Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang
biasanya berasal dari suatu infeksi (Chairunisa, 2018).
Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia
yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih
area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area
berbercak (Chairunisa, 2018).
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru
yang meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang
terjadi pada jaringan paru melaui cara penyebaran langsung melalui
saluran pernafasan atau melaui hematogen sampai ke bronkus (Rusdianti,
2019).
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing
(Chairunisa, 2018).

B. ETIOLOGI
Penyebab tersering bronkopneumoni pada anak adalah
pneumokokus sedang penyebab yang lainnya adalah: streptoccocus
pneumoniae, stapilokokus aureus, haemophillus influenzae, jamur (seperti
candida albicans), dan virus. Pada bayi dan anka kecil ditemukan
stapilokokus aureus sebagai penyebab terberat, serius dan sangat progresif
dengan mortalitas tinggi (Sujono & Sukarmin, 2009). Terjadinya
bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan paru yang terjadi pada
jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus
respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Factor penyebab utamam
adalah bakteri, virus, jamur dan benda asing (Rusdianti, 2019).
C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah
mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk
melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran
pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi ini
menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh
menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita
(Chairunisa, 2018).
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama
sekret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi
semakin sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul
dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus paru dan
mengganggu sistem pertukaran gas di paru (Chairunisa, 2018).
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat
menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat
membuat flora normal dalam usus menjadi agen patogen sehingga timbul
masalah GI. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme. keadaan ini disebabkan adanya mekanisme
pertahanan paru. terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya
gangguan daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang
biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan- bahan
yang ada dinasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-
tempat lain, penyebaran secara hematogen (Chairunisa, 2018).
PATHWAY
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Chairunisa, 2018), Manifestasi klinis yang muncul pada
penderita bronkopneumonia, sebagai berikut :
1. Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas
2. Demam (39o-40oC) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang
tinggi.
3. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk,
yang dicetuskan saat bernafas dan batuk.
4. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut.
5. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
7. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya
serius.
8. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang
menyebabkan atelectasis absorbsi.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Chairunisa, 2018), pemeriksaan penunjang pasien
bronkopneumonia, sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat konsolidasi satu
atau beberapa lobus yang bebercak-bercak.
2. Pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status kaardiopulmuner yang
berhubungan dengan oksigen.
4. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok diberikan.

F. PENATALAKSANAAN
Menurut (Chairunisa, 2018), ada dua jenis penatalaksanaan pada
pasien bronkopneumonia, yaitu secara asuhan keperawatan dan medis,
sebagai berikut :
1. Asuhan keperawatan
a. Melakukan fisioterapi dada atau mengajarkan batuk efektif yang
mengalami gangguan bersihan jalan nafas
b. Mengatur posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
c. Memberikan kompres untuk menurunkan demam
d. Pantau input dan output untuk memonitor balance cairan
e. Bantu pasien memenuhi kebutuhan ADLs
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Kolaborasi pemberian O2
h. Memonitor status nutrisi dan berkolaborasi dengan ahli gizi
2. Medis
a. Farmakologi, Pemberian antibiotik misalnya penisilin G,
streptomisin, ampicillin, dan gentamicin. Pemberian antibiotik ini
berdasarkan usia, keaadan penderita, dan kuman penyebab.
b. Pemeriksaan penunjang, misalnya pemeriksaan radiologi,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan AGD untuk mengetahui
status kardiopulmoner yang berhubungan dengan oksigen, dan
pemeriksaan kultur sputum/gram dan darah.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menurut (Mubarokah, 2017), pengkajian meliputi, sebagai berikut :
1. Data umum : didata umum akan didapatkan biodata klien dan keluarga
klien.
2. Keluhan utama : Pada anamnesis keluhan utama yang lazim di dapatkan
adanya demam, kejang, sesak nafas, batuk produktif, tidak mau makan,
gelisah, dan sakit kepala.
3. Riwayat kesehatan dahulu : akan didapatkan penyakit apa yang pernah
diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat.
4. Riwayat kesehatan keluarga : akan didapatkan riwayat penyakit yang sama
diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain yang
bersifat genetik maupun tidak.
5. Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum : umumnya penderita datang dengan keadaan
umumnya penderita datang dengan keadaan.
b. Tanda-tanda vital : tekanan darah menurun, nafas sesak, nadi lemah
dan cepat, suhu meningkat, distress pernafasan sianosis.
c. Pemeriksaan kepala dan leher :
1) Kepala dan rambut : pemeriksaan meliputi bentuk kepala,
penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan
tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan
timbulnya rasa sakit pada bagian kepala dan kerusakan kulit.
2) Mata : meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap
cahaya dan gangguan penglihatan.
3) Hidung : meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak
timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret, sianosis.
4) Mulut : catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga : meliputi bentuk gangguan pendengaran karena adanya
benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bed rest
dengan posisi miring maka kemungkinan akan terjadi ulkus
didaerah daun telinga.
6) Leher : mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya
pembesaran vena jugularis dan kelenjar limfe.
d. Pemeriksaan dada dan thorax : Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi
paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya suara
tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi dada
adanya pekak (redup), ronchi (+), wheezing (+).
e. Abdomen : bentuk perut datar atau flat, bising usus (+), distensi
abdomen, nyeri biasanya tidak ada.
f. Pemeriksaan Neurologi : Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS.
Terdapat kelemahan otot, tanda refleks spesifik tidak ada.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Leukosit (15.000-40.000/m3)
b. Penurunan gas darah arteri
c. Ro. Thorax = infiltrate pada lapangan perut
7. Riwayat sosial : akan didapatkan interaksi sosial klien terhadap keluarga
dan tetangganya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut (Chairunisa, 2018), diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membrane alveolus-kapiler
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (mis. Stress,
keengganan untuk makan).
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen, kelemahan.
5. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan (mis. Dehidrasi intoksikasi air), diare.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut (Chairunisa, 2018), intervensi keperawatan sebagai berikut :

No
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi
.
1. Bersihan jalan Tujuan : jalan nafas paten 1. Auskultasi suara nafas
nafas tidak Kriteria hasil : sebelum dan sesudah
efektif 1. Mampu melakukan batuk suctioning
berhubungan efektif dan suara nafas yang 2. Keluarkan sekret dengan
dengan bersih, tidak ada sianosis batuk efektif atau suction
spasme jalan dan dsypneu (mampu 3. Berikan O2 dengan
nafas mengeluarkan sputum, menggunakan nasal kanul
mampu bernafas dengan untuk memfasilitasi suction
mudah, tidak ada pursed 4. Anjurkan pasien untuk
lips). istirahat dan napas dalam
2. Jalan nafas bersih (klien 5. Posisikan pasien untuk
tidak merasa tercekik, irama memaksimalkan ventilasi
nafas, frekuensi pernafasan 6. Auskultasi suara nafas,
dalam rentang normal, tidak catat adanya suara
ada suara nafas abnormal). tambahan
3. Mampu mengidentifikasi 7. Monitor respirasi dan status
dan mencegah faktor yang O2
dapat menghambat jalan 8. Lakukan fisioterapi dada
nafas. bila perlu
2. Gangguan Tujuan : pertukaran gas efektif 1. Posisikan pasien untuk
pertukaran gas Kriteria : memaksimalkan ventilasi
berhubungan 1. mendemonstrasikan 2. Keluarkan sekret dengan
dengan peningkatan ventilasi dan batuk efektif atau suction
ketidakseimba oksigenasi yang adekuat 3. Atur intake untuk cairan
ngan ventilasi- 2. Memelihara kebersihan mengoptimalkan
perfusi, paru-paru dan bebas dari keseimbangan.
perubahan tanda-tanda distress 4. Monitor respirasi dan status
membrane pernafasan. O2
alveolus- 3. mendemonstrasikan 5. Catat pergerakan dada,amati
kapiler batuk efektif dan suara kesimetrisan, penggunaan
nafas yang bersih, tidak otot tambahan, retraksi
ada sianosis dan otot supraclavicular dan
dyspnea (mampu intercostal
mengeluarkan sputum, 6. Monitor suara nafas, seperti
mampu bernafas dengan dengkur
mudah, tidak ada pursed 7. Monitor pola nafas :
lips) bradipena, takipenia,
4. tanda-tanda vital dalam kussmaul, hiperventilasi,
rentang normal cheyne stokes, biot
– N :75-160x/menit 8. Auskultasi suara nafas, catat
- RR :21-30x/menit areapenurunan / tidak
- T : 36-37o adanya ventilasi dansuara
tambahan
9. Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, iramadan denyut
jantung
3. Defisit nutrisi Tujuan : kebutuhan nutrisi 1. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan terpenuhi 2. Anjurkan pasien untuk
dengan Kriteria : menigkatkan Fe
kurangnya 1. Adanya peningkatan berat 3. Anjurkan pasien untuk
asupan badan sesuai dengan tujuan meningkatkan protein dan
makanan, 2. Mampu mengidentifikasi vitamin C
ketidakmampu kebutuhan nutrisi 4. Berikan substansi gula
an mencerna 3. Tidak ada tanda-tanda mal 5. Yakinkan diet yang
makanan, nutrisi dimakan mengandung
faktor 4. Menujukkan peningktan tinggi serat untuk mencegah
psikologis fungsi pengecapan dari konstipasi
(mis. Stress, menelan dan tidak terjadi 6. Monitor adanya penurunan
keengganan penurunan berat badan yang BB dan gula darah
untuk makan). berarti. 7. Berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
8. Monitor intake nuntrisi
9. Informasikan pada klien
dan keluargatentang
manfaat nutrisi
10. Anjurkan banyak minum
11. Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb
dan kadar Ht
12. Monitor mual dan muntah
13. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4. Intoleransi Tujuan : Mampu melakukan 1. Bantu pasien
aktifitas aktivitas tanpa disertai mengidentifikasi aktivitas
berhubungan peningkatan tanda-tanda vital yang mamou dilakukan
dengan Kriteria : 2. Monitor respon fisik,
ketidakseimba 1. Mampu melakukan aktivitas emosi,social, dan spiritual
ngan antara fisik tanpa di sertai 3. Sediakan penguatan yang
suplai dengan peningkatan tekanan darah positif
kebutuhan 2. Mampu melakukan kativitas 4. Bantu pasien/keluarga
oksigen, sehari-hari (ADLs) secara untuk mengidentifikasi
kelemahan mandiri kekuragan saat beraktivitas
3. Tanda-tanda vital normal 5. Bantu pasie untuk membuat
4. Mampu berpindah dengan jadwal latihan diwaktu
atau tanpa bantuan alat luang
5. Sirkulasi status baik 6. Bantu untuk
6. Status respirasi pertukar mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
5. Resiko Tujuan : Kebutuhan elektrolit 1. Pertahankan catatan intake
ketidakseimba terpenuhi dan output yang adekuat
ngan elektrolit Kriteria : 2. Monitor status hidrasi
berhubungan 1. Input dan output cairan (kelembaban membrane
dengan seimbang mukosa, nadi adekuat,
ketidakseimba 2. Tidak ada tanda-tanda tekanan darah ortostatik)
ngan cairan dehidrasi 3. Monitor vital sign
(mis. 3. Elastisitas turgor kulit baik, 4. Monitor masukan
Dehidrasi membrane mukosa lembab, makanan/ cairan dan hitung
intoksikasi tidak ada rasa haus yang intake kalori harian
air), diare. berlebihan 5. Kolaborasikan pemberian
4. Tanda-tanda vital dalam cairan IV
batas normal 6. Monitor status nutrisi
N :75-160x/menit 7. Monitor status cairan
RR :21-30x/menit
T : 36-37oC

D. IMPLEMENTASI
Implementasi / pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan (Mubarokah, 2017). Ada 3 tahap
implementasi :
1. Fase orentasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama
kalinya bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
2. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana
perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka
dari itu perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih
mendalam tentang klien dan masalah kesehatanya.
3. Fase terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika
dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang
diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik komunikasi terapeutik
perawat-klien apabila ada umpan balik dari seorang klien yang telah
diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah direncanakan.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, daN
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan
pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada
setiap tahap proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien. Jenis-jenis evaluasi menurut(Chairunisa,
2018) :

1. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisa perawat
terhadap respon klien segera setelah tindakan. Biasanya digunakan dalam
catatan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif
Menggambarkan rekapitulasi dari observasi dan analisa status
kesehatan klien dalam satu periode. Evaluasi sumatif menjelaskan
perkembangan kondisi dengan menilai apakah hasil yang telah diterapkan
tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Chairunisa, Y. (2018). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Anak Dengan
Bronkopneumonia Di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra. Jurnal
Kesehatan, 01–84.

Mubarokah, N. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Bronkopneumonia


Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas. sekolah tinggi
ilmu kesehatan insan cendekia medika jombang.

Rusdianti, H. (2019). Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia pada An.At dan


An. Ab di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Kabupaten Lumajang
Tahun 2019. 1–101.

Anda mungkin juga menyukai