Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

NUTRISI PADA GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

DISUSUN OLEH :
Fiqry Prasetyo
G1B116029

DOSEN PENGAMPU :
Dini Rudini, S.Kep., Ners.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWarahmatullahWabarakatuh
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah keperawatan medikal bedah II
tentang “NUTRISI PADA GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu metode pembelajaran pada mata
kuliah Keperawatan medikal bedah II pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun
makalah ini baik dari segi moral dan materil. Ucapan terimakasih tersebut ditujukan
kepada Bapak Dini Rudini, S.Kep., Ners.,M.Kep selaku dosen koordinasi
Keperawatan medikal bedah II
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari sempurna,
untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya konstruktif dari semua
pihak untuk perbaikan laporan ini. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi yang membaca dan bagi pengembangan Ilmu Keperawatan.

Jambi, April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian............................................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 4
2.1. Penyakit Kongenital : Sirosishepatis ............................................................................... 4
2.2. Kelainan Metabolik : Hepatitis ....................................................................................... 9
2.3. Tumor Saluran Pencernaan ........................................................................................... 17
2.4. Gangguan Saluran Pencernaan ...................................................................................... 21
BAB III.................................................................................................................................... 29
PENUTUP ............................................................................................................................... 29
3.1. Kesimpulan.................................................................................................................... 29
3.2. Saran .............................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nutrisi adalah bahan organic dan anorganik yang terdapat dalam
makanan dan dibutuhkan oleh tubuh agar dapat berfungsi dengan baik.Nutrisi
dibutuhkan oleh tubuh untuk memperoleh energi bagi aktivitas tubuh, serta
mengatur berbagai proses kimia di dalam tubuh.
Nutrisi merupakan elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh. Ada
6 kategori makanan, yaitu air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Beberapa hal penting yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi antara lain ukuran
tubuh, usia, jenis kelamin, pekerjaan, keadaan hamil dan menyusui.
Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ada sistem yang berperan di
dalamnya, yaitu sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan
organ asesori.Saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usus halus bagian
distal, sedangkan organ asesoris terdiri dari hati, kantong empedu dan pancreas.
Secara umum faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor
fisiologis untuk kebutuhan metabolisme bassal, faktor patologis seperti adanya
penyakit tertentu yang mengganggu pencernaan atau meningkatkan kebutuhan
nutrisi, faktor sosio-ekonomi seperti adanya kemampuan individu dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi. (Tarwoto & Wartonah, 2015)
Ketidakseimbangan nutrisi bisa menyebabkan masalah
pertumbuhan, penyakit tertentu, bahkan kematian. Ketidakseimbangan
berupa kekurangan atau kelebihan nutrisi, menjadi penyebab berbagai masalah
kesehatan di seluruh dunia.
Penyebab ketidakseimbangan nutrisi meliputi
kekurangan gizi, kekurangan atau kelebihan vitamin dan mineral, obesitas,
dan kelaparan.Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan intelektual
dan fisik yang serius sertamemepengaruhi kesehatan seseorang secara
keseluruhan.(Mardalena, 2017)
Penyakit nutrisi pada sistem pencernaan adalah penyakit kongenital :
Sirosishepatis, kelainan metabolik : Hepatitis, dan tumor saluran pencernaan.
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan

1
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer, FKUI, 2001). Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada
jaringan hati yang memberikan gejala klinik yang khas yaitu badan lemah,
lekas capek, nafsu makan berkurang, urin berwarna seperti teh pekat, mata dan
seluruh badan menjadi kuning (Sujono, 2000). Dan Tumor saluran cerna atau
gastrointestinal stromal tumors (GIST) adalah sarkoma yang muncul pada
jaringan lunak. Tumor ini umumnya berada di lambung meski bisa ditemukan
di usus besar dan usus halus. Munculnya GIST dipicu adanya abnormalitas
pada DNA yang ada di dinding dalam usus.
Dalam mengatasi penyakit tersebut dapat dilakukan penatalaksanaan
secara medis dan keperawatan, penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan
dengan melakukan asuhan keperawatan mulai dari melakukan pengkajian,
merumuskan diagnosa, menyusun rencana asuhan keperawatan, melakukan
tindakan keperawatan, serta melakukan evaluasi tindakan keperawatan (Setiadi,
2012)
Berdasarkan uraian dan keterangan di atas penulis tertarik membahas
nutrisi pada gangguan sistem pencernaan

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang terpapar di latar belakang, maka rumusan
masalah adalah “Nutrisi pada gangguan sistem pencernaan”

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana nutrisi pada gangguan sistem pencernaan
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penyakit kongenital : sirosishepatis
2. Untuk mengetahui kelainan metabolik : hepatitis
3. Untuk mengetahui tumor saluran pencernaan
4. Untuk mengetahui diet pada pasien dengan gangguan sistem
pencernaan

1.4. Manfaat Penelitian

2
1.4.1. Manfaat Teoritis
Bagi dunia keperawatan hasil ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan atau wawasan tentang nutrisi pada gangguan sistem
pencernaan

1.4.2. Manfaat Praktis


a. Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan perawat mengenai nutrisi
pada gangguan sistem pencernaan
b. Bagi Pengembangan Ilmu
Menambah informasi lebih lanjut bagi akademik atau institusi
pendidikan mengenai nutrisi pada gangguan sistem pencernaan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Penyakit Kongenital : Sirosishepatis


2.1.1. Definisi
Sirosis hati adalahpenyakit hati menahun yang ditandai dengan
adanya perkembangan histologis dari nodul-nodul regeneratif
yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang berakibat pada tejadinya
hipertensi portal dan penyakit hati tahap akhir (Schuppan,D.and
Afdhal, NH. 2008).

2.1.2. Epidemiologi

SH memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dimana SH


merupakan penyebab tertinggi kematian ke-14di dunia, ke-4 di
Eropa tengah, dan ke-12 di Amerika Serikat. Tingkat mortalitas
SH diperkirakan sekitar 9,7 per 100.000 orang. SH menyebabkan
1,03 juta kematian setiap tahunnya di dunia dan kurang lebih
sebanyak 170.000 kematian per tahundi Eropa (Peng et al., 2016;Starr,
SP. And Raines, D. 2011).SH merupakan indiokasi utama dari 5500
transpalantasi hati setiap tahunnya di Eropa. Di Amerika Serikat
tercatat sebanyak 33.539 kematian per tahun oleh karena SH.
Prevalensi SH diestimasikan sekitar 0–3% pada program penapisan di
Perancis dan insidensi per tahun adalah sekitar 15,3 sampai dengan 132,6
per 100.000 orang pada sebuah penelitian di Inggris dan
Swedia. Prevalensi SH kemungkinan bisa lebih besar dari data-
data yang tercatat karena SH pada tahap awal bersifat tak
memberikan gejala sehingga tak terdiagnosis(Tsochatzis et al., 2014).

Sejumlah lebih dari 40 persen kasus-kasus SH adalah kasus


yang tidak bergejala atau asymptomatic. Banyak kasus-kasus SH
ini ditemukan secara kebetulan atau tidak disengaja

4
pada saat pemeriksaan kesehatan rutin, pemeriksaan
radiologi, ataupun pada saat otopsi. Pada tahun 2000 di
Amerika Serikat terdapat sekitar 360.000 pasien yang dirawat
terkait dengan SH dan kegagalan hati(Hidelbaugh et al., 2006).
Prevalensi SH di Indonesia belum diketahui secara jelas,
hanya berdasarkan pada laporan-laporan penelitian yang dilakukan
di Rumah Sakit Umum Pemerintah saja. Di Indonesia, angka kematian
akibat SH masih tergolong cukup tinggi. Bila melihat data profil kesehatan
DIY tahun 2008, SH masih masuk dalam 10 besar penyebab
mortalitaspaling tinggi di provinsi DIY dengan
prevalensisebesar1,87% pada urutan ke-9.Padapenelitian di RSUP Dr.
Kariadi Semarang pada tahun 2007tercatatada637 pasien SHdengan
angka mortalitas sebesar 9,7%.Adapun perbandingan prevalensi
sirosis pada laki-laki dan perempuan adalah sekitar 2,1 : 1
dengan usia rata-rata 44 tahun (Patasik et al., 2015). Data yang
diambil pada tahun 2004 di RSUP Samarinda selama 1 tahun
dicatat ada 30 penderita SH dan juga di RS Sardjito
Yogyakarta tercatat jumlah pasien SH adalah sekitar 4,1% dari pasien
yang dirawat di bagian penyakit dalam selama periode 1 tahun. Di
Medan, dijumpai pasien SH adalah sejumlah 819 orang (4%)
dari seluruh pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam
selama periode waktu 4 tahun (Nurdjanah S, 2006).

2.1.3. Etologi

Etiologi dari sirosis dapat diidentifikasi dengan mengetahui riwayat


penyakit pasien digabung dengan evaluasi serologis dan histologis. Penyakit
hati karena alkohol dan hepatitis C adalah penyebab SH paling sering di
dunia barat, sementara hepatitis B banyak dijumpai sebagai penyebab SH
di sebagian besar kawasan Asia dan Afrika sub-Sahara. Setelah identifikasi
virus hepatitis C pada tahun 1989 dan kejadian nonalcoholic steatohepatitis
(NASH) pada penderita obesitas dan diabetes, diagnosis SH tanpa sebab
yang jelas (cryptogenic cirrhosis) sudah sangat jarang
dibuat(Schuppan,D.and Afdhal, NH. 2008). Kepustakaan lain oleh
Hidelbaugh dan kawan-kawan juga menyebutkan penyebab terbanyak SH

5
adalah penyalahgunaan alkohol, hepatitis virus kronik, dan perlemakan hati
yang mengakibatkan timbulnya NASH (nonalcoholic steatoheopatitis)
(Hidelbaugh et al., 2006).

Sangat penting untuk mengetahui etiologi SH karena dapat


memperediksi komplikasi-komplikasi dan keputusan-keputusan langsung
tentang terapi. Selain itu etiologi SH juga penting diketahui karena
dapat dijadikan sebagai dasar diskusi untuk tindakan-tindakan pencegahan,
misalnya anggota keluarga dari pasien dengan alcoholic
cirrhosisatau hepatitis viral kronik, dan pertimbangan untuk
dilakukannya tes genetik ataupun tindakan pencegahan untuk
kerabat dari pasien dengan penyakit-penyakit genetik tertentu seperti
hemochromatosisatau Wilson’s disease (Schuppan,D.and Afdhal, NH. 2008).

2.1.4. Patogenesis

Transisi dari penyakit hati kronik ke sirosis melibatkan peradangan,


aktivasi dari hepatic stellate cellsdengan kejadian fibrogenesis, angiogenesis,
dan lesi-lesi kematian parenkim yang disebabkan adanya hambatan vaskular.
Proses ini menyebabkan perubahan mikrovaskular yang ditandai oleh
sinusoidal remodelling (deposisi matriks ekstraselular dari sel-sel stelata
aktif yang berproliferasi sehingga menyebabkan proses kapilarisasi dari
sinusoid hati), formasi dari intrahepatic shunts(karena adanya angiogenesis
dan hilangnya sel-sel parenkimal), dan disfungsi endotelial hati. Disfungsi
endotelial ditandai oleh kurangnya pelepasan vasodilator-vasodilator, dimana
yang terpenting adalah nitric oxide (NO). Pelepasan dari NO dihambat oleh
rendahnya aktivitas dari endothelial nitric oxide synthetase(terjadi karena
kurangnya protein-kinase-B-dependent phosphorylation, kurangnya kofaktor-
kofaktor, adanya peningkatan scavengingkarena adanya stres oksidatif, dan
tingginya konsentrasi dari inhibitor endogen dari NO), seiring dengan
peningkatan produksi vasokonstriktor (terutama stimulasi adrenergik dan
thromboxan A2), serta aktivasi dari sistem renin angiotensin,
antidiuretic hormone, dan endothelins(Tsochatzis et al., 2014).

Peningkatan tahanan hati terhadap aliran darah portal adalah faktor


utama yang meningkatkan tekanan portal pada SH. Hal

6
tersebut dihasilkan dari kombinasi dari gangguan-gangguan struktural
yang diasosiasikan dengan penyakit hati tahap lanjut dan dari
abnormalitas-abnormalitas fungsional yang menyebabkan disfungsi
endotelial dan peningkatan hepatic vasculartone; tekanan portal mungkin
dapat dikurangi sebanyak 30% bila abnormalitas fungsional ini
dikoreksi. Mekanisme molekular dari abnormalitas-abnormalitas ini
sekarang sedang berusaha untuk digambarkandan merupakan target baru
dalam hal terapi. Vasodilatasi splanchnicdengan peningkatan aliran
masuk darah ke dalam sistem vena portal berkontribusi
memperberat peningkatan tekanan portal. Vasodilatasi splanchnicadalah
respon adaptif terhadap perubahan pada hemodinamik
intrahepatal dalam kasus SH. Mekanismenya berlawanan
langsung dengan peningkatan hepatic vasculartone. Karena adanya
mekanisme yang berlawanan ini, usaha-usaha untuk mengoreksi hipertensi
portal dengan aksi pada tahanan hati atau aliran masuk darah portal
seharusnya didasarkan secara ideal pada strategi-strategi yang
bersifat seselektif mungkin pada sirkulasi intrahepatal atau
splancnic. Pada SH tahap lanjut, vasodilatasi splancnicterlalu intens
untuk menentukan hyperdynamic splanchnicdan sirkulasi sistemik,
dimana bersama-sama dengan hipertensi portal memiliki peran utama
dalam patogenesis dari asites dan sindrom hepatorenal.Vasodilatasi sistemik
lebih lanjutnya akan menyebabkan pulmonary ventilation/perfution
mismatchyang pada kasus berat menyebabkan sindrom
hepatopulmonar dan hipoksemia arteri. Hipertensi portopulmonar
ditandai oleh vasokonstriksi paru, yang dipikirkan terjadi
karena disfungsi endotelial dalam sirkulasi paru. Formasi dan
peningkatan varises didorong oleh faktor-faktor anatomis, peningkatan
tekanan portal, peningkatan aliran darah kolateral, dan oleh
angiogenesis yang bergantung pada vascular endothelial growth
factor(VEGF), yang kesemuanya berkontribusi pada perdarahan variceal.
Pelebaran dari pembuluh mukosa gaster menyebabkan portal-
hypertensive gastropathy. Sebagai tambahan, adanya shunting dari darah
portal ke sirkulasi sistemik adalah penyebab utama dari hepatic
encephalopathy, penurunan first pass effect dari obat-obatan oral, dan

7
penurunan fungsi sistem retikuloendotelial. Bagaimanapun juga,
kapilarisasi dari sinusoid-sinusoid dan shunts intrahepatal juga penting
karena perubahan ini mempengaruhi perfusi efektif hepatosit, dimana hal
tersebut adalah penentu utama dari kegagalan hati (Tsochatzis et al., 2014).

2.1.5. Gambaran Klinis


SH seringkali tak bergejala dan tak dicurigai sampai
komplikasi-komplikasinya muncul. Banyak kasus dari SH yang tak
bergejala ini tidak pernah mendapat perhatian klinik dan sering
ditemukan saat otopsi. Diagnosis dari SH yang tak bergejala ini
biasanya terjadi secara kebetulan pada tes-tes penapisan seperti
pemeriksaan transaminase hatiatau pada hasil temuan radiologis
yang mengarahkan pasien terhadap penyakit hati sehingga pasien dievaluasi
lebih lanjut lagi(Schuppan,D.and Afdhal, NH. 2008).Gambaran klinis
SH secara umum dapat disebabkan oleh timbulnya kegagalan faal hati
dan adanya hipertensi portal (Sherlock et al., 2002;Hidelbaugh et al.,2006).

2.1.6. Diagnosis

SH didiagnosis berdasarkan kriteria diagnosis standar yang


dikeluarkan oleh International Hepatology Informatics Group (1994),
yaitu secara klinis didapatkan tanda-tanda SHseperti adanya varises
esofagus, splenomegali, asites, muscle wasting, spider angioma, dan pada
pemeriksaan ultrasonografi didapatkan tanda-tanda yang mendukung SH
seperti adanya nodulasi pada parenkim hati, asites, splenomegali,
atau perubahan vaskuler akibat SH (Carroll et al., 1994).Diagnosis
pasti atau definitif dari SH adalah pemeriksaan histopatologi hati,
namun pemeriksaan ini dikatakan jarang dilakukan dan hanya
dilakukan pada kasus-kasus yang tidak jelas (Tsochatzis et al., 2014).

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tahap awal SH


biasanya tak bergejala(SH kompensata) dan sering ditemukan
secara kebetulan pada pemeriksaan klinik rutin dan laboratorium rutin.
Namun pada tahapan yang lebih lanjut (SH dekompensata), diagnosis
kadang tak sulit ditegakkan karena telah memberikan gejala-gejala
seperti asites,splenomegali, pembesaran vena-vena kolateral, eritema

8
palmaris, spider angioma, ikterus, rasio albumin globulin yang terbalik,
dan lain-lain (Sherlock et al., 2002).

Pemeriksaan imagingseperti ultrasonografi (USG), computerized


tomography (CT), dan magnetic resonance imaging (MRI) tidak
begitu sensitif untuk mendeteksi SH. Bagaimanapun juga,
spesifitasnya dikatakan cukup tinggi ketika penyebab jelas ada dan
pada imagingterlihat ada permukaan hati yang tidak homogen,
rarefied hepatic central vein, lobus kaudatus yang membesar,
splenomegali, atau adanya vena-vena kolateral dengan catatan
etiologi-etiologi lain harus sudah dieksklusi. USG memberikan
informasi penting tentang arsitektur hati, pemeriksaan ini murah
dan banyak tersedia. USG dan Doppler USG dari diameter dan
kecepatan vena portal dan sentral sangat berguna untuk tes penapisan
hipertensi portal. Gambaran USG pada SH sangat tergantung pada berat
ringannya penyakit. CT dan MRI konvensional dikatakan tidak
berguna untuk menentukan tingkat keparahan SH, namun CT
helicaldan MRI dengan kontras adalah modalitas pilihan ketika
karsinoma hepatoselular ataupun lesi vaskular dicurigai.(Schuppan,D.and
Afdhal, NH. 2008; Sherlock et al., 2002).

2.1.7. Derajat Penyakit

Derajat penyakit SH atau tingkat keparahan SH dapat dinilai


dengan modifikasi kriteria Child-Turcotte-Pugh. Kriteria ini menilaiderajat
penyuakit SH berdasarkan adanya ensefalopati hepatikum, asites,
pemeriksaan kadar albumin dan bilirubin serum serta waktu prothrombin
atau International Normalized Ratio (INR). Sesuai kriteria tersebut pasien
SH diklasifikasikan menjadi tiga yaitu ChildA, B dan C(Peng et al., 2016;
Lee et al, 2003).

2.2. Kelainan Metabolik : Hepatitis


2.2.1. Definisi

Berikut merupakan beberapa pengertian dari hepatitis :

9
1. Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati. “Hepa” berarti
kaitan denganhati, sementara “itis” berarti radang (Seperti di atritis,
dermatitis, dan pankreatitis)(James, 2005: 4)
2. Hepatitis merupakan infeksi pada hati, baik disebabkan oleh virus atau
tidak. Hepatitisyang disebabkan oleh virus ada tiga tipe, yaitu tipe A,
tipe B, dan tipe C. hepatitis yangtidak disebabkan oleh virus biasanya
disebabkan oleh adanya zat-zat kimia atau obat,seperti karbon
tetraklorida, jamur racun, dan vinyl klorida (Asep suryana
abdurahmat,2010: 153).
3. Hepatitis adalah peradangan atau inflamasi pada hepar yang umumnya
terjadi akibatinfeksi virus, tetapi dapat pula disebabkan oleh zat-
zat toksik. Hepatitis berkaitandengan sejumlah hepatitis virus dan
paling sering adalah hepatitis virus A, hepatitisvirus B, serta hepatitis
virus C (Sue hanclif, 2000: 105).
4. Hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi atau
keracunan(Clifford anderson, 2007:,243).

Dari beberapa pengetian hepatitis di atas pada dasarnya memiliki


tujuan yang sama,yaitu hepatitis merupakan peradangan pada hati yang
disebabkan oleh virus maupuntidak disebabkan oleh virus.

2.2.2. Etiologi

Menurut Price dan Wilson (2005: 485) Secara umum hepatitis


disebabkan olehvirus. Beberapa virus yang telah ditemukan sebagai
penyebabnya, berikut ini :

1. Virus hepatitis A (HAV)


2. Virus hepatitis B (HBV)
3. Virus hepatitis C (HCV)
4. Virus hepatitis D (HDV)
5. Virus hepatitis E (HEV)
6. Hepatitis F (HFV)
7. Hepatitis G (HGV)

10
Namun dari beberapa virus penyebab hepatitis, penyebab yang paling
dikenaladalah HAV (hepatitis A) dan HBV (hepatitis B). Kedua istilah
tersebut lebih disukaidaripada istilah lama yaitu hepatitis “infeksiosa” dan
hepatitis “serum”, sebab keduapenyakit ini dapat ditularkan secara parental
dan nonparental (Price dan Wilson, 2005:243).
Hepatitis pula dapat disebabkan oleh racun, yaitu suatu keadaan
sebagai bentukrespons terhadap reaksi obat, infeksi stafilokokus, penyakit
sistematik dan juga bersifatidiopatik (Sue hincliff, 2000: 205).

2.2.3. Patofisiologi

Yaitu perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip


untuk berbagaivirus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya
berukuran basar danberwarna normal, namun kadang-kadang agak edema,
membesar dan pada palpasi“terasa nyeri di tepian”. Secara histologi. Terjadi
kekacauan susunan hepatoselular,cedera dan nekrosis sel hati dalam
berbagai derajat, dan peradangan periportal.Perubahan ini bersifat
reversibel sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Namunpada beberapa
kasus nekrosis, nekrosissubmasif atau masif dapat menyebabkangagal
hati fulminan dan kematian (Price dan Daniel, 2005: 485).

2.2.4. Manifestasi Klinis

Menurut Arif mansjoer (2001: 513) Manifestasi klinis merupakan suatu


gejalaklinis tentang suatu penyakit yang diderita oleh pasien. Berikut adalah
gejala klinis daripenyakit hapatitis :

1. Stadium praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit


kepala, lemah,anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan
nyeri di perut kanan atas. Urinmenjadi lebih cokelat.
2. Stadium ikterik yang berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula
terlihat padasclera,kemudian padakulit seluruh tubuh.keluhan-keluhan
berkurang, tetapi pasienmasih lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja
mungkin berwarna kelabu atau kuningmuda. Hati membesar dan nyeri
tekan.
3. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan
tinja menjadinormal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari

11
orang dewasa, yaitu padaakhir bulan kedua, karena penyebab yang
biasanyaberbeda.

2.2.5. Diagnosis

Menurut Kathleen speer (2005: 121) Diagnosis


keperawatan merupakanpernyataan tentang masalah aktual dengan aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti yangdialami oleh pasien :

1. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan muntah,


diare, danpendarahan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi hati.
3. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anoreksia,diare, mual atau muntah.
4. Resiko intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan
kelelahan.
5. Resiko infeksi yang berhubungan dengan penyebaran virus hepatitis
melalui kontakdengan pengunjung dan staf.
6. Isolasi sosial yang berhubungan dengan status isolasi (jika anak
mengidap hepatitis B)
7. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah,
penyakit, danpencegahan kekambuhan.
8. Ketidakefektifan koping keluarga : penurunan yang berhubungan dengan
rawat nginapdi rumah sakit.
9. Defisit pengetahuan yang berhungan dengan perawatan di rumah.

2.2.6. Penatalaksanaan

Menurut Arif mansjoer (2001: 515) Dalam penatalaksanaan untuk


penderitahepatitis dapat harus dilakukan sesuai dengan sifat-sifat dari
hepatitis :

1. Hepatitis Akut
Terdiri dari istirahat, diet, dan pengobatan medikamentosa.
a. Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan untuk istirahat.
Istirahat mutlak tidakterbukti dapat mempercepat penyembuhan.

12
Kekecualian diberikan kepada merekadengan umur tua dan
keadaan umum yang buruk.
b. Diet
Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah sebaiknya
di berikan infus.Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang
cukup kalori ( 30 – 35 kalori/kg BB )dengan protein cukup ( 1
gr/kg BB ). Pemberin lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi.
c. Medikal mentosa
Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat
penurunan bilirubin darah.Kortikosteroid dapat digunakan
pada kolestatis yang berkepanjangan, dimanatransamenase
serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi. Pada
keadaanini dapat diberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari
kemudian dilakukan tapering off.
2. Hepatitis Kronik
Menurut Arif Mansjoer (2001: 515) Obat yang dinilai
bermanfaat untukpengobatan hepatitis kronik adalah interferon (IFN).
Obat tersebut adalah suatu protein selular stabil dalam asam yang
diproduksi oleh sel tubuh kita akibat rangsangan virusatau akibat induksi
mikroorganisme, asam nukleat, anti gen, mitogen, dan
polimersintetik. Interferon mempunyai efek antivirus, imunomodulasi, dan
antiproliferatif.
3. Hepatitis B
Pemberian interferon pada penyakit ini ditujukan untuk menghambat
replikasi virushepatitis B, menghambat nekrosis sel hati oleh karena
reaksi radang, dan mencegahtransformasi maigna sel-sel hati. Di
indiksikan untuk pasien berikut ini.
a. Pasien dengan HbeAG dan HBV-DNA positif
b. Pasien hepatitis kronik aktif berdasarkan pemeriksaan histopatologi
c. Dapat dipertimbangkan pemberian interferon pada hepatitis fulminan
akut meskipunbelum banyak dilakukan penelitian pada bidang ini.
Menurut Arif Mansjoer (2001: 515) Diberikan IFN leukosit pada kasus
hepatitiskronik aktif dengan dosis sedang 5-10 MU/m2/hari
selama3-6 bulan. Dapat jugapemberian IFN limfoblastoid

13
10MU/m2 3kali seminggu selama 3 bulan lebih. Sebagianpasien hepatitis
B kronik memberi respon terhadap terapi interferon, ditandai
denganhilangnya HBV DNA dan serokonversi HbeAG/Anti Hbe,
serokonversi HbsAG/Anti HBsterjadi pada 7% pasien. Terapi ini harus
dilakukan minimal selama 3 bulan.
4. Hepatitis C
Hepatitis C Arif mansjoer (2001: 516) Pemberian interferon bertujuan
mengurangi gejala,mengusahakan perbaikan parameter kimiawi,
mengurangi peradangan dalam jaringan hati, menghambat progresi
histopatologi, menurunkan infektivitas, menurunkan resikoterjadinya
hepatoma, dan memperbaiki harapan hidup. Respon
tergantung darilamanya penyakit dan kelainan histologi. Dosis
standar yang bisa dipakai adalah interferon α dengan dosis 3 x 3
juta unit/minggu selama 6 bulan. Masih belum jelasmenambah waktu
pengobatan di atas 9 bulan dapat meningkatkan
resppon danmenurunkan angka kambuh.

2.2.7. Pengobatan

Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepatitis virus akut. Tirah baring
selama faseakut penting dilakukan dan diet rendah lemak
dan tinggi karbohidrat umumnyamerupakan makanan yang paling
dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena mungkin
perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus-menerusmuntah. Aktivitas
fisik biasanya perlu dibatasi sehingga gejala mereda dan tes fungsihati
kembali normal (Price dan Wilson, 2005: 492).

Pengobatan terpilih untuk hepatitis B atau hepatitis C simtomatik


adalah terapiantivirus dengan interferon-α. Terapi antivirus untuk hepatitis D
kronis membutuhkanpasien uji eksperimental. Jenis hepatitis
kronis ini memiliki resiko tertinggi untuk berkembangnya sirosis
(Price dan wilson, 2005: 492).

Menurut Sriana Azis (2002: 233) Obat hepatitis hanya diperoleh


dengan resepdokter. Namun terdapat obat alternatif sebagai tambahan obat
yag diberikan dokter.

14
a. Rebus selama 15 menit seperempat rimpang temulawak, 5 siung bawang
putih, 15 biji cengkeh, 3 cabe merah, dan gila merah. Kemudian
diminum selama setiap hari selama6 bulan atau sampai merasa sehat
dan tetap berkonsultasi dengan dokter.
b. Makan rebusan kerang dan airnya setiap hari selam 6 bulan atau
sampai merasa sehatdan berkonsultasi dengan dokter.

2.2.7. Pencegahan

Pencegahan adalah cara awal yang dapat dilakukan untuk menghambat


suatupenyakit menyerang tubuh kita. Sama halnya dengan
hepatitis dapat dilakukanpencegahan sesuai dengan jenis virus
penyebabnya sebagai berikut.

a. Terhadap virus hepatitis A


1. Penyebaran secara fekal-oral, pencegahan masih sulit karena adanya
karier dari virustipe A yang sulit ditetapkan.
2. Virus ini resisten terhadap cara-cara sterilisasi biasa, termasuk
klorinasi. Sanitasi yangsempurna, kesehatan umum, dan pembuangan
tinja yang baik sangat penting. Tinja,darah, dan urin pasien harus
dianggap infeksius. Virus dikeluarkan di tinja mulai sekitar2 minggu
sebelum ikterus.
b. Terhadap virus hepatitis B
1. Dapat ditularkan melalaui darah dan produk darah. Darah tidak dapt
disterilkan darivirus hepatitis. Pasien hepatitis sebaiknya tidak
menjadi donor darah.
2. Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi. Imunisasi
hepatitis B dilakukanterhadap bayi-bayi setelah dilakukan penyaring
HBsAg pada ibu-ibu hamil.
c. Pencegahan dengan immunoglobulin
Pemberian immunoglobulin (HBIg) dalam pencegahan
hepatitis infeksiosamemberi pengaruh yang baik, sedangkan
pada hepatitis serum masih diragukankegunaannya. Diberikan
dalam dosis 0,02 ml/kg BB im dan ini dapat mencengahtimbulya gejala

15
pada 80-90 %. Diberikan pada mereka yang dicurigai ada kontakdengan
pasien (Arif mansjoer, 2001: 513).
Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi,
dikarenakanketerbatasan pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia
imunisasi pasif dan aktif untuk HAV maupun HBV. CDC (2000) telah
menerbitkan rekomendasi untuk praktik penberianimunisasi sebelum dan
sesudah pejanan virus (Price dan Wilson, 2005: 492).
Imunoglobulin (IG) dahulu disebut globulin serum
imun,diberikan sebagaiperlindungan sebelum terpajan HAV.
Semua sediaan IG mengandung anti HAV.Profilaksis
sebelum pejanan dianjurkan untuk wisatawan manca negara yang
akanberkunjung ke negara-negara endemis HAV. Pemberian IG pasca
pajanan bersifatefektif dalam mencegah atau mengurangi keparahan
infeksi HAV. Dosis 0,02 ml/kgdiberikan sesegara mungkin atau
dalam waktu dua minggu setelah perjalanan.Inokulasi
dengan IG diindikasikan bagi anggota keluarga yang tinggal serumah,
sftafpusat penitipan anak, pekerja di panti asuhan, dan wisatawan ke
negara berkembangdan tropis (Price dan wilson, 2005: 492).
HBIG merupakan obat terpilih untuk profilaksis pasca pajanan
jangka pendek.Pemberian vaksin HBV dapat dilakukan
bersamaan untuk mendapatkan imunitasjangka panjang,
bergantung pada situasi pajanan. HBIG (0.06 ml/kg)
adalahpengobatan terpilih untuk mencegah infeksi HBV setelah suntikan
perkutan (jarumsuntik) atau mukosa terpajan darah HbsAg posotif.
Vaksin HBV harus segera diberikandalam waktiu 7 sampai 14 hari bila
individu yang terpajan belum divaksinasi (Price danWilson, 2005: 493).
Petugas yang terlibat dalam kontak risiko tinggi (misal
pada hemodialisis,transfusi tukarm dan terapi parental)
perlu sangat berhati-hati dalam menanganiperalatan dan
menghindari tusukan jarum. Tindakan dalam masyarakat yang
pentinguntuk mencegah hepatitis mencakup penyediaan makanan, dan air
bersih yang amamserta sistem pembuangan sampah yang efektif. Penting
untuk memperhatikan higiene umum, mencuci tangan, membuang urin
dan feses pasien yang terinfeksi secara aman.Pemakaian kateter, jarum

16
suntik, dan spuit sekali pakai akan menghilangkan sumberinfeksi yang
penting. Semua donor darah perlu disaring terhadap HAV, HBV, dan
HCVsebelum diterima menjadi panel donor (Price dan Wilson, 2005:
493).
2.3. Tumor Saluran Pencernaan
2.3.1. Definisi
Tumor saluran cerna atau gastrointestinal stromal tumors (GIST)
adalah sarkoma yang muncul pada jaringan lunak. Tumor ini umumnya
berada di lambung meski bisa ditemukan di usus besar dan usus halus.
Munculnya GIST dipicu adanya abnormalitas pada DNA yang ada di
dinding dalam usus. Lambat laun sel jadi membesar dan akhirnya
membentuk tumor. Kalau tumor terus membesar, kemungkinan besar
menyumbat saluran cerna.
2.3.2. Penyebab
Meski penyebab pasti dari tumor saluran cerna masih belum jelas
sampai sekarang, para ahli sudah menemukan titik terang. Dari beberapa
penelitian yang dilakukan, penyebab dari tumor adalah abnormalitas pada
gen KIT dan PDGFRA.

Gen ini bermanfaat untuk menyalakan reseptor penerima protein. Jadi,


kalau ada kandungan protein berada di dekat usus, penyerapan akan terjadi
dan digunakan oleh tubuh untuk tenaga atau memperbaiki jaringan otot.

Pada kondisi tertentu, gen KIT dan PDGFRA menyebabkan reseptop


terus menyala dan menyerap protein terus-menerus padahal sedang tidak
dibutuhkan. Akhirnya digunakan sel lain yang merupakan tumor untuk
terus tembuh.

2.3.3. Faktor Resiko


Kondisi GIST ini bisa terjadi pada siapa saja. Namun, seseorang
dengan faktor risiko di bawah ini lebih sering mengalaminya dari orang
lain.
1. Usia di atas 50 tahun. Banyak sekali penderita GIST yang mengalami
kondisi ini di usia setengah abad. Meski demikian ada juga kasus
khusus yang membuat seseorang mengalaminya di usia 40 tahunan.

17
2. Jenis kelamin pria. Dari banyak kasus yang sudah terjadi. GIST lebih
banyak terjadi pada pria daripada wanita, gaya hidup mungkin
memengaruhi.
3. Sindrom genetik. Kondisi GIST ini biasanya terjadi di keluarga dan
sering menurun ke generasi setelahnya. Kondisi ini bisa semakin
terjadi pada orang yang memiliki neurofibromatosis type 1 (NF1).
2.3.4. Tanda dan Gejalah
Seseorang yang mengalami tumor saluran cerna atau GIST biasanya
memiliki beberapa gejala di bawah ini.
1. Mengalami anemia karena tumor akan menyebabkan perdarahan
perlahan-lahan di saluran cerna.
2. Merasa ada sesuatu yang tumbuh di perut meski banyak yang tidak
tahu itu apa.
3. Nyeri di perut yang cukup intens.
4. Mudah mengalami mual dan muntah.
5. Nafsu makan mengalami penurunan dengan sendirinya dan membuat
berat badan ikut turun dengan sangat cepat.
6. Leher sakit sekali digunakan untuk menelan serta terasa sakit.

Gejala di atas biasanya akan muncul kalau kondisi tumor sudah


membesar dan menyebabkan penyumbatan saluran. Kalau masih sangat
kecil atau permulaan biasanya sulit dideteksi sehingga penanganan jarang
dilakukan

2.3.5. Diagnosa
Diagnosis harus dilakukan untuk mengetahui di mana tumor muncul
dan adakah potensi kanker di sana. Meski sel ini berawal dari tumor,
peluang jadi ganas dan menyebar dengan cepat akan besar. Berikut
diagnosis yang dilakukan.
1. CT Scan
CT Scan merupakan prosedur yang paling sering digunakan untuk
melihat ada atau tidaknya gangguan di saluran cerna. Alat ini akan
mengambil foto tubuh dari beberapa sisi lalu dibentuk menjadi gambar
3D. Dari gambar ini akan terlihat di mana saja lokasi dari tumor dan
juga ukurannya. Prosedur ini biasanya didahului dengan mengonsumsi

18
zat tertentu yang akan memberi warna sehingga bisa dilihat dengan
jelas tumornya.
2. Endoskopi atau Endoskopi Ultrasonik
Ada dua jenis endoskopi yang bisa dilakukan yakni endoskopi atas yang
dilakukan mulai dari mulut sampai ke lambung dan usus halus. Lalu
ada endoskopi bawah yang dimulai dari anus sampai ke usus besar.
Selain itu, ada juga pemeriksaan dengan menelan pil yang memiliki
kamera. Pil akan mengalir dari atas ke bawah untuk melihat apa saja
yang terjadi di saluran pencernaan.
3. MRI
Prosedur ini juga dilakukan dengan memasukkan pewarna dulu di dalam
tubuh. Selanjutnya magnet digunakan untuk memindai dan mengambil
gambar. MRI biasanya digunakan untuk melihat ukuran dari tumor.
4. PET-CT Scan
Prosedur ini dipakai untuk mengetahui posisi pasti dari tumor atau
kanker yang ada di saluran cerna. Data mulai dari ukuran, stadium,
hingga prosedur penanganan bisa dilakukan dengan baik.
5. Biopsi
Biopsi dilakukan dengan mengambil beberapa bagian dari sel yang ada
di tumor. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya tumor
ganas atau sel abnormal lainnya.
2.3.6. Penanganan
Penanganan tumor saluran cerna GIST ada dua jenis. Pertama
dilakukan dengan cara operasi dan kedua dilakukan dengan targeted terapi.
1. Operasi
Operasi dilakukan kalau kerusakan di usus atau saluran cernanya tidak
terlalu parah. Kalau sampai terlalu parah dan harus dipotong banyak
bagian ususnya, prosedur ini tidak bisa dilakukan karena sangat
berbahaya, apalagi bersifat kanker. Kalau tidak memiliki sifat kanker,
mudah dijangkau, serta ukurannya kecil, operasi laparoskopi sering
dilakukan. Operasi ini minim luka sayatan sehingga risiko pasca operasi
dilakukan akan kecil.
2. Terapi obat tertarget

19
Obat yang digunakan untuk penanganan GIST memiliki beberapa fungsi.
Ada yang digunakan untuk membunuh sel tumor atau kanker. Selain itu
ada juga yang dipakai untuk mengecilkan sel saat akan dioperasi. Cara
ini dilakukan untuk mencegah operasi berbahaya langsung dilakukan.
Prosedur lain seperti kemoterapi mungkin juga akan dilakukan kalau sel
kankernya sudah banyak dan menyebar.
2.4. Diet Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan
2.4.1. Definisi
Dalam konteks bahasa, istilah diet memiliki arti sebagai jumlah
makanan yang dikonsumsi oleh seseorang.Di Indonesia, penggunaan istilah
diet lebih menunjukkan pada usaha menurunkan berat badan atau mengatur
asupan nutrisi. Definisi diet menurut para ahli:
1. Muda (2003) Diet merupakan aturan makan khusus untuk kesehatan dan
sebagainya (biasanya atas petunjuk dokter), berpantang atau menahan
diri terhadap makanan tertentu untuk kesehatan, mengatur kuantitas, dan
jenis makanan untuk mengurangi berat badan atau karena penyakit.
2. Kim dan Lennon (2006) Diet adalah pengurangan kalori untuk
mengurangi berat badan.
3. Hawks (2008) Diet merupakan usaha sadar seseorang dalam membatasi
dan mengontrol makanan yang akan dimakan dengan tujuan untuk
mengurangi dan mempertahankan berat badan.
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal adalah sistem organ
dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-
organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu.
Diet saluran cerna berarti diet yang dilakukan saat terjadi gangguan
pada saluran pencernaan.Penderita dapat mengalami gangguan pencernaan
walaupun penyebab dan mekanisme terjadinya gangguan tersebut secara

20
pasti belum diketahui secara pasti, namun gangguan tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor psikologis.
2.4.2. Gangguan Saluran Pencernaan
1. Gastritis (Upper Abdominal Syndrome)
Gangguan pencernaan bagian atas yang secara umum dikenal
sebagai penyakit “maag” merupakan gangguan saluran cerna yang
cukup sering dikeluhkan. Selain disebabkan oleh faktor organik seperti
adanya luka/peradangan pada saluran cerna bagian atas (lambung),
gangguan ini juga dihubungkan dengan faktor psikologis mendasarinya.
Gangguan ini ditandai antara lain oleh adanya rasa sakit dan atau rasa
penuh di daerah epigastrium (ulu hati), kanan atau kiri di bawah
lengkung iga.
Rasa sakit bersifat membakar atau samar-samar, tidak jarang
menjalar, intensitasnya sedang, menghebat karena makanan atau
langsung setelah makan, tidak ada hubungannya dengan kejadian
tertentu. Gejala-gejala lain yang timbul antara lain gangguan menelan,
eruktasi (bersendawa), pirosis (merasa terbakar dan rasa asam atau
pahit), mual dan muntah, kembung (meteorismus), dan lain-lain.
Penderita gastritis biasanya menunjukkan perubahan yang cukup
mencolok yaitu sikap depresi. Seringkali penderita menyalahkan
lingkungan atau makanannya, tetapi ternyata dengan diet (makanan)
juga tidak mengurangi rasa sakitnya. Keseimbangan yang rapuh yang
mudah menjadi runtuh dapat terlihat ketika penderita mengalami
keluhan pada saluran cernanya dan jelas terlihat adanya ketergantungan
pada objek yang memanjakannya.
2. Sindrom Fungsional Hipogastrium (Lower Abdominal Syndrom)
Gangguan pencernaan yang mengenai saluran cerna bagian bawah
ini juga dikenal sebagai spastic colon, irritable colon, colitis nervosa,
dan obstipasi spastic. Penderita penyakit ini akan mengeluhkan rasa
sakit pada perut, biasanya di bawah pusat, diare atau obstipasi
(sembelit). Bila terjadi obstipasi, feses penderita dapat keluar berbentuk
seperti potlot atau tahi kambing (obstipasi spastik). Faktor psikologis
yang berperan pada penderitanya yaitu adanya harapanharapan untuk

