Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

FAKULTAS ILMU SOSIAL


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
Jl. Rawamangun Muka Raya, Jakarta Timur

UJIAN AKHIR SEMESTER


Nama : Gita Fauziah Rahma
NIM : 1405619036
Program Studi : Pendidikan Sosiologi
Kelas :A
Angkatan : 2019
Mata Kuliah : Sosiologi Kewarganegaraan
Semester : Ganjil 2021/2022
Dosen : Rakhmat Hidayat, Ph.D dan Robertus, MA

SOAL:

1. Pelajari persoalan-persoalan seputar akses kesehatan, manajemen pandemi dan


analisislah dengan menggunakan teori sosiologi kewarganegaraan!

2. Uraikan masalah kekerasan seksual di Indonesia dan analisislah dengan menggunakan


teori-teori sosiologi kewaganegaraan yang kamu pelajari!

3. Pelajari konflik di Papua, terangkan dan analisislah dengan menggunakan teori yang
kamu anggap tepat, uraikan!

4. Pemanasan global adalah ancaman kelangsungan planet bumi, apa yang bisa
dikatakan oleh teori sosiologi kewarganegaraan terangkan dan uraikan!
JAWAB:

1. PERSOALAN AKSES FASILITAS KESEHATAN DAN MANAJEMEN


PANDEMI
Sejarah
Hampir dua tahun beberapa negara di berbagai belahan dunia menghadapi
sebuah virus yaitu covid-19 atau yang biasa kita kenal dengan sebutan virus corona.
Virus ini telah dikonfirmasi secara resmi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
pada Rabu (11/3/2020) sebagai pandemi global. Awal kemunculan covid-19 pertama
kali ditemukan di Wuhan, China. Virus ini pertama kali terdapat di Indonesia pada awal
Maret 2020 dan terkonfirmasi ditemukan pada dua orang pasien asal Depok, Jawa
Barat yang sebelumnya berinteraksi dengan WNA asal Jepang. Seminggu setelah
terkofirmasi dua orang pasien tersebut positif corona, virus ini menyebar begitu cepat
di Indonesia, sehingga covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional oleh pemerintah
Indonesia.

Fenomena
Hadirnya virus corona membuat semua lapisan masyarakat merasakan
dampaknya. Aktivitas masyarakat dibatasi, keadaan ekomoni terasa sulit, saat itu juga
rasa kepedulian antar sesama diuji selama adanya pandemi covid-19. Pemerintah telah
menerapkan kebijakan-kebijakan baru dalam berbagai sektor. Kebijakan tersebut antara
lain seperti memberikan himbauan untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB), physical distancing, membatasi kegiatan peribadatan di rumah ibadah,
melarang adanya perkumpulan massa lebih dari lima) orang, larangan mudik dan lain-
lain.

Isu Pokok
Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, tidak semuanya
tepat, bahkan terdapat beberapa kebijakan yang banyak kekurangannya sehingga
memunculkan persoalan, salah satunya persoalan yang berkaitan dengan akses
kesehatan dan manajemen pandemi. Persoalan tersebut menunjukkan ketidaksiapan
pemerintah dalam menangani suatu hal yang tiba-tiba terjadi seperti munculnya covid-
19. Penyeberan informasi yang kurang memadai merupakan salah satu persoalan yang
berkaitan dengan akses kesehatan dan manajemen pandemic, persoalan lainnya, antara
lain: (1) minimnya ketersediaan masker dan hand sanitizer, (2) tenaga kesehatan
kekurangan alat pelindung diri dalam bertugas, (3) simpang siur informasi status warga
sebagai pasien dalam pengawasan atau orang dalam pemantauan, (4) penolakan
pelayanan atau kesulitan mendapatkan pelayanan spesifik dari rumah sakit tempat
pelapor, (5) penolakan pelayanan atau lamanya waktu menunggu pelayanan tes di
rumah sakit rujukan penanganan covid-19, (6) pelayanan bagi pasien dalam
pengawasan yang tidak maksimal alih-alih ditempatkan di bawah pengawasan rumah
sakit, pasien terpaksa pulang ke rumah dan melakukan karantina mandiri, (7) pelayanan
ruang isolasi yang tidak layak serta petugas medis yang kebingungan dalam
mengoperasikan alat-alat kesehatan, (8) ketidakmerataan penanganan covid-19 antara
desa dan kota, (9) berbagai test covid-19 yang menguntungkan beberapa oknum, (10)
terjadi tindak korupsi yang dilakukan oleh oknum, (11) tidak adanya transparasi dana
dalam upaya pencegahan covid-19.

