Disusun Oleh :
Jeanny Christian Sembiring (20081006)
Siti Nur Mahmudiyah (20081015)
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun, saya masih memahami bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, sehingga
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar…………………………………………………………………………….........
...i
Daftar
Isi………………………………………………………………………………….............
.....ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………….……………………….............…………..
……………………
1.2. Rumusan Masalah………….……………………….......…………..
……………………
1.3. Tujuan dan Manfaat………….………………………….....………..
……………………
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Asumsi dan Definisi Kepribadian Allport………….….…………………………
2.2. Struktur dan Dinamika Kepribadian………….…………..………………………..
2.3. Motivasi………….…………………...............................................………………..
BAB III KESIMPULAN SARAN
3.1. Kesimpulan………….…………………………………..
…………………………………………
3.2. Saran………….………………………………….………….……………….....
…………………..
BAB I
PENDAHULUAN
Gordon Allport dalam Alwisol (2006 : 15) merumuskan kepribadian sebagai suatu
organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik indvidu yang menentukan tingkah laku
dan pemikiran indvidu secara khas. Kepribadian atau personality berasal dari kata
persona yaitu topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi.
Secara umum, kepribadian merupakan cara individu tampil dan menimbulkan kesan
bagi individu-individu lainnya (Relita Buaton dan Sri Astuti, 2013 : 4). Kepribadian
menjadi salah satu hal penting bagi
seseorang dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, semisal saat
bersekolah. Pada anak sekolah, kepribadian dapat digunakan sebagai dasar dalam
berbagai macam kegiatan seperti mengikuti organisasi, berinteraksi dengan teman serta
gurunya, dan memilih cara belajar yang sesuai. Begitu juga dalam dunia kerja,
kepribadian dapat digunakan untuk menentukan kecenderungan seseorang sesuai atau
tidak pada jenis pekerjaan tertentu. Hal ini dapat menjadi fakto pendukung kesuksesan
ataupun kegagalan seseorang.
Sayangnya saat ini banyak siswa sekolah yang belum memahami
kepribadiannya sendiri dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang tes-tes
kepribadian yang ada. Selain itu, minimnya jumlah psikolog, keterbatasan waktu
dan ruang serta tidak terjangkaunya dana untuk melakukan tes kepribadian menjadi
salah satu penghambat bagi siswa yang ingin mengetahui kepribadiannya.yang
dipilihnya. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif terutama pada siswa
yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tidak ada lagi
fenomena salah memilih jurusan dikarenakan keinginan orang tua atau karena jurusan
tersebut sedang populer.Pada praktiknya, selama ini di beberapa sekolah sudah diadakan
tes kepribadian untuk siswanya namun tes tersebut masih menggunakan cara
konvensional yaitu dengan mengisi kuesioner kemudian kuesioner tersebut
dikumpulkan kembali, dijumlahkan nilai-nilainya dan diambil kesimpulan. Proses
ini dirasa kurang efisien karena memerlukan waktu yang cukup lama, selain itu
menghabiskan banyak biaya untuk pencetakan kuesioner serta untuk mendatangkan
lembaga penelitian kepribadian.
Dewasa ini banyak aplikasi tes kepribadian yang sudah dibuat oleh lembaga penelitian
kepribadian, namun aplikasi tersebut memiliki harga mahal yang tidak semua orang
mampu untuk membayarnya serta administrasi yang cukup merepotkan. Salah satu
contoh adalah lembaga kepribadian yang berada di Yogyakarta. Lembaga tersebut
memberikan layanan tes kepribadian dengan tujuan penjurusan siswa sekolah dengan
biaya sebesar Rp.150.000,00 untuk setiap siswanya. Terdapat pula tes kepribadian yang
tersedia secara online, tetapi tes tersebut memiliki kekurangan, misalnya
ketidakakuratan hasil tes karena terdapat kemungkinan bahwa pembuatan tes
kepribadian online tersebut tidak melalui observasi dan wawancara pada ahlinya
Dengan mengetahui kepribadiannya, siswa akan lebih mudah memilih bidang
1.Mengembangkan aplikasi sistem pakar untuk membantu siswa sekolah menengah atas
dan kejuruan dalam menganalisa kepribadiannya.
2.Penerapan metode Dempster-Shafer dalam menyelesaikan masalah ketidakpastian
dalam sistem pakar agar diperoleh nilai kecenderungan masing-masing kepribadian
Manfaat :
2.Orang tua
Dapat menjadi alat bantu bagi orang tua dalam memahami dan memberi motivasi untuk
anaknya sehingga orang tua lebih memahami keinginan anaknya. Dengan begitu tidak
akan ada lagi fenomena salah jurusan karena keinginan orang tua dan lain sebagainya.
3.Instansi (Sekolah)
Dapat menekan atau bahkan menghilangkan biaya yang harus dikeluarkan
saat mengundang sebuah lembaga tes kepribadian untuk memberikan tes kepribadian
siswa-siswanya.
Allport membedakan penggunaan istilah trait, attitude, habit, type, yang dalam
kehidupan sehari-hari dianggap sama. Trait, attitude, habit merupakan predisposisi.
Ketiga hal itu merupakan faktor genetik dan belajar, yang mengawali tingkah laku.
Type merupakan superordinasi dari ketiga konsep lainnya.
Type merupakan kategori nomotetik luas konsepnya. Type merangkum ketiga
konsep lainnya, yang dapat ditemui pada diri seseorang. Trait merupakan
kecenderungan umum untuk merespon secara sama kelompok stimulus yang mirip.
Attitude lebih umum dibanding habit, tetapi kurang umum dibanding trait. Attitude
memiliki rentang dari yang sangat khusus sampai yang sangat umum.
Ciri dari attitude ini adalah adanya sifat penilaian (evaluatif). Habit. merupakan
kecenderungan merespon satu situasi atau stimulus. Misalnya, orang dengan tipe
introvert (type) akan cenderung menolak mengikatkan diri dengan lingkungannya
(trait). Orang seperti ini akan dinilai sebagai orang yang tidak ramah atau kurang
mampu bergaul (attitude). Selain itu, orang seperti ini biasanya memiliki kebiasaan
untuk duduk menyendiri di tempat yang terpisah (habit).
Jika gambaran trait seseorang merupakan kombinasi dari beberapa sifat sekaligus,
maka variasi sifat manusia menjadi tidak terbatas. Ini yang dimaksudkan bahwa tidak
ada manusia yang sama persis, karena masing-masing memiliki sifatnya yang unik.
Faktor munculnya trait pada seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan dan belajar.
Jika trait sudah menjadi bagian kepribadian, maka trait akan menjadi penentu model
respon terhadap stimulus yang mirip.
Pada akhirnya trait membuat tingkah laku orang menjadi konsisten, karena
menggunakan pola yang sesuai traitnya. Misalnya :
Trait Stimulus Respon
a. Senang Berteman > Nonton film, jalan-jalan > Mengajak teman
b. Pemalu > Pesta, seminar > Diam, menyendiri
2.2.2.Proprium
Proprium merupakan bagian sentral dan privat dari kehidupan kita. Proprium
mencakup semua aspek kepribadian yang menimbulkan kehidupan emosional menjadi
berbeda dari orang lain. Namun di sisi lain menciptakan kesatuan sikap, persepsi, dan
tujuan hidup seseorang. Ahli teoritisi lain menyebut proprium dengan sebutan ego atau
self. Contoh dari proprium adalah self identity, self esteem, self image, dsb. Proprium
ini tidak dibawa sejak lahir, namun berkembang di dalam perkembangan individu. Ada
delapan aspek proprium yang berkembang bertahap mulai dari bayi hingga dewasa,
yaitu:
1. Usia 0 – 3 tahun, mencakup tiga aspek proprium.
Sense of Bodily Self, yaitu kesadaran tentang fisik. Misalnya : “Ini tanganku”.
Sense of Continuing Self Identity, yaitu kesadaran adanya identitas diri yang
berkesinambungan. Misalnya : anak menyadari bahwa pada usianya yang ketiga,
ia masih merupakan orang yang sama dengan waktu usia 1 atau 2 tahun.
Self Esteem, yaitu berkembangnya perasaan bangga akan kemampuan diri.
2.3. Motivasi
Ada dua ciri teori motivasi dari Allport, yaitu :
(1) menolak masa lalu sebagai elemen penting dari motivasi ;
(2) pentingnya proses kognitif, seperti tujuan dan perencanaan,
sebagai dasar motivasi. Dua teori ini menunjukkan keyakinan Allport bahwa manusia
adalah makhluk sadar dan rasional, yang bertingkah laku berdasar apa yang diharapkan
dapat dicapai, bukan karena keinginan primitif atau pengalaman traumatik masa lalu.
Hal ini didukung oleh Abraham Maslow, bahwa jika ingin memahami motivasi, maka
kita harus memahami sifat dasar dari motivasi, seperti :
(1) Kontemporer, yaitu motivasi merupakan kekuatan pendorong bagi masa depan.
Masa lalu hanya akan menjadi motivasi jika memiliki kekuatan pendorong bagi masa
kini dan masa depan ;
(2) Pluralistik, yaitu motivasi sifatnya kompleks, tidak dapat disederhanakan menjadi
beberapa dorongan saja. Misalnya mencari kenikmatan, mengurangi tegangan, atau
mencari rasa aman ;
(3) Proses Kognitif, yaitu motivasi akan melibatkan proses kognitif, seperti adanya
perencanaan tujuan secara sadar ;
(4) Kongkrit dan Nyata, yaitu motivasi bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan
nyata.
