Anda di halaman 1dari 28

UNIVERSITAS INDONESIA

ANTROPOLOGI BIOLOGI

COVID-19 SEBAGAI HUBUNGAN ANTAR SPESIES DAN EVOLUSI


MANUSIA DALAM ANTROPOLOGI

Disusun Oleh:
Agnes Hemas Aksata
2106633941

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2022
ANTROPOLOGI BIOLOGI

Covid-19 Sebagai Hubungan Antar Spesies dan Evolusi Manusia


dalam Antropologi

Antropologi sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang bertujuan


mempelajari manusia dari berbagai aspek menjadi salah satu ilmu yang dapat digunakan
untuk melihat hubungan manusia dengan spesies lain. Menurut Larsen (2019) dan
Lewis (2009) biological anthropology berusaha menjelaskan bagaimana kehidupan
manusia dari segi biologis. Namun, seiring berkembangnya zaman, banyak ditemukan
bahwa pendekatan baru dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perkembangan
spesies lain dan lingkungan dapat mempengaruhi manusia, baik dalam segi sosial
maupun biologis. Dalam kajian ini, penulis akan menganalisis bagaimana Covid-19
sebagai sebuah pandemi dan virus baru, merubah segala aspek kehidupan manusia dan
bagaimana antropologi menjelaskannya menggunakan beberapa pendekatan.

Dalam melakukan kajian multispesies, mengutip dari Sanjatmiko (2021) dan


Kirksey dan Helmreich (2010) etnografi multispesies melihat bahwa manusia dan
makhluk hidup lainnya adalah hal yang setara dan saling melengkapi dengan tujuan
timbal balik dan pengembangan masing-masing. Objek studi etnografi multispesies
dapat berupa biologis dari manusia itu sendiri, sosial budaya, ekonomi, politik, dan
bahkan spesies dan biologis lainnya. Hal ini menjadi salah satu kerangka berpikir yang
akan penulis gunakan dalam menulis esai ini sebagai bentuk pendekatan pada Covid-19
dengan menggunakan etnografi multispesies sebagai bentuk pendekatan yang bertujuan
memberikan gambaran bagaimana timbal balik dapat terjadi.

“Kehadiran perspektif multispesies pada tulisan-tulisan etnografi menunjukkan


adanya upaya untuk menghilangkan hirarki yang selama ini menempatkan manusia
pada tingkat teratas penguasaan alam dan memarjinalkan spesies non-manusia beserta
alam itu sendiri. Sebaliknya, manusia harus menyadari bahwa eksistensi spesies
non-manusia dan alam itu sendiri adalah timbal balik dan saling memberikan peran
bagi kehidupan seluruh elemen di alam semesta, termasuk kehidupan manusia.”
(Sanjatmiko, 2021)
Dengan kehadiran perspektif multispesies ini memberikan warna baru dalam
disiplin ilmu antropologi, karena dengan pendekatan ini dapat mengkaji berbagai aspek
antropologi dengan fenomena alam lainnya seperti Covid-19. Disiplin ilmu antropologi
secara luas kemudian dapat menjelaskan aspek-aspek kemanusiaan lainnya. Pada esai
ini penulis akan melakukan kajian dengan pendekatan multispesies sebagai bentuk dan
landasan berpikir untuk kajian-kajian yang akan dilakukan.

Multispecies Anthropology

Kemajuan peradaban manusia tidak akan jauh dari bagaimana manusia berpikir
dan melihat sekitarnya. Salah satu bentuk kemajuan peradaban ditandai dengan
hubungan manusia dengan spesies lain. Dalam esai ini, penulis akan menggunakan
spesies virus, sebagai salah satu objek kajian antarspesies. Selama kurun waktu dua
tahun, manusia harus berhadapan dengan Covid-19 yang menyebabkan banyaknya
kerugian, tetapi juga perkembangan dalam ilmu pengetahuan, salah satunya antropologi,
baik budaya, sosial, politik, ekonomi, maupun kesehatan. Dalam menganalisis kajian
Covid-19, antropologi sebagai studi yang mempelajari manusia, hadir dengan sudut
pandang antarspesies sebagai bentuk kajian pada Covid-19 dengan manusia.

Kajian multispesies menurut Hartigan Jr. (2014) adalah sebuah cabang ilmu
antropologi yang mencoba melihat dari perspektif spesies lain untuk melihat bagaimana
intelegensi, sifat, dan budaya dari sebuah spesies dapat berpengaruh pada manusia dan
spesies itu sendiri. Pada esai ini penulis menggunakan cabang multispesies untuk
menganalisis fenomena Covid-19 dalam lingkup antropologi dan bagaimana sifat dan
pengaruhnya pada kehidupan manusia. Pendekatan multispesies tidak hanya tertutup
pada Covid-19 saja, tetapi pada kajian ini akan lebih melihat bagaimana Covid-19
mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia.

Pendekatan Multispesies tidak berdiri sendiri, dalam menjelaskan bagaimana


Covid-19 mempengaruhi kehidupan manusia, diperlukan pendekatan biocultural
anthropology, yaitu sebuah pendekatan yang melihat hubungan antara aspek biologis
dengan kultur budaya dari evolusi manusia dan hubungannya dengan spesies biologis
lainnya (Jurmain et al., 2018; Larsen, 2019). Biocultural approach dipadu dengan
multispecies mencoba menjelaskan bagaimana hubungan manusia dengan Covid-19
dapat mempengaruhi variasi dan evolusi dari manusia dari aspek sosial dan juga
biologisnya. Manusia sendiri, tanpa adanya Covid-19 akan mengalami evolusi dalam
segi sosial karena adanya adaptasi dengan perkembangan masyarakat yang ada,
sehingga dengan adanya Covid-19 perkembangan manusia dapat berubah drastis serta
dinamis terutama dalam segi sosial dan kesehatannya.

Dengan pendekatan multispesies dan biocultural approach penulis akan


mencoba menganalisis bagaimana lingkungan dan spesies lain memberikan dampak
pada kehidupan manusia. Karena menurut Larsen (2019) dalam sejarah panjang umat
manusia, manusia mengalami perubahan variasi dan evolusi karena lingkungan dan juga
spesies lain. Terlebih selama dua tahun ini, manusia dihadapkan pada pandemi dan
penyakit yang serius dalam menyerang manusia. Sehingga pendekatan biocultural
approach dan multispesies dapat digunakan sebagai salah satu bentuk pendekatan
biologis dan kultural pada fenomena Covid-19 ini.

Covid-19 dengan Multispesies Kesehatan

Medical anthropology menjadi salah satu subcabang yang dapat digunakan


sebagai paradigma dan pendekatan multispecies dan biocultural approach. Menurut
Ember dan Ember (2004) antropologi medis adalah sebuah studi mengenai kesehatan
global, penyakit global, politik, dan manusia dalam lingkup antropologi. Antropologi
melihat kesehatan sebagai sebuah hal yang sangat luas, Ember dan Ember (2004)
menjelaskan bahwa antropologi medis melihat bahwa terdapat hubungan antara
kesehatan dan penyakit global dengan decision making yang dilakukan oleh manusia,
sehingga pada akhirnya mempengaruhi budaya yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.
Antropologi medis menjadi salah satu cikal bakal dan juga penekanan kritis pada
bagaimana antropolog melihat dan mengkaji fenomena global, seperti Covid-19 dalam
hal kesehatan dan antropologi itu sendiri.

Covid-19 dapat dianalisis dan ditinjau dengan pendekatan antropologi medis.


Hal ini dikarenakan Covid-19 adalah sebuah bentuk pandemi dan permasalahan
kesehatan global. Menurut WHO (2020) Covid-19 telah diklasifikasi sebagai sebuah
pandemi atau penyakit yang menyerang dunia dengan tingkat penularan dan efek yang
cukup tinggi. Melihat kondisi Covid-19 yang mulai dianggap sebagai pandemi,
antropolog ikut serta dan hadir dalam menganalisis dan memberikan bantuan dalam
aspek medis dan sosial budaya. Mengutip Ember dan Ember (2004) penyakit atau
pandemi ini tidak hanya melibatkan satu individu saja, tetapi juga seluruh komunitas.
Dalam hal ini, antropologi mulai melihat bahwa Covid-19 ini tidak hanya sebagai
sebuah pandemi, tetapi juga menjadi faktor perubahan dari sebuah komunitas itu
sendiri. Namun, pertanyaan mendasar, bagaimana munculnya virus dapat memberikan
perubahan yang begitu signifikan dalam kesehatan masyarakat?

