Soeharso dan
proses karantina dibantu oleh 21 personel
Yonkes 1 Marinir. TNI juga bertanggung jawab
atas pelaksanaan misi di wilayah yang pernah
dijadikan lokasi penampungan warga Vietnam
dari tahun 1979-1996 yang terimbas konflik
bersenjata di negaranya. Sebanyak 19 ABK
KM Kelud yang terdeteksi positif mengidap
COVID-19 dikarantina dan dirawat di fasilitas
kesehatan Pulau Galang.9

Berkaca dari situasi tersebut dan mencermati


analisa pengamat militer dan pertahanan tentang
COVID-19 yang dikaitkan dengan senjata
biologis, TNI sebagai alat pertahanan negara
juga harus tanggap terhadap kemungkinan
tersebut sehingga kesiapsiagaan dalam

9 http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-
nasional/1361-tni-dan-penanganan-covid-19
mengantisipasi kemungkinannya dapat terjaga.
Dengan melihat dampak negatif yang begitu
masif terhadap berbagai sektor bagi keutuhan
bangsa dan negara akibat COVID-19, TNI
dalam jati dirinya sebagai Tentara Profesional,
harus meningkatkan kesiapsiagaan di berbagai
bidang termasuk biodefence.10 Upaya yang telah
dilakukan oleh Universitas Pertahanan dengan
membuka fakultas baru terkait kesehatan,
biologi dan farmasi melalui beasiswa penuh
perlu mendapatkan apresiasi dan dukungan
serta diimbangi oleh perekrutan WNI khususnya
generasi milenial yang memang memiliki jiwa
patriot dan ras cinta terhadap tanah airnya
untuk menjadi bagian dari tenaga medis militer
sehingga dapat menjawab tantangan kedepan
dan mampu mengembangkan ilmu yang
dimiliki nya dalam mengantisipasi “ancaman”
kedepan yang dimungkinkan kembali muncul
seperti COVID-19 dalam kepentingan yang
lebih luas. Pengembangan Balitbang TNI baik
Darat, Laut dan Udara selain sebagai pencetus
bagi pengembangan Alutsista TNI juga dapat
dikembangkan menjadi tempat uji

lab dan kapasitas tes kesehatan, farmasi dan


biologi militer sebagai sistem pertahanan negara
guna tetap terwujudnya tujuan nasional.11 Sisi
lain yang dapat diambil adalah bahwa sudah

10 Bab II pasal 2 ttg jati diri TNI.


11 UU No.34/2004 ttg TNI
saatnya TNI mulai merambah pada pengem
bangan biodefence untuk mencegah dan
menangkal kemungkinan ancaman senjata
biologi yang dapat berdampak terhadap
ketahanan nasional.

KESIMPULAN

P andangan penulis diatas, menggambarkan


adanya suatu kebutuhan untuk penelitian
baru dengan menggabungkan bagaimana
peristiwa dan situasi kontekstual dapat
terjadi dan memengaruhi perkembangan
strategis suatu negara tertentu. Oleh karena
itu, memproyeksikan “ancaman” di masa
depan harus mempertimbangkan apakah
kemungkinan secara praktis dan strategis yang
dijelaskan akan tetap konstan atau berubah
sesuai dengan peristiwa dan kondisi situasional.
Hanya dengan meremehkan ‘ancaman”, kita
tidak dapat menemukan keseimbangan yang
tepat sehingga akan membuat tantangan praktis
dan strategis tidak dapat diatasi oleh suatu
negara. Dengan demikian, upaya yang dilakukan
oleh TNI harus terlihat lebih bersifat dua arah
dan berjalan secara simultan, yaitu penanganan
eksternal yang ditujukan kepada institusi sipil
dalam mewujudkan ketahanan nasional serta
masyarakat umum, dan penanganan internal
yang bertujuan memastikan
sebagai alat pertahanan negara TNI harus
selalu meningkatkan kesiapsiagaan dalam
menghadapai berbagai kemungkinan “ancaman”
bagi keutuhan NKRI.
Referensi
A. Collins (ed). (2007). Contemporary Security Study.
Oxford: Oxford University Press.

Amaritasari, Indah Pangestu. (2017). Keamanan Nasional


dalam Konteks Isu-Isu Global Kontemporer: Sebuah
Tinjauan Hubungan Internasional. Jurnal Keamanan
Nasional Vol. III No. 1 Mei 2017.

Elena, Maria. (2020, April 15). Dampak Pandemic


COVID-19, Ini sektor-sektor yang rentan PHK. Diakses
pada tanggal 19 Mei 2020 dari https://ekonomi.bisnis.
com/read/20200415/9/1227629/dampak-pandemi-
covid-19-ini-sektor-sektor-yang-rentan-kena-phk

Garamone, Jim, (2018, September 18). New Biodefense


Strategy Combats Man-Made, Natural Threat. Diambil
dari: https://www.defense.gov/Explore/News/Article/
Article/1637439/new-biodefense-strategy-combats-
man-made-natural-threats/

Ross, Glenn. (2019, January 16). Death in the Air:


Revisiting the 2001 Anthrax Mailings and the Amerithax
Investigation. Diambil dari: https://warontherocks.
com/2019/01/death-in-the-air-revisiting-the-2001-
anthrax-mailings-and-the-amerithrax-investigation/

Solomon, Husain. Towards the 21st Century: A New


Global Security Agenda;di: http://dspace.africaportal.org/
jspui/bitstream/123456789/31605/1/Paper_6.pdf?1

The Heague Center for Strategic Studies. (2016).


The Increasing Threat of Biological Weapons. The
Netherlands: The Heague Center for Strategic Studies.

Yani, Yanyan Mochamad Yani, Ian Montratama, dan


Emil Mahyudin. (2017). Pengantar Studi Keamanan.
Malang: Intrans Publishing.

Anda mungkin juga menyukai