Dalam mempelajari motivasi, kita mengenal istilah Otonomi Fungsional, yang
memandang motif orang dewasa beraneka ragam, mandiri sebagai sistem kontemporer,
berkembang dari sistem anteseden, tetapi secara fungsi tidak bergantung kepada sistem.
Artinya, suatu tingkah laku dapat merupakan tujuan akhir dari tingkah laku itu sendiri,
walaupun awalnya memiliki tujuan lain. Misalnya, perilaku membaca, awalnya
memiliki tujuan agar dapat memahami sesuatu. Ini yang disebut prinsip sederhana.
Namun kemudian perilaku membaca menjadi otonom. Perilaku membaca dilakukan
karena orang hanya ingin membaca atau merasa puas setelah dapat membaca.
Banyak tingkah laku orang dewasa yang tetap terjadi karena prinsip sederhana.
Namun, kematangan seseorang diukur dari seberapa jauh motivasi menjadi fungsional
otonom. Ada dua tingkat Otonomi Fungsional menurut Allport, yaitu :
Perseverative Functional Autonomy, yaitu kecenderungan suatu pengalaman
mempengaruhi pengalaman berikutnya. Perilaku yang masuk dalam kategori ini
adalah perilaku yang berulang dan rutin. Misalnya, kita minum kopi karena
ingin mengatasi rasa kantuk. Namun setelah itu, kita minum kopi bukan untuk
mengatasi rasa kantuk lagi, tetapi karena sudah terbiasa.
Propriate Functional Autonomy, yaitu kecenderungan yang dekat dengan inti
kepribadian, seperti minat yang dipelajari, nilai, sentimen, tujuan, motif pokok,
disposisi pribadi, gambaran diri, atau gaya hidup. Motivasi yang berhubungan
dengan gambaran diri tersebut lah yang disebut motivasi proprium yang
fungsional otonom. Misalnya, X bekerja karena ingin mendapat uang. Ketika
mulai bekerja, pekerjaan itu tampak membosankan. Namun, setelah satu tahun,
X menyukai pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, kemudian bukan uang yang
menahan X di tempat kerja, melainkan pekerjaan itu sendiri yang menjadi
motivasi dalam bekerja.
Otonomi jenis ini berfungsi dengan menggunakan tiga prinsip kerja, yaitu:
Mengorganisir tingkat energi, agar energi tidak digunakan untuk hal yang
merusak atau membahayakan. Misalnya, B memiliki ambisi untuk menjadi
kepala divisi keuangan. Energi yang dimiliki B sangat besar untuk mencapai
tujuannya. Namun energi itu diarahkan dengan cara-cara yang tepat, seperti
bekerja sebaik mungkin, dan bukan menjegal rekan-rekan kerjanya.
Mendorong orang untuk mencapai tingkat tertinggi dalam memuaskan motif
nya, karena orang yang sehat akan termotivasi untuk melakukan yang terbaik,
supaya dapat mempertinggi kompetensi dan penguasaan (competence and
mastery).
Pola Propriate, yaitu usaha untuk memiliki kepribadian yang konsisten dan
integral, dengan cara mengorganisir proses persepsi, kognitif, memperluas self
yang propriate, dan menolak yang nonpropriate.
Namun, tidak semua tingkah laku dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep
otonomi fungsional. Ada delapan jenis tingkah laku yang tidak berada di bawah kendali
motif otonomi fungsional, yaitu : (1) Tingkah laku yang berasal dari dorongan biologis,
seperti makan, minum, tidur, bernafas ; (2) Refleks, seperti mengedip, mengangkat
lutut, proses pencernaan ; (3) Peralatan Konstitusi, seperti kecerdasan, bentuk tubuh
temperamen, kesehatan ; (4) Habit ; (5) Tingkah laku yang tergantung pada penguat
primer ; (6) Motif yang terkait langsung dengan usaha mereduksi dorongan dasar ; (7)
Tingkah laku non produktif, seperti kompulsi, fiksasi, regresi ; (8) Sublimasi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Allport adalah salah satu teoritikus yang benar tentang banyak hal
dan mampu melampaui zamannya. Teorinya adalah salah satu teori
humanistie paling awal dan berpengaruh besar pada teoritikus-teoritikus
besar lainnya. Namun kelemahan teorinya adalah penggunaan sifat yang
menyebabkan tidak diterimanya dia di kalangan behavioris, yang memang
tidak mau mengkaji apa pengertian dasar yang diberikan allport pada kata
ni . Tapi itulah kelemahan psiologi secara umum dan terutama
psikologi kepribadian, mengabaikan masa lalu, teori dan penelitian-
penelitian orang lain.
3.2. Saran
Adapun makalah ini yang kami buat, kami sadari adalah kurang
dari kata sempurnanya, jadi sangat diharapkan adanya masukan berupa
saran dan kritik agar tulisan ini menjadi lebih baik lagi dan lebih
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA