PROPOSAL
ADIL MUSLIM
B 501 17 055
PENDAHULUAN
Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu musibah terbesar yang pernah terjadi di
kehidupan manusia. Virus dengan nama Corona Virus Desease atau yang sering disebut dengan
Covid-19 merupakan virus yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China, sejak Desember
2019. Hampir seluruh negara yang ada di dunia ini mengalami kesulitan dalam menghadapi Covid-
19. Karena penyebarannya yang begitu cepat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan
Virus Corona sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Beberapa informasi kesehatan telah
dilontarkan oleh WHO untuk kesehatan masyarakat dunia, dari mencuci tangah dengan sabun
sesering mungkin, memakai masker ketika beraktifitas d luar rumah, sampai untuk selalu menjaga
jarak.
Negara Indonesia tak luput dari paparan Covid-19 dan menjadi negara dengan akumulasi
paparan Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara, yaitu mencapai 113.134 sampai dengan bulan
Agustus 2020. Untuk menindak lanjuti arahan dari WHO, pada tanggal 31 Maret 2020, presiden
Jokowi mengadakan konferensi pers dengan tujuan mengumumkan kepada publik akan kebijakan
yang dipilihnya dan mengeluarkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang
diberlakukan dibeberapa kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bali, dan Makassar.
Kebijakan tersebut tertuang dalam PP nomor 21 tahun 2020 yang di dalamnya berisi aturan-aturan
Dalam konferensi pers tersebut, presiden Jokowi menegaskan kepada seluruh pemerintah
daerah agar tidak menerapkan kebijkan-kebijakan tersendiri di wilayahnya yang tidak sesuai
1
dengan protokol pemerintah pusat. Untuk kebijakan PSBB yang berlaku di wilayah-wilayah
tertentu, pemerintah daerah dan pihak swasta harus tunduk, apabila tidak mematuhi atau
menghalang-halangi penyelenggaraan PSBB maka akan dijerat dengan saanksi pidana. Kebijakan
PSBB dinilai lebih tepat dibandingkan harus melakukan lockdown seperti negara dengan angka
penyebaran dan terkonfirmasi Covid yang cukup tinggi, hal ini dinilai menurut presiden Jokowi
karena setiap negara memiliki kebijakan, karakter, dan kondisi yang berbeda.
Seperti kota Palu, Sulawesi Tengah, yang menjadi salah satu kota terbanyak yang
mengalami penambahan kasus Covid-19 di Indonesia pada Juni 2020. Sebanayak 20 orang
dinyatakan positif berasal dari kota Palu dan 4 lainnya berasal dari kabupaten di Sulawesi Tengah,
seperti 2 orang warga Morowali, 1 orang warga Parigi, dan 1 orang warga Donggala. Hal itu tidak
luput dari himbauan dan kebijakan-kebijakan dari pemerintah daerah kota Palu, dari pemberlakuan
social distancing, patroli masker, pemenuhan akan protokol kesehatan di tempat-tempat umum,
Masih banyak kebijakan lain yang diberlakukan oleh pemerintah kota Palu guna menekan
angka penyebaran Covid-19. Kebijakan-kebijakan lainnya dilaksanakan secara ketat dan masif,
sehingga kota Palu tidak perlu memberlakukan PSBB. PSBB untuk kota Palu dinilai butuh banyak
persiapan dan berbagai kajian di lapangan. Bencana yang pernah terjadi di kota Palu pada tahun
2018 membuat faktor ekonomi yang menjadi fokus utama dalam persoalan ini. Perekonomian kota
Palu pasca bencana masih dalam proses pemulihan, pemberlakukan PSBB dalam kurung waktu
Seperti yang dijelaskan oleh Abarquez dan Mushed (2004), Sholuf (2007), dimana bencana
disebutkan sebagai sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau
2
masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap manusia, materi,
ekonomi dan lingkungan, yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena
dampak tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. Gempa
bumi, tsunami, dan likuifaksi tahun 2018 serta Covid-19 di awal tahun 2020 memberikan dampak
Banyaknya penyintas bencana alam kota Palu yang tinggal di hunian sementara (huntara)
karena kehilangan tempat tinggal, menjadi fokus utama akan langkah-langkah pencegahan
penyebaran Covid-19 yang merupakan wilayah dengan risiko tinggi. Dalam konteks masyarakat
kota Palu, mereka yang tinggal di huntara bisa disebut sebagai trapped populations yang
merupakan kondisi kelompok masyarakat yang tidak bisa berpindah dikarenakan berbagai faktor
misalnya hambatan sosial, ekonomi, politik, dan budaya (Black & Collyer, 2014; Humble, 2014;
Nawrotzki & DeWaard, 2017). Area huntara tersebut tersebar di beberapa kelurahan seperti
huntara, apalagi melihat fasilitas untuk menunjang protokol kesehatan yang belum terlengkapi dari
air bersih, sanitasi, dan kebersihan (WASH). Anjuran yang di keluarkan WHO menjadi tidak
relevan bagi penyintas bencana di kota Palu, yang mana kampanye akan #StayAtHome atau
#DiRumahAja menjadi tidak bisa diimplementasikan. Faktor utamanya adalah desakan ekonomi,
dimana masyarakat huntara yang banyak berkerja sebagai buruh kasar, dituntut untuk keluar
rumah. Ini menunjukan bahwa anjuran yang dicanangkan oleh WHO hanya bisa di
implementasikan oleh mereka yang memiliki privilese, bukan bagi mereka yang memiliki
3
Permasalahan sanitasi dan kesehatan menjadi yang paling sering dijumpai pada huntara
kota Palu. Salah satu inisiatif masyarakat dalam penyediaan fasilitas kesehatan di wilayah huntara
misalnya yang dilakukan oleh mahasiswa dan mahasiswi Universitas Tadulako yang menjalani
kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang turut memberikan sumbangsi bagi masyarakat huntara,
seperti membagikan hand sanitizer, masker dan membuat tempat cuci tangan. Namun diluar dari
pemenuhan kebutuhan untuk menunjang kesehatan dan keselamatan masyarakat huntara, tekanan
Sebuah survey menunjukan bahwa setelah terjadinya sebuah peristiwa bencana, sebagian
besar korbannya memiliki psikologis yang normal, akan tetapi 15-20% akan mengalami gangguan
mental ringan atau sedang yang merujuk pada kondisi Post Traumatic Stress Disorder (PTSD),
sementara 3-4% akan mengalami gangguan berat seperti psikosis, depresi dan kecemasan yang
tinggi. Distress yang berkaitan dengan persitiwa bencana alam dan Covid-19 akan sanagat
mengganggu dan berlangsung lama setelah insiden. Kondisi tersebut akan semakin memburuk bila
tidak dideteksi sejak dini dan ditangai dengan baik, sehingga membutuhkan pelayanan kesehatan
mental (mental healing), baik untuk menanggulangi stres, cemas, dan depresi.
Mengkaji keberadaan ruang terhadapat interaksi yang terjadi, bisa dilihat dari keberadaan
ruang baru bagi masyarakat kelurahan Petobo akibat bencana alam yang mereka alami. Ruang
sebagai tempat tinggal mereka di huntara rata-rata berukuran 4x5 meter, dihuni 2 sampai 7 anggota
keluarga yang saling terhubung dan berdekatan. Kondisi huntara petobo yang saling terhubung,
keberadaan yang berdekatan antara satu keluarga dengan keluarga lainnya, serta jarak antara
keluarga inti dalam sebuah ruang yang tidak tercipta karena terbatasnya ruang, menyebabkan jarak
fisik antara anggota keluarga didalamnya sangat sempit, hanya terbatas pada jarak intim dan jarak
personal.
4
Keberadaan ruang dalam sebuah tempat tinggal mempunyai makna tersendiri bagi
penguninya. Ruang menjadi sebuah pesan nonverbal yang berkontribusi dalam proses interaksi
dan komunikasi yang tercipta di lingkungannya. Banyak atau tidaknya jumlah anggota keluarga
yang tinggal dalam sebuah rumah akan mempengaruhi pada jarak atau ruang yang terbentuk antara
anggota keluarga. Semakin banyak anggota keluarga yang tinggal bersama maka semakin terbatas
ruang antara para penghuninya. Sebaliknya jika semakin sedikit anggota keluarga yang tinggal
Ruang yang terbentuk secara fisik disebut ruang fisik (Suptandar, 1999: 93). Ruang fisik
inilah yang menjadi jarak fisik ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Ruang fisik
berkontribusi dalam proses penyampaian pesan komunikasi. Selain jarak fisik, keberadaan ruang
dari sebuah objek serta rancangan interior berkontribusi secara tidak langsung dalam proses
komunikasi yang terjadi. Penggunaan jarak dalam penyampaian pesan disebut dengan istilah
komunikasi dan presepsi seseorang, dimana ruang menjadi pesan nonverbal proksemik, yang
Keadaan huntara Petobo membuat zona-zona yang menjadi batasan dalam proksemik yang
terbagi dari jarak intim (0 - 46cm), jarak personal (46cm - 1,2m), jarak sosial (1,2 - 3,6m), jarak
public (3,7m atau lebih) menjadi terganggu. Zona-zona proksemik ini menjadi kerangka yang
interpretasi negatif. Sangat penting untuk mengetahui dan menjaga batasan zona intim, personal,
sosial, dan publik, karena invansi terhadapat zona terutama intim dan personal bisa dianggap
5
Ketika zona proksemik dilanggar maka tidak lepas dengan pelanggaran harapan. Hal ini
akan menggambarkan bahwa seseorang memiliki harapan terhadap jarak perilaku orang lain yang
dapat memberikan respon positif atau negatif tergantung pada rasa suka atau harapan antara orang
yang berinteraksi. Pelanggaran harapan berakar pada bagaimana pesan-pesan ditampilkan kepada
orang lain dan jenis perilaku yang ditampilkan oleh seseorang yang terlibat dalam sebuah
percakapan. Pelanggaran harapan bertolak pada keyakinan bahwa kita memiliki harapan-harapan
tertentu tentang bagaiman seharusnya orang lain berperilaku atau bertindak ketika berinteraksi.
Dalam konteks proksemik ada yang namanya konsep privasi. Konsep privasi menjadi salah
salah yang perlu diperhatikan dalam mengenal jarak dengan orang lain, hal ini dikarenakan setiap
individu punya ruangnya untuk sendiri yang menjadi keinginan dan kecenderungan dalam diri
seseorang untuk tidak diganggu. Privasi merupakan hal terpenting bagi manusia, namun untuk
mendapatkan atau menjaga privasi tersebut setiap individu perlu belajar akan mengatur
keseimbangan antra keinginanya dengan keinginan orang lain dan lingkungan fisik disekitarnya.
kontrol selektif menjadi pondasi utama bagi individu dalam mempertahankan hak privasi dan
ruang privasinya.
Jika dilihat dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wahyu Utamidewi, Deddy
Mulyana, dan Edwin Rizal dari sebuah jurnal Universitas Padjajaran tentang Pengalaman
Komunikasi Keluarga Pada mantan Buruh Migran Perempuan, dengan pendekatan yang dilakukan
oleh penelitian ini adalah kualitatif dengan studi fenomenologi. Penelitian ini bertujuan untuk
komunikasi dalam rangka mempertahankan keutuhan rumah tangga, dengan menggunakan teori
interaksi simbolik untuk menganalisis bagaimana interaksi para mantan buruh migran perempuan
6
dalam pengalaman komunikasi keluarga yang berlangsung antara dirinya dengan suami dan anak
Penelitian terdahulu berikutnya oleh Sarah Nurtyasrini dan Hanny Hafiar dari sebuah jurnal
Kesehatan Diri dan Lingkungan di TPA BANTAR GEBANG. Memepunya metode yang sama
yaitu kualitatif dengan tradisi fenomenologi. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui
pengalaman komunikasi pemulung dalam menjaga kesehatan diri dan lingkungan di TPA Bantar
Gebang, namun dalam penelitian ini tidak menggunakan teori sebagai salah satu landasan
penelitiannya. Penelitian ini megandalkan metode fenomenologi yang dikemukakan oleh Schutz
(Mulyana, 2006: 62) dimana tindakan manusi adalah bagian dari posisinya dalam masyarakat,
sehingga tindakan seseorang itu bisa jadi hanya merupakan kamuflase atau peniruan dari tindakan
orang lain yang ada disekelilingnya. Metode ini digunakan untuk mendekati dunia kognitif objek
penelitian.
Dari kedua penelitian diatas, penelitian oleh Wahyu Utamidewi, Deddy Mulyana, dan
Edwin Rizal berfokus pada bagaimana pengalaman kmunikasi yang terjalin didalam ruang lingkup
keluarga, sedangkan penelitian Sarah Nurtyasrini dan Hanny Hafiar berfokus pada pengalaman
komunikasi pemulung untuk menjaga kesehatan diri dan lingkungannya. Walaupun kedua
penelitian diatas menggunakan metode dan tradisi yang sama, tetapi tidak menjadikan kedua
penelitian diatas sama. Dua contoh penelitian terdahulu yang peneliti tuliskan mempunyai
fokusnya sendiri untuk menemukan fakta dengan menggunakan metode ilmiah berdasarkan
7
Dari uraian di atas yang menjelaskan perbandingan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu dan bagaimana masyarakat kelurahan Petobo yang kini tinggal di huntara yang terdiri
dari 2.922 kepala keluarga (KK) dengan total 10.1167 jiwa (data 24/6/2019), setelah apa yang
mereka telah lewati dan hadapai saat ini membawakan mereka pada masalah yang lebih kompleks.
Maka dari itu peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam bagaimana pengalaman komunikasi
terbentuk dilingkungan masyarakat huntara Petobo yang merupakan korban bencana alam berupa
likuifaksi dan sekarang dihadapkan dengan pandemi covid-19. Tentunya akan ada kebiasaan baru
yang tercipta, sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Pengalaman Komunikasi
Berdasarkan latar belakang diatas maka, rumusan masalah pada penelitian ini yaitu
bagaimana pengalaman komunikasi penghuni huntara Petobo pasca bencana di tengah pandemi
Covid-19 ?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengalaman komunikasi huntara Petobo pasca
a. Aspek Akademis
Diharapkan dari hasil penelitian ini akan menjadi bahan informasi sekaligus referensi
yang pastinya bermanfaat bagi perkembangan ilmu komunikasi yang mencakup dalam
kajian ilmu komunikasi, khususnya pada pengalaman komunikasi yang termasuk dalam
8
b. Aspek Praktis
Diharapkan dapat memberi kontribusi positif bagi pemerintah kota Palu dalam
menyikapi kondisi dimana wabah Covid-19 ini masih menjadi ancaman bagi masyarakat
terutama mereka yang tinggal di huntara Petobo dan diharapkan juga bisa bermanfaat
sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian pada kajian
yang sama.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata latin
communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya
adalah kesamaan makna. Ketika dua orang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi akan
terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai suatu hal atau apa yang
dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang digunakan bukan berarti menimbulkan kesamaan makna.
Mengerti bahasa atau menggunakan bahasa yang sama belum tentu mengerti makna yang terdapat
didalam bahasa pada sebuah proses komunikasi. Jelas bahwa sebuah percakapan dikatakan
komunikatif apabila orang yang terlibat dalam komunikasi mengerti bahasa, juga makna dari
Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, pendidikan, politik, dan budaya sudah
disadari oleh para cendekiawan sejak Aristoteles yang hidup ratusan tahun sebeleum Masehi. Studi
Aristoteles yang pada awalnya hanya berkisar pada retorika dalam lingkungan kecil kemudian
disadari oleh para cendekiawan lainnya setelah adanya revolusi industri dan revolusi teknologi,
seperti pesawat terbang, listrik, telepon, fil, radio, tv, dan sebagainya yang kemudian komunikasi
Diantara banyaknya para ahli dari berbagi bidang seperti sosiologi, politik, bahkan
psikologi, yang menaruh minat pada perkembangan komunikasi yaitu Carl I. Hovland.
Menurutnya komunika adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas
10
penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi ini menunjukan bahwa
yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga
pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dimana
dalam kehidupan memainkan peran yang sangat penting. Hovland juga mengatakan bahwa
komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify
Untuk memahami mengenai apa itu komunikasi sehingga dapat dilakukan dengan efektif,
para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigm yang dikemukakan oleh Harold Lasswell
yang dalam karyanya The Structure and Function of Communication in Society. Laswell
mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah dapat menjawab
pertanyaan: Who Says What in Which Channel to Whom with What Effect?. Paradigma ini
menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang
diajukan, yakni:
b) Pesan (message)
oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Laswell
mengehndaki agar komunikasi dapat dijadikan sebuah objek studi ilmiah, bahkan setiap unsur
yang diteliti dilakukan secara khusus. Seperti keilmuan lainnya, ilmu komunikasi juga menyelidiki
gejala komunikasi. Tidak hanya dengan pendekatan secara ontologis (apa itu komunikasi), tetapi
11
juga secara aksiologis (bagaimana berlangsunya komunikasi yang efektif) dan secara
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh
seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan
informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Proses komunikasi terbagi menjadi
Pada proses ini penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang
komunikan.
Bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi karena bahasalah yang
mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain dengan lebih tepat. Dengan
bahasa juga peristiwa-persitiwa yang pernah terjadi di masa sebelumnya bisa diketahui
terkespresikan secara fisik. Namun penggunakan kial sebagai lambang komunikasi juga
menggerakan anggota tubuh lainnya hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal teretntu saja.
Demikian juga isyarat yang menggunakan alat sebagi bentuk komunikasinya, berupa
tongtong, bedug, sirene, dan lain-lain serta warna yang mempunyai makna tertentu yang
12
biasanya digunakan untuk mengungkapkan ekspresi atau emosional. Kedua lambang
orang lain.
Gambar sebagai lambing yang banyak dipergunakan dalam komunikasi pada dasarnya
melebihi kial, isyarat, dan warna dalam kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang.
Namun jika dibandingkan dengan bahasa belum melebihi bahasa yang kemampuannya
dapat menjelaskan perihal dari masa ke masa dan lebih diterima secara umum. Buku-buku
yang ditulis dengan bahasa sebagai lambing untuk menerjemahkan pemikiran tidak
dipadukan penggunaannya, karena tidak semua orang pandai mencari kata-kata yang tepat
untuk mencerminkan pikiran dan perasaanya, juga dengan perbaduan berbagai lambang
dapat menyampaikan pikiran dan perasaan dengan lebih jelas bahkan mendalam.
Proses komunikasi yang satu ini dalam proses penyampaian pesan kepada seseorang
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan lambing sebagai
atau jumlahnya banyak. Media kedua yang dimaksud seperti surat, telepon, surat kabar,
Pada umumnya ketika kita berbicara di ruang lingkup masyarakat yang lebih luas, yang
dinamakan media komunikasi adalah media kedua sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Pada umumnya memang bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena
13
bahasa sebagai lambing yang mampu mentransmisikan pikiran, ide, pendapat, dan
sebagainya, baik mengenai hal yang abstrak maupun yang kongret, tidak hanya persitiwa
kebudayaan, media komunikasi akan mengalami kemajuan seperti apa yang sedang kita
lihat dan gunakan saat ini. Pentingnya dilakukan terus menerus penelitian untuk kemajuan
media komunikasi juga untuk menunjang kemudahan dan efisiensi dalam mencapai
komunikan.
Para ahli komunikasi juga menyatakan bahwa keefektifan dan efisiensi komunikasi
mereka efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan persuasif adalah komunikasi tatap
muka karena kerangka acuan (frame of reference) komunikan dapat diketahui oleh
dalam artian komunikator mengatahui tanggapan atau reaksi komunikan pada saat itu juga.
