L
BAB XXII
APARATUR PEMERINTAH
A. PENDAHULUAN
XXII/3
Kebijaksanaan pokok penyempurnaan aparatur Pemerintah yang
dituangkan dalam Bab 26 Repelita III telah dirumuskan secara
kongkrit dalam berbagai peraturan perundang-undangsn, seperti
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden,
Keputusan Menteri dan sebagainya. Peraturan-peraturan
tersebut antara lain meliputi penyempurnaan kelembagaan,
personalia/kepegawaian, ketatalaksanaan, tata hubungan kerja,
pengendalian dan pengawasan, dan lain sebagainya.
XXII/4
c. Sidang-sidang Umum MPR yang berlangsung dengan sukses
pada tanggal 1 s/d 11 Maret 1983 telah membuahkan 10
Ketetapan MPR.
Kemudian daripada itu pada tanggal 16 Maret 1983 telah
tersusun Kabinet Pembangunan IV yang mempunyai 5 sasaran pro-
gram (Panca Krida) sebagai berikut:
pertama: Meningkatnya trilogi pembangunan yang didukung oleh
ketahanan nasional yang makin mantap;
XXII/5
Untuk dapat lebih menjamin tercapainya sasaran-sasaran
pembangunan nasional maka berdasarkan Keppres No. 45/M tahun
1983 sebagai realisasi Ketetapan MPR No. VI/MPR/1983 telah
dibentuk Kabinet Pembangunan IV dengan 37 orang Menteri.
Mengingat makin beratnya serta meningkatnya dan meluasnya
tugas-tugas pembangunan, maka telah diadakan penambahan
jumlah Departemen dengan memecah beberapa Departemen yang
ruang lingkup tugasnya perlu memperoleh perhatian yang lebih
besar dan harus ditangani lebih intensif dalam Repelita IV
yang akan datang. Dalam hubungan itu maka :
a. Departemen Pertanian dipecah menjadi Departemen Pertanian
dan Departemen Kehutanan.
b. Departemen Perhubungan menjadi Departemen Perhubungan dan
Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.
c. Departemen Perdagangan dan Koperasi menjadi Departemen
Perdagangan dan Departemen Koperasi.
d. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi Depar
temen Tenaga Kerja dan Departemen Transmigrasi.
XXII/6
merupakan prioritas dalam pembangunan, yaitu program-program
peningkatan dan pengadaan produksi pangan, tata penyelengga-
raan transmigrasi, pembinaan golongan ekonomi lemah, perbaik-
an gizi rakyat, keluarga berencana, penanaman modal, peles-
tarian lingkungan hidup, dan lain-lain. Koordinasi pelaksa-
naan berbagai program di dalam suatu sektor atau antar sektor
yang melibatkan berbagai departemen/lembaga telah ditingkat-
kan dengan cukup berhasil seperti di bidang administrasi pe-
labuhan, administrasi perencanaan dan pembiayaan pembangunan,
administrasi bantuan luar negeri, tata penyelenggaraan eks-
por, impor dan lalu lintas devisa yang ditujukan untuk me-
ningkatkan ekspor bukan minyak dan gas bumi.
Dalam pada itu pengembangan hubungan kerja yang lebih
baik telah dapat dilakukan melalui forum kerjasama ataupun
melalui pelembagaan dalam bentuk badan-badan koordinasi se-
perti Badan Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi, Badan
Koordinasi Bimas, Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan
dan Pengembangan Generasi Muda, Badan Koordinasi Penanggu -
langan Bencana Alam dan Badan Koordinasi Energi Nasional.
Kecuali itu dilakukan pula berbagai penyempurnaan tata
hubungan kerja dalam badan-badan koordinasi yang diadakan
oleh beberapa Departemen cq. Direktorat Jenderal seperti pem-
bentukan Panitia Tetap Kerjasama Bidang Industri Bahan Ba -
ngunan dan Industri Konstruksi, Team Bantuan mengenai Masalah
Perburuhan serta Team Koordinasi Pengelolaan Irigasi Untuk
Budidaya Ikan.
Pengembangan tata hubungan kerja dalam dan antara depar -
temen/lembaga seperti dikemukakan di atas terutama ditujukan
untuk membina komunikasi dan koordinasi yang mendukung kese-
rasian perencanaan dan pelaksanaan pembangunan secara lebih
baik.
XXII/7
diperluas peranannya dengan membina secara teknis kegiatan
BAPPEDA Tingkat II agar mampu mengembangkan sistem perenca-
naan dari bawah pada tingkat Desa dalam berbagai program pem-
bangunan, antara lain Program Pengembangan Wilayah Kecamatan
Terpadu di mana para Camat ditunjuk sebagai pemimpin proyek-
proyeknya.