Pendekatan ini dapat dijawab dengan melihat dalam hubungan antarspesies.


Dalam perkembangan sejarahnya, umat manusia mengalami berbagai seleksi alam,
perkembangan, dan evolusi. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tidak hanya sekali
pandemi dan penyakit global memberikan perlawanan pada manusia, tetapi lebih dari
tiga kali. Dalam perangnya melawan pandemi dan penyakit global ini, manusia mulai
berevolusi dan mulai melakukan berbagai cara untuk dapat memenangkan perang.
Antropologi antarspesies melihat dimensi lain dari perang ini, bahwa kedua spesies
memiliki hubungan dan kedekatan yang berbeda. Cabang ini, membantu melihat bahwa
penyakit, kesehatan, dan manusia itu sendiri sebenarnya dipengaruhi oleh faktor lain,
seperti spesies virus dan lingkungan (Hartigan Jr., 2014; Jobling et al., 2014; Lewis,
2009; Relethford, 2012). Populasi yang mulai memiliki kekebalan dan kekuatan
melawan penyerangan penyakit ini melahirkan ilmu-ilmu dan perkembangan umat
manusia itu sendiri. Namun, pada lain sisi, melihat hubungan antar spesies ini, manusia
juga mengalami kemunduran dan evaluasi dalam hal institusi kesehatannya.

Selama perang melawan Covid-19 berlangsung, banyak institusi kesehatan


mengalami kegagalan dan kemunduran. Salah satu bentuk kolapsnya institusi ini dapat
ditelaah di Indonesia. Menurut Djalante et al. (2020) Indonesia mengalami kolaps dalam
institusi kesehatan karena Covid-19, dengan mengacu pada pendekatan antropologi
multispesies, manusia mengalami kemunduran dan evaluasi. Dengan adanya kolaps
dalam institusi kesehatan, menandakan bahwa manusia belum siap untuk memiliki
hubungan dengan spesies lainnya, seperti Covid-19. Djalante et al. (2020) menjelaskan
bahwa kolapsnya ini dikarenakan Indonesia memandang sebelah mata Covid-19 dan
kurang sigapnya menangani Covid-19 ini. Apabila dilihat lebih jauh menggunakan
kacamata antropologi antarspesies, kejadian ini menjadi salah satu bentuk dan penanda
bahwa hubungan antar spesies mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia,
terutama dalam hal kesehatan.
Meskipun Indonesia menjadi salah satu contoh negatif dari adanya Covid-19 di
dunia. Sejatinya, perkembangan kesehatan juga dipengaruhi oleh adanya Covid-19.
Mengutip dari Nelson (2020) terdapat beberapa hal positif yang bisa diambil dari
adanya pandemi ini. Dengan berkurangnya mobilitas masyarakat, alam menjadi lebih
bersih dan jauh dari polusi, dalam perspektif multispesies, hal ini berkaitan dengan
biologis lainnya, yaitu tumbuhan dan hewan lebih bisa mendapat hal positif. Dalam
perkembangan kesehatan, adanya Covid-19 memaksa manusia untuk bisa sesegera
mungkin menghadirkan sebuah inovasi dan terobosan baru untuk mengatasi Covid-19,
yaitu dengan adanya vaksin. Nelson (2020) melihat bahwa masyarakat juga mulai patuh
pada institusi kesehatan, karena adanya pandemi ini, terlepas dari beberapa diantaranya
masih belum mau patuh. Namun, dalam banyak sisi, Covid-19 memberikan hal positif
bagi masyarakat.

Antropologi medis bersama dengan konsep multispesies melihat bahwa adanya


Covid-19 sebenarnya mempengaruhi secara besar bagaimana perkembangan medis.
Dalam beberapa dekade proses penemuan vaksin cukup lama, tetapi pada saat adanya
pandemi ini secara tidak langsung memaksa manusia untuk berkembang dan
beradaptasi dengan adanya Covid-19. Hal ini ditunjukkan dengan adanya vaksin
Covid-19 dalam waktu kurang dari satu tahun. Selain itu, dalam sudut pandang
multispesies manusia dapat melihat beberapa aspek positif dari adanya Covid-19
sebagai spesies lain yang mengancam. Dengan adanya beberapa hubungan ini,
sebenarnya manusia mendapat banyak keunggulan dan hal positif saat menghadapi
Covid-19. Antropologi melihat hal ini dalam jangka panjang sebagai suatu ilmu yang
mempelajari bagaimana kita menjadi manusia. Dengan konsep biokultural, menurut
Larsen (2019) unsur biologis dan faktor biologis mempengaruhi bagaimana manusia itu
hidup, terutama dalam aspek kultur dan sosial. Antropolog melihat bahwa secara
biologis dan medis, manusia terikat dengan spesies lain dan saling mempengaruhi satu
dengan lainnya. Dalam hal ini Covid-19 juga mengalami berbagai perkembangan dari
segi pertahanan diri dan evolusi. Seperti perubahan varian dari Alpha menjadi Omicron,
hal ini menunjukkan bahwa studi antropologi medis dan multispesies memberikan
gambaran akurat mengenai bagaimana Covid-19 berkembang karena manusia dan
bagaimana manusia berkembang juga karena Covid-19.
Studi ini dapat membantu manusia untuk lebih memahami manusia itu sendiri
lebih dalam. Seperti studi antropologi medis yang dilakukan Hartigan Jr. (2014) bahwa
dengan adanya perubahan biologis dan lingkungan, masyarakat mempunyai kultur dan
budaya baru, sehingga dengan adanya studi mengenai multispesies ini dalam konteks
kesehatan, dapat memberikan gambaran bahwa kesehatan juga berhubungan erat dengan
spesies lain di bumi, terlebih dalam konteks ini Covid-19 sebagai virus baru yang
mengancam umat manusia. Studi antropologi ini pada akhirnya membantu manusia
memberikan gambaran bagaimana melihat sisi kesehatan dari pendekatan antropologi,
terutama multispesies.

Covid-19 dengan Multispesies Budaya

Covid-19 pada dasarnya adalah sebuah pandemi yang memberikan


masalah-masalah baru bagi masyarakat. Subbab ini berusaha menjelaskan bagaimana
masalah-masalah dalam masyarakat, terutama terkait budaya ini dapat ditelaah dan
ditinjau dari sudut pandang antropologi. Beberapa masalah yang muncul terkait budaya
ini adalah bagaimana kelangsungan suatu budaya yang telah menjadi kebiasaan
masyarakat, harus diberhentikan dahulu untuk kepentingan bersama dan bagaimana
sebuah budaya populer baru mulai bermunculan karena evolusi dan perkembangan
manusia dalam menghadapi masalah-masalah yang disebabkan oleh Covid-19. Hal ini
tentunya menjadi permasalahan yang menarik, karena kajian-kajian budaya ini tentunya
memiliki interseksi dalam multispesies dan sosial budaya masyarakat di dunia, terutama
Indonesia.

Melihat kesehatan dalam sudut pandang antropologi multispesies memberikan


gambaran bahwa aspek kesehatan juga dapat dipengaruhi oleh spesies lain. Namun,
beberapa hal lainnya juga dipengaruhi oleh spesies lain, contohnya adalah budaya
masyarakat. Antropolog melihat bahwa perubahan budaya ini, dapat dikaitkan dengan
kajian multispesies. Hal ini berkaitan erat dengan biocultural anthropology, yaitu studi
yang melihat bahwa faktor biologi dan alam memiliki efek dengan kultur dan budaya
masyarakat, baik dalam segi kesehatan, ekonomi, politik, maupun budaya (Jurmain et
al., 2018; Larsen, 2019; Lewis, 2009; Relethford, 2012).
Figure 1 Perubahan Budaya yang Diakibatkan oleh Covid-19
Sumber: Futurelearn.com

Pada pendekatan budaya ini, penulis menitikberatkan pada bagaimana Covid-19


merubah budaya-budaya yang ada di masyarakat dan menggesernya menjadi
budaya-budaya baru yang berbeda dengan sebelumnya. Proses perubahan ini erat
kaitannya dengan konsep multispesies dan biokultur. Hal ini disebabkan karena
perubahan-perubahan kecil yang disebabkan Covid-19, seperti penularannya yang cepat
dan melalui udara memberikan perubahan-perubahan signifikan dalam
pergeseran-pergeseran budaya di masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan
biokultur, manusia mengalami perubahan faktor biologis, seperti mereka yang telah
terpapar Covid-19 mengalami perubahan dalam struktur paru-paru dan beberapa efek
lainnya, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan budaya-budaya individu
tersebut, yang nantinya akan berakibat pada komunitas dan kelompok lebih besar.

