Anda di halaman 1dari 3

Kelompok 4 – Week 2 – Masalah-Masalah Non-Organisasional Lintas Batas

Anggota Kelompok:
1. Filasafia Marsya M. 071611233011
2. Putri Pramitha Sari 071611233018
3. Lazuardi Nanda Pratama 071611233036
4. Ratya Koeswindrya Ratri 071611233056
5. Cindy Avelia Putri 071611233074
6. Anniesa Miftahul Jannah 071611233088
7. Hanif Fadlurohman Q. 071611231069

Ancaman Nuklir sebagai Wujud Eksistensi Ketidakamanan Internasional

Richard H. Ullman (1983) dalam Redifining Security berpendapat bahwa definisi keamanan tidak
hanya terbatas sebagai suatu tujuan saja, namun juga sebagai konsekuensi. Dalam hal ini, apa dan
bagaimana pentingnya keamanan tidak akan disadari hingga suatu aktor merasa terancam akan kehilangan
keamanan itu sendiri. Di awal masa Perang Dingin, keamanan sering dikaitkan dengan ancaman militer.
Akan tetapi, seiring dengan adanya globalisasi konsep keamanan tradisional mulai mengalami
perkembangan. Seperti yang disebutkan Jessica Matthews (dalam Munck, 2009) bahwa konsep keamanan di
era globalisasi juga mencakup masalah lingkungan, sumber daya maupun demografi. Globalisasi dan
berakhirnya Perang Dingin dinilai telah meningkatkan ketidakamanan dibandingkan dengan peningkatan
keamanan seperti yang dijanjikan (Munck, 2009). Fenomena globalisasi telah membawa banyak perubahan
dalam kehidupan manusia, salah satunya dapat dilihat pada aspek teknologi, terutama teknologi komunikasi
dan informasi. Perkembangan pesat tersebut telah memudahkan masyarakat untuk saling berinteraksi seakan
mengikis batasan-batasan negara, dengan kata lain perkembangan tersebut memudahkan interaksi antara
masyarakat internasional menjadi lebih terbuka, sehingga terbentuklah istilah aktivisme transnasional.
Secara harfiah, aktivisme internasional sendiri merupakan sebuah kegiatan atau interaksi yang terjalin secara
lintas batas negara. Pada dasarnya, aktivisme transnasional ini setidaknya sudah terjadi sejak abad
kesembilan belas (Keck dan Sikkink, 1998 dalam Nizmi, 2018). Selanjutnya, Tarrow (2005) juga
mendefinisikan aktivisme transnasional sebagai sebuah kelompok atau individu yang secara spesifik berakar
pada konteks nasional, namun terlibat dalam aktivitas politik kontroversial, yang secara tidak langsung
melibatkan mereka ke dalam jaringan kontak transnasional. Sementara, itu aktivisme sendiri dideskripsikan
sebagai aktivitas politik yang berlandaskan pada konflik kepentingan, tantangan atau dukungan struktur
kekuatan yang ada, serta mengambil tempat setidaknya di luar dari institusi formal politik (Piper dan Uhlin,
2009 dalam Zajak, 2014).
Globalisasi dikatakan telah berkontribusi dalam mempermudah berkembangnya aktivisme
transnasional, dibuktikan dengan adanya tranformasi skala gerakan sosial bergerak ke luar lintas batas
negara (Piper dan Uhlin, 2009 dalam Zajak, 2014). Di sisi lain, Nizmi (2018) memandang jika adapun
1
Kelompok 4 – Week 2 – Masalah-Masalah Non-Organisasional Lintas Batas
dampak negatif yang kemudian hadir yakni kejahatan atau konflik dalam konteks transnasional semakin
merajalela. Sebagai contohnya kejahatan transnasional antara lain terorisme serta beragamnya kejahatan
cyber yang muncul sebagai hasil dari terwujudnya fenomena globalisasi yaitu kemudahan akses dalam
perkembangan teknologi internet. Sedikit berbeda dengan Nizmi (2018), guna menjelaskan perilaku dan
peluang aktivisme transnasional, Tarrow (2005) lebih sering menggunakan istilah internasionalisme.
Internasionalisme merujuk pada struktur hubungan segitiga antara aktor negara, aktor non-negara, dan
institusi internasional, serta melihat sejauh mana peluang aktor untuk dapat terlibat dalam aksi kolektif
tersebut. Para cendekiawan melihat apabila para aktivis transnasional beroperasi dalam konteks
“internasionalisme kompleks” yang ditandai dengan terfragmentasinya institusi yang menyediakan peluang
yang berbeda bagi aktor eksternal (della Porta, 2011 dalam Zajak, 2014).
Lebih lanjut, Grenfell dan James (2009) berpandangan bahwa seiring dengan berkembangnya zaman,
kemungkinan ancaman global berpotensi untuk terus ada dan berkembang melalui konsep ketidakamanan
internasional baru—yang bukan dalam bentuk peperangan, namun dalam tindak kekerasan. Bentuk atau
konsep ketidakamanan internasional disebabkan oleh adanya kondisi lingkungan global yang dirasa sudah
tidak aman dan sangat kompleks hingga menyebabkan banyaknya permasalahan baru di dunia dengan
adanya kesinambungan antara keamanan serta ketidakamanan internasional yang berkaitan. Sebuah
kekerasan adalah sebuah permasalahan sosial yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak, tidak hanya militer
saja yang dapat melakukan adanya kekerasan. Banyaknya aktor dalam adanya ketidakamanan internasional
tidak hanya dalam negara saja, namun aktor kelompok hingga individu. Aktor yang semakin meluas dalam
ketidakamanan internasional meliputi individu, organisasi, aktor negara, hingga jaringan-jaringan global.
Secara singkat, Grenfell dan James (2009) melihat terdapat beberapa aspek yang memicu adanya
ketidakamanan internasional, yakni: (1) ekonomi; (2) kesehatan; (3) makanan; (4) individu; (5) lingkungan;
(6) politik; dan (7) komunitas atau kelompok.
Adanya sebuah konsep ketidakamanan sendiri merupakan sebuah konsep yang menjadi feedback dari
sebuah konsep keamanan jika tidak lagi diperhatikan dengan seksama. Dalam tulisan milik Gallie (1956),
sebuah konsep keamanan sendiri adalah sebuah konsep yang kental akan kontestasi ataupun perebutan.
Lebih jauh, tim penulis memandang bahwa adanya konsep keamanan dan juga ketidakamanan ini seringkali
memiliki keterkaitan erat dengan sektor militer yang mana dalam hal keamanan dan juga ketidakamanan
dapat dikaitkan dengan sebuah contoh kasus nuklir. Salah satu contoh nyata adalah pengembangan dan
ancaman senjata nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara. Pengembangan senjata nuklir yang dilakukan oleh
pihak Korea Utara ini dirasa menjadi ancaman yang mengakibatkan rasa tidak aman untuk negara lainnya
karena pengembangan nuklir yang dilakukan tersebut. Tim penulis melihat bahwa pengembangan senjata
nuklir pada dasarnya memang menjadi ancaman tersendiri bagi keamanan nasional karena menyebabkan
accumulation of power dan mengakibatkan negara-negara merasa terancam namun tidak berani untuk