Selanjutnya sebagai pelaksanaan Undang-undang No. 5 tahun
1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa telah ditetapkan
berbagai Peraturan/Keputusan Menteri Dalam Negeri, yang pen ting
di antaranya ialah susunan organisasi dan tatakerja Pemerintah
Desa, susunan organisasi dan tatakerja Lembaga Musyawarah
Desa, pengambilan keputusan Desa, tatacara pemilih-
an/pengesahan/pengangkatan/pemberhentian Kepala Desa serta
persyaratan, tatacara pengangkatan/pemberhentian Sekretaris
Desa, Kepala urusan dan Kepala Dusun.
XXII/8
perhitungan Rp. 1.150 tiap penduduk dengan ketentuan bahwa
besarnya bantuan sedikit-dikitnya Rp.160.000,000,
c. Inpres untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I dengan
bantuan sedikit-dikitnya Rp. 900.000.000,
d. Inpres untuk Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang untuk
keseluruhannya disediakan biaya sebesar
Rp.589.159.000.000,
e. Inpres untuk Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang un-
tuk keseluruhannya disediakan biaya sebesar
Rp.98.450.000.000,-.
f. Inpres untuk Bantuan Penghijauan dan Reboisasi kepada
Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II yang luasnya, loka-
sinya serta keperluan biayanya ditentukan oleh Menteri Da-
lam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Keuangan dan Ketua
Bappenas. Untuk keseluruhannya disediakan biaya sebesar
Rp.87.313.000.000,-.
g. Inpres untuk Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pa-
sar yang diberikan kepada Daerah Tingkat II dan Daerah
Tingkat I DKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian da-
lam jangka waktu 10 tahun, termasuk tenggang waktu 2 tahun
dengan bunga 0%. Jumlah dana yang disediakan ialah
Rp.75.000.000.000,-.
h. Inpres untuk Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten yang di-
berikan kepada Kabupaten untuk pembangunan jalan-jalan
yang menunjang kegiatan ekonomi rakyat, jalan yang mem -
bantu pembukaan daerah terisolasi dan jalan yang rusak.
Jumlah dana yang disediakan ialah Rp.80.100.000.000,-.
XXII/9
hara hubungan kerja secara konsultatif dengan instansi-ins-
tansi vertikal Departemen dan hubungan kerja secara koordi-
natif dengan instansi-instansi Daerah. Kecuali itu untuk ke-
serasian pembangunan antar daerah serta keserasian antara
pembangunan sektoral dan regional diselenggarakan konsultasi
regional dan nasional. Konsultasi-konsultasi tersebut pada
tahun 1982/83 diselenggarakan masing-masing pada bulan Okto-
ber dan Nopember 1982 untuk mendapatkan bahan-bahan regional
bagi perencanaan operasional tahunan.
Selanjutnya peranan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan
pembangunan telah dirumuakan dalam berbagai pasal dari
Keppres No. 14A tahun 1980 yang disempurnakan dengan Keppres
No. 18 tahun 1981 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
Walaupun Keppres 18 tahun 1981 berlaku bagi kegiatan -
kegiatan dalam rangka pelaksanaan APBN, namun untuk segala
pekerjaan yang dibebankan kepada APBD, prinsipnya adalah
sama. Dengan kesamaan prinsip dalam pelaksanaan anggaran maka
diharapkan adanya pemantapan koordinasi antara Pemerintah
Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pembangunan
baik sektoral maupun regional.
Selanjutnya di bidang pengendalian dan pengawasan peranan
Pemerintah Daerah makin ditingkatkan. BAPPEDA Tingkat I yang
merupakan aparatur perencanaan pembangunan di Daerah sejak
tahun anggaran 1977/78 telah dilibatkan dalam pengendalian
proyek-proyek sektoral yang ada di Daerah dengan turut me -
nyampaikan laporan triwulan kepada instansi-instansi yang me-
merlukan di Pusat. Demikian pula Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I mengikuti dan mengawasi perkembangan proyek-proyek
yang ada di daerahnya baik berdasarkan laporan dari Pemimpin
Proyek dan BAPPEDA Tingkat I maupun dengan melakukan peneli -
tian sendiri serta dengan mengadakan pertemuan berkala dengan
para Pemimpin Proyek/Bendaharawan Proyek dalam wilayahnya dan
selanjutnya melaporkan secara berkala ataupun insidentil me-
ngenai keadaan proyek-proyek bersangkutan kepada Presiden me-
lalui Menteri Dalam Negeri dan kepada beberapa Menteri
lainnya.
XXII/10
Untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap
Perusahaan-perusahaan Negara, yaitu Perjan, Perum dan Persero,
dalam rangka mencapai maksud dan tujuan diadakannya Badan
Usaha Milik Negara maka dengan PP No.3 tahun 1983 telah
diatur tatacara pembinaan dan pengawasannya. Dalam PP ini di-
tegaskan fungsi-fungsi Badan Usaha Milik Negara sebagai apa -
ratur perekonomian negara, sebagai berikut
XXII/11
perusahaan milik Negara tersebut adalah serasi pula dengan
seluruh kegiatan pembangunan lainnya. Oleh sebab itu kegiatan
perusahaan-perusahaan milik Negara harus dapat menunjang pe-
laksanaan kebijaksanaan maupun program Pemerintah di bidang
pembangunan pada khususnya dan perekonomian pada umumnya,
terutama sebagai perintis dalam rangka melengkapi kegiatan
sektor swasta dan sektor koperasi.
