Anda di halaman 1dari 50

APARATUR PEMERINTAH

L
BAB XXII

APARATUR PEMERINTAH

A. PENDAHULUAN

Sebagaimana ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Ne-


gara dan seperti telah dirumuskan dalam Repelita III, maka
usaha penyempurnaan aparatur Pemerintah merupakan kegiatan
yang dilaksanakan terus menerus secara melembaga. Melalui
berbagai kegiatan tersebut diusahakan agar aparatur peme -
rintah memiliki kemampuan yang tinggi untuk dapat mendukung
kelancaran proses pembangunan nasional.
Tujuan tersebut hanya dapat dicapai dalam jangka waktu
yang cukup panjang. Namun berbagai usaha penyempurnaan apa -
ratur Pemerintah yang telah dilakukan secara terus menerus
itu telah memberikan hasil yang cukup memadai. Hal ini di -
mungkinkan melalui serangkaian pelaksanaan kebijaksanaan dan
langkah-langkah penyempurnaan aparatur Pemerintah yang menye-
luruh, yang dilakukan secara bertahap dan berencana dengan
penentuan sasaran dan prioritas yang realistis.
Dalam tahun keempat Repelita III, seperti pada tahun-ta-
hun sebelumnya, kegiatan penyempurnaan aparatur Pemerintah
ditujukan kepada penyempurnaan bidang-bidang kelembagaan, ke-
tatalaksanaan, kepegawaian, fasilitas dan sarana kerja, baik
ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah. Selanjutnya diterus-
kan pula usaha perbaikan sistem perencanaan operasional ta-
hunan, pelaksanaan anggaran belanja Negara, serta bidang-bi-
dang lainnya yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pe-
laksanaan pembangunan. Begitu pula terus ditingkatkan lang-
kah-langkah untuk menyempurnakan sistem pengendalian, penga-
wasan serta penertiban operasional.

B. KEBIJAKSANAAN DAN SASARAN PENYEMPURNAAN APARATUR PEMERIN-


TAH

Kebijaksanaan penyempurnaan aparatur Pemerintah pertama-


tama ditujukan untuk meningkatkan pengabdian dan kesetiaan
aparatur pemerintah kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan
Negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan demikian aparatur Pemerintah harus benar-benar merupa-
kan abdi masyarakat yang bermental baik dalam menjalankan
tugas umum pemerintahan, tugas pembangunan dan tugas pembe-
rian bimbingan serta pelayanan kepada masyarakat.

XXII/3
Kebijaksanaan pokok penyempurnaan aparatur Pemerintah yang
dituangkan dalam Bab 26 Repelita III telah dirumuskan secara
kongkrit dalam berbagai peraturan perundang-undangsn, seperti
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden,
Keputusan Menteri dan sebagainya. Peraturan-peraturan
tersebut antara lain meliputi penyempurnaan kelembagaan,
personalia/kepegawaian, ketatalaksanaan, tata hubungan kerja,
pengendalian dan pengawasan, dan lain sebagainya.

Penyempurnaan aparatur Pemerintah mencakup segi-segi ke-


pemimpinan, kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan un-
tuk pelaksanaan tugas operasional guna tercapainya kerjasama
yang serasi, selaras, teratur, terpadu dan mantap dalam rang-
ka pelaksanaan pemerintahan secara menyeluruh.

C. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKSANAAN DAN HASIL PENYEMPURNAAN


APARATUR PEMERINTAH TAHUN 1982/83

1. Lembaga-lembaga Tertinggi Negara

Berbagai langkah dan usaha telah dilakukan untuk meman-


tapkan kedudukan dan wewenang Lembaga-lembaga Tertinggi/ -
Tinggi Negara, yaitu MPR, Kepresidenan, DPR, Mahkamah Agung,
Dewan Pertimbangan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan dalam
rangka pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Hal
ini didasarkan atas Ketetapan MPR No. III/MPR/1978 tentang
Kedudukan dan Hubungan Tatakerja Lembaga Tertinggi Negara de-
ngan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara. Di samping pe-
mantapan kedudukan dan hubungan tatakerja sebagai penghayatan
dan pengamalan kehidupan kenegaraan yang demokratis-kons -
titusional berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, diadakan pula
penyempurnaan organisasi dan personalia, termasuk Sekreta-
riatnya, sehingga memungkinkan pelaksanaan fungsinya masing-
masing.

Hal-hal penting yang dilakukan selama tahun keempat pe-


laksanaan Repelita III dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Dalam rangka memperkuat, kehidupan Demokrasi Pancasila maka
untuk ketiga kali dalam masa Orde Baru, pada tahun 1982
telah dapat dilangsungkan dengan aman dan tertib pemilihan
anggota-anggota MPR, DPR dan DPRD berdasarkan azas-azas
LUBER (langsung, umum, bebas dan rahasia).
b. Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1975 tentang Susunan
serta Kedudukan MPR/DPR/DPRD maka untuk ketiga kali telah
dapat dibentuk MPR dan DPR serta DPRD hasil pemilihan umum
sesuai dengan ketentuan UUD 1945.

XXII/4
c. Sidang-sidang Umum MPR yang berlangsung dengan sukses
pada tanggal 1 s/d 11 Maret 1983 telah membuahkan 10
Ketetapan MPR.
Kemudian daripada itu pada tanggal 16 Maret 1983 telah
tersusun Kabinet Pembangunan IV yang mempunyai 5 sasaran pro-
gram (Panca Krida) sebagai berikut:
pertama: Meningkatnya trilogi pembangunan yang didukung oleh
ketahanan nasional yang makin mantap;

kedua : Meningkatnya pendayagunaan aparatur Pemerintah me-


nuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan ber-
wibawa;
ketiga : Meningkatnya pemasyarakatan ideologi Pancasila da-
lam mengembangkan demokrasi Pancasila dan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila;
keempat: Meningkatnya pelaksanaan politik luar negeri yang
bebas aktif untuk kepentingan nasional;
kelima : Terlaksananya pemilihan umum yang langsung, umum,
bebas dan rahasia dalam tahun 1987.

2. Aparatur Pemerintah Tingkat Pusat

Usaha-usaha penyempurnaan di bidang kelembagaan terhadap


organisasi Departemen-departemen pada tahun ke-empat Repelita
III merupakan tindak lanjut dari Keppres No. 44 dan No. 45
tahun 1974 dan Keputusan-keputusan Menteri tentang organisasi
departemen masing-masing. Keputusan-keputusan Menteri ter-
sebut merupakan pengaturan mengenai tugas pokok, fungsi, su-
sunan organisasi dan tatakerja dari semua jenis unit-unit pe-
laksana teknis yang merupakan satuan organisasi yang melaksa-
nakan sebagian tugas-tugas departemen. Usaha-usaha penyem-
purnaan diarahkan agar aparatur Pemerintah senantiasa mampu
menanggapi perkembangan, tuntutan dan tantangan baru sebagai
akibat peningkatan dan berhasilnya usaha pembangunan.

Penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan bertitik tolak


dari sifat dan ruang lingkup tugas pokok, fungsi dan beban
kerja departemen-departemen bersangkutan sebagai pelayan ma-
syarakat. Meskipun asas fleksibilitas dalam pengorganisasian
telah diterapkan, namun asas kontinuitas dan asas organisasi
jalur dan staf yang terdiri dari unsur-unsur pimpinan, pem-
bantu pimpinan termasuk pengawasan dan unsur pelaksana tetap
diberlakukan.

XXII/5
Untuk dapat lebih menjamin tercapainya sasaran-sasaran
pembangunan nasional maka berdasarkan Keppres No. 45/M tahun
1983 sebagai realisasi Ketetapan MPR No. VI/MPR/1983 telah
dibentuk Kabinet Pembangunan IV dengan 37 orang Menteri.
Mengingat makin beratnya serta meningkatnya dan meluasnya
tugas-tugas pembangunan, maka telah diadakan penambahan
jumlah Departemen dengan memecah beberapa Departemen yang
ruang lingkup tugasnya perlu memperoleh perhatian yang lebih
besar dan harus ditangani lebih intensif dalam Repelita IV
yang akan datang. Dalam hubungan itu maka :
a. Departemen Pertanian dipecah menjadi Departemen Pertanian
dan Departemen Kehutanan.
b. Departemen Perhubungan menjadi Departemen Perhubungan dan
Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.
c. Departemen Perdagangan dan Koperasi menjadi Departemen
Perdagangan dan Departemen Koperasi.
d. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi Depar
temen Tenaga Kerja dan Departemen Transmigrasi.

Selanjutnya agar pelaksanaan tugas Kejaksaan Agung lebih


berdayaguna dan berhasilguna maka dengan Keppres No.86 tahun
1982 telah disempurnakan pula Pokok-pokok Organisasi Kejak-
saan Agung.

Sejalan dengan penyempurnaan organisasi departemen, maka


organisasi lembaga-lembaga Pemerintah non Departemen juga me-
merlukan penyempurnaan secara menyeluruh. Walaupun pada da-
sarnya usaha-usaha penyempurnaannya perlu dilakukan secara
menyeluruh, namun perhatian khusus diberikan kepada masalah-
masalah yang mendesak, yaitu perlunya penyempurnaan organi-
sasi dari lembaga-lembaga Pemerintah non Departemen tertentu
untuk dapat melaksanakan tugas yang sangat mendesak dari lem-
baga yang bersangkutan. Dalam tahun 1982/83 penyempurnaan
organisasi telah dilakukan terhadap
a. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dengan Keppres
No. 31 tahun 1982 dengan perluasan organisasi;
b. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Keppres No.
19 tahun 1983 dengan penambahan satu Deputi Ketua.

Dalam tahun keempat Repelita III diteruskan pula usaha


peningkatan hubungan kerja institusional maupun prosedural
sebagai bagian usaha penyempurnaan administrasi melalui jalur
komunikasi antar departemen/lembaga, guna membantu tercapainya
koordinasi secara lebih baik. Keserasian tata hubungan kerja
antara berbagai Departemen/Lembaga yang telah ditingkatkan
terutama berkenaan dengan pelaksanaan program-program yang

XXII/6
merupakan prioritas dalam pembangunan, yaitu program-program
peningkatan dan pengadaan produksi pangan, tata penyelengga-
raan transmigrasi, pembinaan golongan ekonomi lemah, perbaik-
an gizi rakyat, keluarga berencana, penanaman modal, peles-
tarian lingkungan hidup, dan lain-lain. Koordinasi pelaksa-
naan berbagai program di dalam suatu sektor atau antar sektor
yang melibatkan berbagai departemen/lembaga telah ditingkat-
kan dengan cukup berhasil seperti di bidang administrasi pe-
labuhan, administrasi perencanaan dan pembiayaan pembangunan,
administrasi bantuan luar negeri, tata penyelenggaraan eks-
por, impor dan lalu lintas devisa yang ditujukan untuk me-
ningkatkan ekspor bukan minyak dan gas bumi.
Dalam pada itu pengembangan hubungan kerja yang lebih
baik telah dapat dilakukan melalui forum kerjasama ataupun
melalui pelembagaan dalam bentuk badan-badan koordinasi se-
perti Badan Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi, Badan
Koordinasi Bimas, Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan
dan Pengembangan Generasi Muda, Badan Koordinasi Penanggu -
langan Bencana Alam dan Badan Koordinasi Energi Nasional.
Kecuali itu dilakukan pula berbagai penyempurnaan tata
hubungan kerja dalam badan-badan koordinasi yang diadakan
oleh beberapa Departemen cq. Direktorat Jenderal seperti pem-
bentukan Panitia Tetap Kerjasama Bidang Industri Bahan Ba -
ngunan dan Industri Konstruksi, Team Bantuan mengenai Masalah
Perburuhan serta Team Koordinasi Pengelolaan Irigasi Untuk
Budidaya Ikan.
Pengembangan tata hubungan kerja dalam dan antara depar -
temen/lembaga seperti dikemukakan di atas terutama ditujukan
untuk membina komunikasi dan koordinasi yang mendukung kese-
rasian perencanaan dan pelaksanaan pembangunan secara lebih
baik.

3. Aparatur Pemerintah Tingkat Daerah

Dalam tahun keempat Repelita III telah dilakukan langkah-


langkah penyempurnaan administrasi dan aparatur Pemerintah
tingkat Daerah, sebagai kelanjutan dan rangkaian kegiatan
tahun-tahun sebelumnya.

Dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan Undang-undang No.


5 tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, Men-
teri Dalam Negeri selanjutnya telah mengeluarkan berbagai ke-
putusan tentang susunan organisasi Pemerintah daerah, tugas
dan wewenang tiap unit organisasi, demikian pula tata kerja
dan tata hubungan kerja. Dalam hubungan ini BAPPEDA Tingkat I

XXII/7
diperluas peranannya dengan membina secara teknis kegiatan
BAPPEDA Tingkat II agar mampu mengembangkan sistem perenca-
naan dari bawah pada tingkat Desa dalam berbagai program pem-
bangunan, antara lain Program Pengembangan Wilayah Kecamatan
Terpadu di mana para Camat ditunjuk sebagai pemimpin proyek-
proyeknya.
Selanjutnya sebagai pelaksanaan Undang-undang No. 5 tahun
1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa telah ditetapkan
berbagai Peraturan/Keputusan Menteri Dalam Negeri, yang pen ting
di antaranya ialah susunan organisasi dan tatakerja Pemerintah
Desa, susunan organisasi dan tatakerja Lembaga Musyawarah
Desa, pengambilan keputusan Desa, tatacara pemilih-
an/pengesahan/pengangkatan/pemberhentian Kepala Desa serta
persyaratan, tatacara pengangkatan/pemberhentian Sekretaris
Desa, Kepala urusan dan Kepala Dusun.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas diharapkan pada


akhir Repelita III kebijaksanaan Pemerintah yang melandasi
penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai pelaksanaan Undang-
undang No.5 tahun 1979 tersebut telah terlaksana sebagaimana
mestinya.