21
meminta lebih banyak lagi dari orang lain karena mereka telah
memberi banyak pada orang tersebut.
3. Aerofagi
Gejala yang timbul dari gangguan saluran cerna ini adalah
berupa rasa sakit perut dan perut dirasakan penuh dan membengkak,
hal ini dibuktikan dengan bersendawa (belching) yang keras bertubi-
tubi. Simtom ini terutama ditemukan pada meraka yang bergantian
menelan dan mengeluarkan udara. Bila tidak dapat bersendawa, maka
perut akan terasa kembung (meteorismus) dan kentut (flatus) yang tidak
berbau. Karena penyebab yang mendasari gangguan ini adalah faktor
psikologis (setelah hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya penyebab
organik yang mendasari nya) dari penderitanya maka selain memberikan
pengobatan yang dapat mengurangi gejala yang dialami penderitanya
maka psikoterapi juga dibutuhkan untuk menghilangkan atau setidaknya
mengurangi gangguan ini.
4. Mencret (Diare)
Diare terjadi karena adanya rangsangan yang berlebihan pada
mukosa usus sehingga gerakan otot usus meningkat dan makanan
kurang terserap secara sempurna. Diare termasuk gangguan perncernaan
yang paling sering muncul terutama pada anak-anak. Diare akut kalau
anak mencret lebih dari 4 kali sehari. Penyebabnya bisa infeksi, bisa
juga hanya karena salah makan, sebagai contoh makanan yang tidak
sesuai dengan usia anak, misalnya sudah diberikan makan padat
sebelum waktunya.
Faktor kebersihan juga menjadi sebab diare. Diare yang
disebabkan bakteri atau salah makan adalah penyebab utama gangguan
pencernaan pada anak di bawah 5 tahun (Balita). Selain itu, ada juga
diare akibat cacingan.
5. Heartburn
Heartburn adalah nyeri akut yang dirasakan di daerah
epigastrium, yang dirasakan dapat menyebar ke bagian lain dari dada
atau lengan. Heartburn ini biasanya timbul setelah makan dan
disebabkan oleh refluks isi lambung ke esofagus.
6. Esofagitis

22
Esofagitis adalah peradangan kronik esofagus. Kelainan ini sering terjadi
akibat refluks kronik isi lambung ke dalam esofagus. Apabila hal ini
terjadi, lapisan mukosa esofagus dapat mengalami tukak oleh asam.
Kerusakan lapisan mukosa dapat menyebabkan peradangan kronik,
spasme otot, dan pembentukan jaringan parut di esofagus, yang dapat
menyebankan terhambatnya makanan. Gejala klinis:
 Nyeri seperti terbakar di epigastrium
 Muntah
 Disfagia (kesulitan menelan)
7. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang
melapisi rongga abdomen. Perionitis biasnya terjadi akibat masuknya
bakteri dari saluran cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang
peritoneum melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ. Gejala
klinis:
 Nyeri, terutama di atas daerah yang meradang
 Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena
perpindahan cairan ke dalam perinium
 Mual dan muntah
 Abdomen yang kaku
8. Sembelit (Konstipasi)
Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan dengan gejala
mengalami pengerasan feses yang sulit untuk dibuang yang dapat
menyebabkan kesakitan pada penderitanya. Konstipasi dapat disebabkan
oleh pola makan, hormon, efek samping obat-obatan, dan juga karena
kelainan anatomis. Biasanya, konstipasi disebabkan karena defekasi
yang tidak teratur sehingga feses mengeras dan sulit dikeluarkan.
Pengobatan konstipasi dapat dilakukan dengan mengubah pola makan,
obat pencahar (laksatif), terapi serat, dan pembedahan, walaupun pilihan
terakhir jarang dilakukan. Konstipasi hebat disebut juga dengan
obstipasi. Gangguan pada sistem pencernaan juga bisa disebabkan
karena stres. Sebab stres dapat mempengaruhi sistem saraf dalam

23
tubuh. Sementara penanganan untuk yang susah BAB, harus dilihat
dulu apa penyebabnya.
9. Wasir atau hemoroid
Wasir atau hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah balik
(vena) di dalam anyaman pembuluh darah. Keluhan pertama kali yaitu
darah segar menetes setelah buang air besar (BAB). Biasanya tanpa
disertai rasa nyeri dan gatal di anus. Pencegahannya adalah perlu diet
tinggi serat dengan makan sayur sayuran dan buah-buahan yang
bertujuan membuat volume tinjanya besar, tetapi lembek, sehingga saat
BAB, karena tidak perlu mengejan dapat merangsang wasir.
10. Kanker usus
Kanker usus merupakan penyakit ketiga yang menjadi penyebab
kematian di seluruh dunia. Studi pada manusia juga menunjukan
keseluruhan jumlah kalsium yang dikonsumsi sangat positif dalam
mengurangi tingkat dari resiko kanker susu ini. Setiap kenaikan 1.000
miligram kalsium sehari atau lebih akan mempu mengurangi 15%
resiko dari kanker usus pada wanita dan 10% pada pria. Konsumsi
susu dan kalsium bisa mengurangi resiko terkena kanker usus. Keju
dan yoghurt juga merupakan hasil olahan dari susu. Cara terbaik untuk
mencegah dan mengurangi risiko kanker usus adalah dengan
mengkonsumsi makanan yang seimbang antara buah, sayuran, dan
kalori. untuk mengurai proses penimbunan lemak.
2.4.3. Diet Pada Gangguan Sistem Pencernaan
1. Diet Saluran Cerna Atas
a. Diet Disfagia : Disfagia adalah kesulitan menelan karena adanya
gangguan aliran makanan pada saluran cerna. Hal ini dapat terjadi
karena kelainan sistem saraf menelan, pascastoke dan adanya massa
atau tomor yang menetupi saluran cerna.
Tujuan diet disfagia adalah :
 Menurunkan risiko aspirasi akibat masuknya makanan ke dalam
saluran pernapasan.
 Mencegah dan mengoreksi defisiensi zat gizi dan cairan.
Syarat-syarat diet disfagia adalah:

24
 Cukup energi, protein dan zat gizi lainnya.
 Mudah dicerna, porsi makanan kecil dan sering diberikan.
 Cukup cairan
 Bentuk makanan bergantung pada kemampuan menelan,.
Diberikan secara bertahap,dimulai dari makanan cair penuh atau
cair kental, makanan saring dan makanan lunak.
 Makanan cair jernih tidak diberikan karena sering menyebabkan
tersedak atau aspirasi.
 Cara pemberian makanan dapat per oral atau melalui pipa
(selang) atau sonde.
Disfagia dapat terjadi pada lansia, adanya gangguan saraf menelan,
tumor esofagus dan pascastoke. Bentuk makanan bergantung pada
cara pemberian. Bila diberikan melalui pipa, makanan diberikan
dalam bentuk makanan cair penuh, bila diberikan per oral maka
makanan diberikan dalam bentuk makanan cair kental, saring, atau
lunak.
b. Diet Pasca-Hematemesis-Melena
Hematemesis-melena adalah keadaan muntah dan buang air besar
berupa darah akibat luka atau kerusakan pada saluran cerna.
Tujuan diet pasca-hematomesis-melena adalah:
 Memberikan makanan secukupnya yang memungkinkan istirahat
pada saluran cerna, mengurangi risiko perdarahan tulang dan
mencegah aspirai.
 Mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin.
Syarat diet :
 Tidak merangsang sal.cerna
 Tidak meninggalkan sisa
 Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama24-
48 jam untuk memberikan istirahat pada lambung
 Diet diberikan jika perdarahan pada lambung atau duodenum
sudah tidak ada
c. Diet Penyakit Lambung

