TUGAS AKHIR
Oleh
NIM : 1205131039
Disetujui
oleh:
Drs.Kusumadi , M.T
NIP. 19601110 198603 1005
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Dosen Pembimbing Tugas Akhir,
Ketua Penguji dan Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan,
menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir dari Mahasiswa:
Nama Mahasiswa : RIZKI WULAN MURJAINI
NIM : 1205131039
Dengan Judul :PERBANDINGAN INDEKS KEKUATAN SISA
CAMPURAN AC-WC AKIBAT RENDAMAN AIR LAUT, AIR HUJAN,
DAN AIR SUNGAI
Telah selesai diperiksa dan dinilai oleh Dosen Pembimbing dan Pembimbing TA.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir dengan baik dan tepat pada waktunya. Tugas Akhir yang berjudul ”
PERBANDINGAN INDEKS KEKUATAN SISA CAMPURAN AC-WC
AKIBAT RENDAMAN AIR LAUT, AIR HUJAN, DAN AIR SUNGAI ” ini
merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan untuk menyelesaikan
Pendidikan Program Studi Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan, Jurusan
Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.
iii
Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun dan
menyelesaikan T u g a s A k h i r ini. Namun, penulis menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis menerima dengan terbuka
segala masukan–masukan, kritik, saran, dan pendapat yang bersifat membangun
guna memperbaiki.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian pembaca, dan
penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membaca.
iv
ABSTRAK
PERBANDINGAN INDEKS KEKUATAN SISA CAMPURAN AC-WC
AKIBAT RENDAMAN AIR LAUT, AIR HUJAN, DAN AIR SUNGAI
Oleh
RIZKI WULAN MURJAINI
NIM : 1205131039
Beberapa jalan di Indonesia sering terendam oleh air laut, air hujan dan air
sungai, seperti yang kita lihat dalam kehidupan kita. Perkerasan jalan sering
mengalami kerusakan terutama lapisan aus perkerasan jalan (AC-WC) karena
tergenangi oleh air, baik air laut, air hujan maupun air sungai yang meluap.
Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
rendaman air laut, air hujan dan air sungai terhadap lapisan aspal. Penelitian ini
dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh rendaman air laut, air hujan dan air
sungai terhadap tingkat kekuatan dan keawetan campuran Laston (AC-WC).
Hasil persiapan dan pengujian bahan baik agregat dan aspal serta
penentuan gradasi campuran AC-WC menunjukkan hasil sesuai persyaratan.
Selanjutnya dilakukan pengujian untuk menentukan kadar aspal optimum (KAO)
dengan menggunakan metode Marshall. Selanjutnya pengujian untuk mencari
perbandingan nilai stabilitas dan indeks kekuatan sisa setelah melakukan
perendaman air laut, air hujan dan air sungai.
Pengujian marshall tahap I mendapat hasil kadar aspal optimum (KAO)
sebesar 5,2%, kemudian pembuatan benda uji sebanyak 18 buah sampel dengan
kadar aspal optimum. Masing – masing jenis air mendapat 6 buah sampel
campuran AC-WC bergradasi halus yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok
pertama 3 buah sampel direndam kedalam air laut selama 4 jam pada suhu 25ºC.
Kelompok kedua 3 buah sampel direndam kedalam air laut selama 24 jam pada
suhu 60ºC. Sistem ini dilakukan juga pada kedua jenis air lainnya, yaitu pada air
hujan dan air sungai.
Berdasarkan uji marshall, nilai kekuatan stabilitas dan perhitungan nilai
indeks kekuatan sisa (IKS) campuran laston (AC-WC) untuk rendaman air laut
66,557 % lebih rendah di bandingkan hasil perendaman dua jenis air lainnya yaitu
rendaman air hujan 82,33% dan air sungai 78,52%.
Kata kunci : Indeks Kekuatan Sisa, AC - WC
v
DAFTAR ISI
vi
2.10.1.2 Klasifikasi Agregat ........................................................................22
2.10.1.3 Jenis Agregat ..................................................................................23
2.10.1.4 Persyaratan Jenis Agregat ..............................................................23
2.10.1.5 Sifat – sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja
campuran........................................................................................25
2.10.2 Aspal....................................................................................................26
2.10.2.1. Jenis Aspal ....................................................................................26
2.10.2.1.1 Aspal Minyak (petroleum aspal) ..............................................26
2.10.2.1.2 Aspal Beton ..............................................................................27
2.10.2.2 Komposisi aspal .............................................................................27
2.10.2.3 Sifat aspal .......................................................................................28
2.10.2.4 Pemeriksaan Aspal .........................................................................29
2.10.2.5 Bahan Pengisi Filler .......................................................................29
2.11 Beton Aspal (AC – WC) .............................................................................31
2.11.1 Aspal Properties ..................................................................................32
2.11.2 Marshall Test .......................................................................................34
2.11.2.1 Pengujian marshall untuk perencanaan campuran .........................35
2.11.2.1.1 Uji berat isi padat......................................................................36
2.11.2.1.2 Pengujian stabilitas dan kelelehan (Flow) ................................36
2.11.2.1.3 Pengujian volumetric ................................................................37
2.11.2.1.4 Prosedur untuk analisa campuran beraspal panas padat ...........40
2.11.3 Evaluasi hasil uji marshall...................................................................45
2.11.3.1 Stabilitas .........................................................................................45
2.11.3.2 Pelelehan ........................................................................................45
2.11.4 Evaluasi nilai volumetric campuran beraspal......................................46
2.11.4.1 Evaluasi VMA ...............................................................................46
2.11.4.2 Pengaruh rongga udara dalam campuran padat (VIM) ..................46
2.11.4.3 Pengaruh rongga udara terisi aspal (VFA).....................................47
2.11.4.4 Pengaruh Pemadatan ......................................................................47
2.12 Pengujian IKS (Indeks Kekuatan Sisa) .......................................................48
vii
BAB III METODOLOGI ........................................................................................49
3.1 Diagram Alir Penelitian ................................................................................49
3.2 Persiapan Alat dan Bahan .............................................................................50
3.2.1 Persiapan Alat .....................................................................................50
3.2.2 Persiapan Bahan ..................................................................................50
3.3 Pengujian Sifat Bahan ...................................................................................50
3.3.1 Sifat Bahan Agregat ............................................................................50
3.3.2 Pengujian Sifat Bahan Aspal ..............................................................51
3.4 Rancangan Campuran dengan Metode Marshall ..........................................53
3.5 Pembuatan Benda Uji Pada Kadar Aspal Optimum .....................................55
3.6 Pengujian Pengaruh Air Terhadap Kuat Tekan Campuran Beraspal yang
Dipadatkan (SNI 03-6753-2002) .................................................................56
3.7 Perhitungan Indeks Kekuatan Sisa................................................................57
3.8 Tahap Analisis dan Pembahasan ...................................................................57
viii
4.6.2.3 Pengaruh perendaman air hujan terhadap nilai indeks stabilitas
sisa ...............................................................................................71
4.6.2.4 Pengaruh perendaman air hujan terhadap kelelehan (Flow) .......72
4.6.2.5 Pengaruh perendaman air sungai terhadap nilai indeks
stabilitas sisa ................................................................................73
4.6.2.6 Pengaruh perendaman air sungai terhadap kelelehan (flow) ......74
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku ..........................8
Tabel 3.4 Jumlah benda uji pada kadar aspal optimum .............................................55
Tabel 4.7 Nilai karakteristik Marshall immersion pada kadar aspal optimum ..........69
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2 Ruas jalan yang terendam genangan air sungai .....................................2
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Gambar 1.2 Ruas jalan yang terendam genangan air sungai
2
sungai. Berdasarkan penjelasan singkat di atas maka dilakukan penelitian ini
terhadap aspal permukaan AC – WC dengan menggunakan aspal penetrasi
60/70.