Umpan balik dalam komunikasi bermedia terutama media massa, biasanya dinamakan
umpan balik tertunda (delayed feedback), karena sampainya tanggapan atau reaksi kepada
bermedia misalnya surat, poster, spanduk, radio, televisi, atau film, umpan balik tentunya
tersebut sudah tuntas. Lain halnya dengan bermedia telepon yang mana umpan balik dapat
berlangsung seketika, namun ekspresi wajah komunikan tidak terlihat ini membuat
komunikator tidak dapat memastikan dengan benar reaksi sebenrnya komunikan seperti
14
Komunikasi sekunder menggunakan media surat, poster, atau papan pengumuman
akan berbeda komunikannya dengan surat kabar, radio, televisi, atau film. Setiap media
memiliki ciri atau sifat tertentu yang hanya efektif dan efesien untuk dipergunakan bagi
penyampaian suatu pesan tertentu. Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder
diklasifikasikan menjadi dua, yakni sebagai media massa (mass media) dan media nirmasa
atau media nonmassa (non-mass media). Seperti yang dijelaskan diatas misalnya surat
kabar, radio siaran, televisi, dan film yang diputar di gedung bioskop memiliki ciri tertentu,
yaitu massif (massive) atau massal (massaal), yang mana tertuju kepada sejumlah orang
yang relative amat banyak. Sedangkan media nirmassa atau media nonmassa, umpamanya
surat, telepon, telegram, poster, spanduk, papan pengumuman, buletin, folder, majalah
organisasi, film documenter, tertuju kepada suatu orang atau sejumlah orang yang relatif
sedikit.
Komunikasi keluarga memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi dan sekaligus
sangat kompleks (Ruben:2006). Keluarga termasuk dalam kelompok primer sehingga dalam
komunikasi kelompok menurut Charles Horton Cooley dan Rohim (2009) komunikasi pada
a) Kulaitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas, dimana dapat
menembus kepribadian kita yang paling dalam dan tersembunyi, menyingkap unsur-
unsur backstage. Pada kelompok primer kita mengungkapkan hal-hal yang bersifat
b) Kelompok primer bersifat personal, dimana komunikasi ini sangat penting dalam
memandang dengan siapa kita berbicara. Dalam artian adalah siapa dia, bukan apakah
15
dia. Dalam kelompok ini punya keunikan dalam segi hubungannya dan tidak dapat
c) Pada kelompok ini lebih menekankan pada aspek hubungan, dibandingkan aspek
kelompok sekunder yang lebih dipentingkan adalah aspek isinya bukan pada
hubungannya.
d) Pesan pada kelompok primer disampaikan cenderung lebih bersifat ekspresif, dan
berlangsung secara informal. Dalam penyampaian pesan pada kelompok primer banyak
Galvin dan Brommel (1986) menggunakan kerangka berikut untuk membahas tentang
komunikasi keluarga: We view the family as a system in which communication regulates cohesion
interdependent relationships. Dari definisi tersebut menyimpulkan bahwa keluarga adalah sebuah
sistem yang didalamnya terdapat individu-individu yang saling berhubungan, mempengaruhi dan
dipengaruhi, serta membawa perubahan pada sistem keluarga itu sendiri. Komunikasi yang terjalin
didalamnya sebagai wadah untuk penyaluran emosi anggotanya. Karena pola interaksinya
diprediksi satu sama lain, sehingga ini membuat komunikasi bisa terjalin tanpa banyak berbicara.
Adapun konsep lain yang dikemukakan oleh peneliti Olson, Sorenkle, dan Russel dalam
Galvin and Brommel (1986) yang memfokuskan pada penyatuan beberapa konsep yang berkaitan
dengan perkawinan dan interaksi dalam sistem keluarga. Kelompok peneliti tersebut
mengembangkan circumplex model dari perkawinan yang kemudian berkembang menjadi tiga
dimensi, yaitu:
16
a) Cohesion (penyatuan)
b) Adaptability (penyesuaian)
c) Communication (komunikasi)
Ketiga dimensi tersebut merupakan unsur yang menjadi syarat terwujudkan akan sebuah
Keberhasilan sebuah keluarga dalam penyesuaian diri dengan anggota lainnya sangat
keluarga, agar satu sama lain dapat mengetahui juga mengukur seberapa jauh kemampuan untuk
saling berbagi pemahaman melalui pesan-pesan yang disampaikan. Olson dan lainnya juga
menguraikan dalam meciptakan hubungan dari gaya komunikasi yang cenderung bersifat
assertive, adanya negosiasi, saling berbagi peran, menjadikan adanya keterbukaan dalam membuat
Anne Fitzpatrick yang merupakan ahli lainnya mengembangkan serangkaian riset dan teori
mengenai hubungan keluarga yang memberikan penjelasan tentang berbagai tipe keluarga serta
pengaruh tipe keluarga dalam cara mereka berkomunikasi, yaitu: (Morisan dan Wardhani: 2009)
a) Konsensual
kepatuhan yang tinggi. Tipe ini adalah tipe keluarga yang sering melakukan komunikasi
atau lebih cenderung suka ngobrol bersama dan sangat menghargai komunikasi secara
terbuka. Otoritas tertinggi tetap dipegang oleh orang tua dan keputusan tidak selalu sejalan
dengan keinginan anak-anaknya, akan tetapi keluarga tipe ini selalu berupaya untuk bisa
17
b) Pluralistis
Keluarga yang ini juga sangta sering melakukan percakapan, namuan memiliki
kepatuhan yang rendah. Walaupun aktif dalam melakukan komunikasi secara terbuka satu
sama lain, namun seringkali juga individu dalam keluarga membuat keputusannya masing-
masing. Orang tua juga tidak merasa perlu mngontrol anak-anaknya karena setiap pendapat
dinilai berdasarkan pada nilai kebaikannya, dimana pendapat terbaik menjadi acuan.
c) Protektif
Tipe ini merupakan keluarga yang jarang melakukan percakapan namun memiliki
kepatuhan yang tinggi dan terdapat banyak sifat patuh dalam keluarga. Orang tua
dikeluarga ini melihat alasan penting mengapa mereka harus berbicara atau ngobrol dan
tidak melihan alasan emngapa mereka harus menjelaskan akan keputusan yang mereka
buat. Alasan ini yang membuat orang tua atau suami istri di keluarga ini dikategorikan
d) Laissez Faire
Dalam keluarga dengan tipe Lissez Faire percakapan dan kepatuhan dinilai sangat
rendah. Anggota keluarga pada tipe ini tidak terlalu peduli dengan apa yang dikerjakan
anggota keluarga lainnya dan tentu saja mereka tidak ingin membuang waktu untuk hal
yang tidak sangatlah penting antar satau sama lainnya. Suami istri di tipe keluarga ini
cenderung memiliki orientasi perkawinan campuran (mixed), yang artinya memiliki skema
Pengalaman dapat diartikan sebagai memori episodik, yaitu memori yang meneriman dan
menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang
18
berfungsi sebagai referensi otobiografi (Bapistaetal, dalam Saparwati, 2012). Pengalaman
merupakan suatu jalan yang pernah dilalui atau ditempuh yang menjadikan setiap individu
mendapatkan sebuah pengetahuan. Pengalaman di masa lalu dan di masa sekarang akan sangat
mempengaruhi pola pikir seseorang di masa yang akan datang. Pengalaman yang dialami oleh
seseorang mempunyai nilai atau maknanya sendiri, bahkan pengalaman yang sama belum tentu
Sesuai dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa all objects of knowledge must
conform to experience (Moustahas, 1994: 44). Dengan artian, pengetahuan akan melandasi
kesadaran yang kemudian membentuk pemaknaan. Kesadaran dan pemaknaan akan mendorong
individu untuk melakukan tindakan atau perilaku tertentu, dengan merujuk pada behavior is an
experience of consciousness that bestows meaning through spontaneous activity (Schutz, dalam
Wild, dkk., 1967: 56). Dengan demikian, dapat dikatakan pengalaman menjadi pondasi bagi
Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun melihat obyek yang sama,
hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang berbeda juga pelaku atau faktor pada
pihak mempunyai pengalamannya masing-masing, faktor obyek atau target yang dipresepsikan
dan faktor situasi dimana pengalaman itu dilakukan. Umur, tinglat pendidikan, latar belakang
sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian, dan pengalaman hidup setiap
individu juga ikut menentukan pengalaman. (Notoatmojo dalam Saparwati, 2012). Pengalaman
setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda-beda karena pengalaman mempunyai sifat
ini tidak hanya merupakan hasil dari belajar formal tetapi juga sebagai sebuah rangkaian persitiwa
19
komunikasi yang pernah dialami. Sehingga pengalaman komunikasi yang pernah terjalin diwaktu
sebelumnya akan mempengaruhi cara berkomunikasi di masa sekarag atau masa yang akan datang.
Itulah yang menyebabkan proses komunikasi selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang-
Dengan kondisi ruang dan terbatasnya jarak masyarakat huntara pentobo tentunya
menimbulkan ketidaknyamanan dalam beraktivitas bagi setiap individu dilokasi huntara. Apalagi
saat ini dihadapi dengan pademi Covid-19 yang mengharuskan menjaga jarak antara satu sama
lain namun dengan kondisi yang tidak mendukung untuk menerapkan protokol tersebut sesuai
dengan anjuran pemerintah. Hal ini menunjang terjadinya sebuah pelanggaran harapan yang
diakibatkan setiap individu pastinya memerlukan ruang untuk memenuhi privasinya. Keinginan
akan privasi bukan semata karena ingin menyendiri untuk menjauhi lingkungan sosial ataupun
orang-orang terdekat., tetapi pada dasarnya setiap individu perlu ruang privasi untuk beristirahat
Apalagi ditengah pandemi Covid-19 seperti yang terjadi saat ini, keinginan setiap individu
untuk terhindar dari paparan Covid-19 dengan cara menjaga jarak dengan individu lainnya menjadi
sulit akibat kondisi huntara Petobo yang saling terhubung dan berdekatan. Kondisi seperti ini
menyatakan selain jarak secara proksemik yang mengatur pola berkomunikasi dan kedekatan
dalam berkomunikasi, jarak megenai masalah kesehatan menjadi perhatian khusus bagi
masyarakat huntara Peotobo. Kehidupan pasca bencana dimana sikap saling berbaur dan berbagi
karena tinggal dalam lingkungan yang sama, menjadi berubah ketika dihadapkan dengan masalah
Covid-19. Ini mengakibatkan intensitas akan pelanggaran harapan menjadi lebih tinggi dan
20
pelanggarannyapun akan semakin sering terjadi, akibat tekanan yang dialami. Untuk memperjelas
konsep penelitian yang dimaksud, dapat dilihat pada kerangka berpikir berikut ini:
Pengalaman komunikasi
Teori Proksemik
Pandemik Covid-19
Bagan kerangka pikir diatas merupakan gambaran mengenai alur penelitian yang akan
diterapkan dalam penelitian ini. Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa yang menjadi objek
penelitian adalah bagaimana pengalaman komunikasi penghuni huntara petobo setelah melewati
bencana alam dan harus tinggal disebuah huntara yang telah disediakan oleh pemerintah, lalu saat
ini dihadapi lagi pandemi Covid-19. Dalam penelitian ini teori proksemik dan teori pelanggaran
harapan menjadi landasan untuk memandang realitas obyek dilpanagan. Kedua teori ini digunakan
karena pada dasarnya teori Proksemik merupakan akar dari perumusan asumsi-asumsi dalam teori
21
pelanggaran harapan, dimana ketika bertolak dari konsep penggunaa ruang dan jarak menandakan
22
BAB III
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, dimana dalam pendekatannya
menggunakan analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan
aspek-aspek kecenderungan, non perhitungan numerik, serta interview yang mendalam. Penelitian
kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris, seperti studi kasus,
interaksional, dan visual yang menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya
dalam kehidupan individual dan kolektif (Denzin dan Lincoln, 1994: 2).
Dasar peneletian ini menggunakan tradisi fenomenologi yang berfokus pada pengalaman
hidup manusia. Penggunaan studi ini bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subjek
mengenai pengalaman beserta maknanya (Pujileksono, 2016). Dalam hal ini penulis ini
memberikan gambaran akan pengalaman komunikasi dalam bentuk uraian berdasarkan fenomena
Penggunaan definisi konsep penelitian menjadi sebuah acuan atau tolak ukur dalam
penelitian dilapangan disusun menyangkut konsepsi tahap-tahap penelitian secara teoritis guna
guna memudahkan penulis. Teori itu sendiri merupakan konseptualisasi atau penjelasan logis dan
empiris tentang suatu fenomena. Fenomena yang dimaksud yaitu peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan manusia dan berhubungan dengan komunikasi sesuai dengan judul penelitian, dimana
23
mencakup produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang yang terjadi
dalam kehidupan manusia. Penjelasan dalam teori tidak hanya menyangkut nama dan
variable. Menurut Littlejohn (1987, 1989, 2002), penjelasan dalam teori berdasarkan pada prinsip
keperluan (the principle of necessity), yakni suatu penjelasan untuk menghasilkan sesuatu.
Sifat dan tujuan teori menurut Abraham Kaplan (1964), menjelaskan bahwa teori tidak
hanya untuk menemukan fakta semata, tetapi juga menjadi cara untuk melihat fakta,
mengorganisasikan, serta merepresentasikan fakta tersebut. sebuah teori harus sesuai dengan
realitas kehidupan, sesuai dengan dunia ciptaan tuhan. Dengan demikian teori yang baik adalah
teori yang konseptualisasi dalam kehidupan nyata. Apabila konsep dan penjelasan teori tidak
sesuai dengan realitas maka keberlakuannya diragukan dan teori demikian tergolong teori semu.
Adapun teori yang digunakan peneliti adalah teori Pelanggaran Harapan dan teori Proksemik.
merupakan studi tentantang sistematika keterlibatan seseorang dalam strtuktur ruang, atau jarak
antara manusai dalam pergaulan sehari-hari (rakhmat, 2003: 291). Proksemik menjadi cara
bagaimana orang-orang yang terlibat dalam suatu tindakan komunikasi berusaha untuk merasakan
dan menggunakan ruang (space). Hall juga mendefinisikan empat jarak yang kita gunakan dalam
kehidupan sehari-hari, yang mana setiap kehadiran individu disuatu tempat dan bersama dengan
orang lain akan memilih satu jarak khusus bergantung pada suatu situasi teretntu, konteks
24
a) Jarak Intim (Intimate Distance)
Pada penggunaan jarak ini antara 0 sampai 46 cm, biasanya berlangsung dengan bisikan
atau suara yang pelan. Perilaku dalam jarak ini juga bervariasi mulai dari bersentuhan
hingga mengamati bentuk wajah seseorang. Ketika seseorang berkomunikasi dengan jarak
ini, interaksi yang terjalin didalamnya terbilang akrab dan menandakan bahwa diantara
Zona yang mencakup perilaku pada area ini berkisar antara 46 cm sampai 1,2 meter.