25
Penyakit lambung atau gastrointestinal meliputi gastritis akut dan
kronis, ulkus peptikum, pasca-operasi lambung yang sering diikuti
dengan “dumping syndrome” dan kanker lambung. Gangguan
gastrointestinal sering d hubungkan dengan emosi atau psikoneurosis
dan makan terlalau cepat karena kurang di kunyah serta terlalu
banyak merokok. Gangguan pada lambung umumnya berupa
sindroma distepsia, yaitu kumpulan gejaa yang terdiri dari mual,
muntah, nyeri efigastrium, kembung, nafsu makan berkurang dan
rasa cepat kenyang.
Tujuan Diet
Tujuan diet penyakit lambung adalah untuk memberikan makan dan
cairan secukupnya yang tidak meberatkan lambung serta mencegah
dan menetralakn sekresi asm lambung yang berlebihan.
Syarat Diet
 Mudah cerna, porsi kecil dan sering di berikan.
 Energy dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien untuk
menerimanya.
 Lemak rendah, yaitu 10 – 15 % dari kebutuhan energy total
yang di tingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan
kebutuhan.
 Rendah serat, terutama serat tidak arut air yang di tingkatkan
secara bertahap.
 Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
 Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik
secara termis, mekanis, maupun kimia ( disesuaikan daya terima
perorangan).
 Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak
di anjurkan minum susu terlalu banyak.
 Makan secara perlahan di lingkunan yang tenang.
 Pada fase akut dapat diberikan makan parenteral saja selama 24
– 48 jam untuk member istirahat pada lambung.
2. Diet Penyakit Saluran Cerna Bawah
a. Diet Penyakit Usus Inflamatorik (Inflammatory Bowel Disease)

26
Penyakit usus inflamatorik adalah peradangan terutama pada ileum
dan usus besar dengan gejala diare, disertai darah, lendir, nyeri
abdomen, berat badan berkurang, demam dan kemungkinan terjadi
streatorea (adanya lemak dalam feses). Penyakit ini dapat berupa
Kolitis Ulseratif dan Chron’s Disease.
Tujuan diet penyakit inflamatorik adalah:
 Memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
 Mengganti kehilangan zat gizi dan memperbaiki status gizi
kurang.
 Mencegah iritasi dan inflamasi lebih lanjut.
 Mengistirahatkan usus pada masa akut.
Syarat-syarat diet penyakit usus inflamatorik adalah:
 Pada feses akut dipuasakan dan diberi makanan secara parenteral
saja.
 Bila fase akut teratasi, pasien diberi makanan secara bertahap,
mulai dari bentuk cair (peroral maupun enteral), kemudian
meningkat menjadi siet sisa rendah dan serat rendah.
 Bila gejal ahilang dapat diberikan makanan biasa.
 Kebutuhan gizi, yaitu : a. Energi dan protein tinggi. b.
Suplemen vitamin dan mineral antara lain vitamin A, C, D asm
folat, vitamin B12, kalsium, zat besi, magnesium dan seng.
 Makanan enteral rendah atau bebas laktosa dan mengandung
asam lemak rantai sedang (medium chain trygliceride = MTC)
dapat diberikan karena sering terjadi intoleransi laktosa dan
malabsorpsi lemak.
 Cukup cairan dan elektrolit.
 Menghindari makanan yang mengandung gas.
 Sisa rendah dan secara bertahap kembali ke makanan biasa
b. Diet Penyakit Divertikular
Penyakit divertikular terdiri atas penyakit Divertikulosis dan
Divertikulitis. Penyakit Divertikulosis yaitu adanya kantong-kantong
kecil yang terbentuk pada dinding kolon yang terjadi akibat tekanan
intrakolon yang tinggi pada konstipasi kronik. Hal ini terutama

27
terjadi pada usia lanjut yang makanannya rendah serat. Penyakit
Divertikulitis terjadi bila penumpukan sisa makanan pada
divertikular menyebabkan peradangan. Gejala-gjalanya antar alain
kram pada bagian kiri bawah perut, mual, kembung, muntah,
konstipase atau diare, menggigil dan demam.
Tujuan Diet Penyakit Divertikulosis
 Meningkatkan volume dan konsistensi fees.
 Menurunkan tekanan intra luminal.
 Mencegah infeksi.
 Mengistirahatkan usus untuk mencegah perforasi.
 Mencegah akibat laksatif dari makanan berserat tinggi.

Syarat-syarat Diet Penyakit Divertikulosis


 Kebutuhan energi dan zat-zat gizi normal.
 Cairan tinggi, yaitu 2-2,5 liter sehari.
 Serat tinggi.
 Mengusahakan asupan energi dan zat-zat gizi cukup sesuai
dengan batasan diet yang ditetapkan.
 Bila ada pendarahan, dimuali dengan makanan cair jernih.
 Makanan diberikan secara bertahap, dimulai dari diet sisa rendah
I kediet sisa rendah II dengan konsistensi yang sesuai.
 Hindari makanan yang banyak mengandung biji-biji kecil, seperti
tomat, jambu biji dan stroberi yang dapat menumpuk dalam
divertikular.
 Bila perlu diberi makanan enteral rendah atau bebas laktosa.

28
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk
membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk
berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan nutrisi dengan
kebutuhan nutrisi. Nutrisi merupakan elemen penting untuk proses dan fungsi
tubuh. Ada 6 kategori makanan, yaitu air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
dan mineral. Beberapa hal penting yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi antara
lain ukuran tubuh, usia, jenis kelamin, pekerjaan, keadaan hamil dan menyusui.
Ketidakseimbangan nutrisi bisa menyebabkan masalah
pertumbuhan, penyakit tertentu, bahkan kematian. Ketidakseimbangan berupa
kekurangan atau kelebihan nutrisi, menjadi penyebab berbagai masalah
kesehatan di seluruh dunia. Beberapa penyakit nutrisi pada sistem gangguan
saluran pencernaan adalah Penyakit nutrisi pada sistem pencernaan adalah
penyakit kongenital : Sirosishepatis, kelainan metabolik : Hepatitis, dan tumor
saluran pencernaan.
Salah satu cara mengatasi penyakit nutrisi pada saluran pencernaan dalah
diet. Diet saluran cerna berarti diet yang dilakukan saat terjadi gangguan pada
saluran dan mekanisme pencernaan dalam tubuh manusia Diet pada gangguan
saluran cerna dibagi menjadi 2 yaitu : Diet pada saluran cerna atas dan diet
pada saluran cerna bawah. Diet pada saluran cerna atas meliputi diet disfagia,
diet pasca hematemesis-melena dan diet penyakit lambung. Sedangkan pada
saluran cerna bawah meliputi diet penyakit usus inflamatorik dan diet
divertikular.
3.2. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini
sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu
saya juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan. D & R Tutik.2010.Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.


Yogyakarta . Gosyen Publishing
Haryono. Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.Gosyen
Publishing
Hartono, Andry dan Kristiani. 1995. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-
Penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Yayasan EssentiaMedica
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala.2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika

30

Anda mungkin juga menyukai