Paparan Teoritis
Kewarganegaraan dalam pemikiran Karl Marx, kewarganegaraan dianggap
sebagai bagian dari problem kapitalisme, yang memberikan legitimasi bagi
kepemilikan pribadi dan menyembunyikan ketidaksetaraan dalam masyarakat di balik
konsep abstrak mengenai kesetaraan. Menurut Marx, dalam masyarakat kapitalis,
manusia hidup dalam dua wilayah, yaitu political community dan civil society. Dalam
political community, manusia adalah makhluk komunal, sedangkan dalam civil society,
manusia adalah makhluk privat. Dalam political community, manusia melihat manusia
lain sebagai manusia, sederajat sebagai sesama warga negara. Tetapi dalam civil
society, manusia melihat manusia lain sebagai alat, manusia merendahkan dirinya
sebagai alat dan bahkan menjadi alat dari kekuatan asing. Dalam civil society, kaum
borjuis adalah makhluk yang selalu meraup keuntungan bagi dirinya sendiri,
menggunakan buruh sebagai alat untuk mencapai kepentingan mereka. Marx membuat
analogi antara relasi political community dengan civil society dengan relasi surga dan
bumi. Political community adalah surga dan civil society adalah bumi.

Analisis
Dalam pemikiran Marx, kewarganegaraan adalah bagian dari masalah
kapitalisme yang memberikan legitimasi bagi kepemilikan pribadi dan
menyembunyikan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Pemikiran Marx tersebut
terbukti dengan adanya kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah dalam
upaya pencegahan pendemi covid-19, namun kebijakan tersebut tidak setara, terdapat
pihak yang diuntungan dan pihak yang dirugikan dan hal tersebut tidak terlihat.
Contohnya yaitu kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang harusnya
diikuti oleh semua lapisan masyarakat, namun terdapat oknum masyarakat yang
memiliki “uang” melanggar kebijakan tersebut, seperti tetap melakukan liburan,
mengadakan pesta dan lain-lain. Contoh lainnya yaitu tindak korupsi yang dilakukan
Menteri Sosial dalam kebijakan pembagian dana bantuan sosial bagi masyarakat yang
membutuhkan.
Lalu, Marx mengemukakan bahwa dalam masyarakat kapitalis, terutama
dalam civil society, manusia melihat manusia lain sebagai alat sehingga
memunculkan kaum borjuis (makhluk yang selalu meraup keuntungan bagi dirinya
sendiri) dan kaum proletary (alat untuk mencapai keuntungan kaum borjuis). Contoh
nyatanya dalam kehidupan masyarakat yaitu terdapat beberapa oknum yang
memanfaatkan dengan mengambil keuntungan dari kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah yaitu kebijakan berbagai test covid-19 yang wajib dilakukan oleh setiap
anggota masyarakat.

Kesimpulan

Persoalan-persoalan yang muncul mengenai akses kesehatan dan manajemen


pandemi berhubungan dengan teori yang dikemukakan oleh Karl Marx mengenai
kewarganegaraan, bahkan beberapa peristiwa yang terjadi di tengah pandemi covid-19
merupakan contoh nyata sesuai dengan pemikiran Marx. Dalam hal ini, pemerintah
harus memuat kebijakan-kebijakan yang setara tidak hanya menguntungan salah satu
pihak saja dan apabila terdapat oknum yang memanfaat kebijakan yang telah dibuat,
seharusnya pemerintah harus bertindak adil dalam masalah penghukuman.