2
Kelompok 4 – Week 2 – Masalah-Masalah Non-Organisasional Lintas Batas
melakukan penyerangan balik. Berangkat dari permasalahan tersebut, pengembangan senjata nuklir memang
perlu dibatasi skala dan luasnya agar dapat mengurangi bahaya dari nuklir itu sendiri (Norris, et al., 2004).
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebuah konsep keamanan dan ketidakamanan yang
ada dalam dunia internasional saat ini tidak hanya berbicara mengenai negara saja, tetapi juga meliputi
keamanan individu seperti kesehatan, komunitas, pribadi, ekonomi, politik, makanan, dan juga lingkungan.
Dari hal ini, dapat dilihat bahwa adanya sebuah konsep keamanan dan juga ketidakamanan tidak lagi
berbicara mengenai negara saja, namun juga bisa berbicara dalam hal individu dari sebuah negara tersebut.
Terkait dengan ancaman nuklir sebagai wujud eksistensi ketidakamanan internasional, tim penulis beropini
bahwa pengembangan senjata nuklir pada dasarnya memang perlu dibatasi agar tidak memberikan ancaman
bagi negara lain untuk memulai kembali perlombaan senjata. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
sebenarnya konsep ketidakamanan internasional di era kontemporer tidak hanya berbicara mengenai negara
saja, tetapi juga individu, organisasi, aktor negara, hingga jaringan-jaringan global. Kendati begitu, senjata
nuklir telah menjadi permasalahan yang sangat krusial sejak Perang Dingin. Dalam hal ini, senjata nuklir
diklasifikasikan sebagai senjata yang digunakan untuk keadaan yang paling suram dan paling ekstrem
karena senjata nuklir dapat mengaburkan batas-batas dan senjata nuklir dapat menyerang target di negara-
negara yang sebenarnya tidak memberikan ancaman atau tidak bersalah.

Referensi
Gallie, Walter Bryce. 1956. “Essentially Contested Concepts”, dalam: Proceedings of the Aristotelian
Society, 56, pp. 167-198.
Grenfell, Damien dan Paul James. 2009. “Debating Insecurity in a Globalizing World: An Introduction”,
dalam: Grenfell, Damien dan Paul James (eds.), Rethinking Insecurity, War and Violence Beyond
Savage Globalization?. New York: Routledge. Ch. 1, 3, 4.
Munck, Ronaldo. 2009. “Globalization and the Limits of Current Security Paradigms”, dalam: Grenfell,
Damien dan Paul James (ed.), Rethinking Insecurity, War and Violence Beyond Savage
Globalization?. London; New York: Routledge.
Nizmi, Yusnarida E. 2018. “Power dan Aktivisme Transnasional dalam Studi Hubungan Internasional”,
dalam: Jurnal Populis, 3 (5).
Norris, Robert S., Hans M. Kristensen, dan Christopher E. Paine. 2004. Nuclear Insecurity A Critique of the
Bush Administration’s Nuclear Weapons Policies. Natural Resources Defence Council.
Tarrow, Sidney. 2005. The New Activism Transnationalism. Cambridge: Cambridge University Press.
Ullman, Richard H. 1983. “Redefining Security”, dalam: International Security, 8 (1).
Zajak, Sabrina. 2014. Pathway to Activism Transnationalism.

Anda mungkin juga menyukai