Juga sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No. 5 tahun


1979 telah makin dimantapkan sistem Unit Kerja Pembangunan
(UDKP) sebagai sistem perencanaan pembangunan terpadu di
tingkat Kecamatan untuk pembangunan desa-desa menjadi Desa
Swaswembada. Pengendalian, monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan pembangunan desa dalam ruang lingkup kecamatan
dimaksudkan agar rakyat pedesaan akan lebih terarah perhatian
dan kegiatannya sehingga dana yang digunakan dapat mencapai
daya guna dan hasil guna sebesar-besarnya. Dapat dikemukakan
bahwa dari seluruh Kecamatan yang berjumlah 3.484 buah telah
dilaksanakan sistem UDKP pada 1.863 Kecamatan dalam tahun
1982/83.
Usaha-usaha penyempurnaan telah dilakukan pula dalam pe-
ngelolaan program-program bantuan pembangunan kepada Daerah
dalam bentuk proyek-proyek yang dikenal sebagai proyek-proyek
Inpres. Proyek-proyek Inpres tersebut dalam tahun 1982/83 ada-
lah sebagai berikut:

a. Inpres untuk Program Bantuan Pembangunan Desa dengan ban -


tuan langsung kepada desa masing-masing Rp.1.250.000, -
termasuk Rp.250.000, untuk PKK.
b. Inpres untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II yang
besarnya bantuan didasarkan pada jumlah penduduk dengan

XXII/8
perhitungan Rp. 1.150 tiap penduduk dengan ketentuan bahwa
besarnya bantuan sedikit-dikitnya Rp.160.000,000,
c. Inpres untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I dengan
bantuan sedikit-dikitnya Rp. 900.000.000,
d. Inpres untuk Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang untuk
keseluruhannya disediakan biaya sebesar
Rp.589.159.000.000,
e. Inpres untuk Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang un-
tuk keseluruhannya disediakan biaya sebesar
Rp.98.450.000.000,-.
f. Inpres untuk Bantuan Penghijauan dan Reboisasi kepada
Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II yang luasnya, loka-
sinya serta keperluan biayanya ditentukan oleh Menteri Da-
lam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Keuangan dan Ketua
Bappenas. Untuk keseluruhannya disediakan biaya sebesar
Rp.87.313.000.000,-.
g. Inpres untuk Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pa-
sar yang diberikan kepada Daerah Tingkat II dan Daerah
Tingkat I DKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian da-
lam jangka waktu 10 tahun, termasuk tenggang waktu 2 tahun
dengan bunga 0%. Jumlah dana yang disediakan ialah
Rp.75.000.000.000,-.
h. Inpres untuk Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten yang di-
berikan kepada Kabupaten untuk pembangunan jalan-jalan
yang menunjang kegiatan ekonomi rakyat, jalan yang mem -
bantu pembukaan daerah terisolasi dan jalan yang rusak.
Jumlah dana yang disediakan ialah Rp.80.100.000.000,-.

Tatacara pelaksanaan program-program bantuan tersebut yang


dituangkan dalam Surat-surat Keputusan Bersama beberapa
Menteri yang bersangkutan secara terus-menerus telah menga-
lami penyempurnaan. Penyempurnaan tersebut antara lain menga-
rah pada fungsionalisasi dinas-dinas, yaitu penunjukan Pemim-
pin Proyek dari instansi yang paling berwenang dan Bupati/
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sebagai penanggung -
jawab. Demikian pula tatacara perencanaan, pelaksanaan, pe-
ngendalian dan pengawasan terus disempurnakan.

4. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Usaha-usaha peningkatan hubungan antara aparatur Peme-


rintah Pusat dan Daerah dilakukan antara lain dengan mense -
rasikan kegiatan perencanaan pembangunan, baik sektoral mau-
pun regional, guna memeratakan serta meningkatkan kemanfaatan
pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Untuk mencapai kesera-
sian, Bappeda diwajibkan senantiasa melaksanakan dan memeli

XXII/9
hara hubungan kerja secara konsultatif dengan instansi-ins-
tansi vertikal Departemen dan hubungan kerja secara koordi-
natif dengan instansi-instansi Daerah. Kecuali itu untuk ke-
serasian pembangunan antar daerah serta keserasian antara
pembangunan sektoral dan regional diselenggarakan konsultasi
regional dan nasional. Konsultasi-konsultasi tersebut pada
tahun 1982/83 diselenggarakan masing-masing pada bulan Okto-
ber dan Nopember 1982 untuk mendapatkan bahan-bahan regional
bagi perencanaan operasional tahunan.
Selanjutnya peranan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan
pembangunan telah dirumuakan dalam berbagai pasal dari
Keppres No. 14A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Keppres
No. 18 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
Walaupun Keppres 18 tahun 1981 berlaku bagi kegiatan -
kegiatan dalam rangka pelaksanaan APBN, namun untuk segala
pekerjaan yang dibebankan kepada APBD, prinsipnya adalah
sama. Dengan kesamaan prinsip dalam pelaksanaan anggaran maka
diharapkan adanya pemantapan koordinasi antara Pemerintah
Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pembangunan
baik sektoral maupun regional.
Selanjutnya di bidang pengendalian dan pengawasan peranan
Pemerintah Daerah makin ditingkatkan. BAPPEDA Tingkat I yang
merupakan aparatur perencanaan pembangunan di Daerah sejak
tahun anggaran 1977/78 telah dilibatkan dalam pengendalian
proyek-proyek sektoral yang ada di Daerah dengan turut me -
nyampaikan laporan triwulan kepada instansi-instansi yang me-
merlukan di Pusat. Demikian pula Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I mengikuti dan mengawasi perkembangan proyek-proyek
yang ada di daerahnya baik berdasarkan laporan dari Pemimpin
Proyek dan BAPPEDA Tingkat I maupun dengan melakukan peneli -
tian sendiri serta dengan mengadakan pertemuan berkala dengan
para Pemimpin Proyek/Bendaharawan Proyek dalam wilayahnya dan
selanjutnya melaporkan secara berkala ataupun insidentil me-
ngenai keadaan proyek-proyek bersangkutan kepada Presiden me-
lalui Menteri Dalam Negeri dan kepada beberapa Menteri
lainnya.

5. Aparatur Perekonomian Negara

Dalam tahun keempat Repelita III terus ditingkatkan usaha


penyempurnaan aparatur perekonomian Negara yang meliputi
badan-badan usaha dan lembaga-lembaga keuangan milik Negara
yang dilakukan secara terus-menerus sejak tahun 1967.

XXII/10
Untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap
Perusahaan-perusahaan Negara, yaitu Perjan, Perum dan Persero,
dalam rangka mencapai maksud dan tujuan diadakannya Badan
Usaha Milik Negara maka dengan PP No.3 tahun 1983 telah
diatur tatacara pembinaan dan pengawasannya. Dalam PP ini di-
tegaskan fungsi-fungsi Badan Usaha Milik Negara sebagai apa -
ratur perekonomian negara, sebagai berikut

a. Sifat usaha dari Badan Usaha Milik Negara adalah terutama:


(i) Perjan berusaha di bidang penyediaan jasa-jasa bagi
masyarakat termasuk pelayanan kepada masyarakat;
(ii) Perum berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi
kemanfaatan umum di samping mendapatkan keuntungan;
(iii) Persero bertujuan memupuk keuntungan dan berusaha
di bidang-bidang yang dapat mendorong perkembangan
sektor swasta dan/atau koperasi, di luar bidang
usaha Perjan dan Perum.

b. Maksud dan tujuan kegiatan Perjan, Perum dan Persero ada-


lah :
(i) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian
negara pada umumnya dan penerimaan negara pada khu-
susnya;
(ii) Mengadakan pemupukan keuntungan/pendapatan;
(iii) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan
jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat
hidup orang banyak;
(iv) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum
dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
(v) Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat me-
lengkapi kegiatan swasta dan koperasi dengan.antara
lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam
bentuk barang maupun dalam bentuk jasa dengan mem-
berikan pelayanan yang bermutu dan memadai;
(vi) Turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada
sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi
lemah dan sektor koperasi;
(vii) Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan
kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang eko-
nomi dan pembangunan pada umumnya.

Dengan demikian walaupun sifat usaha dari Perjan, Perum


dan Persero berbeda-beda, namun ketiganya memiliki persamaan
kedudukan, yakni merupakan aparatur perekonomian Negara serta
merupakan salah satu unsur utama dalam perekonomian nasional.
Seperti dikemukakan terdahulu maksud dan tujuan perusahaan-

XXII/11
perusahaan milik Negara tersebut adalah serasi pula dengan
seluruh kegiatan pembangunan lainnya. Oleh sebab itu kegiatan
perusahaan-perusahaan milik Negara harus dapat menunjang pe-
laksanaan kebijaksanaan maupun program Pemerintah di bidang
pembangunan pada khususnya dan perekonomian pada umumnya,
terutama sebagai perintis dalam rangka melengkapi kegiatan
sektor swasta dan sektor koperasi.

Langkah-langkah dalam rangka pembinaan Badan-badan Usaha


Milik Negara yang telah dilakukan antara.lain adalah sebagai
berikut
a. Pembinaan Kepelabuhanan dengan PP No.11 tahun 1983;
b. Pendirian Perum Pelabuhan I, Pelabuhan II, Pelabuhan III
dan Pelabuhan IV masing-masing Dengan PP No.14, No.15, No.
16 dan No.17 tahun 1983;
c. Pendirian Perum Pengerukan dengan PP No.18 tahun 1983;
d. Penyusunan Pokok-pokok Organisasi Bursa Komoditi dengan
Keppres No.80 tahun 1982.
Sementara itu proses pengalihan Perusahaan Negara (PN)
yang belum ditentukan atatusnya menurut Undang-undang No.9
tahun 1969 dan Perseroan Terbatas (PT) lama yang belum dise-
suaikan dengan PP No.12 tahun 1969 berjalan terus. Sampai pa-
da akhir tahun keempat Repelita III badan-badan usaha milik
Negara berstatus Persero berjumlah 143 buah, termasuk 26 Per-
sero Patungan. Dari jumlah Persero tersebut maka 16 berope-
rasi di sektor jasa keuangan, 51 Persero di sektor jasa umum,
41 Persero .di sektor jasa induatri/pertambangsn dan 35 di
sektor pertanian/perhubungan/perikanan.

Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perum di 21


Departemen berjumlah 24 buah.

Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perjan ber-


jumlah 2 buah, yaitu Perusahaan Jawatan Pegadaian di bawah
pembinaan Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri Departemen
Keuangan serta Perusahaan Jawatan Kereta Api di bawah pembi-
naan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhu -
bungan.
Perusahaan Negara (PN) yang belum ditentukan statusnya
tinggal 31 buah sedangkan PT lama adalah 12 buah.

Perusahaan Negara yang mempunyai status khusus karena


pembentukannya didasarkan pada Undang-udang teraendiri ber-
jumlah 9 buah, yaitu 8 buah Bank Pemerintah yang berada di
bawah pembinaan Departemen Keuangan dan PERTAMINA di bawah
Departemen Pertambangan dan Energi.

XXII/12
Perkembangan keadaan badan-badan usaha milik Negara
sampai 31 Maret 1983 dapat dilihat pada Tabel XXII - 1 .

Berbagai kebijaksanaan khusus dalam rangka usaha pengembanga n


dunia usaha terus dilakukan. Dalam hubungan ini maka
dalam rangka mengembangkan pemasaran komoditi yang dapat mem-
berikan kepastian berusaha dengan PP No.35 tahun 1982 telah
dibentuk Badan Pelaksana Bursa yang dilengkapi dengan Badan
Usaha Kliring dan Jaminan Komoditi. Pokok-pokok organisasi
Badan Pelaksana Bursa telah diatur dengan Keppres No.80 tahun
1982. Badan tersebut merupakan sarana perniagaan yang disedi-
akan sebagai wadah pertemuan untuk mengadakan transaksi da-
gang antara pengusaha yang melakukan kegiatan usaha dalam bi-
dang komoditi. Dengan penciptaan sistem pemasaran komoditi
yang tertib dan teratur maka diharapkan Badan Pelaksana Bursa
Komoditi dapat memberikan perlindungan terhadap kelangsungan
usaha produsen, khususnya petani produsen, dan meningkatkan
pendapatannya serta meningkatkan penghasilan devisa.
Untuk lebih mengembangkan pasar uang dan modal maka
Nenteri Keuangan dengan Keputusan No.755/KMK.011/1982 telah
menetapkan tatacara penawaran obligasi kepada masyarakat oleh
badan usaha selain Bank atau Lembaga Keuangan non Bank. Obli-
gasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan hutang atas pe-
minjam uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu untuk jang-
ka waktu sekurang-kurangnya 3 tahun dengan menjanjikan im-
balan bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah diten-
tukan terlebih dahulu. Penetapan tatacara penawaran obligasi
adalah sehubungan dengan semakin meningkatnya kebutuhan in -
vestasi dalam rangka pembangunan. Demikian pula tatacara pe-
nawaran yang telah diatur itu memberikan kemudahan-kemudahan
guna menghimpun serta mengerahkan dana dari masyarakat untuk
tujuan pembangunan.