2. MASALAH KEKERASAN SEKSUAL DI INDONESIA


Sejarah
Fenomena

Isu Pokok

Paparan Teoritis

Analisis

Kesimpulan

3. KONFLIK DI PAPUA
Sejarah

Fenomena

Isu Pokok

Paparan Teoritis

Analisis

Kesimpulan

4. PEMANASAN GLOBAL
Sejarah
Usainya Perang Dunia II tidak serta-merta membuat dunia berselimut
kedamaian. Masyarakat internasional pun masuk dalam babak baru konflik di tingkat
global yang terkenal dengan sebutan Perang Dingin. Kegagalan paradigma normatif
dalam menjelaskan alasan negara melakukan ekspansi yang berujung pada perang telah
memunculkan pendekatan baru. Pendekatan baru ini disebut paradigma realisme.
Paradigma tersebut berasumsi bahwa politik internasional merupakan sarana perebutan
kekuasaan antarnegara. Oleh karenanya, perang terjadi di mana-mana karena masing-
masing negara berusaha mencapai kepentingan nasionalnya, yaitu memperoleh
kekuasaan agar bisa bertahan dalam sistem internasional. Sistem internasional yang
anarkis ini menuntut negara-negara untuk membangun kekuatan militer yang mampu
mencegah serangan lawan. Realisme mungkin menjadi paradigma yang paling
berpengaruh karena tiga alasan. Pertama, ia menjadi perspektif sentral dalam dunia
akademik. Kedua, paradigma ini dominan dalam jurnalisme. Terakhir, realisme
menjadi pondasi bagi pembuatan kebijakan luar negeri. Seperti halnya paradigma
sebelumnya, realisme pun menuai tidak sedikit kritik dan mulai digeser oleh
pendekatan yang lain. Pergeseran konsep dan kebijakan yang dipakai dalam HI ini
menemui momentumnya pada akhir Perang Dingin (Thomas dan Tow, 2002: 177).
Pada saat itu, studi HI lebih diwarnai oleh agenda-agenda dalam bidang lain, seperti
ekonomi, lingkungan, dan sosial. Kemunculan isu-isu ini didorong oleh ketidakpuasan
akan semakin intensif dan menyempitnya studi HI pada bidang keamanan, khususnya
mengenai pengembangan kekuatan militer dan nuklir pada saat Perang Dingin.
Agenda-agenda ekonomi dan lingkungan mulai mengemuka dalam kajian HI pada
dekade 1970-an dan 1980-an.
Pada dekade berikutnya, HI mulai diwarnai dengan isu-isu dalam hal identitas
dan kejahatan kriminal transnasional (Buzan, et. al., 1998: 2). Perluasan kajian dalam
studi HI ini mengubah perspektif masyarakat dunia dalam mendefinisikan keamanan.
Redefinisi ini merupakan tanggapan atas konsep keamanan yang lebih memfokuskan
perhatiannya ada negara yang tak lagi dapat menjawab persoalan hidup manusia.
Negara yang aman secara wilayah dari agresi negara lain belum tentu menjamin
keberlangsungan hidup rakyatnya. Oleh karena itu, perubahan paradigma dalam studi
HI mengarah ke keamanan manusia untuk menjawab luasnya dimensi persoalan di
dalamnya. Keamanan manusia yang semakin mendapat perhatian dalam studi HI
mencakup bidang yang lebih luas yang meliputi ekonomi, politik, sosial, lingkungan,
dan sebagainya. Isu lingkungan kemudian mendapat porsi perhatian yang lebih dari
masyarakat internasional setelah mencuatnya pemanasan global. Isu yang dipandang
sebagai ancaman keberlangsungan hidup manusia ini telah mengundang aktor-aktor
dalam HI untuk menyusun agenda sekuritisasi.

Fenomena
Setelah Perang Dingin berakhir, isu-isu sosial, ekonomi, dan lingkungan seakan
semakin leluasa mewarnai diskursus hubungan internasional sebab hal ini mengesankan
bahwa ancaman terhadap kedaulatan suatu negara menurun. Konsekuensinya adalah
tugas utama studi strategi-strategi menganalisis konfrontasi Barat-Timur saat Perang
Dingin yang menjadi inti konsep keamanan dalam pendekatan realisme pun lambat
laun berkurang. Oleh karena itu, fokus militer dalam analisis strategis menjadi sangat
rapuh terhadap berkembangnya isu-isu non-militer dalam diskursus HI. Penurunan
ancaman terhadap kedaulatan negara ini diikuti dengan peningkatan ancaman terhadap
eksistensi manusia, seperti kemiskinan, penyakit menular, bencana alam, kerusakan
lingkungan hidup, terorisme, dan sebagainya. Namun, negara sepertinya tidak lagi
mampu berhadapan dengan permasalahan-permasalahan di atas dengan baik. Negara
seolah kehilangan otoritas atas apa yang seharusnya ia tangani. Konsekuensinya adalah
apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara kini telah berpindah ke tangan
aktor-aktor non-negara. Bahkan, kehidupan sehari-hari masyarakat pun seakan semakin
kebal dari aktivitas dan kebijakan pemerintah (Held dan McGrew, 2003: 127±128).
Inisiatif-inisiatif dari kalangan akar rumput pun bermunculan untuk mengatasi masalah
kesehariannya sendiri ketika mereka merasa tidak bisa lagi menyandarkan bebannya
pada negara.

Isu Pokok
Ilmu Hubungan Internasional (HI) muncul sebagai bidang studi yang
terorganisasi pada awal abad 20. Menurut Edward H. Carr (1939), munculnya HI
sebagai bidang studi tersendiri setelah sebelumnya menjadi bagian dari ilmu sejarah
adalah akibat adanya keinginan, terutama sesudah Perang Dunia I, untuk memahami
sebab-sebab terjadinya konflik yang pada akhirnya ditujukan guna mencari langkah-
langkah preventif agar tidak terjadi pertikaian antarnegara serta tercipta dunia yang
lebih damai. Kebutuhan yang bersifat normatif itu menjadikan diplomasi serta hukum
dan organisasi internasional sebagai isi pokok studi baru ini. Ini mencerminkan
optimisme umum abad 19, yakni perdamaian bisa diciptakan melalui pembuatan aturan
main. Perubahan jangkauan pembahasan studi Hubungan Internasional (HI) dari tema-
tema politik dan militer di mana negara menjadi aktor utama dalam disiplin ilmu ini
yang kemudian berkembang menjadi tema-tema seperti ekonomi, sosial, dan
lingkungan sehingga tidak lagi hanya fokus pada topik-topik politik dan militer.
Dengan kata lain, disiplin ilmu HI telah menggeser fokus obyek kajiannya dari
keamanan negara menjadi keamanan manusia yang meliputi tema-tema non-militer.
Ekonomi menjadi salah satu bidang yang mendapat perhatian lebih karena aspek ini
terkait dengan aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun aktifitas
ekonomi ini juga membawa efek samping, seperti pemanasan global, yang harus
ditangani seefektif mungkin. Inilah yang
melatarbelakangi besarnya perhatian komunitas internasional pada fenomena tersebut
dalam beberapa dekade terakhir.

Paparan Teoritis

Max Weber mengemukakan, secara umum terdapat tiga kategori


kewarganegaraan. Pertama, kewarganegaraan sebagai kategori ekonomi. Dalam
kategori pertama ini, kewarganegaraan dilihat dari kepentingan ekonomi dari masing-
masing kelas. Kedua, kewarganegaraan sebagai kategori politik. Kewarganegaraan
menggolongkan seseorang dalam suatu negara. Ketiga, kewarganegaraan sebagai
kategori sosial. Dalam karya Weber yaitu The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism, Weber membahas peranan nilai agama bagi perkembangan kapitalisme.
Weber tidak puas dengan penjelasan kondisi material sebagai pendorong utama
lahirnya kapitalisme. Weber tertarik dengan etos ekonomi yang dimiliki oleh para
pelaku pasar yang menjadi spirit mereka untuk terus mengembangkan aktivitas
ekonomi. Adapun etos yang dilihat oleh Weber adalah semangat kerja keras untuk
meraih kekayaan, tidak menghamburkan uang dan lebih banyak berhemat, dan
semangat-semangat positif lainnya yang dilihat oleh Weber sesuai dengan spirit
kapitalisme. Adanya spirit kapitalisme memunculkan industrialisasi.

Analisis

The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism merupakan karya Weber
yang menjelaskan faktor pendorong lahirya kapitalisme. Hal ini berkaitan dengan
kategori kewarganegaraan yang dikemukakan Weber, yaitu kategori ekonomi. Dalam
karya tersebut dijelaskan pula etos ekonomi yang dimiliki oleh para pelaku pasar yang
menjadi spirit mereka untuk terus mengembangkan aktivitas ekonomi (spirit
kapitalisme) lalu adanya spirit kapitalisme memunculkan industrialisasi yang
berkaitan dengan fenomena pemanasan global.
Industrialisasi atau kegiatan industri memiliki kaitan dengan fenomena
pemanasan global, hal tersebut dikarenakan fenomena pemanasan global menjadi
salah satu sektor penyumbang emisi gas dan polusi udara. Semakian banyak emisi gas
dan polusi udara, maka akan mempengaruhi kualitas lingkungan hidup. Tidak hanya
lingkungan hidup untuk manusia saja namun lingkungan hidup untuk hewan dan
tumbuhan juga terancam terganggu atau menurun kualitasnya.

Kesimpulan

Terdapat kaitan fenomena pemanasan global dengan teori yang dikemukaan


oleh Max Weber, hal tersebut dikarenakan sebuah spirit kapitalisme akan
memunculkan adanya industrialisasi yang membuat terjadinya pemanasan global.
Dari fenomena tersebut, maka diperlukan solusi yaitu dengan cara melakukan
pengolahan limbah industri secara tepat limbah, sehingga dampak dari pemanasan
global itu dapat diminimalisir dan tentunya lingkungan hidup akan tetap terjaga.

SUMBER

Lokataruf Foundation. 2020. “Hanyut di Tengah Badai: Buruknya Akses dan Pelayanan
Kesehatan untuk Warga di Tengah Pandemi Covid-19”. Diakses pada tanggal 17
Desember 2021: https://lokataru.id/buruknya-akses-dan-pelayanan-kesehatan-untuk-
warga-di- tengah-pandemi-covid-19/.

Robet, R., & Tobi, H. B. 2014. “Pengantar Sosiologi Kewarganegaraan: Dari Marx sampai
Agamben”. Marjin Kiri.

Sayyidati, A. 2017. Isu Pemanasan Global dalam Pergeseran Paradigma Keamanan pada
Studi Hubungan Internasional. Jurnal Hubungan Internasional, 6(1), 38-45.
Solichah, Zumrotun & Primastika, Widia, dkk. 2020. “Cerita di Balik Pandemi”. Jakarta
Selatan: AJI Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai