Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Fisika: Seri Konferensi

KERTAS • AKSES TERBUKA

Keterampilan dan prestasi metakognitif siswa dalam pembelajaran kimia:studi korelasi

Mengutip artikel ini: M Arami dan A Wiyarsi 2020 J. Phys.: Conf. Ser. 1567 042005

Lihat artikel online untuk pembaruan dan penyempurnaan.

Konferensi Internasional ke-6 tentang Matematika, Sains, dan Pendidikan (ICMSE 2019)

Jurnal Fisika: Seri Konferensi 1567 (2020) 042005Penerbitan IOP doi:10.1088/1742-


6596/1567/4/042005

Keterampilan dan prestasi metakognitif siswa dalam pembelajaran kimia: studi korelasi

M Arami1,* dan A Wiyarsi2

1Program Studi Pendidikan Kimia, Sekolah Pascasarjana, Negeri Yogyakarta

Universitas, Karangmalang, Yogyakarta, Indonesia

2Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Negeri Yogyakarta, Karangmalang, Yogyakarta, Indonesia

*Penulis yang sesuai: meysiarami@gmail.com

Abstrak. Tujuan dari penelitian korelasi ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

keterampilan metakognitif siswa dan prestasi belajar siswa. Sampel terdiri dari 180 siswa

kelas 10 dari seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Kasihan. Pengambilan sampel jenuh

teknik yang digunakan untuk menentukan sampel yang digunakan. Inventarisasi Kesadaran Metakognitif
(MAI)

quissionaire digunakan untuk mengukur tingkat keterampilan metakognitif siswa. kuisioner MAI
terdiri dari 18 pernyataan dengan skala Likert 5 poin yang berkisar dari “sangat setuju” sampai

"sangat tidak setuju". Prestasi siswa diukur dengan menggunakan tes prestasi

instrumen pembelajaran ikatan ionik dan ikatan kovalen. Data dianalisis dengan menggunakan

korelasi momen produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang sangat rendah

antara keterampilan metakognitif dan prestasi siswa. Korelasi antara siswa

keterampilan metakognitif dan prestasi belajar siswa adalah positif dan signifikan. Dengan kata lain, jika

keterampilan metakognitif tinggi, maka prestasi belajar siswa juga tinggi.

1. Perkenalan

Pembelajaran kimia memainkan peran sentral dalam sains dan sering terjalin dengan cabang sains lain
seperti

biologi dan fisika. Karena topik kimia berkaitan erat dengan struktur materi, banyak

siswa menganggap pembelajaran kimia abstrak dan sulit dipahami [1,2,3]. Ikatan kimia

menjadi bagian dari materi kimia abstrak [11]. Konsep ikatan kimia yang terkait dengan bahan kimia
lainnya

topik, seperti keseimbangan kimia. Ketidakmampuan siswa dalam pembelajaran kimia disebabkan oleh

kesulitan dalam pemecahan masalah. Siswa sering bingung dalam menyelesaikan topik yang abstrak.
Siswa lain

Ketidakmampuan dalam pembelajaran kimia juga berkaitan dengan aspek intelligibility, seperti guru
tidak bertanya

alasan siswa, hal ini menyebabkan kemampuan berpikirnya menjadi berkurang [1].

Keterampilan metakognitif merupakan salah satu keterampilan berpikir yang dibutuhkan siswa dalam
pemecahan masalah

[15]. Ada banyak penelitian yang membahas tentang keterampilan metakognitif siswa. Hasil studi

menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah mempengaruhi keterampilan metakognitif dan


dapat melatih peserta didik untuk berkembang

keterampilan penalaran mereka dalam memecahkan masalah [7]. Keterampilan metakognitif juga dapat
mengantarkan peserta didik untuk

mengontrol kegiatan belajar mereka, dan kemudian mereka dapat belajar tentang pemecahan masalah
kimia. Murid-murid
yang memiliki keterampilan metakognitif menunjukkan kemampuannya untuk memikirkan ide-ide
secara eksplisit dan memahami

konsep kimia dengan baik [8].

Metakognisi dibagi menjadi dua komponen: pengetahuan metakognitif dan metakognitif peraturan.
Regulasi metakognitif berkaitan dengan pengendalian kegiatan belajar yang mengendalikan cara berpikir
dan belajar masyarakat. Ada lima sub-komponen regulasi metakognitif: perencanaan, manajemen
informasi, pemantauan, debugging dan evaluasi. Perencanaan mengacu pada merencanakan atau
memilih strategi yang digunakan sebelum pembelajaran berlangsung. Manajemen informasi mengacu
pada keterampilan dan strategi untuk memproses informasi. Pemantauan mengacu pada kesadaran
kemajuan dalam belajar. Debugging mengacu pada strategi yang digunakan untuk memperbaiki
pemahaman dan kesalahan kinerja. Dan evaluasi mengacu pada melihat hasil dan menentukan apakah
hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran kita dan efektif [6]. Keterampilan metakognitif yang
baik akan menghasilkan prestasi belajar yang baik pula.

Prestasi akademik merupakan umpan balik dari kegiatan belajar mengajar dan ditunjukkan pada akhir
suatu periode pembelajaran. Suatu prestasi yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran dapat
dituangkan dengan angka-angka dan dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari terhadap ilmu
yang diperoleh. Tinggi rendahnya prestasi menunjukkan keberhasilan guru dalam menyampaikan materi
pelajaran dalam proses pembelajaran. Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang baik
di sekolah. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa motivasi dalam kegiatan belajar akan mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Nilai kognitif prestasi belajar pada dua mata pelajaran yang berbeda tergolong
sangat baik [9,10]. Terlepas dari pentingnya motivasi siswa, variabel pribadi lainnya seperti sikap juga
harus dipertimbangkan untuk meningkatkan prestasi akademik [11]. Pentingnya hubungan guru dan
siswa akan membuat prestasi siswa menjadi lebih efektif. Antara guru dan siswa harus saling
mendukung dan positif dalam proses pembelajaran [12]. Hasil penelitian Ikwuka dan Samuel diperoleh
bahwa strategi pembelajaran guru seperti menggunakan animasi komputer dalam pembelajaran konsep
kimia abstrak akan meningkatkan pemahaman konsep siswa [13]. Strategi ini akan membantu siswa
untuk meningkatkan prestasi akademik mereka dan meningkatkan pembelajaran yang efektif.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki prestasi siswa dari beberapa variabel yang
berbeda. Namun pada umumnya penelitian hanya berfokus pada peningkatan motivasi dan konsep
kimia. Maka dalam hal ini peneliti ingin menguji hubungan antara keterampilan metakognisi siswa
dengan prestasi belajar siswa.

2. Metode Jenis penelitian dari penelitian ini adalah penelitian korelasional. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas X IPA di SMAN 1 Kasihan yang terdiri dari 6 kelas dengan 180 siswa. Sampel
penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik sampling jenuh.
Keterampilan metakognitif diukur melalui kuesioner Metacognitive Awareness Inventory (MAI). MAI
terdiri dari 18 pernyataan yang menilai peserta pada skala Likert 5 poin (berkisar dari "sangat setuju"
hingga "sangat tidak setuju"). Dalam studi ini, keterampilan metakognitif diklasifikasikan ke dalam 3
subkomponen yang dimasukkan dalam dua kategori yang lebih luas, pengetahuan kognisi dan regulasi
kognisi. Ketiga subkomponen tersebut adalah kondisional, perencanaan dan evaluasi. . Skor untuk sub-
komponen dihitung dengan menambahkan skor pada pernyataan yang terkait dengan setiap sub-
komponen.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil uji korelasi antara keterampilan metakognisi siswa dengan prestasi belajar siswa digunakan untuk
menganalisis hubungan antara keterampilan metakognisi dengan hasil belajar. Melalui tes dapat
diketahui hubungan antara subkomponen keterampilan metakognitif yang terdiri dari pengetahuan
bersyarat, perencanaan dan evaluasi dengan prestasi belajar siswa. Hasil uji korelasi antara
keterampilan metakognitif dengan prestasi belajar siswa diperoleh dengan menggunakan aplikasi Tinn-
R. Korelasi pada subkomponen pengetahuan bersyarat disajikan pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Hubungan kondisional dengan prestasi belajar siswa

Berdasarkan gambar 1, titik-titik tersebut menggambarkan distribusi data antara prestasi belajar siswa
dan keterampilan metakognitif (kondisional). Distribusi titik-titik yang lebih dekat ke garis korelasi antara
prestasi siswa dan keterampilan metakognitif akan semakin kuat. Berdasarkan gambar 1 dapat
disimpulkan masih banyak kontribusi data yang tidak mendekati garis. Diindikasikan bahwa hubungan
antara kondisional dengan prestasi belajar siswa termasuk dalam kategori sangat rendah. Besarnya nilai
korelasi dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.
Indikator Df Nilai-p Koefisien korelasi
Pengetahuan 179 0.307 0.0759
bersyarat

Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara pengetahuan kondisional dengan
prestasi belajar siswa. Hubungan antara pengetahuan kondisional dengan prestasi belajar siswa
signifikan, tetapi termasuk dalam kategori sangat rendah. Hasil uji korelasi antara keterampilan
metakognitif dengan prestasi belajar siswa pada aspek perencanaan disajikan pada Gambar 2 di bawah
ini.

Gambar 2. Hubungan antara perencanaan dan prestasi belajar siswa

Berdasarkan gambar 2 dapat disimpulkan bahwa kontribusi data tidak mendekati garis. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara perencanaan dengan prestasi belajar siswa termasuk dalam
kategori sangat rendah. Besarnya nilai korelasi dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Uji Korelasi Perencanaan dengan Prestasi Belajar Siswa

Indikator Df Nilai-p Koefisien korelasi


Perencanaan 179 0.848 0.0144

Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara aspek perencanaan dengan prestasi
belajar siswa. Hubungan antara komponen aspek perencanaan dengan prestasi belajar siswa adalah
signifikan, namun termasuk dalam kategori sangat rendah. Hasil uji korelasi antara keterampilan
metakognitif dengan prestasi belajar siswa pada aspek evaluasi disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Hubungan antara evaluasi dan prestasi belajar siswa

Berdasarkan gambar 3, dapat disimpulkan banyak kontribusi data yang tidak mendekati garis. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara evaluasi dengan prestasi belajar siswa termasuk dalam kategori
sangat rendah. Besarnya nilai korelasi dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Uji Korelasi Evaluasi dengan Prestasi Belajar Siswa

Indikator Df Nilai-p Koefisien korelasi


Evaluasi 179 0.02056 0.1725

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara aspek evaluasi dengan prestasi belajar
siswa. Hubungan antara komponen aspek evaluasi dengan prestasi belajar siswa signifikan, namun
termasuk dalam kategori rendah. Dan korelasi tertinggi diperoleh pada aspek evaluasi diikuti oleh
kondisional dan perencanaan.

Terkait rendahnya korelasi yang ditunjukkan dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh
kemampuan metakognitif siswa yang masih belum sepenuhnya memadai untuk mengatur kemampuan
kognitifnya dan menyadari kelemahannya sehingga prestasi belajar siswa yang diharapkan tidak
berhasil. Kemampuan metakognitif siswa harus terus dilatih dalam proses pembelajaran. Ada satu cara
untuk menjadi lebih baik dalam metakognisi adalah dengan mempraktikkannya. Keterampilan
metakognitif mengembangkan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna, efektif, dan siswa dapat
mengembangkan keterampilan berpikirnya dalam pembelajaran.

Sen menunjukkan bahwa keterampilan metakognitif siswa dan keyakinan self-efficacy secara tidak
langsung dan positif berkorelasi dengan prestasi mereka [15]. Siswa yang memiliki efikasi diri dan
metakognisi yang tinggi akan membuat dirinya lebih baik untuk mencapai yang diharapkan. Komponen
pengaturan perencanaan kognisi termasuk dalam menetapkan tujuan, mengaktifkan sumber daya yang
relevan, dan memilih strategi yang tepat [13]. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa mahasiswa
pendidikan kimia yang memiliki tingkat pemecahan masalah yang rendah menggunakan keterampilan
perencanaan untuk mengidentifikasi masalah, menentukan tujuan, dan menyusun strategi [17].
Perkembangan metakognisi terjadi dengan cara yang sama seperti kecerdasan dengan anak-anak yang
belajar lebih banyak tentang diri mereka sendiri, strategi dan tugas, seiring bertambahnya usia. Ini
bukan proses otomatis tetapi hasil pengembangan jangka panjang dari sistem kognitif dan sebagai
produk dan produsen perkembangan kognitif. Meskipun kita tahu bahwa seiring bertambahnya usia
anak-anak mereka secara bertahap mengembangkan lebih banyak pengetahuan metakognitif, kita tahu
sedikit tentang bagaimana pengetahuan ini diperoleh. Pengetahuan metakognitif berkaitan dengan apa
yang orang ketahui tentang kognisi mereka, bagaimana mereka menggunakan prosedur atau strategi,
dan mengapa atau kapan menggunakan strategi itu. Pengetahuan metakognitif diperlukan untuk orang-
orang kognitif dengan banyak tugas, tujuan, pengalaman, dan aktivitas. [18].

Sebuah studi oleh Schraw menyatakan bahwa metakognisi adalah kunci bagi individu untuk mengatur
keterampilan kognitif mereka dan menentukan kelemahan mereka dan mengembangkannya menjadi
keterampilan kognitif baru dan kemudian pembelajaran dapat lebih efektif. Dalam praktik di kelas,
pengukuran keterampilan metakognitif siswa dapat membantu guru untuk mengetahui seberapa baik
siswa dapat belajar IPA sehingga guru mampu mendukung siswa untuk meningkatkan kemampuannya.
Selain itu, keterampilan metakognitif ini dapat mengarahkan siswa untuk lebih mengetahui kognisinya
sendiri, dapat membuat siswa lebih memikirkan pembelajarannya sendiri, dan akhirnya membantu
siswa untuk bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri. Penelitian ini merupakan langkah awal
dalam mencoba memahami pengetahuan metakognitif siswa di kelas kimia. Penelitian lebih lanjut harus
diperluas ke kontrol metakognitif yang berfokus pada bagaimana siswa mengatur pembelajaran mereka
sendiri.

4. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara keterampilan metakognitif dengan prestasi
belajar siswa pada materi ikatan ion dan ikatan kovalen. Hubungan antara keterampilan metakognitif
dengan prestasi belajar siswa termasuk dalam kategori rendah. Implikasi dari penelitian ini adalah
keterampilan metakognisi siswa harus terus menerus dilatih agar siswa dapat menggunakan proses
berpikirnya untuk mencapai prestasi belajar siswa.

Referensi [1] Redhana IW, Sudria I B N, Hidayat I dan Merta L M 2017 J. Pendidik. Ipa Indonesia. 6 356

[2] Widarti H R, Permanasari, A dan Mulyani S 2016 J. Pendidik. Ipa Indonesia. 5 56

[3] Yumusak A, Maras I dan Sahin M 2015 J. Educ. Hadiah. Sains Muda. 3 23

[4] Pabuçcu A dan Geban 2012 Int. Online J. Edukasi. Sci. 4 563

[5] Azizah U dan Nasrudin H 2018 J. Phys.: Conf. Ser. Penerbitan IOP 953 1 [6] Schraw G dan Moshman D
1995 Educ. Psiko. Rev. 7 351 [7] Haryani S, Masfufah, Wijayati N dan Kurniawan C 2018 J. Phys.: Conf.
Ser. 983 012174.

[8] Uzuntiryaki-Kondakci E dan Capa-Aydin Y 2013 Educ. Sci.: Praktek Teori 13.666 [9] Riswanto A dan
Aryani S 2017 Int. J. Hitungan. Pendidikan 2 42 [10] Febriana B W 2017 Int. J.Sci. : Kon. Ser 1 117 [11]
Vilia P N, Candeias A A, Neto A S, Franco M D G S dan Melo M 2017, Depan. Psiko. 8 hal 1064

[12] Longobardi C, Prino L E, Marengo D dan Settanni M 2016 Depan. Psikolog 7 p 1988
[13] Ikwuka OI dan Samuel N N C 2017 J. Emerg. Tren Pendidikan. Res. Studi Kebijakan. 8 98 [14] Temel S
2013 Masalah. Pendidikan Abad 21 51 126 [15] Sen S 2016 J. Balt. Sci. Pendidikan 15 312

[16] Jbeili 2012 Int. J. Re. Pendidikan 2 hal.224-31

[17] Ijirana S 2018 J. Pendidik. IPA Indonesia. 7 239 [18] Coşkun Y 2018 J. Educ. Kereta. pejantan 6 38

Anda mungkin juga menyukai