Pendekatan kultural ini sebenarnya bertujuan untuk meninjau bagaimana


hubungan antarspesies memiliki akibat pada bergesernya budaya-budaya dan moral
yang ada di masyarakat. Perubahan budaya dan moral yang bisa ditinjau adalah
bagaimana masyarakat memandang para penyintas Covid-19. Dengan adanya hubungan
antar spesies ini, manusia berkembang, masyarakat berkembang, dan lebih dinamis serta
beragam. Dengan munculnya banyak varian dari Covid-19 dan semakin banyaknya
penyintas-penyintas yang ada, muncul budaya cancel bagi mereka yang melihat bahwa
Covid-19 adalah sebuah konspirasi atau hoaks. Secara budaya dan ontologinya, mereka
yang melihat Covid-19 adalah sebuah konspirasi mungkin belum meninjau dan
menganalisis lebih jauh mengenai Covid-19 itu sendiri, sehingga banyak dari
masyarakat yang melakukan cancel pada mereka. Hal ini memberikan budaya-budaya
dan pandangan baru bagaimana masyarakat memberikan stereotip sebagai covidiot
sebagai julukan bagi mereka yang tidak percaya pada Covid-19

Lim (2020) menjelaskan bagaimana perubahan dan pergeseran budaya terjadi,


hal ini ditunjukkannya pada sebuah eksperimen yang menelaah bagaimana seorang gay
melakukan berbagai hubungan baik seksual maupun non seksual meskipun dengan
larangan dan himbauan untuk melakukan isolasi terkait Covid-19. Dalam Jurnal
tersebut, Lim (2020) menjelaskan bahwa meskipun dengan berbagai hambatan terkait
isolasi mandiri, manusia berkembang dalam aspek budayanya. Salah satu bentuk
perkembangannya adalah bagaimana hubungan non seksual dan seksual terjadi.
Manusia mulai mencari cara dan melakukan kebiasaan baru selama pandemi untuk
memenuhi hasrat dan kebutuhan biologisnya. Hal ini menciptakan budaya-budaya baru
yang menunjukkan perkembangan, tetapi juga kemunduran bagi umat manusia itu
sendiri. Hal ini sejalan dengan aspek multispesies yang menjadi pendekatan bagaimana
hubungan budaya dengan spesies lain terjadi.

Penulis melihat bahwa salah satu bentuk lainnya dari berubahnya


budaya-budaya yang ada adalah budaya ramah tamah dan kumpul bersama keluarga.
Aturan-aturan yang dikeluarkan baik secara internasional maupun nasional, lebih
menekankan pada social distancing. Hal ini memberikan jarak dan gambaran bahwa
manusia sebagai makhluk sosial harus lebih individualis dalam kehidupannya.
Antropolog menggunakan pendekatan cultural anthropology dapat mengkaji hal
tersebut dengan pendekatan multispesies. Bahwa Covid-19 memberikan
perubahan-perubahan kecil dalam kehidupan budaya di masyarakat, jelas hal ini
memberikan antropolog gambaran dengan adanya spesies lain yang berlomba
melakukan evolusi dan adaptasi, manusia juga harus menyesuaikan diri, terutama dalam
hal budaya dan kebiasaan.

Dengan pendekatan multispesies, antropolog dapat mengkaji hal tersebut.


Menurut Jobling et al. (2014) manusia dalam sejarahnya mengalami berbagai seleksi
alam dan evolusi. Hal ini disebabkan oleh perubahan lingkungan, spesies, dan manusia
itu sendiri. Namun, dalam konteks esai ini, penulis menitik beratkan pada bagaimana
spesies lain memberikan efek pada perkembangan evolusi budaya itu sendiri. Manusia
sedari dulu secara sejarah dan holistik, memiliki sifat sosial dan budaya yang mendarah
daging. Semenjak adanya Covid-19 ini beberapa budaya-budaya luhur mulai berubah
dan bergeser, hal ini tentu saja disebabkan oleh perubahan perubahan mendasar dari sisi
biologis itu sendiri.

Dalam jangka panjang, pendekatan multispesies dalam biokultur ini memberikan


pandangan baru pada budaya-budaya manusia. Budaya-budaya lama mulai hilang
karena kondisi pandemi, tetapi budaya-budaya baru mulai bermunculan sebagai bentuk
adaptasi manusia hidup berdampingan dengan Covid-19. Salah satu budaya yang
muncul dan mungkin akan menjadi sebuah kebiasaan baru adalah kebiasaan
menggunakan masker. Selama pandemi, banyak himbauan untuk menggunakan masker
sebagai bentuk pencegahan penularan Covid-19, masyarakat yang mulai terbiasa akan
menginternalisasi nilai-nilai budaya menggunakan masker sebagai bentuk budaya baru
dan membentuk kebiasaan-kebiasaan yang akan melekat seiring dengan
perkembangannya.

Pada akhirnya, penulis melihat bahwa korelasi antara antropologi multispesies


dan pendekatan biokultur memiliki efek pada bagaimana masyarakat menerima sebuah
budaya dan membentuk kebudayaan. Hal ini, terkait dengan kebijakan-kebijakan
bagaimana Covid-19 seharusnya diberlakukan, dengan begitu akan tercipta banyak
budaya-budaya baru dan mulai memudarnya budaya-budaya lama yang tergerus oleh
waktu dan tuntutan Covid-19. Antropolog melihat hal ini sebagai sebuah adaptasi dari
manusia dalam menghadapi perlawanan. Menurut Larsen (2019) adaptasi manusia
sebenarnya dipengaruhi oleh lingkungan dan spesies lain dalam suatu lingkungan,
adaptasi ini mempengaruhi bagaimana variasi dan budaya-budaya di masyarakat dapat
hadir, seperti konteks sekarang ini, Covid-19 menjadi salah satu faktor hadirnya dan
lahirnya budaya-budaya baru dalam masyarakat.

Covid-19 dengan Multispesies Ekonomi dan Politik

Aspek dalam kehidupan manusia lainnya yang terpengaruh oleh adanya


Covid-19 adalah proses ekonomi dan bagaimana manusia mempersepsikan kegiatan
ekonomi. Kegiatan ekonomi lekat hubungannya dengan manusia dan studi antropologi.
Antropologi ekonomi menjadi salah satu sub bidang antropologi yang melihat ekonomi
dan struktur politik dunia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari manusia, studi ini
mempelajari bagaimana hubungan ekonomi dengan manusia itu sendiri (Carrier, 2005).
Aspek terpenting dari antropologi ekonomi adalah sifatnya yang multidisipliner dan
bisa dilakukan dengan pendekatan multispesies dan antarspesies yang bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana hubungan antara manusia dengan spesies lain. Pada sub bab ini
penulis akan meneliti permasalahan ekonomi, ekonomi gaya baru, dan perananan
Covid-19 dalam mempengaruhi pola perekonomian dunia sebagai sebuah bentuk
interaksi antarspesies.