Dalam pada itu minat perusahaan baik PMDN maupun PMA yang
akan "go public" cukup besar. Keadaan tersebut dimungkinkan
antara lain karena pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini
semakin mantap sehingga kepercayaan masyarakat terus mening-
kat. Dengan diaktifkannya Pasar Modal proses perluasan pengi-
kutsertaan masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan telah
berjalan cepat. Jika jumlah saham yang terdaftar pada tahun
1977 tercatat 260.260 lembar maka dewasa ini naik menjadi
37.902.696 lembar. Demikian pula peredaran saham yang pada
tahun 1977 adalah rata-rata 149 lembar per hari maka kini
peredaran telah menjadi 18.084 per hari. Jumlah dividen yang
dinikmati para pemilik saham selama 5 tahun pasar modal telah
aencapai Rp. 19,74 milyar.

XXII/13
TABEL XXII - 1
KEADAAN BADAN-BADAN USAHA NEGARA,
SAMPAI 31 MARET 1983
(perusahaan)

1) Perseroan Terbatas yang berdiri sebelum terbit PP 12/1969


2) Bank Pemerintah
3) Pertamina

XXII/14
Selanjutnya untuk lebih memantapkan usaha pembinaan dan
pengembangan konsultansi maka dengan keputusan Menteri Koor-
dinator Bidang Ekuin/Ketua Bappenas No. 069/Ket/11 tahun 1982
telah ditentukan tugas-tugas dan disempurnakan suaunan Team
Pembina Pengembangan Konsultansi Indonesia. Team bertugas me-
nyusun sasaran penyempurnaan dan pertimbangan mengenai keten-
tuan-ketentuan cara penggunaan jasa-jasa konsultansi oleh
instansi-instansi Pemerintah beserta pedoman pelaksanaannya.
Ditentukan pula bahwa Team bertugas membantu pengembangan
Ikatan Nasional Konsultan Indonesia dan memberi pengarahan
kepada Proyek Pengembangan Konsultansi Indonesia dalam ke -
giatan-kegiatannya dalam peningkatan ketrampilan para konsul-
tan. Sehubungan dengan itu maka dengan Keputusan-keputusan
Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Penertiban Apa -
ratur Negara tahun 1983 telah ditetapkan Petunjuk mengenai
Pengadaan dan Biaya Pekerjaan Konsultansi Konsultan Indonesia.

Dalam rangka mendorong ekspor barang-barang non migas


serta makin memperlancar lalu lintas perdagangan luar negeri,
maka Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan tentang pelak-
sanaan ekspor, impor dan lalu lintas devisa. PP No. 1 tahun
1982 yang disusul dengan peraturan-peraturan Menteri Perda -
gangan dan Koperasi, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan
dan Gubernur Bank Indonesia pada pokoknya memberikan kepada
eksportir maupun eksportir produsen, beberapa macam kemudahan
seperti kredit lunak, asuransi ekspor, keringanan biaya pela-
buhan dan lain-lain. Eksportir juga dibebaskan dari kewajiban
untuk menjual devisa/hasil ekspor kepada Bank Indonesia de-
ngan tujuan agar para eksportir dapat memanfaatkan devisa yang
diperolehnya semaksimal mungkin untuk pembelian bahan
atau barang modal guna menunjang ekapornya lebih lanjut.

Mengenai pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah, pem-


binaan oleh Pemerintah pada hakekatnya ditujukan untuk menga-
tasi kesulitan yang dihadapi oleh para pengusaha golongan
ekonomi lemah, yaitu kekurangan modal, kesulitan memasarkan
hasil produksi, kesulitan memperoleh bahan baku/penolong dan
kekurangan keahlian teknis/management. Dalam rangka membantu
kebutuhan modal pengusaha golongan ekonomi lemah selama ini
telah dikembangkan lembaga-lembaga keuangan bukan bank se -
perti PT Bahana, PT Askrindo dan terakhir pendirian Perum Pe-
ngembangan Keuangan Koperasi yang merupakan penyempurnaan
dari Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) lama.

XXII/15
Dalam pada itu untuk membantu para pengrajin sebagai pe-
ngusaha golongan ekonomi lemah sejak Repelita I telah dikem-
bangkan program BIPIK (Bimbingan dan Pengembangan Industri
Kecil) dengan jalan memberikan latihan ketrampilan, bimbingan
dan penyuluhan, bantuan peralatan dan percontohan, bantuan
promosi serta pemasaran. Akhir-akhir ini Pemerintah telah me-
nerapkan konsep pengembangan industri kecil dengan pemba -
ngunan Sarana Usaha Industri Kecil (SUIK) di samping pemba -
ngunan Lingkungan Industri Kecil (LIK) sebagai model pengem-
bangan industri kecil yang memberikan prasarana fisik tempat
berproduksi dan berusaha. Diharapkan dengan model pengem -
bangan ini dapat ditampung tenaga kerja yang lebih banyak dan
dapat mendorong daya kreasi yang lebih maju. Demikian pula
sistem "Bapak/Anak Angkat" juga sistem sub-kontrak dalam hu-
bungan perusahaan besar dan perusahaan kecil yang dikembang-
kan oleh Pemerintah, dan akhirnya pemberian pengutamaan ke -pada
pengusaha golongan ekonomi lemah dalam pemborongan pekerjaan
dan pembelian barang/bahan Pemerintah merupakan langkah
pembinaan oleh Pemerintah dalam rangka pemerataan kesempatan
bekerja dan kesempatan berusaha.

6. Pengawasan dan Penertiban Operasional

Dalam rangka peningkatan pengawasan dan penertiban maka


dengan Operasi Tertib atas dasar Instruksi Presiden No.9
tahun 1977 telah dilakukan serangkaian tindakan operasional
berupa pemeriksaan serta penindakan untuk membantu Depar -
temen/Lembaga dalam mengadakan penertiban di lingkungan
masing-masing. Operasi Tertib terhadap penyalahgunaan ja -
batan, komersialisasi jabatan, korupsi, pemborosan-pemboros -
an, pungutan liar dan perbuatan tercela lainnya dimaksudkan
untuk mendinamisasikan fungsi aparatur pengawasan Pemerintah
dalam peningkatan tertib organisasi, kepegawaian, keuangan
dan ketatalaksanaan dalam lingkungan Departemen/Lembaga dan
Pemerintah Daerah. Jika Operasi Tertib dihubungkan dengan pe-
nertiban yang dilaksanakan oleh Departemen/Lembaga yang de-
wasa ini menggunakan PP No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin sebagai dasar penindakan, maka dapatlah diartikan
bahwa hasil-hasil pemeriksaan yang dilakukan dalam Operasi
Tertib dapat sepenuhnya digunakan sebagai dasar dalam penja-
tuhan hukuman disiplin menurut PP No. 30 tahun 1980. Demikian
pula hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Departemen sepe-
nuhnya dapat digunakan sebagai dasar dalam penindakan menurut
PP No. 30 tahun 1980.

XXII/16
Penerapan hukum seperti dikemukakan di atas telah berlaku
dalam rangka tindak lanjut Operasi Tertib pada operasi-ope-
rasi yang telah dilancarkan sejak sebelum keluarnya PP No.30
tahun 1980 antara lain Operasi Teratai, Operasi Merpati, Ope-
rasi Tunas II dan III, Operasi Bersih dan Berwibawa yang
baru-baru ini dilancarkan.
Walaupun Operasi Tertib telah memperoleh hasil-hasil yang
nyata, sekurang-kurangnya dapat menciptakan iklim yang tidak
merangsang untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan, namun
tetap disadari bahwa peningkatan pengawasan dan penertiban
masih harus terus dilaksanakan.
Mengenai hasil penertiban yang telah dicapai sejak dilan-
carkannya operasi Tertib dari Juni 1977 sampai dengan Maret
1983 dapat dikemukakan bahwa aparatur Pemerintah yang ditin-
dak meliputi 11.319 orang yang tersangkut dalam 7.839 kasus.
Dari 11.319 orang yang ditindak, 10.098 orang dikenakan tin -
dakan administratif, 981 orang dikenakan tindakan hukum dan
240 orang dikenakan tindakan lain.

Ikhtisar perkembangan Operasi Tertib periode Juni 1977


sampai dengan Maret 1983 dapat dilihat pada Tabel XXII - 2 .

Pada tahun keempat Repelita III langkah-langkah usaha pe-


nertiban yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya
masih terus dilaksanakan. Antara lain telah dilakukan pener-
tiban-penertiban eecara khusus seperti
a. Operasi "Sihwa" dalam rangka penyelesaian pengangkatan te-
naga honorer Daerah menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil,
dan pengangkatan Kepala/Perangkat Kelurahan menjadi Pe-
gawai Negeri Sipil. Pada bulan Desember 1982 sampai dengan
Januari 1983 dilakukan Operasi Sihwa II pada 12 Propinsi
Daerah Tingkat I dengan tujuan memperlancar proses pe -
ngangkatan sisa-sisa tenaga honorer Daerah serta untuk me-
nemukan hambatan-hambatan serta penyimpangan-penyimpangan
yang ada.
Dalam operasi tersebut telah terungkap pula penyelewengan
yang dilakukan oleh oknum-oknum aparatur Pemerintah se-
jumlah 36 orang, dan terhadap mereka telah dilakukan tin-
dakan administratif berdasarkan PP No.30 tahun 1980 ten-
tang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri.
b. Operasi Teratai dalam rangka penertiban angkutan jalan
raya.
c. Operasi Tunas dalam rangka penertiban dalam proses peneri-
maan murid baru SMTP/SMTA tahun ajaran 1982/83 di 8 Ibu-
kota Propinsi. Dalam Operasi Tunas III yang diadakan pada

XXII/17
TABEL XXII - 2

IKHTISAR PERKEMBANGAN OPSTIB DI LINGKUNGAN APARATUR NEGARA,


PERIODE JUNI 1977 s/d MARET 1983

*) Bukan pegawai negeri atau pegawai Perusahaan Negara


(Perusahaan swasta sebagai supplier/kontraktor)

XXII/18
bulan Juni dan Juli 1982 telah terungkap berbagai bentuk
penyelewengan seperti penyalahgunaan wewenang, pungutan
liar, penerimaan hadiah, pemalsuan lembar dokumen Peneri-
maan Murid Baru, dan sebagainya. Oknum-oknum yang terlibat
dalam kasus-kasus penyimpangan tersebut berjumlah 154
orang yang terdiri dari 70 orang Kepala SMTP, 59 orang Ke-
pala SMTA, 8 orang guru SMUTP, 11 orang guru SMUTA dan 6
orang pejabat/pegawai Kanwil. Terhadap mereka telah dike-
nakan tindakan hukuman disiplin berdasarkan P P No.30 tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai.
Demikian pula telah dilakukan operasi terhadap pemilikan
ijazah palsu dan ijazah asli tetapi palsu dalam ling -
kungan Departemen/instansi Pemerintah yang telah berhasil
menindak 224 orang pegawai pemilik ijazah tersebut dengan
perincian 63 orang tingkat sarjana, 47 orang tingkat sar-
jana muda dan 114 orang tingkat SLTA ke bawah, sedangkan
363 orang lainnya masih dalam proses penelitian. Dalam
pada itu melalui sarana operasi justisi terus diusahakan
pemberantasan korupsi terhadap sementara pegawai negeri
atau mereka yang telah memperoleh fasilitas dari Negara.

d. Operasi Vidya Griya dilakukan dalam rangka penertiban pe-


laksanaan pembangunan gedung Inpres Sekolah Dasar.
Hasil operasi yang dilakukan di 13 Propinsi dengan sasaran
178 Kecamatan tersebut meliputi keterlibatan 15 orang Bu-
pati Kepala Daerah Tingkat 11, 548 orang pegawai negeri,
110 orang swasta dan seorang ABRI. Kepada yang bersang -
kutan telah disarankan penindakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dalam tahun 1982/83 dilanjutkan langkah-langkah kebijak-


sanaan untuk memantapkan pelaksanaan pengawasan dan pener-
tiban yang telah dimulai tahun-tahun sebelumnya, antara lain
sebagai berikut:
a. Terus mengembangkan sistem pengawasan yang diusahakan se-
cara terpadu dan terarah antara sesama aparatur pengawas-
an, baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah dan Badan
Usaha Milik Negara.
b. Meningkatkan pengawasan yang merupakan fungsi organik dari
pelaksanaan manajemen, yaitu pengawasan oleh atasan lang-
sung terhadap bawahan dalam pelaksanaan tugas pekerjaan.
c.Menciptakan dan memantapkan iklim pengawasan sehingga pe-
ngawasan diterima sebagai sesuatu yang wajar serta dirasa-
kan untuk kepentingan yang diawasi juga.
d. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan atas pelaksana-
an pembangunan dari berbagai macam segi, penggunaan uang,

XXII/19
fisik pembangunan serta pemenuhan fungsional proyek se-
hingga pengawasan itu bermanfaat sebagai umpan balik untuk
penyempurnaan/perbaikan perencanaan dan pelaksanaan.
e. Meningkatkan kepekaan terhadap sorotan masyarakat dalam
berbagai bentuk kritik dan lain-lain mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan pelaksanaan sebagai abdi negara maupun
abdi/pelayan masyarakat.
f. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan untuk mende-
teksi penyimpangan sedini mungkin agar dapat diambil
langkah koreksi sebelum terlambat.
g. Makin memantapkan kedudukan dan fungai Inspektorat
Jenderal Departemen sebagai aparatur pengawasan fungsional.

h. Mengembangkan hubungan kerja pengawasan secara terkoordi-


nasikan di daerah dengan cara lebih memantapkan kedudukan
dan fungsi Inspektorat Wilayah Propinsi dan Inspektorat
Wilayah Kabupaten/Kotamadya sebagai aparat pengawasan Pe -
merintah Daerah.