3
6. Rendaman yang digunakan adalah air laut, air hujan, dan air
sungai.
7. Mengidentifikasi nilai indeks kekuatan sisa setelah dilakukan
perendaman dengan masing – masing jenis air.
4
9. Pengujian Marshall.
10.Analisa perbandingan hasil pengujian Marshall dengan benda uji
yang telah direndam oleh variasi jenis air berbeda sebelum di
lakukan Marshall Test.
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan rancangan yang akan dilakukan meliputi latar
belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan masalah, metode penelitian, dan
sistematika penelitian.
5
BAB V PEMBAHASAN
Berisikan pembahasan mengenai data-data yang didapat
dari pengujian, kemudian dianalisis, sehingga dapat
diperoleh hasil perhitungan, dan kesimpulan hasil yang
mendasar.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
perkerasan lentur di atas permukaan kaku, atau perkerasan kaku di atas
perkerasan lentur.
Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
8
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.
2. Syarat – syarat kekuatan / structural
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan
menyebarkan beban, harus memenuhi syarat – syarat :
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan
lalu lintas ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan di
bawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di
atasnya dapat cepat dialirkan.
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi berarti.
Untuk dapat memenuhi hal – hal tersebut di atas, perencanaan dan
pelaksanaan konstruksi perkerasan lentur jalan harus mencakup :
1. Perencanaan tebal masing – masing lapisan perkerasan.
Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas
yang akan dipikulnya, keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih,
dapatlah ditentukan tebal masing – masing lapisan berdasarkan
beberapa metoda yang ada.
2. Analisa campuran bahan
Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang
tersedia,direncanakanlah suatu susunan campuran tertentu sehingga
terpenuhi spesifikasi dari jenis lapisan yang dipilih.
3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan
Perencanaan tebal perkerasan yang baik, susunan campuran yang
memenuhi syarat, belum dapat menjamin dihasilkannya lapisan
perkerasan yang memenuhi apa yang diinginkan jika tidak dilakukan
pengawasan pelaksanaan yang cermat mulai dari tahap penyiapan
lokasi dan material sampai tahap pencampuran atau penghamparan
dan akhirnya pada tahap pemadataan dan pemeliharaan .
9
2.4. Jenis dan fungsi lapisan perkerasan
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan – lapisan yang
diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan – lapisan
tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya
ke lapisan di bawahnya.
Adapun susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :
a. Lapis permukaan (surface course)
Lapisan permukaan pada umunya dibuat dengan menggunakan
bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air
dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini
terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut :
Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini
harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda
selama masa layan.
Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke
lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan
pada lapisan tersebut.
Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem
kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya,
sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain.
Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah
sebagai berikut:
Burtu (laburan aspal lapis satu), yaitu lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi satu lapis agregat
bergradasi seragam dengan tebal maksimal 2 cm.
Burda (lapis aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri
dari lapisan as[al ditaburi agregat dua kali secara berurutan
dengan tebal maksimal 3.5 cm.
Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus
10
dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu
dengan tebal 1 – 2 cm.
Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang
terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang,
mineral pengisi dan aspal keras dengan perbandingan tertentu
dan tebal antara 2 – 3.5 cm.
Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat
nonstructural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan
bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air dan
memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya
dukung lapisan terhadap beban roda lalu – lintas. Pemilihan bahan
lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana,
serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat yang sebesar –
besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya
merupakan jenis lapisan yang bersifat structural yang berfungsi
sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, antara
lain :
Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis perkerasan yang terdiri
dri agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka
dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan
di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Tebal lapisan
bervariasi antara 4 – 10 cm.
Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara
agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar,
dan dipadatkan secara dingin. Tebal lapisan padat antara 3 – 5
cm.
Laston (lapisan aspal beton),yaitu lapis perkerasan yang
terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang
mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar, dan
dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam
campuran,Laston lapis aus (AC – WC), Laston lapis pengikat
(AC – BC) dan Laston lapis pondasi (ACBase).
11
Ukuran maksimum agregat masing – masing campuran adalah
19 mm, 25 mm dan 37,5 mm. Jika campuran aspal yang
dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak
boleh kurang dari toleransi masing – masing campuran dan
tebel nominal rancangan.
b. Lapis Pondasi Atas (base course)
Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan,
maka lapisan ini bertugas menerima beban berat. Oleh arena itu
material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di
lapangan harus benar.
c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)
Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak
diantara lapis pondasi dari tanah dasar. Jenis pondasi bawah yang
biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:
Agregat bergradasi baik, dibedakan atas : Sirtu/pitrun kelas A,
Sirtu/pitrun kelas B, Sirtu/pitrun kelas C.
Stabilisasi : a). Stabilisasi agregat dengan semen, b).
Stabilisasi agregat dengan kapur, c). Stabilisasi tanah dengan
semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur.
d. Tanah Dasar (subgrade course)
Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat
berupa permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang
menjadi dasar untuk perletakan bagian – bagian perkerasan lainnya.
Perkerasan lain diletakkan di atas tanah dasar, sehingga secara
keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi perkerasan tidak
lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar harus dipadatkan hingga
mencapai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya
dukung yang baik.
12
2.5 Pengertian Banjir
Banjir merupakan permasalahan umum yang sering terjadi disebagian
wilayah Indonesia. Banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan
(yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi
karena peluapan air yang berlebihan disuatu tempat akibat hujan besar, peluapan
air sungai, atau pecahnya bendungan sungai. Banjir menimbulkan kerugian baik
berupa harta benda maupun jiwa manusia. Banjir dapat merusak prasarana
lingkungan hidup manusia misalnya rusaknya jalan yang dapat mengganggu
kelancaran transportasi, rusaknya jaringan irigasi dan tanaman pangan yang
dilanda oleh banjir sehingga menimbulkan kesulitan yang berat pada sector
produksi dan distribusi pangan (IGNATIUS S. PASERENG, 2014).
Banyak faktor yang menjadi penyebab banjir. Namun secara umum
penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu banjir
yang disebabkan oleh sebab – sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh
tindakan manusia.
Yang termasuk sebab – sebab alami diantaranya adalah :
a. Curah hujan
Indonesia mempunyai iklim tropis sehingga sepanjang tahun
mempunyai dua musim yaitu musim hujan, umumnya terjadi antara
bulan Oktober sampai bulan Maret, dan musim kemarau terjadi antara
bulan April sampai bulan September. Pada musim penghujan, curah
hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai, dan bilamana
melebihi tebing sungai maka akan timbul genangan atau banjir.
b. Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan
kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai,
geometrikhidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman,
potongan memanjang,material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain,
merupakan hal-hal yangmempengaruhi terjadinya banjir.
c. Kapasitas sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan
oleh pengendapan berasal dari erosi, DPS, dan erosi tanggul sungai yang
13
berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi
penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat.
d. Kapasitas drainase yang tidak memadai
Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainase daerah
genangan yan tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi
langganan banjir di musim hujan.
e. Pengaruh air pasang
Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu
banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan
atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).
Yang termasuk sebab – sebab banjir karena tindakan manusia
adalah:
1. Perubahan kondisi DPS
Perubahan DPS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian
yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tata guna lainnya
dapat memperburuk masalah banjir karena meningkatnya aliran
banjir.
2. Kawasan kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat
merupakan penghambat aliran.
3. Sampah
Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang
ditentukan tidak baik, umumnya mereka langsung membuang
sampah ke sungai. Di kota-kota besar hal ini sangat mudah di
jumpai. Pembuangan sampah di alur sungai dapat meninggikan
muka air banjir karena menghalangi aliran.
4. Bendung dan bangunan air
Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat
meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik
(backwater).
14
5. Kerusakan bangunan pengendali banjir
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali
banjir sehingga menimbulkan kerusakan akhirnya tidak berfungsi
dapat meningkatkan kuantitas banjir.
15
3. Kolloids. Komponen ini berukuran kurang dari 0,45 mikrometer, jadi lolos
dari saringan dengan ukuran diameter pori 0,45 mikrometer, akan tetapi
komponen ini tidak terlarut. Penjelasan sederhan: Terlarut itu dapat kita
bayangkan seperti kita memasukkan garam dalam air dan diaduk-aduk
sehingga tercampur sempurna dan tidak tampak lagi partikel garam. Kolloids
juga dapat berupa anorganik seperti oxyhidroksida dan organik sperti
organometalik. contoh-contoh dari kolloid tersebut memang kurang familiar
ditelinga, memang perlu penjelasan khusus mengenai kolloid ini karena
memiliki peranan penting di lautan, salah satunya rantai makanan di laut.
4. Bahan terlarut. Bahan terlarut ini sudah pasti akan lolos dari saringan
dengan diameter pori 0,45 mikrometer. Oleh karena itu, apabila menganalisis
kandungan unsur kimia yang terlarut di laboratorium seharusnya air yang
telah disaring yang dianalisis. Bahan terlarut dapat berupa
Anorganik/inorganik dan Organik. Anorganik berdasarkan konsentrasinya
terdiri dari a) unsur utama (0,05-750 mM atau milimol) seprti Na, Cl, Ca, K,
Mg, b) unsur minor (0,05 – 50 mikromol) seperti P dan N, c) unsur trace/trace
elements (0,05 - 50 nanomol) seperti Pb, Hg dan Cd. Sedangkan bahan
terlarut yang berupa Organik contohnya adalah asam humus.
16
yang turun di 10 (sepuluh) kota tersebut bersifat asam. Tingkat keasaman air
hujan di 3 (tiga) kota lainnya (Angkasa Pura-Jayapura, Pulau Baai-Bengkulu, dan
Temindung) menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas
(pH = 5,6). Secara lebih rinci, hasil analisis pH air hujan dapat dilihat pada
gambar 2.1 dibawah ini.
Nilai indeks pencemaran dari hulu ke hilir pada delapan lokasi sampling
cenderung mengalami fluktuasi. Hal ini berkaitan dengan penggunaan lahan,
aktivitas masyarakat serta jarak pengambilan dari tiap lokasi (Agustiningsih dkk.,
2012).
2.9 Kerusakan Pada Perkerasan Lentur
2.9.1 Kerusakan Retak Permukaan
Retak permukaan perkerasan lentur mempunyai bermacam – macam
bentuk. Pola keretakan pada umumnya adalah sama untuk berbagai penyebab
keretakan dan untuk tingkat kerusakan yang sama. Jenis retak permukaan yang
sering terjadi adalah:
a. Retak Rambut (Hair Crack)
Awal terjadinya kerusakan pada perkerasan lentur adalah terlihat
adanya retak rambut pada permukaan. Hal ini disebabkan oleh :
1. Pelapukan dari lapis perkerasan permukaan yang termakan usia.
2. Lapis perkerasan dan tanah dasar di bawah lapis permukaan
kurang stabil.
3. Lebar retakan ≤ 3 mm.
Kerusakan ini menyebabkan permukaan menjadi tidak kedap dan
untuk memperbaikinya diperlukan pelaburan aspal.
b. Retak Kulit Buaya (Alligator Crack)
Merupakan perkembangan dari retak halus dengan lebar celah >
3mm, keretakan saling berhubungan membentuk kotak – kotak besar dan
kecil yang menyerupai kulit buaya. Hal ini dapat disebabkan oleh:
18
1. Kondisi lapis pondasi agregat dan lapis pondasi bawah agregat
serta lapisan tanah bawah yang kurang stabil
2. Adanya air tanah yang masuk ke lapis pondasi agregat atau air
permukaan yang masuk lewat celah – celah keretakan.
Kerusakan ini dapat berkembang menjadi lubang karena terjadinya
pelepasan butir, dan dapat ditangani dengan pembongkaran dan
penambalan dengan bahan yang sama.
c. Retak Pinggir (Edge Crack)
Retak yang terjadi pada arah memanjang pada bagian tepi dekat bahu
jalan, bercabang atau tidak bercabang. Retak pinggir disebabkan oleh
dukungan samping dari bahu yang kurang atau material perkerasan di
bawahnya mengalami penurunan, serta dapat diperbaiki dengan pelaburan
aspal dan pasir untuk meratakan serta bahu jalan dipadatkan lagi.
d. Retak Sambungan Perkerasan dan Bahu Jalan
Terjadi pada arah memanjang sambungan antara perkerasan dan bahu
jalan yang diperkeras. Kerusakan ini disebabkan oleh penurunan dari
material di bawah bahu jalan yang diperkerasan karena bahu jalan sering
dilewati. Kerusakan ini dapat diperbaiki dengan pelaburan aspal dan pasir
untuk mengisi retakan, dan bahu jalan dipadatkan kembali.
e. Retak Sambungan Pelebaran
Terjadi pada arah memanjang sambungan antara perkerasan lama
dengan pelebaran (perkerasan baru). Retak ini dapat diperbaiki dengan
pelaburan aspal dan pasir untuk mengisi retakan serta diberi overlay pada
pelebaran untuk mendapatkan ketinggian yang sama.
f. Retak Refleksi
Terjadi pada lapisan ulang dari perkerasan aspal di atas perkerasan
semen/ perkerasan kaku (rigid pavement). Kerusakan ini mengikuti pola
retakan perkerasan semen yang dapat berbentuk retak ke arah
memanjang, diagonal, melintang maupun pola lain. Retak refleksi
disebabakan oleh pergerakan vertical atau horizontal di bawah lapis ulang
karena beban lalu lintas, temperature dan pergerakan tanah berlebihan.
19
Diperbaiki dengan pelaburan aspal dan pasir untuk mengisi retakan >
3mm.
g. Retak Susut (Shrinkage Crack)
Terjadi karena perubahan volume perkerasan aspal pada campuran
dengan kadar aspal tinggi, retak saling bersambungan membentuk kotak
besar dan bersudut tajam. Kerusakan ini diperbaiki dengan pengisian
aspal emulsi pada keretakan dan pelapisan ulang.
h. Retak Slip
Disebabkan karena gaya horizontal dari kendaraan (gaya rem), tidak
berfungsinya lapis pengikat (take coat) antara lapis permukaan dan lapis
di bawahnya. Diperbaiki dengan membongkar bagian yang lepas dan
mengisi kembali dengan bagian yang sama.
20
d) Lubang (Pothole)
Disebabkan oleh drainase yang kurang baik serta penanganan yang
terlambat dari retakan. Kerusakan ini dapat diperbaiki dengan patching
untuk memperbaiki.
21
menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi,
kebersihan, kekerasan dan ketahan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan
porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan daya pelekat dengan
aspal.
2.10.1.1Sifat Agregat
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul
beban lalu – lintas. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan
konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan
dipengaruhi oleh :
a. Gradasi
b. Ukuran maksimum
c. Kadar lempung
d. Kekerasan dan ketahanan
e. Bentuk butir
f. Tekstur permukaan
2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, dipengaruhi oleh :
a. Porositas
b. Kemungkinan basah
c. Jenis agregat
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang
nyaman dan aman, dipengaruhi oleh :
a. Tahanan geser (skid resistance)
b. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan
(bituminous mix workability)
2.10.1.2Klasifikasi agregat
Ditinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat dibedakan atas batuan
beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).
Batuan Beku. Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku.
Dibedakan atas batuan beku luar (extrusive igneous rock) dan batuan beku dalam
(intrusive igneous rock).
22
Batuan Sedimen Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa –
sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan – lapisan pada kulit
bumi, hasil endapan di danau, laut, dan sebagainya.
Batuan metamorf Berasal dari batuan sedimen atau pun betuan beku yang
mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan bentuk akibat
adanya perubahan tekanan dan temperature dari kulit bumi.
23
dengan kasar %
mesin Los
Semua jenis campuran aspal
Angeles 1)
bergradasi lainnya
Catatan :
1)
Abrasi dengan mesin Los Angeles dengan 100 putaran harus dilakukan
untuk mengetahui keseragaman mutu agregat dan nilai abrasi dengan 100
putaran yang diperoleh tidak boleh melampaui 20% dari nilai abrasi dengan
500 putaran.
2)
95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang
pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah
dua atau lebih.
Untuk ketentuan pengujian Agregat halus dapat dilihat pada Tabel 2.4
24
Tabel 2.4 Ketentuan pengujian agregat halus
Jenis Pemeriksaan Standar Nilai
25
2.10.2. Aspal
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan
yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila
mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya.
26
5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300
b. Aspal dingin/cair.
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan
pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian
berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan
pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair
dapat dibedakan atas:
1. RC (Rapid Curing Cut Back)
2. MC (Medium Curing Cut Back)
3. SC (Slow Curing Cut Back
c. Aspal emulsi.
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi.
27
berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi
dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak
faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan
lapisan aspal dalam campuran.
28
mempunyai jenis yang sama.
Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan
agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan
ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan.
Pada waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal
menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus
berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai.
Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi
yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti
agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang
terjadi.
29
bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland
cement (PC), debu dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau
bahan mineral tidak plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran
aspal beton sangat dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan
sangat kaku dan mudah retak disamping memerlukan aspal yang banyak
untuk memenuhi workability. Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran
menjadi sangat lentur dan mudah terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga
menghasilkan jalan yang bergelombang. Gradasi bahan pengisi dapat dilihat pada
Tabel 2.5
Tabel 2.5 Gradasi Bahan Pengisi.
Ukuran Saringan Persen Lolos
Abu Batu ≤4
Abu Slag ≤4
Kapur (CaCo3) ≤4
30
2.11 Beton Aspal (AC-WC).
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di
antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan
pelayanan kepada sarana transportasi yang mana selama pelayanannya
diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Daya dukung lapisan perkerasan
ditentukan dari sifat-sifat butir agregat dan gradasi agregatnya.
Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan
oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Prasarana Wilayah adalah AC-WC
(Asphalt Concrete-WearingCourse)/Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah
salah satu dari tiga macam campuran lapisan aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC
dan AC-Base. Ketiga jenis Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi
campuran beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama
dengan Pusat Litbang Jalan. Dalam perencanaan spesifikasi baru tersebut
menggunakan pendekatan kepadatan mutlak.
Beton aspal merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi
perkerasan lentur. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang
diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan.
Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt
Concrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC–WC adalah 4 cm.
Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan
dan dirancang untuk tahan terhadap perubahan cuaca, gaya geser, tekanan roda
ban kendaraan serta memberikan lapis kedap air untuk lapisan dibawahnya.
Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau cokelat tua, pada
temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat (silvia sukirman).
Sebagai salah satu material kontruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah
satu komponen kecil, umumnya hanya 4-10% berdasarkan berat atau 10-15%
berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal (silvia
sukirman). Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi
sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi. Sebagai bahan pengikat, memberikan
ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal. Sebagai bahan
pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam
butir agregat itu sendiri. Untuk dapat memenuhi fungsi aspal tersebut dengan
31
baik, maka aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada
saat dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu. Spesifikasi gradasi
menurut Departemen Pekerjaan Umum Divisi 6 Tahun 2007, seperti terlihat pada
Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Gradasi Agregat Untuk Gabungan AC - WC
Ukuran Ayakan % Berat yang lolos
ASTM (mm) WC
1½” 37.5 -
1” 25 -
¾” 19 100
½” 12.5 90 – 100
3/8” 9.5 Maks. 90
No. 8 2.36 28 – 58
No. 16 1.18 -
No. 30 0.6 -
No. 50 0.3 -
No. 100 0.15 -
No. 200 0.075 4 – 10
No. 4 4.75 -
No. 8 2.36 39.1
No. 16 1.18 25.6 – 31.6
No. 30 0.6 19.1 – 23.1
No. 50 0.3 15.5
32
aspal dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu 25 ºc.
Pengujian berat jenis aspal padat ini mengacu pada SNI 06 – 2441-1991.
Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:
Dimana :
33
100 gram pada tumpuan jarum berdiameter 1 mm selama 5 detik pada
temperature 25ºc. besarnya penetrasi diukur dan dinyatakan dalam angka
yang dikalikan dengan 0.1 mm. Semakin tinggi nilai penetrasi
menunjukkan bahwa aspal semakin elastic dam membuat perkerasan jalan
menjadi lebih tahan terhadap kelelahan/fatigue. Hasil pengujian ini
selanjutnya dapat diginakan dalam hal pengendalian mutu aspal untuk
keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian
penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut
dan kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu.
d. Daktalitas.
Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari
aspal, dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua
cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan
tarik tertentu. Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat
satu sama lain, sifat kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan
campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan
durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang rendah adalah
aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik dibandingkan dengan
aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi. Daktalitas yang semakin tinggi
menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat
untuk perkerasan jalan.
34
menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang terdiri dari
Volumetric Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic
akan menghasilkan parameter-parameter: void in meineral agregate (VMA),
void in mix (VIM), void filled with asphalt (VFWA) dan density.
Sedangkan marshall properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow)
yang diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall.
Untuk keperluan pencampuran, agregat dan aspal dipanaskan pada suhu
dengan nilai viskositas aspal 170±20 centistokes (cst) dan dipadatkan pada suhu
dengan nilai viskositas aspal 280±30 cst. Alat yang digunakan untuk proses
pamadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder
dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini diuji pada temperature 60ºC ±
1ºC dengan tingkat pembebanan konstan sebesar 51 mm/menit sampai terjadi
keruntuhan. Beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji sebelum
hancur dikenal sebagai stabilitas marshall dan besarnya deformasi yang terjadi
pada benda uji sebelum hancur dan kelelehan (flow) marshall disebut Marshall
Quotient, yang merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap.
35
aspal keras harus dihitung lebih dahulu.
Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah
analisa volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.
Stabilitas benda uji adalah kemampuan maksimum benda uji campuran
beraspal dalam menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis, yang dinyatakan
dalam satuan beban. Pada penentuan kadar aspal optimum untuk suatu kombinasi
agregat atau gradasi tertentu dalam pengujian marshall, perlu dipersiapkan suatu
seri dari contoh uji dengan interval kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan
suatu kurva lengkung yang teratur. Pengujian agar direncanakan dengan dasar 1/2
% kenaikan kadar aspal dengan perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah
optimum.
36
pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis besar adalah sebagai
berikut:
a. Rendam benda uji pada temperature 60ºc (140ºf) selama 30 – 40
menit sebelum pengujian.
b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang
tersedia pada alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit)
sampai terjadi runtuh.
Keterangan gambar:
Vma = Volume rongga dalam agregat mineral
Vmb = Volume contoh padat
Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran
Va = Volume rongga udara
37
Vb = Volume aspal
Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat
Vbe = Volume aspal effektif
Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah)
Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif)
Wb = Berat aspal
Ws = Berat agregat
= Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3)
% rongga = 100%
% Vma = 100%
Density =
= Gmb x w
38
campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama
pengujian, dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow)
merupakan kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi
beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai
jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.
Durabilitas sifat ini berhubungan dengan ketahanan suatu campuran akibat
pengaruh cuaca,air atau beban lalu lintas. Sifat Durabilitas (keawetan atau daya
tahan) pada lapis permukaan diperlukan untuk dapat menahan keausan yang
terjadi akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat
gesekan roda kendaraan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi menurunnya
sifat durabilitas suatu campuran adalah air. Jika suatu lapisan aspal terendam air,
maka sifat durabilitasnya terus berkurang. Untuk melihat potensi durabilitas
dinyatakan dengan parameter Indeks Kekuatan Sisa, (Sumber : Bina Marga, SNI
M-58-1990).
Marshall quetient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan.
Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel
agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume
aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat) yang dapat
dilihat pada Gambar 2.3 .VMA dihitung berdasarkan BJ Bulk (Gsb) agregat
dan dinyatakan sebagai persen volume Bulk campuran yang dipadatkan.
Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal
terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM
dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat. Pengertian
39
tentang VIM dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 : Ilustrasi pengertian tentang VIM.
40
b. Parameter dan formula perhitungan.
Parameter dan formula untuk menganalisa campuran aspal panas
adalah sebagai berikut:
1. Berat jenis curah agregat
Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat
kasar, agregat halus dan pengisi yang masing-masing mempunyai
berat jenis curah gabungan agregat dapat ditentukan sebagai
berikut:
⋯…
Gsb = … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.3
⋯…
Dengan pengertian:
Gsb = berat jenis curah total agregat
P1,P2,..Pn = persentase masing – masing fraksi agregat
G1,G2,...Gn = berat jenis masing – masing fraksi agregat
Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara
akurat, tetapi dengan menggunakan berat jenis semua kesalahan
umumnya kecil dapat diabaikan.
Dengan pengertian:
Gse = Berat jenis effektif agregat
Pmm = Persen total campuran ( = 100%)
Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum campuran
Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga
udara)
Gb = berat jenis aspal
41
Catatan :
Volume aspal yang terserap oleh aspal, agregat umumnya lebih
kecil dari volume air yang terserap. Besarnya berat jenis effektif
agregat harus diantara berat jenis curah dan semua agregat.
Gmm = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . 2.6
Dengan pengertian:
Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)
Pmm = campuran lepas total, persentase terhadap berat total
campuran 100%
Ps = agregat, persen berat total campuran
Pb = aspal, persen berat total campuran
Gse = berat jenis effektif agregat
Gb = berat jenis aspal
4. Penyerapan aspal.
Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total
campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat,
penyerapan aspal dapat dihitung dengan persamaaan sebagai
berikut:
Pba = 100 … … … … … … … … … … … … … … 2.7
42
Dengan pengertian:
Pba = Penyerapan aspal
Gse = Berat jenis effektif agregat
Gsb = Berat jenis curah agregat
Gb = berat jenis aspal
Pbe = … … … … … … … … … … … … … … … … . 2.8
Dengan pengertian:
Pbe = Kadar aspal effektif ,persen terhadap berat total campuran
Ps = Persen agregat terhadap total campuran
Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran
Pba = Penyerapan aspal, persen terhadap berat agregat
Dengan pengertian:
43
VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Gsb = Berat jenis curah agregat
Pbs = Persen agregat terhadap berat total campuran
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
Atau jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen
berat agregat maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
Dengan pengertian:
Pb = aspal, persen berat agregat
Gmb = berat jenis curah campuran padat
Gsb = berat jenis curah agregat
Dengan pengertian:
VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total
volume
Gmm = Berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
44
VFA = 100 … … … … … … … … … … … … … … . 2.12
Dengan pengertian:
VFA = Rongga terisi aspal, persen dari VMA
VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Pa/VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total
volume
2.11.3.1. Stabilitas
Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada
benda uji harus mempunyai tebal standar 2,5 in (63,5), apabila diperoleh tinggi
benda uji tidak standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan
hasil yang diperoleh dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.
2.11.3.2. Pelelehan
Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas
kekuatan stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara
komponen bahan pada benda uji.
Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui
koefisein Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya. Pada penggambaran
hubungan stabilitas, pelelehan dan koefisien Marshall dengan kadar aspal akan
mempunyai trend umum:
Nilai stabilitas sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam
campuran sampai nilai maksimum saat nilai stabilitas berkurang.
Nilai pelelehan bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal.
Nilai koefisen Marshall bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar
aspal dalam campuran sampai suatu nilai maksimum setelah nilai
45
koefisien Marshall berkurang.
Apabila hasil penggambaran tidak sesuai trend, maka perlu dilakukan
evaluasi dari hasil pengujian, apakah alat yang digunakan untuk pengujian tidak
standar atau terdapat kekeliruan dalam perhitungan.
46
khusus agar mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta
agar campuran mendekati kesesuaian dengan hasil uji di laboratorium.
47
2.12 Pengujian IKS (Indeks Kekuatan Sisa)
Pengujian perendaman Marshall bertujuan untuk menentukan
ketahanan/stabilitas dan kelelehan plastis(flow) dari campuran aspal. Durabilitas
diperlukan pada lapisan permukaan perkerasan jalan, sehingga lapisan tersebut
dapat bertahan terhadap pengaruh cuaca, air, perubahan temperature atau keausan
akibat gesekan kendaraan. Durabilitas lapisan dipengaruhi oleh tebalnya film atau
selimut aspal , banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya
campuran. Selimut aspal yang cukup akan membungkus aspal secara baik,
sehingga lapisan akan kedap air serta lebih mampu menahan keausan. Besarnya
pori yang tersisa dalam campuran setelah pemadatan akan mengakibatkan
durabilitas lapisan menurun. Uji Durabilitas campuran ini dilakukan dengan
meninjau besaran nilai stabilitas pada Uji Marshall setelah dilakukan perendaman.
Prosedur pengujian mengikuti rujukan SNI M-58-1990. Untuk mengevaluasi
keawetan campuran dapat diketahuai dengan Indeks Kekuatan Sisa yang
membandingkan stabilitas yang direndam dengan stabilitas standar. Semakin
tinggi nilai IKS menyatakan potensi durabilitas dari campuran tersebut semakin
baik. Pengujian terhadap sifat benda uji (stabilitas dan flow) ini dibagi dalam 2
kelompok yaitu perendaman standar 4 jam dengan suhu 25ºC ± 1ºC (T1) dan
variasi perendaman 24 jam dengan suhu 60ºC ± 1ºC (T2). Semakin tinggi nilai
IKS menyatakan potensi durabilitas dari campuran tersebut semakin baik. Indeks
Kekuatan Sisa sebesar 75% merupakan nilai minimum yang disyaratkan terhadap
kerusakan yang ditimbulkan oleh pengaruh air. Dari nilai stabilitas Marshall yang
diperoleh, dapat ditemukan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) Marshall dengan rumus :
2
100 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.14
1
Dimana :
S1 = Rata –rata nilai stabilitas Marshall setelah perendaman selama T1
S2 = Rata – rata nilai stabilitas Marshall setelah perendaman selama T2
IKS = Indeks Kekuatan Sisa
Indeks Kekuatan Sisa (IKS) sebesar 80% merupakan nilai minimum yang
disyaratkan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh pengaruh air (Sumber :
Bina Marga,Spesifikasi Khusus seksi 5.7 Tahun 2009).
48
BAB III
METODOLOGI
Mulai
Studi Pustaka
Persiapan Bahan
Sesuai spesifikasi
Uji Marshall
49
Analisa Data
Pembahasan
Selesai
50
dilakukan dari bahan agregat kasar, halus, dan filler dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jenis dan Metode Pengujian Agregat
No Pengujian Metode Spesifikasi
1.Agregat Kasar
1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 ≤ 3%
2 Berat Jenis Bulk SNI 03-1070-1990 ≥ 2.5 gr/cc
3 Berat Jenis Semu SNI 03-1969-1990 -
4 Berat Jenis Efektif SNI 03-1969-1990 -
5 Keausan/Los Angeles SNI 03-2417-1991 ≤ 40%
Abration Test
6 Kelekatan Agregat SNI 03-2439-1991 ≥ 95%
Terhadap Aspal
7 Partikel Pipih dan ASTM D-4791 Maks 10 %
Lonjong
2.Agregat Halus
1 Penyerapan Air SNI 03-1970-1990 ≤ 3%
2 Berat Jenis Bulk SNI 03-1970-1990 ≥ 2.5 gr/cc
3 Berat Jenis Semu SNI 03-1970-1990 -
4 Berat Jenis Efektif SNI 03-1970-1990 -
5 Sand Equivalen SNI 03-4428-1997 50%
3.Filler
1 Berat Jenis SNI 15-2531-1991 ≥ 1 gr/cc
51
Tabel 3.2 Persyaratan Aspal Keras Pen. 60/70
Jenis Apal (Sesuai Penetrasi) Metode Pen. 60/70
Penetrasi (25º C, 100 gr, 5 det) SNI 06-2456-1991 60-79
Titik Lembek, ºC SNI 06-2434-1991 48-58
52
3.4. Rancangan Campuran dengan Metode Marshall
Setelah semua pengujian material pembentuk campuran aspal yaitu aspal
penetrasi 60/70 dan agregat, serta material tersebut memenuhi spesifikasi yang
telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah merancang dan membuat
sampel yang akan digunakan untuk penelitian dengan metode marshall.
Pengujian standart terhadap benda uji untuk marshall sesuai dengan
prosedur yang ditentukan dalam SNI 06-2489-1991.
Seperti telah dibahas pada rencana penelitian bahwa jumlah sampel yang
dibutuhkan untuk mencari kadar aspal ideal sebanyak 15 buah dengan variasi
kadar aspal 5%, 5.5%, 6%, 6.5%, dan 7%. Setelah didapat komposisi campuran
aspal, kemudian dibuat sampel benda uji. Setelah diperoleh berat masing-masing
agregat untuk tiap saringan selanjutnya dilakukan proses pencampuran sebagai
berikut :
1) Dilakukan penimbangan agregat sesuai dengan persentase pada target
gradasi yang diinginkan untuk masing-masing fraksi dengan berat
campuran kira-kira 1200 gram, kemudian dilakukan pengeringan
campuran agregat pada suhu (105±5)ºC sekurang – kurangnya 4 jam di
dalam oven.
2) Keluarkan agregat dari oven dan tunggu sampai beratnya tetap.
3) Pisah – pisahkan agregat ke dalam fraksi – fraksi sengan cara penyaringan
dan lakukan penimbangan. Untuk setiap benda uji diperlukan agregat
sebanyak ± 1200 gram.
4) Dilakukan pemanasan aspal untuk pencampuran pada viskositas kinematik
100 ± 10 centistokes. Agar temperatur campuran agregat dan aspal tetap
maka pencampuran dilakukan di atas pemanas dan diaduk hingga rata
5) Setelah temperatur pemadatan tercapai yaitu pada viskositas kinematik
100 ± 10 centistokes, maka campuran tersebut dimasukkan ke dalam
cetakan yang telah dipanasi pada temperatur 100 hingga 170º dan diolesi
vaselin terlebih dahulu, serta bagian bawah cetakan diberi sepotong kertas
filter atau kertas lilin (waxed paper) yang telah dipotong sesuai dengan
diameter cetakan sambil ditusuk-tusuk dengan spatula sebanyak 15 kali di
bagian tepi dan 10 kali di bagian tengah
53
6) Pemadatan standar dilakukan dengan pemadat manual dengan jumlah
tumbukan 75 kali di bagian sisi atas kemudian dibalik dan sisi bagian
bawah juga ditumbuk sebanyak 75 kali.
7) Setelah proses pemadatan selesai benda uji didiamkan agar suhunya turun,
setelah dingin benda uji dikeluarkan dengan extruder dan diberi kode.
8) Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diukur tinggi
benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang beratnya di udara.
9) Benda uji direndam dalam air selama 5 menit supaya jenuh.
10) Setelah jenuh benda uji ditimbang dalam air.
11) Benda uji dikeluarkan dari bak dan dikeringkan dengan kain pada
permukaan agar kondisi kering permukaan jenuh (saturated surface dry,
SSD) kemudian ditimbang.
Setelah itu diuji dengan alat marshall untuk didapatkan data empiris
(stabilitas, kelelehan, dan marshall quetion). Setelah didapatkan data hasil uji
marshall berupa stabilitas, kelelehan, VIM, VMA, dan marshall question seperti
terlihat pada Tabel 3.3. Kemudian dianalisis untuk mendapatkan komposisi
campuran aspal ideal yang akan digunakan sebagai benda uji untuk tahap
selanjutnya yaitu perendaman dalam air laut, air sungai, dan air sungai.
Tabel 3.3 Ketentuan sifat-sifat Campuran
54
3.5. Pembuatan Benda Uji Pada Kadar Aspal Optimum
Jumlah benda uji dapat dilihat pada Tabel 3.4.
55
diameter cetakan sambil ditusuk-tusuk dengan spatula sebanyak 15 kali di
bagian tepi dan 10 kali di bagian tengah
6) Pemadatan standar dilakukan dengan pemadat manual dengan jumlah
tumbukan 75 kali di bagian sisi atas kemudian dibalik dan sisi bagian
bawah juga ditumbuk sebanyak 75 kali.
7) Setelah proses pemadatan selesai benda uji didiamkan agar suhunya turun,
setelah dingin benda uji dikeluarkan dengan extruder dan diberi kode.
8) Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diukur tinggi
benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang beratnya di udara.
9) Benda uji direndam dalam air selama 5 menit supaya jenuh.
10) Setelah jenuh benda uji ditimbang dalam air.
11) Benda uji dikeluarkan dari bak dan dikeringkan dengan kain pada
permukaan agar kondisi kering permukaan jenuh (saturated surface dry,
SSD) kemudian ditimbang.
56
3.7. Perhitungan Indeks Kekuatan Sisa
Indeks Stabilitas Sisa (IKS) masing – masing benda uji yang di rendam
pada air yang berbeda dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
57
BAB IV
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kasar / CA
Berat Jenis Curah SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.62 ≥ 2.5
(Bulk)
Berat Jenis SSD SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.65 ≥ 2.5
Berat Jenis Semu SNI 03-1969-1990 % 2.71 ≥ 2.5
Penyerapan Air SNI 03-1969-1990 % 1.325 ≤ 3.0
Analisa Saringan SNI 03-1968-1990 - Lihat Tabel 4.2
Keausan Agregat SNI 03-2417-1991 % 30.35 ≤ 40
Indeks Kepipihan SNI-M-25-1991-03 % 6.1676 ≤ 25
2. Sedang / MA
Berat Jenis Curah SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.65 ≥ 2.5
(Bulk)
Berat Jenis SSD SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.68 ≥ 2.5
Berat Jenis Semu SNI 03-1969-1990 % 2.74 ≥ 2.5
Penyerapan Air SNI 03-1969-1990 % 1.15 ≤ 3.0
Analisa Saringan SNI 03-1968-1990 - Lihat Tabel 4.2
3. Halus / FA
Berat Jenis Curah SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.5 ≥ 2.5
(Bulk)
Berat Jenis SSD SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.5 ≥ 2.5
Berat Jenis Semu SNI 03-1969-1990 % 2.62 ≥ 2.5
Penyerapan Air SNI 03-1969-1990 % 1.87 ≤ 3.0
58
Analisa Saringan SNI 03-1969-1990 - Lihat Tabel 4.2
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium Sipil Politeknik Negeri Medan
Untuk hasil pemeriksaan Analisa Saringan Agregat Kasar, Sedang, dan Halus
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
59
4.2 Analisa Rancangan Campuran
4.2.1 Penentuan Proporsi Agregat
Dalam penentuan proporsi campuran agregat Laston AC-WC diperoleh
dengan menggunakan metode coba – coba (Trial and Error) dengan prosedur
kerjanya sebagai berikut :
a. Memahami batasan gradasi yang disyaratkan
b. Memasukkan data spesifikasi yang disyaratkan
Gradasi AC-WC yang digunakan adalah bergradasi halus, yang
spesifikasinya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Seperti pada Gambar 4.2 yang merupakan gambar kurva hasil analisa
saringan agregat dan batasan gradasi AC-WC Halus. (Lampiran B)
60
Setelah diperoleh komposisi campuran dengan menggunakan metode
coba-coba (Trial and Error), kemudian diperoleh proporsi campuran AC-WC dan
persentase agregat tertahan pada masing-masing saringan. Seperti terlihat pada
Tabel 4.3. (Lampiran B)
61
Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa gradasi gabungan agregat masuk
kedalam spesifikasi batas minimum dan maksimum campuran AC-WC bergradasi
halus. Maka langkah selanjutnya dapat dilakukan persiapan pembuatan benda uji
untuk mengetahui KAO (Kadar Aspal Optimum).
62
Tabel 4.5 Berat Aspal dan Agregat Pada Campuran AC-WC
Kadar Berat Agregat Agregat Agregat Filler Total Total Berat
Aspal Aspal Kasar / Sedang / Halus / Agregat Campuran
Terhadap CA MA FA Gabungan
Campuran (12.9%) (31%) (39.3%) (16.8%)
% (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr)
5 60 147.060 353.40 448.020 191.520 1140 1200
5.5 66 146.286 351.54 445.662 190.514 1134 1200
6 72 145.512 349.68 443.304 189.504 1128 1200
6.5 78 144.738 347.82 440.946 188.496 1122 1200
7 84 143.964 345.96 438.588 187.488 1116 1200
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium Sipil Politeknik Negeri Medan
63
Dari nilai karakteristik campuran yang dihasilkan pada uji Marshall di
atas, maka dapat ditentukan kadar aspal optimum sebagai berikut pada Gambar
4.5.
Gambar 4.5 Penentuan kadar aspal optimum (KAO) AC-WC
3400,0
3200,0
3000,0
2800,0 2887,6
2600,0
2400,0
2495,7
2419,2
2200,0
2000,0
5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Kadar Aspal (%)
64
Dari Gambar 4.6 diatas bahwa nilai stabilitas naik dari kadar aspal
5% sampai 5.5% kemudian stabilitas menurun dengan penambahan kadar
aspal mulai dari 6% sampai 7%. Stabilitas turun karena film aspal terlalu
tebal menyelimuti agregat. Nilai stabilitas di atas memenuhi spesifikasi
yang disyaratkan Bina Marga minimal 800 kg.
4,500
4,000
4,165
3,500
3,000 3,150
5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Kadar Aspal (%)
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium Sipil Politeknik Negeri Medan
65
Pengaruh kadar aspal terhadap VIM campuran AC-WC
3,700
3,500
3,300 3,370 3,303
3,100
2,900 2,928
2,851
2,700
5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Kadar Aspal (%)
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium Sipil Politeknik Negeri Medan
80,000 80,4630
VFA (%)
78,8312
78,000
76,000
74,000
73,297
72,000
5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Kadar Aspal (%)
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium Sipil Politeknik Negeri Medan
66
Dari Gambar 4.9 di atas nilai VFA menunjukkan persentase
besarnya rongga yang dapat terisi aspal. Dari tabel di atas nilai VFA
meningkat dengan penambahan kadar aspal. Semakin banyak kadar aspal
maka campuran semakin awet dan semakin sedikit kadar aspal maka
agregat yang terselimuti aspal semakin tipis yang menyebabkan
campuran tidak awet. Nilai VFA di atas memenuhi spesifikasi Bina
Marga minimal 70%.
67
Tabel 4.6 Data hasil pengujian volumetric benda uji
68
Tabel 4.7 Nilai karakteristik Marshall immersion pada kadar aspal optimum
IKS = 100%
.
69
Nilai tersebut dibawah batas minimum 80%. Penurunan stabilitas atau
kegagalan suatu campuran dapat dikaitkan dengan hilangnya adhesi atau
stripping. Kebanyakan material agregat memiliki daya tarik menarik yang lebih
besar dengan air dari pada dengan aspal. Ketika campuran aspal direndam dalam
air laut air akan berusaha untuk mengisi rongga – rongga dalam campuran dan
berinteraksi dengan material penyusun yaitu agregat dan aspal. Air laut yang
berinteraksi dengan agregat akan terserap ke dalamnya dan menyelimuti
permukaan agregat pada bagian yang tidak terselimuti sempurna oleh aspal.
Akibatnya aspal akan mengalami kesulitan untuk menggantikan air yang telah
membentuk lapisan film di atas permukaan agregat dan juga mendesak aspal
akibat gaya tekan ke segala arah (water pressure), sehingga menyebabkan ikatan
adhesi atntara aspal dan agregat semakin berkurang. Berkurangnya adhesi atau
ikatan antara aspal dan agregat ini dibuktikan dengan nilai rongga campuran
(VIM) yang sebagian besar tidak memenuhi spesifikasi. Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa semakin lama campuran tersebut terendam air laut,
maka adhesi campuran akan berkurang dan peluang terjadinya kehilangan
durabilitas atau keawetan campuran juga makin besar.
70
karakteristik campuran terutama kelelehan ini. Selain itu juga hal ini terkait
dengan peningkatan nilai VIM atau rongga dalam campuran, dimana rongga
tersebut telah terisi air laut yang dapat melemahkan ikatan antara aspal dan
agregat sehingga mengurangi kemampuan campuran aspal dan menahan beban
atau deformasi yang ditimbulkan ketika diberikan beban lebih besar.
.
IKS = 100%
.
Nilai tersebut memenuhi batas minimum 80% tetapi bukan nilai yang baik
untuk stabilitas sisa. Penurunan stabilitas atau kegagalan suatu campuran dapat
dikaitkan dengan hilangnya adhesi atau stripping. Kebanyakan material agregat
memiliki daya tarik menarik yang lebih besar dengan air dari pada dengan aspal.
Ketika campuran aspal direndam dalam air hujan air akan berusaha untuk mengisi
rongga – rongga dalam campuran dan berinteraksi dengan material penyusun
yaitu agregat dan aspal. Air hujan yang berinteraksi dengan agregat akan terserap
ke dalamnya dan menyelimuti permukaan agregat pada bagian yang tidak
terselimuti sempurna oleh aspal. Akibatnya aspal akan mengalami kesulitan untuk
menggantikan air yang telah membentuk lapisan film di atas permukaan agregat
dan juga mendesak aspal akibat gaya tekan ke segala arah (water pressure),
sehingga menyebabkan ikatan adhesi atntara aspal dan agregat semakin
berkurang. Berkurangnya adhesi atau ikatan antara aspal dan agregat ini
71
dibuktikan dengan nilai rongga campuran (VIM) yang sebagian besar tidak
memenuhi spesifikasi. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin
lama campuran tersebut terendam air hujan, maka adhesi campuran akan
berkurang dan peluang terjadinya kehilangan durabilitas atau keawetan campuran
juga makin besar. Nilai stabilitas sisa dari perendaman air hujan memang lebih
baik dibanding dengan nilai stabilitas sisa perendaman air laut yang dibawah batas
minimum 80 %, hal ini mungkin di akibatkan pengaruh dari kandungan air hujan
yang kadar asamnya tidak setinggi kadar asam air laut, sehingga sampel yang
direndam air hujan tidak terlalu berdampak buruk terhadap karakteristiknya.
72
4.6.2.5 Pengaruh Perendaman Air Sungai Terhadap Nilai Indeks Kekuatan
Sisa
Dari tabel 4.7 di atas dapat kita ketahui nilai Indeks Kekuatan Sisa dari
sampel yang telah direndam air sungai. Perhitungan nilai Indeks Kekuatan Sisa
sesuai dengan SNI 03-6753-2002 tentang metode pengujian pengaruh air terhadap
kuat tekan campuran beraspal yang dipadatkan yang tertera pada rumus 2.14.
.
IKS = 100%
.
73
perendaman air sungai dibawah batas minimum 80 %, seperti yang kita ketahui
fungsi sungai telah berubah sekarang ini. Sungai dijadikan tempat pembungan
limbah, baik itu limbah rumah tangga maupun limbah pabrik, akibatnya air sungai
tercemar oleh zat-zat asing. Disaat sungai meluap dan menggenangi badan jalan
zat-zat asing tersebut dapat mempengaruhi sifat karakteristik aspal.
74
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Material Campuran Aspal
Jenis Pengujian Metode Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi
1. Kasar / CA
Berat Jenis Curah SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.62 ≥ 2.5
(Bulk)
Berat Jenis SSD SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.65 ≥ 2.5
Berat Jenis Semu SNI 03-1969-1990 % 2.71 ≥ 2.5
Penyerapan Air SNI 03-1969-1990 % 1.325 ≤ 3.0
Analisa Saringan SNI 03-1968-1990 - Lihat Tabel 4.2
Keausan Agregat SNI 03-2417-1991 % 30.35 ≤ 40
Indeks Kepipihan SNI-M-25-1991-03 % 6.1676 ≤ 25
2. Sedang / MA
Berat Jenis Curah SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.65 ≥ 2.5
(Bulk)
Berat Jenis SSD SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.68 ≥ 2.5
Berat Jenis Semu SNI 03-1969-1990 % 2.74 ≥ 2.5
Penyerapan Air SNI 03-1969-1990 % 1.15 ≤ 3.0
Analisa Saringan SNI 03-1968-1990 - Lihat Tabel 4.2
3. Halus / FA
Berat Jenis Curah SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.5 ≥ 2.5
(Bulk)
Berat Jenis SSD SNI 03-1969-1990 Gr/cc 2.5 ≥ 2.5
Berat Jenis Semu SNI 03-1969-1990 % 2.62 ≥ 2.5
Penyerapan Air SNI 03-1969-1990 % 1.87 ≤ 3.0
Analisa Saringan SNI 03-1969-1990 - Lihat Tabel 4.2
75
3. Penentuan Campuran Aspal Optimum
Kadar aspal optimum sebesar 5.2 %.
Secara keseluruhan baik perendaman air laut , air hujan dan air sungai nilai
indeks stabilitas sisa peling kecil ditunjukkan pada perendaman laut. Hal
ini disebabkan kandungan garam dan asam pada air laut yang tinggi yang
menyebabkan kerusakan campuran aspal.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diusulkan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Durasi pengujian perendaman sebaiknya ditambah untuk melihat lebih
jauh apakah penurunan kekuatan pada siklus-siklus selanjutnya terus
turun atau bervariasi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang campuran beraspal yang
dapat meminimalisasi penurunan stabilitas akibat rendaman air laut
dengan penambahan anti striffing pada campuran aspal.
76
DAFTAR PUSTAKA