XXII/12
Perkembangan keadaan badan-badan usaha milik Negara
sampai 31 Maret 1983 dapat dilihat pada Tabel XXII - 1 .
Dalam pada itu minat perusahaan baik PMDN maupun PMA yang
akan "go public" cukup besar. Keadaan tersebut dimungkinkan
antara lain karena pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini
semakin mantap sehingga kepercayaan masyarakat terus mening-
kat. Dengan diaktifkannya Pasar Modal proses perluasan pengi-
kutsertaan masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan telah
berjalan cepat. Jika jumlah saham yang terdaftar pada tahun
1977 tercatat 260.260 lembar maka dewasa ini naik menjadi
37.902.696 lembar. Demikian pula peredaran saham yang pada
tahun 1977 adalah rata-rata 149 lembar per hari maka kini
peredaran telah menjadi 18.084 per hari. Jumlah dividen yang
dinikmati para pemilik saham selama 5 tahun pasar modal telah
aencapai Rp. 19,74 milyar.
XXII/13
TABEL XXII - 1
KEADAAN BADAN-BADAN USAHA NEGARA,
SAMPAI 31 MARET 1983
(perusahaan)
XXII/14
Selanjutnya untuk lebih memantapkan usaha pembinaan dan
pengembangan konsultansi maka dengan keputusan Menteri Koor-
dinator Bidang Ekuin/Ketua Bappenas No. 069/Ket/11 tahun 1982
telah ditentukan tugas-tugas dan disempurnakan suaunan Team
Pembina Pengembangan Konsultansi Indonesia. Team bertugas me-
nyusun sasaran penyempurnaan dan pertimbangan mengenai keten-
tuan-ketentuan cara penggunaan jasa-jasa konsultansi oleh
instansi-instansi Pemerintah beserta pedoman pelaksanaannya.
Ditentukan pula bahwa Team bertugas membantu pengembangan
Ikatan Nasional Konsultan Indonesia dan memberi pengarahan
kepada Proyek Pengembangan Konsultansi Indonesia dalam ke -
giatan-kegiatannya dalam peningkatan ketrampilan para konsul-
tan. Sehubungan dengan itu maka dengan Keputusan-keputusan
Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Penertiban Apa -
ratur Negara tahun 1983 telah ditetapkan Petunjuk mengenai
Pengadaan dan Biaya Pekerjaan Konsultansi Konsultan Indonesia.
XXII/15
Dalam pada itu untuk membantu para pengrajin sebagai pe-
ngusaha golongan ekonomi lemah sejak Repelita I telah dikem-
bangkan program BIPIK (Bimbingan dan Pengembangan Industri
Kecil) dengan jalan memberikan latihan ketrampilan, bimbingan
dan penyuluhan, bantuan peralatan dan percontohan, bantuan
promosi serta pemasaran. Akhir-akhir ini Pemerintah telah me-
nerapkan konsep pengembangan industri kecil dengan pemba -
ngunan Sarana Usaha Industri Kecil (SUIK) di samping pemba -
ngunan Lingkungan Industri Kecil (LIK) sebagai model pengem-
bangan industri kecil yang memberikan prasarana fisik tempat
berproduksi dan berusaha. Diharapkan dengan model pengem -
bangan ini dapat ditampung tenaga kerja yang lebih banyak dan
dapat mendorong daya kreasi yang lebih maju. Demikian pula
sistem "Bapak/Anak Angkat" juga sistem sub-kontrak dalam hu-
bungan perusahaan besar dan perusahaan kecil yang dikembang-
kan oleh Pemerintah, dan akhirnya pemberian pengutamaan ke -pada
pengusaha golongan ekonomi lemah dalam pemborongan pekerjaan
dan pembelian barang/bahan Pemerintah merupakan langkah
pembinaan oleh Pemerintah dalam rangka pemerataan kesempatan
bekerja dan kesempatan berusaha.
XXII/16
Penerapan hukum seperti dikemukakan di atas telah berlaku
dalam rangka tindak lanjut Operasi Tertib pada operasi-ope-
rasi yang telah dilancarkan sejak sebelum keluarnya PP No.30
tahun 1980 antara lain Operasi Teratai, Operasi Merpati, Ope-
rasi Tunas II dan III, Operasi Bersih dan Berwibawa yang
baru-baru ini dilancarkan.
Walaupun Operasi Tertib telah memperoleh hasil-hasil yang
nyata, sekurang-kurangnya dapat menciptakan iklim yang tidak
merangsang untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan, namun
tetap disadari bahwa peningkatan pengawasan dan penertiban
masih harus terus dilaksanakan.
Mengenai hasil penertiban yang telah dicapai sejak dilan-
carkannya operasi Tertib dari Juni 1977 sampai dengan Maret
1983 dapat dikemukakan bahwa aparatur Pemerintah yang ditin-
dak meliputi 11.319 orang yang tersangkut dalam 7.839 kasus.
Dari 11.319 orang yang ditindak, 10.098 orang dikenakan tin -
dakan administratif, 981 orang dikenakan tindakan hukum dan
240 orang dikenakan tindakan lain.
XXII/17
TABEL XXII - 2
XXII/18
bulan Juni dan Juli 1982 telah terungkap berbagai bentuk
penyelewengan seperti penyalahgunaan wewenang, pungutan
liar, penerimaan hadiah, pemalsuan lembar dokumen Peneri-
maan Murid Baru, dan sebagainya. Oknum-oknum yang terlibat
dalam kasus-kasus penyimpangan tersebut berjumlah 154
orang yang terdiri dari 70 orang Kepala SMTP, 59 orang Ke-
pala SMTA, 8 orang guru SMUTP, 11 orang guru SMUTA dan 6
orang pejabat/pegawai Kanwil. Terhadap mereka telah dike-
nakan tindakan hukuman disiplin berdasarkan P P No.30 tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai.
Demikian pula telah dilakukan operasi terhadap pemilikan
ijazah palsu dan ijazah asli tetapi palsu dalam ling -
kungan Departemen/instansi Pemerintah yang telah berhasil
menindak 224 orang pegawai pemilik ijazah tersebut dengan
perincian 63 orang tingkat sarjana, 47 orang tingkat sar-
jana muda dan 114 orang tingkat SLTA ke bawah, sedangkan
363 orang lainnya masih dalam proses penelitian. Dalam
pada itu melalui sarana operasi justisi terus diusahakan
pemberantasan korupsi terhadap sementara pegawai negeri
atau mereka yang telah memperoleh fasilitas dari Negara.
XXII/19
fisik pembangunan serta pemenuhan fungsional proyek se-
hingga pengawasan itu bermanfaat sebagai umpan balik untuk
penyempurnaan/perbaikan perencanaan dan pelaksanaan.
e. Meningkatkan kepekaan terhadap sorotan masyarakat dalam
berbagai bentuk kritik dan lain-lain mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan pelaksanaan sebagai abdi negara maupun
abdi/pelayan masyarakat.
f. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan untuk mende-
teksi penyimpangan sedini mungkin agar dapat diambil
langkah koreksi sebelum terlambat.
g. Makin memantapkan kedudukan dan fungai Inspektorat
Jenderal Departemen sebagai aparatur pengawasan fungsional.
XXII/20
a. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian
XXII/21
TABEL XXII - 3
XXII/22
tunjangan yang kemudian ditingkatkan dengan penyempurnaan
sistem penggajian. Sejak tanggal 1 April 1977 telah diadakan
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil berdasarkan PP. No.7
tahun 1977. Perbaikan sistem penggajian didasarkan pada pe-
ningkatan gaji pokok sehingga sangat menguntungkan bagi pe-
gawai negeri kelak bila tiba waktunya menjalani masa pensiun
karena pensiun pokok ditetapkan berdasarkan gaji pokok.
XXII/23
TABEL XXII – 4
XXII/24
e. Perbaikan penghasilan penerima pensiun/tunjangan yang
bersifat pensiun
XXII/25
TABEL XXII - 5
XXII/26
kembali tersebut ialah karena dengan berlakunya PP No. 13 ta-
hun 1978 tentang Pengangkatan Guru Sekolah Swasta Bersubsidi
Menjadi Pegawai Negeri Sipil timbul perbedaan pensiun pokok
antara pensiunan bekas guru dalam dinas tetap pada perguruan
swasta bersubsidi yang dipensiunkan sebelum berlakunya PP No.
13 tahun 1978 dan mereka yang dipensiunkan sejak berlakunya
PP No. 13 tahun 1978.
XXII/27
TABEL XXII - 6
XXII/28
Mengenai inventarisasi jabatan dapat dikemukakan bahwa
dalam Repelita III usaha inventarisasi jabatan yang telah di-
mulai dalam Repelita II dilanjutkan dengan melengkapi daftar
jabatan yang telah terkumpul di instansi Pusat maupun Daerah,
sedang terhadap jabatan yang telah terkumpul setelah diteliti
disusun dalam suatu daftar jabatan yang lengkap, yang memuat
Daftar Nama, Susunan dan Jumlah Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
XXII/29
Tujuan akhir yang diharapkan dapat dicapai melalui pro-
gram tersebut adalah meningkatnya kemampuan aparatur Pemerin-
tah sehingga terwujud aparatur yang makin bersih dan berwi -
bawa, dan dengan demikian mendapat dukungan yang kreatif dari
masyarakat.
XXII/30
TABEL XXII - 7
XXII/31
Program Perencanaan Nasional (PPN) yang telah diseleng-
garakan sejak tahun 1972, pada tahun 1982/83 telah melaksa-
nakan program angkatan ke 11 yang diikuti oleh 125 orang
pejabat dari Pemerintah Pusat dan Daerah serta instansi -
instansi lain yang terlibat dalam tugas perencanaan dan pe -
laksanaan pembangunan. Dari tahun pertama Repelita III sampai
dengan tahun keempat Repelita III PPN telah mendidik 494
orang yang bekerja pada berbagai instansi di seluruh Indo -
nesia. Seperti diketahui Program Perencanaan Nasional dimak-
sudkan untuk memberikan pengetahuan dalam penggunaan berbagai
peralatan analisa yang diperlukan dalam teknik perencanaan
dan evaluasi proyek-proyek pembangunan.
XXII/32
yanan kepada masyarakat dilakukan antara lain dengan penga-
turan yang lebih baik seperti dalam penyelesaian banding dari
berbagai pajak. Dalam pada itu Pemerintah telah memperketat
persyaratan jasa Akuntan Publik. Tindakan ini diambil dalam
usaha melindungi masyarakat agar tidak disesatkan oleh la-
poran-laporan Akuntan Publik yang tidak benar.
Administrasi perlengkapan Pemerintah terus-menerus diusa-
hakan penyempurnaannya pada semua tahap, yaitu dari tahap pe-
rencanaan sampai dengan tahap penentuan penghapusan. Suatu
team interdepartemental melalui Proyek Pengembangan Sistem
Pengadaan dan Administrasi Pengurusan Barang telah merumuskan
rancangan pengelolaan/administrasi perlengkapan yang lebih
efisien, seragam dan terkoordinasikan. Team tersebut telah
pula menyusun ketentuan-ketentuan penghapusan perlengkapan
dalam kaitannya dengan pelelangan/penjualannya. Dalam hu -
bungannya dengan penghapusan perlengkapan maka dengan Keppres
No. 5 tahun 1983 telah ditentukan bahwa pengadaan dan pemeli-
haraan kendaraan perorangan dinas milik Negara sebagai sarana
pelaksanaan tugas para pejabat di lingkungan Departemen/Lem-
baga dan instansi Pemerintah lainnya yang merupakan beban
bagi keuangan Negara perlu dihapuskan dengan menjual kenda-
raan kepada pejabat Pemerintah yang bersangkutan. Demikian
pula dengan PP No. 82 tahun 1982 telah diperbarui pelaksanaan
penjualan rumah negeri dengan cara-cara yang lebih baik. Juga
dengan Keppres No. 81 tahun 1982 telah diperbarui penetapan
status rumah-rumah negeri.
Selanjutnya dalam rangka pengendalian dan pengkoordina-
sian pengadaan atau pembelian barang/peralatan yang diperlu-
kan Departemen/Lembaga maka dengan Keppres No. 17 tahun 1983
telah disempurnakan susunan dan fungsi Team Pengendali Pe -
ngadaan Barang/Peralatan Pemerintah yang telah dibentuk de -
ngan Keppres No. 10 tahun 1980 jo. Keppres No. 1 tahun 1981.
Susunan Team menjadi sebagai berikut : Menteri Sekretaris Ne-
gara sebagai ketua, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Ne-
gara/ Wakil Ketua Bappenas dan Menteri Muda Urusan Peningkat-
an Penggunaan Produksi Dalam Negeri masing-masing sebagai Wa-
kil Ketua, dan Gubernur Bank Indonesia, Dirjen Anggaran, Dir-
jen Industri Logam Dasar, Asisten Menteri Sekneg Urusan Admi-
nistrasi Pemerintah dan Administrasi Lembaga-lembaga Pemerin-
tah Non Departemen, Deputy Bappenas Bidang Ekonomi, Dirjen
Perdagangan Luar Negeri, Ketua BKPM dan Asisten Menko EKUIN
dan Pengawasan Pembangunan masing-masing sebagai anggota.
Team di samping menyelenggarakan fungsi sebagaimana di-
tentukan dalam Keppres No. 14 A tahun 1980 jo. Keppres No. 18
XXII/33
tahun 1981, yaitu menetapkan standar surat perjanjian/kontrak
untuk berbagai pemborongan/pembelian termasuk pembelian tanah
serta pedoman penggunaan standar kontrak tersebut, juga me-
ngadakan
a. penelitian dan penetapan jenis, jumlah spesifikasi, harga
serta cara pengadaan barang/peralatan serta pemborongan
pekerjaan yang diperlukan oleh Departemen-departemen, Lem-
baga-lembaga Pemerintah Non Departemen, Pertanina, Bank-
bank milik Pemerintah dan Badan-badan Usaha Milik Negara
serta Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah
Tingkat II.
b. penilaian terhadap segi teknis dan mutu barang/peralatan
serta pemborongan pekerjaan agar diperoleh hasil yang ter-
baik dengan harga yang paling menguntungkan bagi Negara
serta sebanyak mungkin menggunakan produksi dalam negeri.
c. koordinasi dan pengawasan atas pelaksanaan pengadaan
barang/peralatan serta pemborongan pekerjaan yang telah
ditetapkan.
d. pembinaan administrasi dan dokumentasi pengadaan barang/
peralatan.
Penyempurnaan tatacara dalam rangka perluasan kesempatan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan bagi pengusaha melalui
berbagai kemudahan juga terus dikembangkan. Dalam tahun
1982/83 Departemen Pertanian berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian No. 325/Kpta/Um/5/1982 telah mengadakan penyempur-
naan terhadap prosedur perijinan untuk usaha dalam subsektor
Perkebunan. Sebelumnya Departemen Perdagangan telah berhasil
menyempurnakan tatacara pengajuan permohonan, penanganan dan
pengeluaran surat ijin usaha perdagangan yang lebih sederhana
dari masa sebelumnya. Dalam tahun keempat Repelita III Departemen
Perdagangan bersama dengan Departemen Keuangan, Bank Indonesia
dan Departemen Perhubungan telah melanjutkan perbaikan
prosedur pelaksanaan ekspor dan impor sebagai tindak lanjut
dari PP No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan
Lalu Lintas Devisa. Dengan kemudahan-kemudahan tersebut di atas
diharapkan dapat makin merangsang kegiatan dunia usaha.
Sementara itu usaha penyempurnaan kearsipan negara terus
dilakukan dengan mengintensifkan penertiban dan pembinaan ke-
arsipan. Dengan meningkatnya tugas-tugas pembangunan yang di-
laksanakan oleh aparatur Pemerintah maka aemakin banyak pula
arsip-arsip yang dibuat dan diterima oleh aparatur Peme -
rintah. Bertambah banyaknya arsip ini merupakan tantangan
tersendiri di bidang administrasi. Oleh karena itu agar arsip
yang mengandung data dan informasi dapat dimanfaatkan dengan
XXII/34
sebaik-baiknya diperlukan penyelenggaraan kearsipan yang di-
dukung oleh sistem kearsipan yang mantap, personil yang meme-
nuhi perayaratan di samping fasilitas yang memadai bagi ke -
tertiban dan kelancaran pelaksanaannya.
XXII/35
D . SISTEM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAN PENGAWASAN KEUANGAN
NEGARA
1. Pendahuluan
XXII/36
Pada tahun anggaran 1982/83 sistem pembiayaan pembangunan
yang meliputi tatacara penyelenggaraan pembiayaan tetap dida-
sarkan pada Keputusan Presiden yang berlaku untuk tahun-tahun
sebelumnya, yaitu Keppres No. 14 A tahun 1980 yang disempur-
nakan dengan Keppres No. 18 tahun 1981 yang kedua-duanya me-
rupakan pedoman pelaksanaan APBN dan juga sebagai salah satu
pengaturan pengendaliannya. Tujuan yang hendak dicapai ialah
agar pelaksanaan APBN dapat berjalan lebih efektif dan efi-
sien serta sekaligus mengarah pada segi pemerataan pemba -
ngunan dengan memberikan kesempatan pengembangan industri da-
lam negeri. Penekanan pada segi pemerataan pembangunan dicer-
minkan dalam berbagai pasal Keppres tersebut yang merumuskan
pemberian kesempatan berusaha kepada pengusaha golongan eko-
nomi lemah dengan pengutamaan produksi dalam negeri sebagai
rekanan barang/jasa Pemerintah Pusat maupun Daerah, termasuk
Badan Usaha Milik Negara, untuk pembelian maupun pemborongan
pekerjaan. Demikian pula pelaksanaan APBN ditujukan untuk me-
nunjang sasaran-sasaran pemerataan kegiatan pembangunan dan
perluahan kesempatan kerja di semua Daerah dengan pengutamaan
pengusaha setempat untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksana-
an proyek-proyek pembangunan.
Ketentuan berbagai pasal dalam Keppres tersebut telah di-
lengkapi pula dengan prosedur pelaksanaan yang lebih memudah-
kan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri atau Surat Keputusan
Bersama beberapa Menteri seperti ketentuan tentang pengutama-
an produksi dalam negeri, prakualifikasi di tingkat Daerah,
pedoman pelaksanaan proyek Gedung Pemerintah dan perumahan
dinas, biaya pengadaan tanah untuk keperluan proyek sek -
toral,tatacara peraetujuan kontrak multiyears, prosedur dan
penata usahaan bantuan luar negeri, dan lain sebagainya.
Keppres No. 14 A tahun 1980 jo. Keppres No. 18 tahun 1981
mempunyai sasaran pula untuk menunjang penyempurnaan aparatur
Pemerintah melalui ketentuan pengendalian dan peningkatan pe-
ngawasan, terutama pengawasan yang melekat pada fungsi orga-
nik pimpinan terhadap bawahan. Untuk kelancaran, kedaya-guna-
an dan kehasil-gunaan pengadaan barang/peralatan yang diper-
lukan Departemen/Lembaga pada tahun 1980 telah dibentuk Team
Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah dengan
Keppres No. 10 tahun 1980 yang bertugas mengendalikan dan
mengkoordinasi pengadaan atau pembelian barang/peralatan.
Team tersebut telah diperluas keanggotaannya serta ditingkat-
kan fungsinya dengan Keppres No. 17 tahun 1983 sebagai pe -
nyempurnaan Keppres No. 10 tahun 1980. Berdasarkan Keppres
No. 15 tahun 1980 telah ditetapkan tatacara penyediaan dana
dan tatacara pelaksanaan pembayaran dalam rangka pengadaan
XXII/37
barang/peralatan Pemerintah. Kebijaksanaan yang tertuang da-
lam Keputusan-keputusan Presiden tersebut dimakaudkan agar
pengendalian dan penentuan pengadaan barang/peralatan Peme-
rintah dapat dilakukan secara terpusat dan terkoordinasikan.
XXII/38
sangkutan menerbitkan Petunjuk Operasional (P0) bagi pelaksa-
naan proyek yang memuat uraian dan perincian dari DIP ter -
sebut serta petunjuk khusus yang perlu dilaksanakan oleh Pe -
mimpin Proyek. PO digunakan sebagai sarana pengawasan bagi
Inspektur Jenderal Departemen/Pemimpin Unit Pengawasan pada
Lembaga dan juga sebagai alat pengawasan bagi Direktur Jen-
deral atau Pejabat yang setingkat pada Departemen/Lembaga.
Hal ini menunjukkan perubahan tekanan pengawasan pre-audit
kepada pengawasan post-audit yang menyebabkan fungsi penga-
wasan oleh atasan langsung menjadi sangat dominan.
XXII/39
3. Prosedur pelaksanaan anggaran pembangunan
XXII/40
Selanjutnya pelaksanaan operasional proyek-proyek dilaku-
kan atas dasar Petunjuk Operasional ( P 0 ) yang disusun oleh
Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada Departemen/Lem-
baga yang membawahi proyek untuk mempertegas tanggung jawab
atasan langsung terhadap pelaksanaan fisik dan keuangan pro-
yek. Hal ini menunjukkan pengalihan titik berat pengawasan
dari pre-audit k e pengawasan post-audit. Demikian pula Benda-
harawan didudukkan sebagai pejabat komtabel murni sesuai de -
ngan ketentuan-ketentuan Undang-undang Perbendaharaan Negara.
Kemudian pengujian atas kebenaran tagihan Negara tidak lagi
dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan Negara, melainkan kini
oleh pelaksana operasional, yaitu Pemimpin Proyek. Batas wak-
tu penilaian oleh Kantor Perbendaharaan Negara bukan lagi 3
hari seperti sebelum tahun 1980/81, tetapi telah dipersingkat
menjadi 2 hari.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku Pemimpin Proyek me-
ngirimkan Surat Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pem-
bangunan (SPJP) selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan
kepada Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada Depar -
temen/Lembaga yang membawahkan proyek bersangkutan dengan
tembusan kepada Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit
Pengawasan pada Lembaga bersangkutan dan kepada Kepala KPN.
Bersamaan waktunya dengan pengiriman tersebut selembar tem-
busan SPJP disertai dengan tanda bukti pengeluaran bersang -
kutan dikirimkan langsung oleh Pemimpin Proyek kepada Biro
Keuangan Departemen/Lembaga bersangkutan. Dengan pengiriman
SPJP kepada Direktur Jenderal atau pejabat setingkat mengan -
dung arti bahwa penelitian pertanggungjawaban pada tingkat
post-audit dilakukan oleh aparat Departemen/Lembaga sendiri.
Kemudian selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan setelah
penerimaannya KPN menyelesaikan pemeriksaan dan mengirimkan
SPJP kepada Kanwil Ditjen Anggaran disertai tembusan tanda
bukti pengeluaran dan catatan hasil pemeriksaan/penelitiannya.
Di samping SPJP yang dikirimkan oleh Pemimpin Proyek,
Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap
bulan mengirimkan Laporan Keadaan Kas Pembangunan (LKKP) me -
ngenai bulan yang baru lalu kepada KPN. Dalam hal ini Direk -
tur Jenderal atau pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga
mengambil langkah-langkah penyelesaian apabila terjadi kelam-
batan penyampaian LKKP tersebut.
Dalam hal pelelangan untuk pemborongan, yang berlaku pula bagi
Pemerintah Daerah maupun Badan Usaha Milik Negara meru-pakan
usaha pemberian kesempatan yang lebih luas kepada pe ngusaha
golongan ekonomi lemah. Dalam hubungan ini dapat di -
XXII/41
kemukakan pula bahwa apabila dalam pelelangan untuk pembo-
rongan/pembelian yang terpilih adalah pemborong/rekanan yang
tidak termasuk golongan ekonomi lemah, maka dalam surat per-
janjian (kontrak) ditetapkan kewajiban untuk bekerjasama de-
ngan pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah setempat, an -
tara lain dengan Sub Kontraktor atau leveransir barang. Pem -
borong/rekanan diwajibkan untuk membuat laporan periodik me-
ngenai pelaksanaan ketetapan di atas untuk disampaikan kepada
Pemimpin Proyek yang bersangkutan dan apabila ketentuan -
ketentuan itu dilanggar maka di samping kontrak akan batal,
pemborong/rekanan yang bersangkutan dikeluarkan dari Daftar
Rekanan yang Mampu (DRM).
XXII/42
nilai pelelangan dengan batas tertentu dan di lokasi ter-
tentu. Juga diperjelas ketentuan mengenai pembentukan Panitia
Prakualifikasi di masing-masing Departemen/Lembaga untuk pe-
kerjaan pemborongan/pembelian di tingkat Pusat dan dimasing-
masing Daerah. Ketentuan keterbukaan lainnya ialah bahwa Gu-
bernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Ke-
pala Daerah Tingkat II mengumumkan proyek-proyek yang akan
dilaksanakan di daerah masing-masing, baik proyek-proyek sek-
toral maupun proyek-proyek bantuan Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah berdasarkan Instruksi Presiden melalui
KADIN.
XXII/43
yang berwenang untuk bertindak aktif dalam mengelola proyek
masing-masing. Ketentuan-ketentuan yang berlaku secara nasio-
nal mengenai pengendalian proyek-proyek pembangunan yang di-
biayai oleh APBN melalui prosedur DIP adalah sebagaimana dia-
tur pada pasal 68 ayat (3) yang menyatakan bahwa Pemimpin
Proyek bertanggungjawab atas penyampaian laporan-laporan pada
waktunya kepada pejabat-pejabat yang ditentukan. Selanjutnya
pasal 75 serta Lampiran II Keppres No. 14 A tahun 1980 jo.
Keppres No. 18 tahun 1981 menentukan kewajiban Pemimpin Pro -
yek untuk menyampaikan laporan triwulan baik mengenai DIP ta-
hun bersangkutan maupun mengenai DIP SIAP kepada Menteri/
Ketua Lembaga bersangkutan, Menteri Keuangan, Ketua Bappenas,
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan, Menteri Negara
PPLH dan Inspektur Jenderal Departemen/Pemimpin Unit Penga-
wasan pada Lembaga bersangkutan, selambat-lambatnya satu bu-
lan setelah berakhirnya triwulan bersangkutan.
XXII/44
Selanjutnya perkembangan pelaksanaan Anggaran Pembangunan
yang sebagian besar digunakan untuk membiayai proyek-proyek
pembangunan secara berkala dilaporkan oleh Menteri Keuangan
dan Ketua Bappenas kepada Presiden dan Wakil Presiden.
XXII/45
lah agar pelaksanaan pembangunan dapat. mencapai sasaran se-
perti yang telah ditetapkan secara lebih berdaya guna dan
berhasil guna tanpa kebocoran atau penghamburan.
XXII/46
TABEL XXII - 8
XXII/47
XXII/48
TABEL XXII – 9
XXII/48
pelaksana proyek yang dapat dilihat pada perkembangan berita
acara yang tidak benar berturut-turut 0,2%, 0,2%, 0,1%, dan
0,1%, untuk tahun 1979/80, 1980/81, 1981/82 dan 1982/83 dari
nilai anggaran yang diperiksa, demikian pula realisasi fisik
yang tidak sesuai dengan DIP tercermin dari jumlah kejadian-
nya, yaitu 0,5%, 0,2%, 0,2%, dan 0,1% masing-masing untuk ta-
hun 1979/80, 1980/81, 1981/82 dan 1982/83. Ini berarti bahwa
kejadiannya sangat terbatas meskipun jumlah proyek pembangun-
an dari tahun ke tahun terus meningkat.
XXII/49
XXII/49
Dalam rangka makin meningkatkan hasil-hasil pelaksanaan
pengawasan, maka penyempurnaan pelaksanaan pengawasan baik di
tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah secara terus menerus
diusahakan. Dalam tahun anggaran 1982/83 telah dilangsungkan
serangkaian sarasehan sebagai forum koordinasi aparatur pe-
ngawasan fungsional, yaitu DJPKN, Inspektorat Jenderal Depar-
temen dan Inspektorat Jenderal Pembangunan yang diselenggara-
kan oleh Menteri Negara PPLH. Dalam sarasehan-sarasehan ter-
sebut telah dibahas masalah-masalah dasar pengawasan, faktor
organisasi dan perangkat pengawasan, pelaksanaan pengawasan
dewasa ini, lingkungan kerja aparatur pengawasan, pengolahan
dan analisa data serta tindak lanjut hasil pengawasan. Kesim-
pulan yang telah dirumuakan menunjukkan masih adanya berbagai
kelemahan yang merupakan tantangan untuk diatasi dengan pe-
nyempurnaan secara terus-menerus sejalan dengan usaha penyem-
purnaan administrasi bidang-bidang lainnya. Dalam kaitan ini
maka sebagai salah satu langkah penyempurnaan telah dapat di-
susun suatu Rancangan Pedoman Juklak Pengawasan untuk menye -
ragamkan penyelenggaraan pengawasan, kesatuan pengertian di
bidang pengawasan dan memudahkan koordinasi serta meningkat-
kan daya guna dan hasil guna pengawasan.
XXII/50