7. Penyempurnaan di bidang kepegawaian

Usaha penyempurnaan dibidang kepegawaian pada tahun 1982/


83 merupakan kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pada tahun-tahun sebelumnya. Sebagai landasan untuk pembi-
naan, telah ditetapkan Undang-undang No.8 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian yang mengatur tentang kedudukan, ke-
wajiban, hak dan pembinaan pegawai negeri secara menyeluruh.

Lanjutan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di bidang


pembinaan pegawai negeri meliputi : (a) penyempurnaan pera-
turan perundang-undangan di bidang kepegawaian; (b) pengadaan
dan pengangkatan pegawai serta penyelesaian kepangkatan; (c)
perbaikan penghasilan pegawai negeri; (d) pemberian jaminan
lainnya; (e) perbaikan penghasilan penerima pensiun/tunjangan
yang bersifat pensiun; (f) tata usaha kepegawaian; (g) pe -
ningkatan kemampuan manajemen para pejabat dan peningkatan
ketrampilan dan produktivitas kerja pegawai; dan (h) usaha-
usaha lain di bidang pembinaan pegawai negeri.

Dengan berbagai usaha pembinaan dan penyempurnaan serta


peningkatan diatas diharapkan akan semakin terjamin kete -
nangan dan kegairahan bekerja pegawai negeri dan pada gilir -
annya akan mendorong pegawai negeri untuk berprestasi dengan
ketekunan dan rasa tanggungjawab yang besar sehingga pelak-
aanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat
teraelenggaia dengan lebih lancar.

XXII/20
a. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian

Sebagai salah satu lanjutan usaha untuk lebih memantapkan


pembinaan pegawai negeri maka dalam tahun anggaran 1982 - 83
telah dikeluarkan peraturan perundang-undangan di bidang ke-
pegawaian melalui empat Peraturan Pemerintah, enam Keputusan
Presiden dan sejumlah Surat Edaran Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.

Sebagai diketahui Undang-undang No.8 tahun 1974 tentang


Pokok-pokok Kepegawaian bersifat mengatur berbagai pembinaan
pegawai negeri, dengan Peraturan Pemerintah diatur ketentuan
pelaksanaannya sedangkan dengan bentuk Keputusan Presiden
diatur pelaksanaan operasionalnya. Selanjutnya petunjuk pe-
laksanaan teknis dituangkan dalam Surat Keputusan atau Surat
Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

Perincian dari peraturan-peraturan perundang-undangan se-


perti dimaksud dapat dilihat pada Tabel XXII-3.

b. Pengadaan dan pengangkatan pegawai serta penyelesaian


kepangkatan

Dalam tahun 1982/83 pengangkatan calon pegawai negeri


pada Departemen/Lembaga berjumlah 138.507 orang.
Selain dari pengangkatan tersebut diatas maka diangkat
pula:
(i) Guru dan Penjaga Sekolah Dasar Inpres 121.100 orang;
(ii) Tenaga medis dan para medis yang diperbantukan
pada Daerah otonom 8.587 orang;
(iii) Pegawai negeri Daerah Otonom dan pegawai Honorer Daerah
34.083 orang;

Dengan demikian pengangkatan seluruh pegawai baru dalam


tahun anggaran 1982/83 berjumlah 302.277 orang.

c. Perbaikan Penghasilan Pegawai Negeri dan Pejabat Negara

Dalam rangka usaha meningkatkan prestasi kerja untuk men-


capai dayaguna dan hasilguna sebesar-besarnya Pemerintah se-
cara bertahap telah berusaha memperbaiki penghasilan pegawai
negeri dalam batas-batas kemampuan keuangan Negara. Semula
perbaikan penghasilan itu dilakukan dengan menaikkan jumlah

XXII/21
TABEL XXII - 3

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DITETAPKAN


TAHUN 1982/83 SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1974

XXII/22
tunjangan yang kemudian ditingkatkan dengan penyempurnaan
sistem penggajian. Sejak tanggal 1 April 1977 telah diadakan
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil berdasarkan PP. No.7
tahun 1977. Perbaikan sistem penggajian didasarkan pada pe-
ningkatan gaji pokok sehingga sangat menguntungkan bagi pe-
gawai negeri kelak bila tiba waktunya menjalani masa pensiun
karena pensiun pokok ditetapkan berdasarkan gaji pokok.

Sesuai dengan kemampuan keuangan Negara, tetap diusahakan


perbaikan penghasilan rata-rata pegawai negeri (Tabel XXII-4).

d. Pemberian jaminan lainnya

Dalam rangka memperbaiki hak atas tabungan hari tua maka


berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 685/KMK.0ll/1982
tahun 1982 pegawai negeri yang berhenti dengan hak pensiun
berhak memperoleh tabungan hari tua sekurang-kurangnya
Rp. 125.000,- demikian pula bagi pegawai negeri yang me -
ninggal dunia sebelum masa pensiun, ahli warisnya menerima
sekurang-kurangnya sebesar Rp. 125.000,

Apabila pegawai negeri sakit karena dinas atau mengalami


kecelakaan karena dinas dan mengakibatkan yang bersangkutan
sakit atau cacad maka ia mendapatkan pengobatan perawatan dan
/atau rehabilitasi atas biaya Negara. Kepada pegawai negeri
yang cacad karena dinas yang mengakibatkan ia tidak dapat be -
kerja lagi dalam semua jabatan negeri, diberikan penghargaan
dalam bentuk tunjangan yang besarnya ditentukan menurut kea -
daan cacad yang diderita pegawai negeri yang bersangkutan.

Selanjutnya biaya pemakaman pegawai negeri yang tewas se-


luruhnya ditanggung oleh Negara dan kepada keluarganya dibe -
rikan penghargaan dalam bentuk uang duka tewas sebesar 6 kali
penghasilan sebulan dengan ketentuan serendah-rendahnya
Rp. 500.000,-.

Ketentuan-ketentuan di atas telah dilengkapi dengan PP


No.1 tahun 1983 tentang Perlakuan terhadap Calon Pegawai
Negeri yang Tewas Atau Cacad Akibat Kecalakaan Karena Dinas.

Dengan adanya jaminan pengobatan, perawatan dan/atau re -


habilitasi serta penghargaan sebagaimana dimaksud di atas
maka diharapkan setiap pegawai negeri melaksanakan tugasnya
dengan bergairah dan dengan penuh rasa pengabdian serta ber-
tanggung jawab.

XXII/23
TABEL XXII – 4

PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PEGAWAI NEGERI SIPIL,


1979/80 – 1982/83

XXII/24
e. Perbaikan penghasilan penerima pensiun/tunjangan yang
bersifat pensiun

Perbaikan penghasilan pensiun yang berlaku bagi pensiunan


pegawai negeri, pokok-pokoknya berlaku juga untuk pensiunan
pejabat Negara. Untuk itu telah dikeluarkan peraturan per -
undang-undangan tersendiri.

Dalam hubungan ini perincian perbaikan penghasilan rata-


rata pensiunan pegawai negeri sejak tahun 1977/78 sampai de-
ngan tahun 1982/83 dapat dilihat pada Tabel XXII - 5

Dalam rangka pemberian penghargaan kepada perangkat apa-


ratur pemerintahan Desa maka Pemerintah telah pula menetapkan
kebijaksanaan tentang pemberian pensiun atau tunjangan peng-
hargaan bagi bekas kepala kelurahan dan perangkat kelurahan.

Berhubung dengan itu maka dengan PP No. 27 tahun 1982


telah diatur tentang pemberian pensiun atau tunjangan peng-
hargaan bagi bekas kepala kelurahan dan pegawai kelurahan se -
agai berikut

(i) Bagi kepala kelurahan yang telah mencapai usia 60 tahun


atau lebih dan pegawai kelurahan yang telah mencapai
usia 56 tahun atau lebih dan mempunyai masa kerja untuk
pensiun 10 tahun atau lebih diberhentikan dengan hormat
sebagai pegawai negeri dengan hak pensiun sesuai dengan
ketentuan Undang-undang No 11 tahun 1969.
(ii) Bagi kepala kelurahan yang telah mencapai usia 60 tahun
atau lebih dan pegawai kelurahan yang telah mencapai
usia 56 tahun atau lebih mempunyai masa kerja untuk
pensiun kurang dari 10 tahun diberhentikan dengan hor-
mat sebagai pegawai negeri dan diberikan tunjangan
penghargaan. Besarnya penghargaan adalah 40% dari gaji
pokok terakhir setiap bulan, dengan ketentuan tidak
boleh kurang dari gaji pokok terendah menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tunjangan penghargaan
tersebut diberikan kepada yang bersangkutan selama masa
kerja yang pernah dimiliki oleh yang bersangkutan pada
waktu diberhentikan sebagai pegawai negeri, lamanya
pemberian penghargaan tersebut sekurang-kurangnya 2
tahun.

Selanjutnya Pemerintah telah pula melakukan penetapan


kembali pensiun bekas guru dalam dinas tetap pada perguruan
swasta bersubsidi (PP No. 37 tahun 1982). Perlunya penetapan

XXII/25
TABEL XXII - 5

PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL,


1979/80 dan 1982/83
(dalam rupiah)

XXII/26
kembali tersebut ialah karena dengan berlakunya PP No. 13 ta-
hun 1978 tentang Pengangkatan Guru Sekolah Swasta Bersubsidi
Menjadi Pegawai Negeri Sipil timbul perbedaan pensiun pokok
antara pensiunan bekas guru dalam dinas tetap pada perguruan
swasta bersubsidi yang dipensiunkan sebelum berlakunya PP No.
13 tahun 1978 dan mereka yang dipensiunkan sejak berlakunya
PP No. 13 tahun 1978.

Untuk menghilangkan perbedaan tersebut telah dikeluarkan


PP No. 37 tahun 1982 tentang Penyesuaian/Penetapan Kembali
Pensiun Pokok Bekas Guru Dalam Dinas Tetap Sekolah Swasta
Bersubsidi yang menetapkan berlakunya peraturan perundang-
undangan di bidang penaiun untuk pegawai negeri bagi mereka
yang diberhentikan dengan hormat sebagai guru dalam dinas
tetap sekolah swasta bersubsidi sebelum berlakunya PP No. 13
tahun 1978.

Perincian penyesuaian/penetapan kembali pensiun pokok ba-


gi pensiunan bekas guru dalam dinas tetap sekolah swasta ber-
subsidi dapat dilihat pada Tabel XXII - 6

f. Tata usaha kepegawaian

Dalam rangka usaha meningkatkan pembinaan pegawai negeri


atas dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja sangat di-
perlukan adanya data kepegawaian yang lengkap, dapat diper-
caya dan mudah ditemukan apabila diperlukan. Untuk itu perlu
disusun dan dipelihara tata usaha kepegawaian.

Untuk penyusunan dan pemeliharaan tata usaha kepegawaian


maka dalam tahun keempat Repelita III dilanjutkan kegiatan -
kegiatan sebagai berikut :

(i) Penetapan NIP bagi calon pegawai negeri sebanyak


301.836 orang.
(ii) Pemberian KARPEG bagi pegawai negeri yang baru diangkat
dari calon pegawai negeri sebanyak 150.694 orang.
(iii)Perekaman data setiap pegawai negeri berikut perkem -
bangannya ke dalam pita magnetis.
(iv) Penyusunan berkas pegawai negeri pada almari takah yang
diperuntukkan untuk itu.
(v) Pengadaan standarisasi formulir usul-usul kenaikan
pangkat yang merupakan penyederhanaan tata usaha kepe-
gawaian.

XXII/27
TABEL XXII - 6

PENYELESAIAN PENETAPAN KEMBALI PENSIUN POKOK BAGI BEKAS GURU*)


PADA SEKOLAH SWASTA BERSUBSIDI,
KEADAAN 31 MARET 1983
(orang)

*) Bekas guru dalam dinas tetap sekolah bersangkutan

XXII/28
Mengenai inventarisasi jabatan dapat dikemukakan bahwa
dalam Repelita III usaha inventarisasi jabatan yang telah di-
mulai dalam Repelita II dilanjutkan dengan melengkapi daftar
jabatan yang telah terkumpul di instansi Pusat maupun Daerah,
sedang terhadap jabatan yang telah terkumpul setelah diteliti
disusun dalam suatu daftar jabatan yang lengkap, yang memuat
Daftar Nama, Susunan dan Jumlah Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

g. Peningkatan kemampuan manajemen para pejabat dan pening -


katan ketrampilan dan produktivitas kerja pegawai

Penyempurnaan di bidang kelembagaan dan ketatalaksanaan


terus-menerus dilakukan bersamaan dengan usaha peningkatan
kemampuan dan ketrampilan pegawai negeri melalui berbagai
jenis kegiatan pendidikan dan latihan. Hal itu penting karena
apabila unsur utama aparatur Pemerintah memiliki pengetahuan
dan ketrampilan yang tinggi disertai oleh disiplin dan dedi-
kasi yang besar maka pelaksanaan tugas-tugas, baik tugas-
tugas umum pemerintahan maupun pembangunan, akan berjalan
lancar.

Pada tahun keempat Repelita III di samping semakin me -


ningkatnya penyelenggaraan pendidikan dan latihan, juga di-
tandai oleh beberapa hal seperti mulai dilaksanakannya secara
serempak pola yang seragam dalam latihan pra-jabatan di seluruh
jajaran aparatur pemerintah serta meningkatnya inten sitas
pertemuan-pertemuan koordinasi pendidikan dan latihan antara
Lembaga Administrasi Negara sebagai instansi yang ber-
tanggungjawab atas pembinaan pendidikan dan latihan pegawai
negeri dengan Departemen/instansi Pemerintah.
Pembinaan pendidikan dan latihan pegawai negeri mencakup
bidang yang luas yang dapat dikelompokkan menurut jenisnya
sebagai berikut

(i) Pendidikan dan latihan teknis fungsional, yaitu yang


bertalian dengan kemampuan teknis sesuatu pekerjaan se-
bagai pelaksanaan tugas pokok dan tenggungjawab fungsi-
onal dari sesuatu Departemen/Lembaga.
(ii) Pendidikan latihan bidang administrasi yang dibedakan
menjadi administrasi umum dan administrasi pembangunan;
administrasi umum berkenaan dengan peningkatan kemam-
puan teknik organisasi dan manajemen yang menjadi
syarat bagi pimpinan, sedangkan administrasi pembangun-
an berkepentingan dengan peningkatan kemampuan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta penilasian
proyek/program pembangunan.

XXII/29
Tujuan akhir yang diharapkan dapat dicapai melalui pro-
gram tersebut adalah meningkatnya kemampuan aparatur Pemerin-
tah sehingga terwujud aparatur yang makin bersih dan berwi -
bawa, dan dengan demikian mendapat dukungan yang kreatif dari
masyarakat.

Dalam pada itu kegiatan Sekolah Staf dan Pimpinan Ad -


ministrasi (SESPA) ditujukan untuk mempersiapkan pegawai yang
potensial guna menduduki jabatan eselon II pada instansi -
instansi Pusat dan Daerah. SESPA diselenggarakan oleh masing-
masing Departemen di samping juga oleh LAN untuk SESPA Nasio-
nal. Guna peningkatan fasilitas penyelenggaraan, telah dise-
diakan gedung kampus SESPA yang pembangunannya diharapkan se-
lesai pada tahun 1983/84. Penyelenggaraan SESPA selama tahun
1978/79 sampai akhir Maret 1983 adalah sebagaimana tercantum
pada Tabel XXII - 7.

Dalam rangka meningkatkan dan memantapkan kewaspadaan na-


sional yang tinggi terhadap bahaya laten ideologi Marxisme/
Leninisme/Komunisme berdasarkan Instruksi Presiden NO.10
tahun 1982 telah diselenggarakan penataran para pejabat
eselon I.

Termasuk dalam pendidikan dan latihan bidang administrasi


umum ialah program-program pendidikan dan latihan tingkat ma-
dya (SEPADYA), tingkat lanjutan (SEPALA) dan tingkat dasar
(SEPADA) yang secara terus-menerus dikembangkan dengan tujuan
untuk meningkatkan serta memantapkan kemampuan pegawai dalam
jabatan struktural eselon III ke bawah. Program-program ini
juga merupakan program penjenjangan bagi pegawai negeri yang
dipromosikan ke jenjang jabatan setingkat lebih tinggi dalam
golongan jabatan pimpinan.

Pendidikan dan latihan bidang administrasi pembangunan


yang diselenggarakan oleh Departemen/Lembaga masing-masing
telah menunjukkan jumlah peserta yang meningkat. Jenis
program ini penting karena bersangkutan dengan penerapan
prinsip administrasi dan management dalam praktek penye-
lenggaraan pembangunan seperti dalam penyelenggaraan trans-
migrasi, evaluasi proyek-proyek pembangunan, administrasi
perhubungan udara, administrasi kesehatan, dan lain seba -
gainya.

XXII/30
TABEL XXII - 7

JUMLAH LULUSAN SESPA,


1979/80 - 1982/83

XXII/31
Program Perencanaan Nasional (PPN) yang telah diseleng-
garakan sejak tahun 1972, pada tahun 1982/83 telah melaksa-
nakan program angkatan ke 11 yang diikuti oleh 125 orang
pejabat dari Pemerintah Pusat dan Daerah serta instansi -
instansi lain yang terlibat dalam tugas perencanaan dan pe -
laksanaan pembangunan. Dari tahun pertama Repelita III sampai
dengan tahun keempat Repelita III PPN telah mendidik 494
orang yang bekerja pada berbagai instansi di seluruh Indo -
nesia. Seperti diketahui Program Perencanaan Nasional dimak-
sudkan untuk memberikan pengetahuan dalam penggunaan berbagai
peralatan analisa yang diperlukan dalam teknik perencanaan
dan evaluasi proyek-proyek pembangunan.

h. Usaha lain di bidang pembinaan pegawai negeri

Penyempurnaan di bidang kepegawaian melalui berbagai


jenis kegiatan lainnya merupakan salah satu upaya Pemerintah
untuk memperlancar pembangunan. Pembinaan tersebut dimaksud-
kan selain untuk meningkatkan kemampuan` aparatur Pemerintah
dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan maupun pem-
bangunan, juga ditujukan ke arah terwujudnya aparatur Pe-
merintah yang makin bersih dan berwibawa karena aparatur yang
demikian akan mendapat dukungan aktif dari masyarakat yang
mendambakan keadilan dan kemakmuran.

i. Penyempurnaan adminiatrasi bidang-bidang lain

Dalam rangka penyempurnaan dan penertiban administrasi,


pada tahun 1982/83 berbagai usaha lainnya telah pula dilan-
jutkan antara lain di bidang administrasi pengerahan peneri-
maan Negara, administrasi material dan pengelolaan perleng-
kapan, administrasi pengadaan barang/peralatan Pemerintah,
administrasi perijinan, kearsipan dan sebagainya.

Dalam tahun keempat Repelita III dilanjutkan usaha untuk,


menciptakan iklim perpajakan yang semakin baik bagi pertum-
buhan industri dan perdagangan serta memelihara kestabilan
perekonomian. Lebih lanjut kebijaksanaan penerimaan Negara
dilaksanakan untuk menunjang usaha-usaha memperluas lapangan
kerja, meratakan pendapatan masyarakat dan meningkatkan kese-
jahteraan rakyat. Khusus dalam rangka mendorong investasi ma-
syarakat maka Pemerintah senantiasa berusaha menciptakan
iklim fiskal dengan pemberian berbagai fasilitas pajak, an-
tara lain pajak peraeroan, pajak penjualan impor, bea masuk
dan sebagainya. Selanjutnya berbagai cara peningkatan pela -

XXII/32
yanan kepada masyarakat dilakukan antara lain dengan penga-
turan yang lebih baik seperti dalam penyelesaian banding dari
berbagai pajak. Dalam pada itu Pemerintah telah memperketat
persyaratan jasa Akuntan Publik. Tindakan ini diambil dalam
usaha melindungi masyarakat agar tidak disesatkan oleh la-
poran-laporan Akuntan Publik yang tidak benar.
Administrasi perlengkapan Pemerintah terus-menerus diusa-
hakan penyempurnaannya pada semua tahap, yaitu dari tahap pe-
rencanaan sampai dengan tahap penentuan penghapusan. Suatu
team interdepartemental melalui Proyek Pengembangan Sistem
Pengadaan dan Administrasi Pengurusan Barang telah merumuskan
rancangan pengelolaan/administrasi perlengkapan yang lebih
efisien, seragam dan terkoordinasikan. Team tersebut telah
pula menyusun ketentuan-ketentuan penghapusan perlengkapan
dalam kaitannya dengan pelelangan/penjualannya. Dalam hu -
bungannya dengan penghapusan perlengkapan maka dengan Keppres
No. 5 tahun 1983 telah ditentukan bahwa pengadaan dan pemeli-
haraan kendaraan perorangan dinas milik Negara sebagai sarana
pelaksanaan tugas para pejabat di lingkungan Departemen/Lem-
baga dan instansi Pemerintah lainnya yang merupakan beban
bagi keuangan Negara perlu dihapuskan dengan menjual kenda-
raan kepada pejabat Pemerintah yang bersangkutan. Demikian
pula dengan PP No. 82 tahun 1982 telah diperbarui pelaksanaan
penjualan rumah negeri dengan cara-cara yang lebih baik. Juga
dengan Keppres No. 81 tahun 1982 telah diperbarui penetapan
status rumah-rumah negeri.
Selanjutnya dalam rangka pengendalian dan pengkoordina-
sian pengadaan atau pembelian barang/peralatan yang diperlu-
kan Departemen/Lembaga maka dengan Keppres No. 17 tahun 1983
telah disempurnakan susunan dan fungsi Team Pengendali Pe -
ngadaan Barang/Peralatan Pemerintah yang telah dibentuk de -
ngan Keppres No. 10 tahun 1980 jo. Keppres No. 1 tahun 1981.
Susunan Team menjadi sebagai berikut : Menteri Sekretaris Ne-
gara sebagai ketua, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Ne-
gara/ Wakil Ketua Bappenas dan Menteri Muda Urusan Peningkat-
an Penggunaan Produksi Dalam Negeri masing-masing sebagai Wa-
kil Ketua, dan Gubernur Bank Indonesia, Dirjen Anggaran, Dir-
jen Industri Logam Dasar, Asisten Menteri Sekneg Urusan Admi-
nistrasi Pemerintah dan Administrasi Lembaga-lembaga Pemerin-
tah Non Departemen, Deputy Bappenas Bidang Ekonomi, Dirjen
Perdagangan Luar Negeri, Ketua BKPM dan Asisten Menko EKUIN
dan Pengawasan Pembangunan masing-masing sebagai anggota.
Team di samping menyelenggarakan fungsi sebagaimana di-
tentukan dalam Keppres No. 14 A tahun 1980 jo. Keppres No. 18

XXII/33
tahun 1981, yaitu menetapkan standar surat perjanjian/kontrak
untuk berbagai pemborongan/pembelian termasuk pembelian tanah
serta pedoman penggunaan standar kontrak tersebut, juga me-
ngadakan
a. penelitian dan penetapan jenis, jumlah spesifikasi, harga
serta cara pengadaan barang/peralatan serta pemborongan
pekerjaan yang diperlukan oleh Departemen-departemen, Lem-
baga-lembaga Pemerintah Non Departemen, Pertanina, Bank-
bank milik Pemerintah dan Badan-badan Usaha Milik Negara
serta Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah
Tingkat II.
b. penilaian terhadap segi teknis dan mutu barang/peralatan
serta pemborongan pekerjaan agar diperoleh hasil yang ter-
baik dengan harga yang paling menguntungkan bagi Negara
serta sebanyak mungkin menggunakan produksi dalam negeri.
c. koordinasi dan pengawasan atas pelaksanaan pengadaan
barang/peralatan serta pemborongan pekerjaan yang telah
ditetapkan.
d. pembinaan administrasi dan dokumentasi pengadaan barang/
peralatan.
Penyempurnaan tatacara dalam rangka perluasan kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan bagi pengusaha melalui
berbagai kemudahan juga terus dikembangkan. Dalam tahun
1982/83 Departemen Pertanian berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian No. 325/Kpta/Um/5/1982 telah mengadakan penyempur-
naan terhadap prosedur perijinan untuk usaha dalam subsektor
Perkebunan. Sebelumnya Departemen Perdagangan telah berhasil
menyempurnakan tatacara pengajuan permohonan, penanganan dan
pengeluaran surat ijin usaha perdagangan yang lebih sederhana
dari masa sebelumnya. Dalam tahun keempat Repelita III Departemen
Perdagangan bersama dengan Departemen Keuangan, Bank Indonesia
dan Departemen Perhubungan telah melanjutkan perbaikan
prosedur pelaksanaan ekspor dan impor sebagai tindak lanjut
dari PP No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan
Lalu Lintas Devisa. Dengan kemudahan-kemudahan tersebut di atas
diharapkan dapat makin merangsang kegiatan dunia usaha.
Sementara itu usaha penyempurnaan kearsipan negara terus
dilakukan dengan mengintensifkan penertiban dan pembinaan ke-
arsipan. Dengan meningkatnya tugas-tugas pembangunan yang di-
laksanakan oleh aparatur Pemerintah maka aemakin banyak pula
arsip-arsip yang dibuat dan diterima oleh aparatur Peme -
rintah. Bertambah banyaknya arsip ini merupakan tantangan
tersendiri di bidang administrasi. Oleh karena itu agar arsip
yang mengandung data dan informasi dapat dimanfaatkan dengan

XXII/34
sebaik-baiknya diperlukan penyelenggaraan kearsipan yang di-
dukung oleh sistem kearsipan yang mantap, personil yang meme-
nuhi perayaratan di samping fasilitas yang memadai bagi ke -
tertiban dan kelancaran pelaksanaannya.

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas utama


dalam program pembinaan dan penyempurnaan kearaipan diletak-
kan pada bidang kearsipan dinamis untuk menunjang sistem in-
formasi yang efektif dan efisien. Dalam hubungan ini untuk
penyelenggaraan kearsipan dinamis telah dikembangakan sistem
kearsipan yang akan menjadi pola baku dalam administrasi di
Indonesia. Sistem ini yang dikenal dengan nama Sistem Kear -
sipan Kartu Kendali telah disebarluaskan dan diterapkan oleh
berbagai instasi Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun
Daerah. Pada tahun 1982/83 kegiatan terus ditingkatkan untuk
pemantapan sistem kearsipan kartu kendali.

Mengenai pembinaan kearsipan dinamis-inaktif dapat dike-


mukakan bahwa dewasa ini sedang disiapkan pedoman yang akan
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan nilaiguna arsip
sehingga diharapkan setiap Departemen/Lembaga akan segera da-
pat menyusun jadwal retensi arsip.

Mengenai kearsipan statis dapat disebutkan bahwa pada ta-


hun 1982/83 telah diusahakan peningkatan pembinaannya dengan
peningkatan penyimpanan dan penataannya serta perawatan dan
pengawetannya. Arsip-arsip statis yang tersimpan pada Arsip
Nasional selain terdiri dari arsip dalam bentuk tekstual/ter-
tulis juga arsip pandang-dengar (audio-visual) yang meliputi
arsip film, arsip foto dan arsip suara/rekaman. Untuk arsip
pandang-dengar yang memerlukan tempat penyimpanan dan cara
perawatan khusus sedang dibangun depot seluas 3.220 m2 yang
diharapkan akan dapat digunakan pada akhir Repelita III.

Dalam pada itu untuk meningkatkan kemampuan para pelak-


sana pengelolaan arsip maka pada tahun 1982/83 sebagai kelan-
jutan dari kegiatan-kegiatan sebelumnya telah diselenggarakan
penataran arsip yang diikuti oleh peserta-peserta dari ins-
tansi Pusat maupun Daerah. Selanjutnya dalam rangka pengadaan
tenaga kearsipan secara menyeluruh Arsip Nasional telah me-
ngadakan kerjasama dengan Universitas Indonesia sehingga pada
tahun ajaran 1982/83 dapat dibuka program diploma ilmu kear -
sipan yang bertujuan mendidik para calon archivist tingkat
menengah. Sejak tahun 1982/83 itu pula Arsip Nasional setiap
tahunnya menyediakan beasiswa ikatan dinas bagi 15 orang ma-
hasiswa program diploma tersebut.

XXII/35
D . SISTEM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAN PENGAWASAN KEUANGAN
NEGARA

1. Pendahuluan

Seperti pada tahun-tahun sebelumnya Anggaran Pendapatan


dan Belanja Negara 1982/83 berfungsi sebagai rencana opera-
sional tahunan yang diusahakan mencerminkan pola kebijaksa-
naan, prioritas dan program dari pada rencana pembangunan un-
tuk tahun bersangkutan.

Dalam penyusunan anggaran seperti pada tahun-tahun sebe-


lumnya, dalam tahun keempat Repelita III Pemerintah tetap
menganut prinsip bekerja atas dasar kemampuan keuangan yang
dapat dihimpun dan melakukan kegiatan atas dasar prinsip -
prinsip : (a) hemat, tidak mewah dan efisiensi, dan (b) ter-
arah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan
serta fungsi masing-masing Departemen/Lembaga. Lain dari pada
itu sejak Repelita I ditempuh kebijaksanaan anggaran berim-bang
yang dinamis, yaitu penyesuaian pengeluaran dengan penerimaan di
mana realisasi penerimaan diusahakan meningkat me-lalui
penciptaan tabungan Pemerintah. Sebagai gambaran dapat
disebutkan bahwa apabila dalam tahun pertama Repelita III
(tahun 1979/80) realisasi pembiayaan pembangunan yang dike-lola
oleh Departemen/Lembaga berjumlah Rp. 1.480,3 milyar ma-
ka dalam tahun anggaran 1982/83 telah meningkat menjadi Rp.
3.260,9 milyar. Sedangkan pembiayaan bantuan pembangunan
Daerah yang dalam tahun 1979/80 berjumlah Rp. 548,9 milyar
maka dalam tahun 1982/83 mencapai jumlah sebesar Rp. 1.090,4
milyar. Selanjutnya realisasi pembiayaan pembangunan lainnya
dalam tahun 1979/80 adalah sebesar Rp. 668,7 milyar, sedang-
kan dalam tahun 1982/83 telah mencapai jumlah sebesar
Rp. 1.083,4 milyar.

Penyediaan biaya pembangunan dilakukan secara fungsional


menurut program-program yang lebih lanjut diperinci dalam pe-
nyediaan biaya untuk tiap proyek. Penyediaan biaya tersebut
diarahkan untuk meningkatkan hasil pembangunan, yaitu menye-
lesaikan proyek-proyek dari tahun sebelumnya, membangun pro-
yek-proyek baru, dan sebagainya. Penyediaan biaya antara lain
juga ditujukan untuk terus membina aparatur Pemerintah agar
lebih mampu melaksanakan tugas yang makin meningkat sebagai
konsekuensi dari makin meluasnya jangkauan pembangunan. Pada
pokoknya sistem pembiayaan dan kebijaksanaan pelaksanaan pem-
bangunan ditujukan untuk mendukung pelaksanaan rencana pem-
bangunan yang tidak terlepas dan harus terkait erat dengan
Trilogi Pembangunan.

XXII/36
Pada tahun anggaran 1982/83 sistem pembiayaan pembangunan
yang meliputi tatacara penyelenggaraan pembiayaan tetap dida-
sarkan pada Keputusan Presiden yang berlaku untuk tahun-tahun
sebelumnya, yaitu Keppres No. 14 A tahun 1980 yang disempur-
nakan dengan Keppres No. 18 tahun 1981 yang kedua-duanya me-
rupakan pedoman pelaksanaan APBN dan juga sebagai salah satu
pengaturan pengendaliannya. Tujuan yang hendak dicapai ialah
agar pelaksanaan APBN dapat berjalan lebih efektif dan efi-
sien serta sekaligus mengarah pada segi pemerataan pemba -
ngunan dengan memberikan kesempatan pengembangan industri da-
lam negeri. Penekanan pada segi pemerataan pembangunan dicer-
minkan dalam berbagai pasal Keppres tersebut yang merumuskan
pemberian kesempatan berusaha kepada pengusaha golongan eko-
nomi lemah dengan pengutamaan produksi dalam negeri sebagai
rekanan barang/jasa Pemerintah Pusat maupun Daerah, termasuk
Badan Usaha Milik Negara, untuk pembelian maupun pemborongan
pekerjaan. Demikian pula pelaksanaan APBN ditujukan untuk me-
nunjang sasaran-sasaran pemerataan kegiatan pembangunan dan
perluahan kesempatan kerja di semua Daerah dengan pengutamaan
pengusaha setempat untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksana-
an proyek-proyek pembangunan.
Ketentuan berbagai pasal dalam Keppres tersebut telah di-
lengkapi pula dengan prosedur pelaksanaan yang lebih memudah-
kan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri atau Surat Keputusan
Bersama beberapa Menteri seperti ketentuan tentang pengutama-
an produksi dalam negeri, prakualifikasi di tingkat Daerah,
pedoman pelaksanaan proyek Gedung Pemerintah dan perumahan
dinas, biaya pengadaan tanah untuk keperluan proyek sek -
toral,tatacara peraetujuan kontrak multiyears, prosedur dan
penata usahaan bantuan luar negeri, dan lain sebagainya.
Keppres No. 14 A tahun 1980 jo. Keppres No. 18 tahun 1981
mempunyai sasaran pula untuk menunjang penyempurnaan aparatur
Pemerintah melalui ketentuan pengendalian dan peningkatan pe-
ngawasan, terutama pengawasan yang melekat pada fungsi orga-
nik pimpinan terhadap bawahan. Untuk kelancaran, kedaya-guna-
an dan kehasil-gunaan pengadaan barang/peralatan yang diper-
lukan Departemen/Lembaga pada tahun 1980 telah dibentuk Team
Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah dengan
Keppres No. 10 tahun 1980 yang bertugas mengendalikan dan
mengkoordinasi pengadaan atau pembelian barang/peralatan.
Team tersebut telah diperluas keanggotaannya serta ditingkat-
kan fungsinya dengan Keppres No. 17 tahun 1983 sebagai pe -
nyempurnaan Keppres No. 10 tahun 1980. Berdasarkan Keppres
No. 15 tahun 1980 telah ditetapkan tatacara penyediaan dana
dan tatacara pelaksanaan pembayaran dalam rangka pengadaan

XXII/37
barang/peralatan Pemerintah. Kebijaksanaan yang tertuang da-
lam Keputusan-keputusan Presiden tersebut dimakaudkan agar
pengendalian dan penentuan pengadaan barang/peralatan Peme-
rintah dapat dilakukan secara terpusat dan terkoordinasikan.

Selanjutnya untuk dapat menilai pelaksanaan proyek terus


dimantapkan sistem pengendalian proyek yang memungkinkan
identifikasi bagi pemecahan masalah secepatnya serta penyem-
purnaan perencanaan berikutnya. Dalam sistem pengendalian
yang terus dikembangkan itu maka Bappeda Tingkat Propinsi di-
ikutsertakan sebagai penguji silang terhadap pelaporan oleh
Pemimpin Proyek. Dalam hubungan ini untuk pengefektifan pe -
ngawasan dan pengendalian telah dibentuk Team Koordinasi Pe-
ngendalian dan Pengawasan Pembangunan di Daerah yang bertugas
membantu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam pelaksanaan
pengawasan pembangunan sektoral maupun regional.

2. Penyusunan Anggaran Pembangunan

Setiap tahun sebelum RAPBN diajukan untuk dibahas oleh


DPR rancangan Anggaran Pembangunan diausun dan ditetapkan
berdasarkan perkiraan tentang besarnya dana pembangunan yang
dapat disediakan, khususnya tabungan Pemerintah dan dana ban-
tuan yang berasal dari luar negeri. Guna menjamin kelangsung-
an kegiatan pelaksanaan proyek-proyek, maka Pemerintah me-
nganut sistem yang memungkinkan penggunaan siaa anggaran pem-
bangunan. tahun-tahun lalu dalam tahun anggaran yang sedang
berjalan. Untuk meningkatkan daya serap anggaran maka penggu-
naan sisa anggaran pembangunan (SIAP) dalam tahun anggaran
berikutnya dibatasi hingga selambat-lambatnya 3 tahun ang -
garan berturut-turut.

Secara terus-menerus diusahakan agar perumusan rencana


proyek menjadi lebih baik dan lebih terarah dengan tetap di-
tuangkan dalam Daftar Isian Proyek (DIP). DIP dimaksudkan se-
bagai program kegiatan proyek untuk mencapai suatu hasil tertentu
dalam jangka waktu setahun. Di samping itu DIP menun jukkan
penggunaan dana berdasarkan suatu rencana fisik yang konkrit
sehingga dengan demikian dapat dijadikan sebagai pedoman untuk
pengendaliannya. Walaupun sejak tahun 1980/81 format
DIP disederhanakan, yaitu yang semula terdiri dari 6 halaman
menjadi 3 halaman, namun tetap mengandung pengarahan kegiatan
secara berencana. DIP juga sekaligus berlaku sebagai Surat
Keputusan Otorisasi (SKO). Untuk pelaksanaan operasio-
nal Proyek maka atas dasar DIP Direktur Jenderal atau pejabat
setingkat pada Departemen/Lembaga yang membawahi proyek ber-

XXII/38
sangkutan menerbitkan Petunjuk Operasional (P0) bagi pelaksa-
naan proyek yang memuat uraian dan perincian dari DIP ter -
sebut serta petunjuk khusus yang perlu dilaksanakan oleh Pe -
mimpin Proyek. PO digunakan sebagai sarana pengawasan bagi
Inspektur Jenderal Departemen/Pemimpin Unit Pengawasan pada
Lembaga dan juga sebagai alat pengawasan bagi Direktur Jen-
deral atau Pejabat yang setingkat pada Departemen/Lembaga.
Hal ini menunjukkan perubahan tekanan pengawasan pre-audit
kepada pengawasan post-audit yang menyebabkan fungsi penga-
wasan oleh atasan langsung menjadi sangat dominan.

Pengeluaran Anggaran Pembangunan diperinci berdasarkan


alokasi menurut susunan Sektor yang diperinci lebih lanjut
dalam Sub Sektor, Program dan Proyek. Kecuali itu Anggaran
Pembangunan juga disusun dalam masing-masing Bagian Anggaran
(Departemen/Lembaga) bersangkutan. Dengan demikian secara
jelas dapat terlihat hubungan secara matriks antara susunan
Anggaran Pembangunan menurut Sektor (vertikal) dan menurut
Departemen/Lembaga (horisontal).

Sebagaimana dianut dalam Repelita III anggaran menurut


susunan vertikal meliputi 18 Sektor, sedangkan menurut susun-
an horisontal meliputi 27 Bagian Anggaran.

Sementara itu dalam tahun 1982/83 fleksibilitas dalam pe-


laksanaan proyek tetap dimungkinkan dengan diberikannya ke-
longgaran lebih luas sejak tahun anggaran 1979/80 kepada De -
partemen/Lembaga untuk mengadakan perubahan/penggeseran
(revisi DIP) hal-hal tertentu bila keadaan memerlukannya.
Kriteria pokok revisi tetap menggunakan ketentuan dan tata
cara yang berlaku pada tahun-tahun sebelumnya.

Seperti juga pada tahun-tahun sebelumnya maka pada tahun


1982/83 diusahakan agar supaya hubungan antara anggaran rutin
dan anggaran pembangunan dapat lebih serasi dan konsisten
serta dapat saling menunjang. Demikian pula terus diadakan
peningkatan keserasian hubungan institusional antara Bappenas
dan Departemen Keuangan maupun dengan Departemen/Lembaga
lainnya dengan maksud agar terdapat kesesuaian jadwal waktu
dalam penyusunan RAPBN, kesepakatan dalam penyusunan petunjuk
penilaian DIP, keseragaman dalam pengolahan DIP, kerjasama
dalam pengaturan pelaksanaan anggaran, dan lain sebagainya.

XXII/39
3. Prosedur pelaksanaan anggaran pembangunan

Tiap tahun RAPBN disampaikan dalam minggu pertama bulan


Januari, yaitu 3 bulan sebelum mulai berlakunya tahun ang-
garan baru. Sebagai rencana operasional tahunan RAPBN disah-
kan oleh DPR menjadi Undang-undang APBN, sedangkan pedoman
pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Presiden. Undang-
undang untuk tahun 1982/83 adalah Undang-undang No. 5 tahun
1982, sedangkan Keputusan Presiden dimaksud adalah tetap
Keppres No. 14 A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Keppres
No. 18 tahun 1981 karena kedua Keppres dimaksudkan sebagai
pedoman pelaksanaan anggaran yang tidak terikat hanya untuk
tahun tertentu.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara khususnya Anggaran


Pembagunan, telah makin meningkat dari tahun ke tahun, yang
untuk tahun anggaran 1982/83 mencapai jumlah sebesar Rp.
15.607,300 milyar. Untuk itu diperlukan tatacara sedemikian
rupa sehingga pelaksanaannya semakin lancar, namun tanpa me -
ninggalkan keterarahan dan tanpa meninggalkan asas-asas pe-
ngawasan. Tatacara demikian yang menjamin kelancaran, keter -
tiban, keterarahan dan keamanan pelaksanaan operasionalnya
telah tertuang dalam Keppres No. 14A tahun 1980 yang kemudian
disempurnakan dengan Keppres No. 18 tahun 1981. Penyempurnaan
Keppres No. 14 A tahun 1980 dengan Keppres No. 18 tahun 1981
menyangkut keikutsertaan pengusaha golongan ekonomi lemah
dalam pelelangan untuk pembelian/pemborongan dengan maksud
agar pemberian berbagai kelonggaran kepada pengusaha tersebut
dapat mencapai sasarannya.

Selanjutnya untuk lebih lancarnya pelaksanaan pembiayaan


maka atas dasar Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Penertiban Aparatur
Negara telah dirumuskan pedoman prakualifikasi di tingkat
Daerah yang berisi petunjuk prakualifikasi di tingkat Daerah
tentang tatacara registrasi dan klasifikasi pekerjaan pembo -
rongan, pengadaan barang dan jasa serta jasa konsultan. SKB 3
Menteri tersebut menunjukkan usaha Pemerintah yang lebih po-
sitif guna menciptakan pemerataan. SKB 3 Menteri tersebut
yang berlaku mulai tanggal 1 Maret 1982 menentukan bahwa se-
tiap paket pekerjaan dengan biaya sampai Rp.100 juta harus
dilaksanakan oleh rekanan/pemborong di lingkungan propinsi
yang bersangkutan dengan pelelangan terbatas. Untuk pele-
langan bernilai lebih dari Rp. 500 juta dicarikan rekanan/-
pemborong dari luar propinsi bersangkutan apabila di propinsi
tersebut tidak terdapat rekanan/pemborong yang mampu.

XXII/40
Selanjutnya pelaksanaan operasional proyek-proyek dilaku-
kan atas dasar Petunjuk Operasional ( P 0 ) yang disusun oleh
Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada Departemen/Lem-
baga yang membawahi proyek untuk mempertegas tanggung jawab
atasan langsung terhadap pelaksanaan fisik dan keuangan pro-
yek. Hal ini menunjukkan pengalihan titik berat pengawasan
dari pre-audit k e pengawasan post-audit. Demikian pula Benda-
harawan didudukkan sebagai pejabat komtabel murni sesuai de -
ngan ketentuan-ketentuan Undang-undang Perbendaharaan Negara.
Kemudian pengujian atas kebenaran tagihan Negara tidak lagi
dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan Negara, melainkan kini
oleh pelaksana operasional, yaitu Pemimpin Proyek. Batas wak-
tu penilaian oleh Kantor Perbendaharaan Negara bukan lagi 3
hari seperti sebelum tahun 1980/81, tetapi telah dipersingkat
menjadi 2 hari.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku Pemimpin Proyek me-
ngirimkan Surat Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pem-
bangunan (SPJP) selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan
kepada Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada Depar -
temen/Lembaga yang membawahkan proyek bersangkutan dengan
tembusan kepada Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit
Pengawasan pada Lembaga bersangkutan dan kepada Kepala KPN.
Bersamaan waktunya dengan pengiriman tersebut selembar tem-
busan SPJP disertai dengan tanda bukti pengeluaran bersang -
kutan dikirimkan langsung oleh Pemimpin Proyek kepada Biro
Keuangan Departemen/Lembaga bersangkutan. Dengan pengiriman
SPJP kepada Direktur Jenderal atau pejabat setingkat mengan -
dung arti bahwa penelitian pertanggungjawaban pada tingkat
post-audit dilakukan oleh aparat Departemen/Lembaga sendiri.
Kemudian selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan setelah
penerimaannya KPN menyelesaikan pemeriksaan dan mengirimkan
SPJP kepada Kanwil Ditjen Anggaran disertai tembusan tanda
bukti pengeluaran dan catatan hasil pemeriksaan/penelitiannya.
Di samping SPJP yang dikirimkan oleh Pemimpin Proyek,
Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap
bulan mengirimkan Laporan Keadaan Kas Pembangunan (LKKP) me -
ngenai bulan yang baru lalu kepada KPN. Dalam hal ini Direk -
tur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga
mengambil langkah-langkah penyelesaian apabila terjadi kelam-
batan penyampaian LKKP tersebut.
Dalam hal pelelangan untuk pemborongan, yang berlaku pula bagi
Pemerintah Daerah maupun Badan Usaha Milik Negara meru-pakan
usaha pemberian kesempatan yang lebih luas kepada pe ngusaha
golongan ekonomi lemah. Dalam hubungan ini dapat di -

XXII/41
kemukakan pula bahwa apabila dalam pelelangan untuk pembo-
rongan/pembelian yang terpilih adalah pemborong/rekanan yang
tidak termasuk golongan ekonomi lemah, maka dalam surat per-
janjian (kontrak) ditetapkan kewajiban untuk bekerjasama de-
ngan pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah setempat, an -
tara lain dengan Sub Kontraktor atau leveransir barang. Pem -
borong/rekanan diwajibkan untuk membuat laporan periodik me-
ngenai pelaksanaan ketetapan di atas untuk disampaikan kepada
Pemimpin Proyek yang bersangkutan dan apabila ketentuan -
ketentuan itu dilanggar maka di samping kontrak akan batal,
pemborong/rekanan yang bersangkutan dikeluarkan dari Daftar
Rekanan yang Mampu (DRM).

Dalam pada itu ditentukan pula bahwa pemborong/rekanan


golongan ekonomi lemah yang memperoleh pekerjaan pemborongan/
pembelian dengan kelonggaran 10% seperti disebutkan terda -
hulu, maka ia harus melaksanakan sendiri pekerjaan pemborong-
an/pembelian tersebut dan dilarang menyerahkan pekerjaan pem-
borongan/pembelian barang tersebut kepada pihak lain. Pelang-
garan terhadap ketentuan ini mengakibatkan batalnya kontrak
dan dikeluarkannya pemborong/rekanan bersangkutan dari DRM.

Dalam rangka usaha untuk membantu pemborong/rekanan go-


longan ekonomi lemah diadakan ketentuan bahwa pemborong/re-
kanan yang memperoleh kontrak.pemborongan pekerjaan atau kon-
trak pembelian Pemerintah dapat menggunakan kontrak tersebut
sebagai bahan untuk memperoleh fasilitas pembayaran uang muka
dari nilai perjanjian dan/atau fasilitas kredit dari Bank Pe-
merintah untuk membiayai pelaksanaan kontrak tersebut. Keten-
tuan ini telah dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan pelaksa-
naannya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Gubernur
Bank Indonesia.
Tentang kontrak "multiyears", yaitu kontrak untuk pelak-
sanaan pekerjaan yang mengikat .dana anggaran untuk masa lebih
dari satu tahun anggaran ditentukan agar dilakukan dengan
pembuatan kontrak induk yang meliputi seluruh pekerjaan, se-
dangkan pembiayaan tahunannya disesuaikan dengan anggaran da-
lam masing-masing tahun anggaran bersangkutan. Ketentuan ter-
sebut telah dilengkapi pula dengan tatacara berdasarkan Surat
Edaran Bersama Departemen Keuangan dan Bappenas.
Selanjutnya prosedur pelelangan menggunakan asas yang le-
bih terbuka dengan pengumuman dan penjelasan kepada Kamar Da-gang
dan Industri Indonesia (KADIN) serta asosiasi anggota KADIN
yang bersangkutan. Demikian pula ketentuan mengenai tempat
diadakannya pelelangan yang lebih jelas untuk nilai -

XXII/42
nilai pelelangan dengan batas tertentu dan di lokasi ter-
tentu. Juga diperjelas ketentuan mengenai pembentukan Panitia
Prakualifikasi di masing-masing Departemen/Lembaga untuk pe-
kerjaan pemborongan/pembelian di tingkat Pusat dan dimasing-
masing Daerah. Ketentuan keterbukaan lainnya ialah bahwa Gu-
bernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Ke-
pala Daerah Tingkat II mengumumkan proyek-proyek yang akan
dilaksanakan di daerah masing-masing, baik proyek-proyek sek-
toral maupun proyek-proyek bantuan Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah berdasarkan Instruksi Presiden melalui
KADIN.

Ketentuan-ketentuan sebagaimana diuraikan di atas menun-


jukkan adanya kaitan pelaksanaan APBN dengan kebijaksanaan
pemerataan, terutama pemerataan berusaha, pemerataan kesem-
patan kerja dan pemerataan pembangunan disemua daerah, demi-
kian pula lebih diperluas pelimpahan kewenangan dan lebih di-
perjelas pedoman operasionalnya.

4. Pengendalian pelaksanaan proyek

Dalam Keppres No. 14 A tahun 1980 jo. Keppres No. 18 ta-


hun 1981 pada pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa tahun anggar-
an berlaku dari tanggal 1 April sampai dengan tanggal
31 Maret tahun berikutnya. Dilengkapi dengan pasal 68 ayat
(1) yang mewajibkan Pemimpin Proyek bertanggungjawab baik dari
segi keuangan maupun dari segi fisik untuk proyek yang
dipimpinnya sesuai dengan DIP dan PO untuk proyek tersebut,
serta ayat (4) yang menentukan bahwa Pemimpin Proyek bertang-
gungjawab atas penyelesaian proyek tepat pada waktunya, me-
nunjukkan secara jelas bahwa dalam pelaksanaan proyek, Pemim-
pin Proyek berkewajiban untuk selalu berusaha melakukan ke-
giatan-kegiatan sesuai dengan tahap-tahap pelaksanaan fisik
dan pelaksanaan pembiayaan sebagaimana telah dijadwalkan da -
lam PO berdasarkan DIP dari proyek bersangkutan.

Namun demikian dalam pelaksanaan proyek tidak jarang ter-


jadi timbulnya hambatan-hambatan yang semula tidak diduga
yang mengganggu kelancaran pelaksanaan. Untuk hal itu diper-
lukan adanya sistem pengendalian proyek-proyek pembangunan
yang memungkinkan identifikasi masalah-masalahnya guna diada-
kan tindak lanjut berupa tindakan korektif secepatnya serta
penyempurnaan perencanaan berikutnya.

Dalam sistem pengendalian yang berlaku sejak tahun ang-


garan 1977/78 terdapat unsur yang mendorong instansi-instansi

XXII/43
yang berwenang untuk bertindak aktif dalam mengelola proyek
masing-masing. Ketentuan-ketentuan yang berlaku secara nasio-
nal mengenai pengendalian proyek-proyek pembangunan yang di-
biayai oleh APBN melalui prosedur DIP adalah sebagaimana dia-
tur pada pasal 68 ayat (3) yang menyatakan bahwa Pemimpin
Proyek bertanggungjawab atas penyampaian laporan-laporan pada
waktunya kepada pejabat-pejabat yang ditentukan. Selanjutnya
pasal 75 serta Lampiran II Keppres No. 14 A tahun 1980 jo.
Keppres No. 18 tahun 1981 menentukan kewajiban Pemimpin Pro -
yek untuk menyampaikan laporan triwulan baik mengenai DIP ta-
hun bersangkutan maupun mengenai DIP SIAP kepada Menteri/
Ketua Lembaga bersangkutan, Menteri Keuangan, Ketua Bappenas,
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan, Menteri Negara
PPLH dan Inspektur Jenderal Departemen/Pemimpin Unit Penga-
wasan pada Lembaga bersangkutan, selambat-lambatnya satu bu-
lan setelah berakhirnya triwulan bersangkutan.

Di samping itu Bappeda Tingkat I menyampaikan laporan


triwulan dari proyek-proyek yang ada di daerahnya baik menge-
nai DIP tahun bersangkutan maupun mengenai DIP SIAP kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan, Menteri Keu -
angan, Ketua Bappenas dan Menteri Negara PPLH, juga selambat-
lambatnya satu bulan setelah berakhirnya triwulan bersang-
kutan. Untuk keperluan itu telah ditetapkan formulir B-1 yang
perlu diisi baik oleh Pemimpin Proyek masing-masing maupun
oleh Bappeda Tingkat I. Yang terpenting dalam laporan itu
ialah dimuatnya perkembangan pelaksanaan proyek dalam penca-
paian sasaran-sasaran fisik/pembiayaan/fungsional proyek, ma-
salah-masalah yang dihadapi, tindak lanjut yang diperlukan
dan instansi-instansi yang diharapkan dapat membantu penyele-
saian dan catatan-catatan lain dari pelapor.

Dalam rangka pengendalian proyek-proyek pembangunan se-


cara nasional ditentukan pula bahwa Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I mengikuti dan mengawasi perkembangan proyek-proyek
yang ada di daerahnya. Hal ini dilakukan berdasarkan laporan
dari Pemimpin Proyek dan Bappeda Tingkat I maupun dengan me -
lakukan penelitian sendiri serta dengan mengadakan pertemuan
berkala dengan para Pemimpin/Bendaharawan Proyek dalam wila -
yahnya dan selanjutnya melaporkan secara berkala ataupun in -
sidentil mengenai keadaan suatu proyek atau proyek-proyek
bersangkutan. Selanjutnya laporan tersebut disampaikan kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, Departemen yang ber -
sangkutan, Menteri Keuangan, Ketua Bappenas dan Menteri Ne -
gara PPLH.

XXII/44
Selanjutnya perkembangan pelaksanaan Anggaran Pembangunan
yang sebagian besar digunakan untuk membiayai proyek-proyek
pembangunan secara berkala dilaporkan oleh Menteri Keuangan
dan Ketua Bappenas kepada Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam pada itu berbagai Departemen/Lembaga mengembangkan


pula berbagai kegiatan pelaporan yang,sistemnya dikembangkan
oleh Departemen/Lembaga masing-masing dalam usaha pengendali-
an pelaksanaan program dan proyek yang menjadi tanggungjawab-
nya, disamping sistem pengendalian secara nasional.

Pada tahun anggaran 1982/83 Bappenas dan Ditjen Anggaran


telah menelaah. usaha perbaikan sistem pengisian DIP dan Lem-
baran Kerja (LK) yang berkaitan pula dengan usaha penyempur-
naan sistem pengendalian. Penelaahan tersebut antara lain te-
lah dapat menghasilkan perumusan batasan dan arti bagian pro-
yek serta tolok ukur sehingga diharapkan akan memudahkan eva-
luasi terhadap kemajuan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan
berdasarkan kriteria yang lebih jelas.

Selanjutnya sebagai bagian dari sistem pengendalian pro-


yek dikembangkan pula laporan bulanan dalam bentuk Surat Per-
tanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pembangunan (SPJP) yang
dikirimkan oleh Pemimpin Proyek selambat-lambatnya pada tang-
gal 10 tiap bulan.kepada Direktur Jenderal atau pejabat se-
tingkat pada Departemen/Lembaga yang membawahkan proyek ber-
sangkutan dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal Depar-
temen/Pimpinan Unit Pengawasan pada Lembaga bersangkutan dan
kepada Kepala KPN setempat. Demikian pula ditentukan kewa -
jiban Bendaharawan Proyek untuk mengirimkan Laporan Keadaan
Kas Anggaran Pembangunan (LKKP) selambat-lambatnya tanggal 10
tiap bulan kepada Kepala KPN sebagai pelengkap sistem pengen-
dalian proyek.

Sistem pengendalian pelaksanaan proyek-proyek pembangunan


seperti diuraikan di atas telah dirasakan manfaatnya dalam
memperlancar terselenggaranya pengelolaan proyek untuk menca-
pai tujuan serta sasaran sesuai dengan jadwal waktu dan ren -
cana yang telah ditetapkan.

5. Pengawasan Keuangan Negara

Untuk mengimbangi makin meningkatnya volume Anggaran


Pembangunan sebagai akibat dari makin meluasnya kegiatan pem-
bangunan, maka pengawasan yang dilakukan oleh aparatur penga-
wasan perlu secara terus-menerus ditingkatkan. Tujuannya ada

XXII/45
lah agar pelaksanaan pembangunan dapat. mencapai sasaran se-
perti yang telah ditetapkan secara lebih berdaya guna dan
berhasil guna tanpa kebocoran atau penghamburan.

Salah satu peraturan pengawasan penting yang terarah de -


wasa ini ialah Keppres No. 14 A tahun 1980 yang disempurnakan
dengan Keppres No. 18 tahun 1981 tentang Pelaksanaan APBN ka-
rena disamping mewajibkan peningkatan pengawasan fungsional,
juga lebih menegaskan kewajiban atasan untuk mengawasi bawah-
an. Pengawasan atas pelaksanaan kegiatan seorang pelaksana
adalah tugas atasan langsungnya yang merupakan tugas yang me-
lekat pada setiap jabatan pimpinan, seperti halnya kewajiban
setiap atasan untuk memberikan petunjuk operasional kepada
bawahannya.

Mengenai kegiatan pengawasan keuangan Negara dapat dike-


mukakan bahwa pada tahun anggaran 1982/83 makin dimantapkan
perangkat pengawasan keuangan untuk dapat melakukan tugas me-
meriksa pelaksanaan prosedur-prosedur administrasi maupun
operasi dalam bidang keuangan, pemeriksaan pelaksanaan audit,
dan sebagainya. Dalam hubungan ini Inspektur Jenderal Depar-
temen/Pimpinan Unit Pengawasan pada Lembaga telah memperoleh
sarana yang lebih memadai dengan penyempurnaan struktur dan
organisasi, peningkatan anggaran belanjanya serta peningkatan
jumlah dan mutu tenaga pengawas. Dalam hal ini langkah yang
ditempuh oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara
ialah menambah jumlah tenaga pengawas dan meningkatkan penge-
tahuan tenaga pengawas yang ada melalui Sekolah Tinggi Akun tansi
Negara. Di samping itu telah juga ditambah beberapa kantor
pengawasan di daerah dan meningkatkan kedudukan bebe-rapa
kantor daerah menjadi kantor wilayah sesuai dengan me-
ningkatnya kebutuhan pemeriksaan di daerah yang bersangkutan
karena bertambahnya proyek-proyek pembangunan. Dalam rangka
ini maka dalam tahun 1982/83 telah ditingkatkan kedudukan
Kantor Akuntan Negara/Kantor Pengawasan Anggaran Negara di
Denpasar, Banjarmasin dan Jayapura menjadi Kantor Wilayah,
sehingga dewasa ini DJPKN memiliki kantor-kantor pengawasan
di daerah sebanyak 10 buah Kantor Wilayah, 7 buah Kantor
Akuntan Negara dan 7 buah Kantor Pengawasan Anggaran Negara.

Pengawasan oleh DJPKN dilakukan dengan pemeriksaan finan-


sial dan pemeriksaan operasional. Pemeriksaan finansial dila-
kukan terhadap proyek-proyek Repelita III yang dapat dilihat
pada Tabel XXII - 8 dan Tabel XXII - 9 yang mencerminkan pe-
ningkatan pemeriksaan dari tahun ke tahun. Di samping itu pe-
meriksaan itu telah. menunjukkan kemajuan disiplin dari para

XXII/46
TABEL XXII - 8

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH DJPKN1)


TERHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA DAN BADAN USAHA MILIK NEGARA,
1978/79 - 1982/83

1) Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara


2) Terdapat penggabungan (merger) dari beberapa badan
usaha milik negara (BUMN) dan likwidasi di beberapa BUMN

XXII/47
XXII/48

TABEL XXII – 9

HASIL-HASIL PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH DJPKN 1) TEHHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA,


1978/79 - 1982/83

1) Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara


2) Mulai tahun anggaran 1979/80, DIP berfungsi sebagai SK0
3) Nilai pembayaran barang atau pekerjaan yang fiktif

XXII/48
pelaksana proyek yang dapat dilihat pada perkembangan berita
acara yang tidak benar berturut-turut 0,2%, 0,2%, 0,1%, dan
0,1%, untuk tahun 1979/80, 1980/81, 1981/82 dan 1982/83 dari
nilai anggaran yang diperiksa, demikian pula realisasi fisik
yang tidak sesuai dengan DIP tercermin dari jumlah kejadian-
nya, yaitu 0,5%, 0,2%, 0,2%, dan 0,1% masing-masing untuk ta-
hun 1979/80, 1980/81, 1981/82 dan 1982/83. Ini berarti bahwa
kejadiannya sangat terbatas meskipun jumlah proyek pembangun-
an dari tahun ke tahun terus meningkat.

Meskipun berbagai kemajuan telah dicapai namun tetap di -


sadari bahwa ada berbagai hal yang perlu mendapat perhatian
dan usaha-usaha perbaikannya.

Selanjutnya pemeriksaan operasional telah dilakukan ter-


hadap beberapa program pembangunan proyek-proyek Inpres. Dari
hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa masih ada beberapa ma -
salah yang harus ditanggulangi, yaitu masalah koordinasi, mi-
salnya antara program peningkatan poduksi pangan dengan pro-
gram pengairan, perencanaan pembangunan jaringan irigasi baru
dengan penempatan transmigran, dan lain sebagainya.

Di samping pemeriksaan terhadap anggaran proyek juga di -


lakukan pemeriksaan terhadap Badan-badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang pelaksanaannya terus menerus ditingkatkan sehing-
ga jumlah laporan pemeriksaan bertambah, yaitu berturut-turut
904 laporan, 978 laporan, 1.325 laporan dan 1.498 laporan,
termasuk laporan atas pemeriksaan cabang-cabang perusahaan,
dalam tahun 1979/80 , 1980/81, 1981/82 dan 1982/83. Pelaksana-
an pemeriksaan terhadap BUMN ini meliputi pemeriksaan atas
Persero, Perum, Perjan dan Perusahaan-perusahaan Negara yang
didirikan dengan Undang-undang tersendiri seperti Pertamina
dan Bank-bank milik Pemerintah, yang pada umumnya dilakukan
terhadap Neraca dan Perkiraan Rugi/Laba yang diakhiri dengan
pernyataan akuntan yang dapat dipergunakan untuk menilai ke -
majuan dan ketertiban administrasi BUMN. Berdasarkan tahun
buku yang diperiksa dalam tahun 1979, 1980, 1981 dan 1982
ternyata pernyataan wajar atas laporan keuangan BUMN terus
meningkat berturut-turut 56%, 64%, 71% dan 76% dari jumlah
perusahaan yang diperiksa. Hal ini menunjukkan semakin ber-
tambah baiknya administrasi perusahaan. Lebih lanjut pemerik-
saan juga dilakukan secara rutin terhadap kontraktor minyak
asing yang, sasaran pemeriksaannya ditujukan kepada kebenaran
perhitungan pembagian hasil, ekspor minyak mentah dan kewa-
jaran biaya-biaya serta penyetorannya kepada Negara.

XXII/49

XXII/49
Dalam rangka makin meningkatkan hasil-hasil pelaksanaan
pengawasan, maka penyempurnaan pelaksanaan pengawasan baik di
tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah secara terus menerus
diusahakan. Dalam tahun anggaran 1982/83 telah dilangsungkan
serangkaian sarasehan sebagai forum koordinasi aparatur pe-
ngawasan fungsional, yaitu DJPKN, Inspektorat Jenderal Depar-
temen dan Inspektorat Jenderal Pembangunan yang diselenggara-
kan oleh Menteri Negara PPLH. Dalam sarasehan-sarasehan ter-
sebut telah dibahas masalah-masalah dasar pengawasan, faktor
organisasi dan perangkat pengawasan, pelaksanaan pengawasan
dewasa ini, lingkungan kerja aparatur pengawasan, pengolahan
dan analisa data serta tindak lanjut hasil pengawasan. Kesim-
pulan yang telah dirumuakan menunjukkan masih adanya berbagai
kelemahan yang merupakan tantangan untuk diatasi dengan pe-
nyempurnaan secara terus-menerus sejalan dengan usaha penyem-
purnaan administrasi bidang-bidang lainnya. Dalam kaitan ini
maka sebagai salah satu langkah penyempurnaan telah dapat di-
susun suatu Rancangan Pedoman Juklak Pengawasan untuk menye -
ragamkan penyelenggaraan pengawasan, kesatuan pengertian di
bidang pengawasan dan memudahkan koordinasi serta meningkat-
kan daya guna dan hasil guna pengawasan.

Dengan penyempurnaan administrasi pengawasan sebagai pe-


nunjang penyempurnaan aparatur Pemerintah maka diharapkan pe-
ngelolaan keuangan Negara terselenggara lebih baik dalam men-
capai sasaran pembangunan yang telah ditentukan.

XXII/50

Anda mungkin juga menyukai