Antropolog politik dan antropologi ekonomi menjadi dua hal yang saling
berikatan satu dengan lainnya. Antropologi politik yang meninjau kehidupan manusia
dari aspek politik dan antropologi ekonomi yang meninjau dari segi ekonomi
memberikan titik temu pada interseksi dalam kehidupan manusia secara nyata dan jelas.
Kedua hal tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya. Antropologi politik sebagai
bentuk pendekatan antropologi dalam sudut pandang kekuasaan manusia dan
antropologi ekonomi sebagai bentuk pendekatan pada bagaimana manusia melakukan
tindakan ekonomi yang juga memiliki hubungan dengan kekuasaan dan power adalah
dua hal yang tidak dapat dilepaskan (Carrier, 2005; Kurtz, 2001). Pendekatan politik
dan ekonomi menjadi satu subbagian yang sama, sehingga penulis akan menganalisis
bagaimana perubahan politik dan ekonomi saling resiprokal dan mempengaruhi satu
dengan lainnya.
Figure 2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Tahun 2020
Sumber: BPS

Semenjak pertama kali muncul wabah Covid-19 dan menjadi perhatian dunia
karena menjadi pandemi global, ekonomi global mulai kolaps, terutama Indonesia.
Menurut Kemenkeu (2021) dan BPS (2021) saat pertama kali diumumkan bahwa
Covid-19 adalah sebuah krisis global dan pandemi global, hampir seluruh negara di
dunia mengalami kontraksi ekonomi yang dalam, terutama Indonesia yang hampir
menyentuh angka 10%. Masalah ini dikarenakan Covid-19 mempengaruhi bagaimana
pola perilaku masyarakat dan kebijakan-kebijakan di dunia, mengenai pembatasan
sosial, sehingga memberikan pengaruh kontraksi yang cukup besar di seluruh dunia.
Antropologi ekonomi dengan pendekatan multispesies melihat ini sebagai bentuk
hubungan antara manusia dengan Covid-19 dalam hal ekonomi. Hubungan antara
manusia dengan Covid-19 bersifat resiprokal dan berkelanjutan, dalam konteks ini
ekonomi sangat mengalami krisis. Pada gambar di atas, dapat dilihat dan ditinjau
bahwa, sebelum peraturan mengenai Covid-19 perekonomian masih tinggi, setelah
adanya peraturan mengenai Covid-19 perekonomian mulai tumbang.
Perubahan yang begitu drastis dalam pemetaan ekonomi dunia menyebabkan
perubahan-perubahan pola ekonomi dunia. Salah satu bentuk perubahan ekonomi dunia
adalah transaksi daring yang mulai digunakan sebagai bentuk perekonomian baru dan
budaya baru. Hal ini dikarenakan selama pandemi, masyarakat dihimbau untuk tidak
melakukan kontak fisik dan jaga jarak sosial dengan sesama. Antropolog melihat ini
sebagai bentuk perubahan ekonomi, terutama hubungannya dengan antropologi
ekonomi yang melihat kebijakan pemerintah dan ekonomi sebagai faktor perubahan
dalam manusia itu sendiri (Carrier, 2005; Hartigan Jr., 2014; Larsen, 2019).
Faktor-faktor ini sebenarnya tidak lepas dari bagaimana antropologi melihat budaya,
ekonomi, sosial, dan politik. Namun, pada subbagian ini penulis akan lebih menekankan
bagaimana perubahan-perubahan ekonomi di dunia akibat Covid-19 dalam sudut
pandang antropologi.

Antropolog melihat kondisi ini sebagai bentuk interseksi spesies dan pendekatan
multispesies dalam hal ekonomi dan sosial politik. Terlihat pada beberapa kebijakan
pemerintah dalam bentuk politik yang memberikan dampak pada ekonomi
internasional. Mengutip Carrier (2005) dalam perkembangan antropologi ekonomi,
sosial politik memiliki peran besar dalam pembentukan dan perealisasian bagaimana
suatu ekonomi dapat terjadi di masyarakat. Aspek ekonomi adalah sebuah aspek hasil
dari perubahan-perubahan masyarakat dalam sudut pandang sosial dan budaya dengan
menggunakan pendekatan multispesies. Interseksi tersebut menghasilkan
perubahan-perubahan dan dinamika dalam lingkup politik manusia dan masyarakat
dunia. Sudut pandang multispesies menunjukkan bahwa sebenarnya Covid-19
memberikan sumbangasih pada perkembangan dan runtuhnya ekonomi serta politik di
dunia.

Pada dasarnya, interseksi antara budaya dengan ekonomi dan politik masih
sering terjadi. Antropolog melihat hal tersebut sebagai sebuah interseksi dan
multispesies dari Covid-19 itu sendiri. Budaya manusia, Covid-19, ekonomi, dan sosial
politik sebenarnya saling beririsan satu dengan lain pada individu dan masyarakat itu
sendiri (Carrier, 2005; Jobling et al., 2014; Nelson, 2020). Interaksi-interaksi antara
Covid-19 dengan manusia ini memberikan pengembangan bagaimana ekonomi
mengalami perubahan. Antropologi ekonomi memiliki peran yang cukup signifikan
dalam memberikan bantuan berupa tinjauan dan analisis sehingga dapat tercapai
proses-proses perkembangan yang signifikan dalam kemanusiaan. Carrier (2005)
menulis bahwa manusia melihat cost-benefit analysis, sehingga dalam hal ini,
antropolog melihat bahwa manusia akan memanfaatkan cost-benefit yang ada untuk
perkembangannya melawan Covid-19

Meskipun mengalami kolaps selama kurun waktu dua tahun, masyarakat mampu
kembali bangkit dan mengembangkan ekonominya menjadi lebih baik lagi. Hal ini
ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di setiap negara setelah masa
transisi pandemi ini. Ditinjau dari segi multispesies, hal ini sangatlah dipengaruhi oleh
bagaimana evolusi manusia dan adaptasi manusia untuk terus berkembang dan hidup
melawan Covid-19. Mengutip dari Pratiwi (2022) pertumbuhan ekonomi Indonesia
selama tahun 2021 meningkat kurang lebih sebanyak 3% setelah mengalami kontraksi
pada tahun 2020. Antropolog dapat melihat ini sebagai suatu adaptasi dan evolusi
manusia dalam menghadapi perubahan yang dinamis dan signifikan dari adanya
Covid-19 ini. Indonesia yang awalnya belum siap melawan dan menghadapi pandemi,
mau tidak mau harus menghadapinya. Namun, setelah terpuruk pun Indonesia berhasil
mengembalikan posisi stabilitas ekonominya dan mengalami perkembangan ke arah
yang lebih baik.

Pada hakekatnya, antropologi ekonomi melihat bahwa perubahan sosial politik


memiliki pengaruh besar pada perekonomian global. Meskipun, perubahan sosial politik
ini adalah sebuah bentuk perubahan yang disengaja dan dikarenakan oleh Covid-19,
dengan pendekatan multispesies, dapat ditinjau bahwa Covid-19 memiliki aspek penting
dalam pengembangan dan perombakan perekonomian itu sendiri. Mengutip
Oliver‐Smith (2022) “As the world continues to struggle through successive waves of
the pandemic, the need to reconfigure the structure and organization of global, national,
and local economies becomes ever clearer.” Hal ini terlihat jelas bahwa
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pandemi selain memberikan efek negatif,
juga memberikan kesadaran bahwa dibutuhkan perhatian lebih dan struktur yang lebih
matang dalam tatanan ekonomi dunia. Selain itu, tantangan yang terlihat menjadi lebih
jelas bahwa tantangan kita selama ini adalah manusia itu sendiri, selain melihat bahwa
Covid-19 memang memberikan efek negatif. Namun, pada sisi lain, Covid-19
memberikan dampak positif berupa kesadaran bahwa, manusia masih dan akan terus
belajar untuk berubah menjadi lebih baik.
Covid-19 dengan Multispesies Sosial, Pendidikan, dan Agama

Aspek terakhir yang akan penulis tinjau dalam tulisan ini adalah bagaimana
kehidupan sosial berubah secara drastis pada saat pandemi dan transisi pandemi itu
sendiri. Kehidupan sosial masyarakat banyak mengalami perubahan pada saat pandmei
mulai hadir di Indonesia, salah satu bentuknya adalah perubahan pendidikan dan social
life dari setiap individu di suatu komunitas. Perubahan social life dengan adanya social
distancing dan isolasi menjadi bentuk-bentuk nyata adanya perubahan dalam pola sosial
masyarakat. Menggunakan pendekatan multispesies, kehidupan sosial manusia dapat
ditelaah dengan menggunakan antropologi sosial. Antropologi sosial tidak akan terlepas
dari bagaimana antropologi budaya hadir, tetapi pada hakekatnya antropologi sosial
adalah disiplin ilmu yang berfokus pada bagaimana suatu individu melakukan hubungan
dengan individu lainnya dalam sudut pandang sosial bukan budaya (Doda, 2005).

Dalam multispesies antropologi sosial, Covid-19 memberikan gambaran


bagaimana Covid-19 menjadi faktor penting selama pandemi ini, sosial masyarakat
yang berubah. Mengutip Sapkota (2020) sosio kultural antropologi mengkaji beberapa
aspek, seperti pendidikan dan rumah tangga. Selama pandemi, Saptoka (2020)
menjelaskan bahwa aspek sosial dalam hal pendidikan mengalami perubahan yang
cukup signifikan, karena kebijakan pelajaran online, yang memberikan pengaruh pada
bagaimana suatu masyarakat mengalami perubahan sosio kultural yang ada.
Antropologi sosial memberikan gambaran lebih lanjut mengenai bagaimana sosial juga
mengalami perubahan, tidak hanya budaya saja. Masyarakat dunia mengalami
perubahan dalam segi sosial dengan individu lainnya, yang dikarenakan oleh Covid-19
itu sendiri.

Dimensi multispesies menjadi dimensi terpenting untuk mengkaji bagaimana


perubahan sosial ini terjadi. Perubahan-perubahan sosial ini mempengaruhi kualitas
hidup manusia dan masyarakat yang ada, karena tidak semua masyarakat mengalami
dan memiliki aspek sosial yang sama atau kesetaraan. Saptoka (2020) memberikan
gambaran bahwa dengan adanya Covid-19 ini masyarakat mulai mengalami
kemunduran dalam aspek sosial dengan terlihatnya ketimpangan-ketimpangan yang ada.
Aspek-aspek tersebut tentu saja menjadi objek kajian antropologi sosial dalam melihat
dan mengkritisi bagaimana suatu masyarakat sosial mengalami perubahan yang dinamis
dan drastis. Hal ini sebenarnya tidak lepas dari bagaimana sebuah perubahan politik,
ekonomi, dan budaya. Namun, pada subbab ini penulis akan berfokus pada bagaimana
setiap masyarakat dan individu melakukan coping mechanism sebagai bentuk
perlawanan dan adaptasi dengan situasi yang ada.

Sosial masyarakat yang mengalami perubahan drastis dan dinamis ini


antropologi melihat bahwa hubungan Covid-19 dengan manusia dapat dikaji lebih
dalam efeknya. Efek munculnya pandemi ini selain pada sisi sosial juga memberikan
gambaran mengenai perubahan sosial agama dan pendidikan. Antropologi melihat
bahwa perubahan-perubahan sosial itu bertujuan untuk menjadi adaptasi dari manusia
sendiri melawan pandemi Covid-19. Seperti yang dijelaskan oleh Relethford (2012)
bahwa manusia akan terus beradaptasi dengan lingkungannya dalam bentuk budaya
maupun sosial. Dalam aspek sosial ini, manusia mulai melakukan berbagai
perubahan-perubahan yang signifikan. Aspek lain yang terkena adalah aspek agama.

Agama menjadi salah satu bentuk yang mengalami dampak dari adanya
Covid-19. Antropolog menggunakan pendekatan multi spesies dapat melihat bahwa
dampak dari Covid-19 pada ibadat dan ritual-ritual agama sangatlah signifikan, seperti
dengan adanya kewajiban untuk social distancing ritual agama yang semula dilakukan
di tempat beribadah dan berkumpul bersama harus dihilangkan dan digantikan dengan
sosial lainnya. Saptoka (2020) menjelaskan bahwa adanya ibadat agama yang dilakukan
komunitas mengikat perasaan-perasaan tiap individu dan menjadi coping mechanism
tiap individu untuk semakin dekat dan intim dengan sesama pemeluk. Namun, semenjak
adanya pandemi Covid-19 ini, keintiman tiap anggota mulai memudar, dikarenakan
adanya larangan dan bentuknya digantikan oleh bentuk lainnya. Dampak ini, cukup
signifikan apabila dikaji menggunakan sosiokultural antropologi, karena sosial dari
masyarakat yang terdampak mempengaruhi kultur dari masyarakat itu sendiri.

Dalam konteks domestik, dapat dikaji juga bahwa terjadi perubahan-perubahan


dalam lingkup domestik dan rumah tangga. Dalam hal ini terjadi perubahan ekonomi
yang mendalam sehingga secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan sosial
tiap-tiap keluarga, terutama mereka yang berada di garis rentan miskin. Saptoka (2020)
mengkaji bahwa banyak terjadi ketimpangan dan kekerasan dalam rumah tangga,
dikarenakan perubahan sosial-sosial ini. Antropologi sosial juga dapat digunakan untuk
menjadi salah satu disiplin ilmu untuk mengkritisi dan meninjau lebih dalam, terutama
dengan pendekatan multispesies. Manusia yang mulai kehilangan arah dikarenakan
perubahan sosial yang drastis memiliki tendensi untuk melakukan penyimpangan, hal
ini tentu saja apabila dikaji dengan multispesies, Covid-19 memiliki andil yang paling
besar dalam peningkatan dan perubahan yang ada.

Covid-19 sebagai salah satu agen perubahan sosial menjadi kajian multispesies
dalam antropologi sosial. Meskipun, Covid-19 pada paparan di atas memberikan
efek-efek buruk, tetapi apabila dilihat lebih dalam Covid-19 dalam paparan antropologi
sosial juga memberikan efek-efek positif yang tidak terlihat. Mengutip Saptoka (2020)
dan Malani (2022) mengajarkan manusia bagaimana beradaptasi dengan tantangan baru
dan tiba-tiba. Dalam aspek sosialnya masyarakat harus belajar untuk melakukan coping
mechanism secara terus menerus tanpa mengetahui kapan pandemi selesai dan harus
beradaptasi. Hal ini menunjukkan bahwa Covid-19 membuktikan bahwa manusia dapat
beradaptasi pada segala kondisi dan mengalami perubahan signifikan, baik dalam sosial
masyarakat, maupun sosial individu. Antropologi sosial melihat Covid-19 sebagai
bentuk perubahan-perubahan masyarakat secara sosial menjadi lebih hidup dan lebih
sadar bahwa terdapat kekurangan-kekurangan yang harus dibenahi dan diperbaiki.

Covid-19 dengan Multispesies Antropologi Terapan

Pada subbagian ini penulis akan meninjau lebih jauh bagaimana antropologi
melakukan berbagai intervensi pada kehidupan masyarakat melalui applied
anthropology atau antropologi terapan. Antropologi terapan sendiri adalah salah satu
sub disiplin antropologi yang mempelajari bagaimana kritik, analisis, dan tinjauan
antropologi dapat memberikan sumbangan pada kehidupan masyarakat. Antropologi
seiring berkembangnya waktu, memberikan masukan dan pengembangan serta
penerapannya dalam praktis sehari-hari, sehingga sub disiplin ilmu antropologi terapan
muncul. Antropologi terapan lebih mengedepankan aspek pembentukan kebijakan,
evaluasi, dan bagaimana dapat memberikan dampak praktis pada masyarakat Van
Willigen (2002). Pada subab ini penulis akan meninjau bagaimana Covid-19
mempengaruhi antropologi terapan dengan pendekatan multispesies.

Semenjak pandemi, masyarakat mulai mengalami pergeseran


kebijakan-kebijakan. Beberapa kebijakan muncul mengenai kewajiban untuk vaksin dan
memakai masker. Dengan melihat menggunakan perspektif antropologi terapan, hal ini
tidak terlepas dari peran Covid-19 dalam pembentukan kebijakan-kebijakan yang ada
dan bagaimana pemilihan keputusan, terutama keputusan politik dibuat. Pembentukan
kebijakan “new normal” dapat dikaji dengan menggunakan antropologi terapan sebagai
bentuk kajian multispesies (Gray et al., 2020; Kirksey & Helmreich, 2010; Van
Willigen, 2002). Kebijakan baru ini dapat dilihat menggunakan etnografi multispesies
sebagai bentuk kombinasi dan adaptasi melawan Covid-19 itu sendiri. Karena sejatinya
antropologi terapan adalah cabang antropologi yang mempelajari bagaimana
kebijakan-kebijakan ditinjau menggunakan pendekatan antropologi.

Kebijakan-kebijakan baru tidak hanya berimbas pada manusia saja, tetapi juga
mempengaruhi spesies lain. Kajian multispesies terutama Covid-19 melihat bahwa
adanya kebijakan-kebijakan baru ini memberikan daya saing dan perlawanan melawan
Covid-19 sebagai sebuah germ dan penyakit. Penulis melihat bahwa pengaplikasian
secara praktis ilmu-ilmu antropologi secara nyata dapat terlihat dari bagaimana negara
dan dunia melakukan perumusan kebijakan. Karena sejatinya antropologi sebagai suatu
ilmu yang mempelajari “how to become human” bisa memberikan pengaruh lebih
dalam terkait bagaimana dunia membentuk kebijakan-kebijakan terkait Covid-19. Van
Willigen (2002) menjelaskan bahwa sebagai antropolog, kita dapat melakukan
kajian-kajian terkait bagaimana suatu ilmu dapat diaplikasikan secara praktis pada
sebuah kebijakan dan komunitas yang ada.

Figure 3 Kebijakan Penggunaan Maske


Sumber: Freepik
Selain kebijakan “new normal” kebijakan-kebijakan seperti masker dan vaksin
menjadi sebuah kebijakan yang dapat ditinjau menggunakan pendekatan multispesies
dan antropologi terapan. Kebijakan-kebijakan tersebut pada dasarnya adalah bentuk
reaksi masyarakat untuk melawan Covid-19 dan cara adaptasi sebagai bentuk kesadaran
kolektif dari antropologi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Kebijakan-kebijakan
yang ada memiliki paradigma multispesies sebagai bentuk reaksi masyarakat terkait
perubahan-perubahan dan informasi bagaimana Covid-19 hidup (Gray et al., 2020;
Hartigan Jr., 2014; Kirksey & Helmreich, 2010; Malani, 2022). Kebijakan-kebijakan
tersebut menjadi sebuah tanda bahwa antropologi terapan juga menggunakan
paradigma-paradigma subdisiplin ilmu antropologi lain, seperti antropologi medis dan
antropologi budaya.

Multispesies sebagai pendekatan memiliki peran yang signifikan dalam


pembentukan kebijakan-kebijakan ini. Penulis melihat bahwa perumusan kebijakan
yang tidak bertumpu pada bagaimana sifat dan pendekatan pada spesies lain dapat
menyebabkan ketimpangan dan kurangnya aspek praktis pada kebijakan tersebut.
Sehingga, pendekatan multispesies dibutuhkan untuk melihat bagaimana suatu
kebijakan dapat bersifat praktis dan memiliki dampak pada masyarakat serta komunitas
yang ada. Hal ini sejalan dengan bagaimana Van Willigen (2002) menjelaskan bahwa
dalam disiplin ilmu antropologi terapan sendiri terdiri dari beberapa sub bagian lagi
yang membahas secara rinci bagaimana antropologi dapat memberikan sumbangan pada
pembentukan peraturan dan kebijakan pemerintah.

Dalam perjalanannya menemukan kebijakan-kebijakan yang memberikan


dampak signifikan, tentu dibutuhkan pendekatan antropologi yang berhubungan
langsung dengan Covid-19 itu sendiri, yaitu antropologi budaya. Adams dan Nading
(2020) dalam jurnalnya membahas bagaimana antropologi medis memberikan
sumbangan kebijakan-kebijakan dan saran kebijakan selanjutnya yang berhubungan
secara langsung dengan Covid-19. Meskipun Adams dan Nading (2020) mengkritik
habis-habisan bagaimana negara adidaya mengeluarkan kebijakan yang semena-mena,
Adams dan Nading memberikan pendekatan lain, yaitu bagaimana antropolog dapat
mengkritisi kebijakan-kebijakan yang ada dan memberikan evaluasi. Seperti
kebijakan-kebijakan yang memperhatikan permintaan dan penawaran saja sebagai
bentuk free market dan tidak memperhatikan bagaimana aspek budaya dan sosial juga
terpengaruh. Adams dan Nading (2020) memberikan saran bahwa antropolog sebagai
keseluruhan terutama antropologi medis, disediakan sebuah forum dan tempat untuk
menyuarakan kritik dan masukan sebagai bentuk pengaplikasian kebijakan. Menurut
jurnal yang ditulis oleh Adams dan Nading (2020) banyak dari antropolog yang
memberikan sumbangan pada kebijakan-kebijakan dan pandangan baru mengenai
bagaimana sebuah kebijakan seharusnya dibuat dan memperhatikan masyarakat di
dalamnya.

Pada akhirnya, penulis memiliki argumen yang kurang lebih sama dengan
Adams dan Nading pada jurnalnya yang berjudul “Medical Anthropology in the Time of
COVID-19”. Penulis juga mengkritisi pemerintah, karena pemerintah memberlakukan
kebijakan-kebijakan yang tidak memperhatikan masyarakat dan budaya yang ada, tetapi
memberlakukan kebijakan-kebijakan yang semena-mena dan memperhatikan ekonomi
semata. Hal ini sejalan dengan pemaparan sebelumnya mengenai antropologi ekonomi
dan politik, yang memperlihatkan bagaimana kekuasaan juga berhubungan dengan
ekonomi itu sendiri (Carrier, 2005; Kurtz, 2001). Penulis juga menekankan kembali
bahwa antropologi ekonomi dan politik, sejatinya memiliki hubungan dekat dengan
antropologi terapan, karena pada dasarnya kedua pendekatan tersebut menjadi cikal
bakal terbentuknya pengaplikasian kebijakan untuk komunitas dan masyarakat. Penulis
menggunakan pendekatan multispesies melihat bahwa sebaiknya pemerintah juga
memperhatikan spesies dan lingkungan sebagai pembentuk manusia itu sendiri.
Sehingga, meskipun pemerintah memiliki urgensi untuk membentuk kebijakan,
pemerintah tetap terbuka pada kritik dan masukan sebagai bentuk evaluasi, karena
antropologi terapan sendiri, juga memperhatikan bagaimana manusia hidup
berdampingan dengan Covid-19.

Human Evolution through Covid-19

Selama pandemi, manusia berevolusi menjadi pribadi yang lebih baik baik
secara fisiologis maupun psikologis. Evolusi manusia tidak terlepas dari bagaimana
lingkungan memberikan sumbangan terkait evolusi itu sendiri. Manusia telah melebihi
batas-batas dari yang seharusnya mereka tampung, dari yang melakukan social
distancing berbulan-bulan, bahkan setahun, serta kehilangan kehidupan sosial mereka,
manusia telah mulai berevolusi secara psikologis dan secara fisiologis (Fuentes, 2020;
Jobling et al., 2014; Nelson, 2020). Fuentes (2020) menjelaskan bahwa aspek psikologis
masyarakat berubah karena perubahan secara drastis dan mengalami resistensi dan
coping mechanism yang lebih baik dan lebih unggul.

Pola pikir dan kehidupan sosial budaya manusia berubah secara drastis dan
mengalami evolusi-evolusi. Sesuai dengan seleksi alamiah yang dikemukakan oleh
Darwin, manusia mengalami evolusi juga dan seleksi alam melawan Covid-19. Manusia
dalam sejarah peradaban umat manusia, selalu mengalami seleksi alam secara terus
menerus, baik secara fisik maupun psikologis (Jobling et al., 2014; Larsen, 2019;
Relethford, 2012). Evolusi-evolusi ini melahirkan manusia yang unggul secara
fisiologis maupun psikologis. Dalam konteks ini penulis mengaitkannya dengan
Covid-19 sebagai salah satu sumber perubahan dan evolusi dari manusia itu sendiri.
Penulis melihat bahwa pendekatan multispesies menjelaskan bahwa manusia bukanlah
titik tertinggi dari kehidupan di bumi, melainkan memiliki kesetaraan dan bukan
hierarki kekuasaan. Hal ini membuktikan bahwa manusia juga melakukan kompetisi
dengan kehidupan-kehidupan lain di bumi.

Dalam kajian antropologi ekonomi politik, manusia juga mengalami berbagai


kemajuan dan evolusi. Tidak hanya pada evolusi fisik dan biologis saja, tetapi juga
evolusi pada ideologi dan pandangan hidup. Perubahan-perubahan mendadak dan
drastis serta tekanan-tekanan dari Covid-19 memberikan gambaran bahwa manusia
sejatinya mengalami evolusi tidak hanya pada aspek biologis saja, tetapi juga sosial,
budaya, ekonomi, dan politik. Jobling et al. (2014) menjelaskan bahwa
perubahan-perubahan ini dapat dikaji dengan sociocultural dan biocultural, bagaimana
perubahan fisik dan sosial berakibat pada perubahan kultur itu sendiri yang nantinya
memberikan manusia untuk berevolusi menjadi masyarakat yang lebih baik.

Resistensi-resistensi dalam diri manusia terbentuk akibat perlawanan melawan


Covid-19. Bagaimana manusia mempersepsikan kehidupan-kehidupan sebelum
Covid-19 menuju pandemi dan masa pasca pandemi berubah secara drastis. Fuentes
(2020) melihat bahwa manusia juga berevolusi terkait pemikiran dan juga
pandangannya bagaimana rentannya manusia dalam menyikapi berbagai ancaman yang
tiba-tiba. Penulis melihat bahwa hal ini adalah hal yang baik, karena dengan begini
manusia belajar, belajar untuk menjadi manusia itu sendiri.
Human Adaptation through Covid-19

Manusia mulai belajar untuk beradaptasi dan hidup berdampingan dengan


Covid-19. Banyaknya keluarga, teman, dan masyarakat yang gugur memberikan
gambaran bahwa manusia sudah berhasil melewati seleksi alam dan adaptasi melawan
Covid-19 itu sendiri. Suratana et al. (2021) dalam studinya di Thailand membuktikan
bahwa Covid-19 memberikan akibat tersendiri bagaimana Covid-19 berpengaruh pada
cara hidup dan adaptasi kehidupan masyarakat Thailand Utara itu sendiri. Adaptasi
muncul akibat manusia juga mengalami evolusi dan mulai berdamai dengan keadaan
dan mulai kembali peradaban-peradaban manusia yang sempat goyah karena Covid-19.

Adaptasi manusia pada saat pandemi ini juga dipermudah dengan adanya
bantuan-bantuan teknologi. Fuentes (2020) menjelaskan bahwa meskipun manusia
mengalami social distancing dan pembatasan, manusia masih bisa berhubungan di
genggaman jari. Hal ini mempermudah manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang baru dan melawan Covid-19 dengan cara yang lebih baik. Adaptasi ini tentu
adalah sebuah hambatan, tetapi juga pelajaran bagi manusia bahwa kebebasan itu tidak
ternilai harganya. Antropolog juga dapat mengkajinya dengan multispesies bahwa
manusia tidak lagi menjadi titik tertinggi entitas di bumi, melainkan manusia memiliki
posisi yang sama, sama-sama makhluk yang menepati bumi dan harus berbagi.

Kajian dari Higgins et al. (2020) menjelaskan bahwa aspek adaptasi manusia
terjadi di berbagai penjuru dunia, mulai dari beradaptasi dari awalnya memiliki
hubungan sosial dengan masyarakat lainnya, berubah menjadi bentuk online dan lewat
internet. Perubahan dan adaptasi juga dialami di penjuru dunia lain, manusia mulai
saling bahu membahu dan saling menolong dengan tujuan untuk saling beradaptasi
dengan kehidupan pandemi. Aspek lain yang mengalami adaptasi adalah bagaimana
kehidupan mahasiswa dan akademisi terjadi. Mengutip Giuntella et al. (2021)
perubahan aktivitas fisik, pola tidur, dan kesehatan mental menjadikan masyarakat lebih
adaptif melawan pandemi ini. Manusia beradaptasi dan berevolusi seiring berjalannya
waktu, evolusi dan adaptasi adalah bagian dari kehidupan itu sendiri (Jobling et al.,
2014).

Dengan berakhirnya pandemi ini juga manusia masih melakukan sifat-sifat dan
kebiasaan selama pandemi. Adaptasi mengenai pandemi ini melekat dalam kehidupan
manusia itu sendiri. Penulis melihat fenomena ini menggunakan perspektif multispesies
bahwa, Covid-19 menjadi spesies yang akan terus hidup berdampingan dengan manusia
dan manusia harus mulai beradaptasi dengan hal itu. Hal ini berarti sesuai dengan
pandangan multispesies bahwa semua spesies memiliki posisi yang sama tanpa adanya
hierarki atau dominasi dari satu spesies, melainkan harmoni antarspesies yang
menjadikan kehidupan berprogres di bumi. Adaptasi manusia masih dan akan terus
berkembang meskipun ada atau tidak adanya Covid-19. Covid-19 hanya menjadi katalis
dalam perkembangan dan adaptasi manusia itu sendiri, karena sejatinya manusia akan
selalu melewati evolusi dan adaptasi secara terus menerus karena adanya seleksi alam
itu sendiri.

Kesimpulan

Figure 4 Hidup Berdampingan dengan Covid-19


Sumber: IndiaTimes

“In different ways and for different reasons, a sense that the COVID-19 pandemic has
changed everything has come to dominate public, personal, and intellectual life. The
pandemic continues to precipitate simultaneous dread over what is to come and loss
over what appears to be gone forever, including loved ones, ways of life, and conceptual
and literal safety nets.” (Adams & Nading, 2020)

Covid-19 akan selalu menjadi bagian dari kehidupan yang tidak terpisahkan dari
manusia itu sendiri. Covid-19 juga akan selalu menjadi bekas dan pelajaran, karena
pandemi ini mengubah semuanya secara menyeluruh, bahkan setelah dua tahun
perlawanan, pemerintah memutuskan untuk mengubah status menjadi endemi dan
menjadi penyakit biasa. Sehingga, sampai nanti Covid-19 ada di bumi, hal ini dapat
dikaji melalui kajian antropologi multispesies.
Perspektif multispesies memberikan gambaran bahwa manusia dan Covid-19
ada dalam posisi yang sama tanpa lebih tinggi satu dengan lainnya. Etnografi
multispesies memberikan antropolog gambaran bahwa manusia dan Covid-19 saling
berinteraksi satu dengan lainnya, manusia mengalami perubahan dalam aspek
kehidupannya, Covid-19 juga mengalami perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
manusia itu sendiri. Hubungan resiprokal ini pada akhirnya dapat dikaji menggunakan
pendekatan multispesies.

Manusia juga belajar untuk berevolusi dan beradaptasi oleh hadirnya Covid-19
di bumi. Seperti yang sudah penulis analisis di atas, bahwa perubahan kehidupan
mendasar manusia disebabkan oleh Covid-19 ini berbentuk evolusi baik fisik maupun
psikologis. Adaptasi juga mulai dilakukan manusia, sehingga manusia bisa lebih
beradaptasi menghadapi dan mulai melakukan persiapan apabila dihadapkan dengan
situasi dan kondisi yang lebih mengancam dari Covid-19 nantinya. Pendekatan
antropologi juga menjadi bukti bahwa manusia saat dihadapkan dengan seleksi alam
seperti ini mengalami evolusi dan adaptasi yang lebih dari sebelumnya,
perubahan-perubahan dinamis dan radikal ini menjadi tanda bahwa manusia dan
masyarakat berkembang menjadi lebih baik. Penulis melihat bahwa permasalahan yang
diakibatkan oleh Covid-19 ini sangat komplek. Dengan berbagai analisis dan tinjauan
menggunakan pendekatan antropologi yang berbeda, tetapi tetap mengacu pada
pendekatan multispesies, penulis menemukan berbagai kajian menarik, bahwa manusia
yang sebelumnya tidak dipersiapkan untuk berhubungan dengan Covid-19 harus mulai
beradaptasi dan berevolusi untuk bertahan melawan Covid-19. Hal ini menunjukkan
bahwa kehidupan manusia mengalami peningkatan secara kualitas.

Meskipun Covid-19 adalah bagian dari antropologi biologi dan medis, tetapi
memiliki pengaruh secara tidak langsung pada keberlangsungan sosial, politik, budaya,
ekonomi, dan kebijakan-kebijakan yang ada. Pandangan-pandangan dalam antropologi
saling memiliki benang merah satu dengan lainnya. Dengan menggunakan pendekatan
multispesies dan cabang antropologi lainnya, penulis melihat bahwa manusia memiliki
banyak pelajaran yang bisa didapat dengan adanya pandemi Covid-19 ini, terlepas dari
banyaknya keburukan dan kerugian yang dialami. Pada akhirnya Covid-19 hadir
sebagai salah satu faktor yang memberikan manusia kesempatan untuk berevolusi dan
beradaptasi menjadi individu dan entitas yang lebih baik.
Pada akhirnya, Covid-19 memberikan pelajaran yang tidak akan terlupakan
dalam sejarah umat manusia. Manusia akan selalu mengingat perlawanan melawan
Covid-19 dalam berbagai aspek, serta pandemi ini akan menjadi penanda bahwa
manusia bukan lagi entitas tertinggi di bumi, melainkan manusia dan seluruh spesies
yang ada di bumi memiliki kesetaraan, dengan etnografi multispesies, antropologi
akhirnya dapat mengkaji bagaimana hubungan manusia dengan spesies lain. Sehingga,
dengan pendekatan ini, antropologi memiliki andil yang cukup besar dalam
penyumbangan ide-ide, kritik, dan analisis mendalam dalam hubungannya dengan
Covid-19. Penulis melihat bahwa antropolog masih dapat memberikan kritik dan
kajian-kajian lainnya dengan tujuan ilmu pengetahuan dan akademik yang bertujuan
membantu manusia untuk terus berhubungan dengan Covid-19
DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

Adams, V., & Nading, A. (2020). Medical Anthropology in the Time of COVID-19.
Medical Anthropology Quarterly, 34(4), 461–466.
https://doi.org/10.1111/maq.12624

Carrier, J. G. (2005). A handbook of economic anthropology. A Handbook of Economic


Anthropology, 1–584. https://doi.org/10.5860/choice.43-4112

Djalante, R., Lassa, J., Setiamarga, D., Sudjatma, A., Indrawan, M., Haryanto, B.,
Mahfud, C., Sinapoy, M. S., Djalante, S., Rafliana, I., Gunawan, L. A., Surtiari, G.
A. K., & Warsilah, H. (2020). Review and analysis of current responses to
COVID-19 in Indonesia: Period of January to March 2020. Progress in Disaster
Science, 6(march), 100091. https://doi.org/10.1016/j.pdisas.2020.100091

Doda, Z. (2005). Lecture Notes for Health Science Students: Introduction to


Sociocultural Anthropology. June.

Ember, C. R., & Ember, M. (2004). Encyclopedia of Medical Anthropology. Kluwer


Academic/Plenum Publishers.

Fuentes, A. (2020). A (Bio)anthropological View of the COVID-19 Era Midstream:


Beyond the Infection. Anthropology Now, 12(1), 24–32.
https://doi.org/10.1080/19428200.2020.1760635

Giuntella, O., Hyde, K., Saccardo, S., & Sadoff, S. (2021). Lifestyle and mental health
disruptions during COVID-19. Proceedings of the National Academy of Sciences of
the United States of America, 118(9). https://doi.org/10.1073/pnas.2016632118

Gray, D., Himmelgreen, D., & Romero-Daza, N. (2020). Anthropological Engagement


with COVID-19. Human Organization, 79(4), 247–249.
https://doi.org/10.17730/1938-3525-79.4.247

Hartigan Jr., J. (2014). Aesop’ s anthropology: a multispecies approach. 5.


https://mvsnoticias.com/noticias/destacado_app/desarrolla-colpos-metodos-para-po
tenciar-produccion-de-huitlacoche-video/
Higgins, R., Martin, E., & Vesperi, M. D. (2020). An Anthropology of the COVID-19
Pandemic. Anthropology Now, 12(1), 2–6.
https://doi.org/10.1080/19428200.2020.1760627

Jobling, M., Hollox, E., Matthew, H., Kivisild, T., & Tyler-Smith, C. (2014). Human
Evolutionary Genetics (2nd ed.). Garland Science.

Jurmain, R., Kilgore, L., & Trevathan, W. (2018). Physical Anthropology I n t r o d u c t


i o n to.

Kirksey, S. E., & Helmreich, S. (2010). The emergence of multispecies ethnography.


Cultural Anthropology, 25(4), 545–576.
https://doi.org/10.1111/j.1548-1360.2010.01069.x

Kurtz, D. V. (2001). Political Anthropology: Paradigms and Power.

Larsen, C. S. (2019). Our Origins (5th ed.). W.W Norton & Company.

Lewis, R. (2009). Human Genetics : Concepts and Applications. In McGraw-Hill.

Lim, B. (2020). Covidiots and the clamour of the virus-as-question some reflections on
biomedical culture, futurity and finitude. Anthropology in Action, 27(2), 78–81.
https://doi.org/10.3167/aia.2020.270212

Malani, P. N. (2022). COVID-19 in 2022 — The Beginning of the End or the End of the
Beginning ? 30303, 1–2. https://doi.org/10.1001/jama.2022.9655

Nelson, B. (2020). The positive effects of covid-19. The BMJ, 369(May), 1–2.
https://doi.org/10.1136/bmj.m1785

Oliver‐Smith, A. (2022). The social construction of disaster: Economic anthropological


perspectives on the COVID ‐19 pandemic . Economic Anthropology, 9(1),
167–171. https://doi.org/10.1002/sea2.12236

Relethford, J. H. (2012). Human Population Genetics. Wiley-Blackwell.

Sanjatmiko, P. (2021). Pandemi COVID-19 dan Dinamika Antropologi Multispesies di


Kampung Laut. Seri Etnografi Multispesies. Sulawesi: Nas Media Pustaka.

Sapkota, P. P. (2020). An Anthropological Study of COVID-19: Effects on


Socio-cultural Life of the People. Dhaulagiri Journal of Sociology and
Anthropology, 14, 37–45. https://doi.org/10.3126/dsaj.v14i0.32367

Suratana, S., Tamornpark, R., Apidechkul, T., Srichan, P., Mulikaburt, T., Wongnuch, P.,
Kitchanapaibul, S., Yeemard, F., & Udplong, A. (2021). Impacts of and survival
adaptations to the COVID-19 pandemic among the hill tribe population of northern
Thailand: A qualitative study. PLoS ONE, 16(6 June), 1–16.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0252326

Van Willigen, J. (2002). Applied Anthropology: An Introduction.

Publikasi Online

BPS. (2021). Ekonomi Indonesia 2020 Turun sebesar 2,07 Persen (c-to-c). Diakses
melalui URL
https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/02/05/1811/ekonomi-indonesia-2020-turu
n-sebesar-2-07-persen--c-to-c-.html

Kemenkeu. (2021). Pemerintah Terus Upayakan Pemulihan Ekonomi, namun Tetap


Waspada terhadap Pandemi Covid. Diakses melalui URL
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pemerintah-terus-upayakan-pemuliha
n-ekonomi-namun-tetap-waspada-terhadap-pandemi-covid/

Pratiwi, Y. R. (2021). Pemulihan Perekonomian Indonesia Setelah Kontraksi Akibat


Pandemi Covid-19. Diakses melalui URL
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-banjarmasin/baca-artikel/14769/Pemuliha
n-Perekonomian-Indonesia-Setelah-Kontraksi-Akibat-Pandemi-Covid-19.html

WHO. (2020). WHO Director-General's opening remarks at the media briefing on


COVID-19 - 11 March 2020. Diakses melalui URL
https://www.who.int/director-general/speeches/detail/who-director-general-s-openi
ng-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---11-march-2020

Anda mungkin juga menyukai