Perilaku dalam jarak personal termasuk bergandengan tangan hingga menjaga jarak dengan
sejauh panjang lengan. Kontak komunikasi yang berlangsung masih terbilang tertutup,
digunakan untuk keluarga dan teman-teman dekat, sedangkan titik terjauh dari zona ini
biasanya digunakan seperti hubungan yang kurang personal, seperti karyawan penjualan.
Jarak sosial berkisar antara 1,2 meter sampai 3,6 meter. Dalam kategori ini, tekstur
rambut dan kulit pada fase dekat masih dapat terlihat jelas. Untuk fase yang jauh, biasanya
orang harus berbicara lebih keras. Pada fase jauh dapat dianggap sebagai sebagai fase yang
lebih formal dari fase dekat. Pada fase dekat contohnya seperti percakapan antara rekan
kerja dimana terdapat banyak percakapan didalamnya, sedangkan fase jauh sangat
mungkin untuk memerhatikan orang lain sembari menyelesaikan suatu pekerjaan. Contoh
lainnya adalah karyawan bank yang bekerja sebagai teller sambal menghitung uang yang
25
d) Jarak Publik
Jarak yang melampaui 3,7 meter dan selebihnya dianggap jarak publik. Titik terdekat
dari jarak public biasanya digunakan untuk diskusi formal, seperti diskusi di dalam kelas
antara guru dan murid. Figure public biasanya berada pada fase jauh sekitar 7,7 meter atau
lebih, dimana sangat sulit untuk membaca ekspresi wajah dalam jarak ini. Contohnya yang
biasa terjadi ketika dosen mengajar dalam ruangan berkapasitas besar atau auditorium.
Dalam jarak public ini, komunikasi yang bersifat dua arah (twoway traffic) sulit untuk
dilaksanakan, sebab ada jarak yang cukup jauh antara pembicara dengan para
pendengarnya.
Judge Burgoon dan Steven Jones (Burgoon & Jones, 1976) pertamakali merancang teori
pelanggaran harapan untuk menjelaskan konsekuensi dari perubahan jarak dan ruang pribadi.
Teori ini menjadi salah satu teori pertama tentang komunikasi nonverbal yang dikembangkan oleh
sarjana komunikasi. Kemudian teori ini ditinjau embali terus-menerus dan diperluas, hingga
cakupan teori ini dihubungkan dengan perilaku komunikasi secara nonverbal. Richard West dan
Lynn H. Turner (2009: 153-164) juga menyatakan bahwa orang memiliki harapan mengenai
perilaku nonverbal orang lain. Burgoon beragumen bahwa perubahan tak terduga yang terjadi
dalam jarak perbincangan antara para komunikator dapat menimbulkan suatu perasaan tidak
Teori pelanggaran harapan berakar pada bagaimana pesan-pesan ditampilkan pada orang
lain dan jenis-jenis perilaku yang dipilih orang lain dalam sebuah percakapan. Teori ini bertolak
dari keyakinan bahwa setiap individu memiliki harapan-harapan tertentu tentang bagaimana orang
lain sepatutnya berperilaku, bertindak ketika berinteraksi, mengenal jarak dalam berinteraksi, dan
26
mengenali peran diri sendiri dalam konteks lingkungan tertentu. Tolak ukur akan kepatuhan
tindakan, pada prinsipnya berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku atau berdasarkan
kerangka pengalaman setiap individu sebelumnya. Terpenuhi atau tidaknya sebuah ekspektasi
akan mempengaruhi interaksi dan penilaian setiap individu, hingga pada tingkat kelanjutan
bagaimana setiap individu bereaksi terhadap pelanggaran dan jenis perilaku nonverbal yang
sebenarnya diharapkan untuk menghadapi situasi tertentu. Ada tiga konstruk pokok dari teori ini,
yaitu :
a) Harapan (Expectancies)
Faktor yang pertama mengenai bagaimana cara kita untuk mempertimbangkan harapan
yang kita miliki. Melalui norma-norma sosial kita membentuk harapan tentang bagaimana
seharusnya orang lain bertindak ketika terjalinnya sebuah interaksi antar satu sama lain.
Harapan merujuk pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu-individu atau
pijakan kelompok. Jika perilaku orang lain telah menyimpang secara khas, maka sebuah
pelanggaran harapan telah terjadi. Apapun yang di luar kebiasaan dapat menyebabkan
Secara sederhana setiap individu memiliki harapan terhadap tingkah laku orang lain
yang pantas dilakukan kepada dirinya. Jika apa yang diharapkan sesuai dengan apa yang
terjadi ketika proses interaksi terjalin, maka perasaan nyaman baik secara fisik maupun
psikologis akan dirasakan yang membuat proses komunikasi dapat berjalan lancer dan
efektif. Akan tetpai tidak semua apa yang diharapkan akan menjadi sebuah realitas, ketika
hal yang tidak diinginkan terjadi atau pelanggaran harapan tersebut terjadi maka
27
gangguang psikologis maupun kognitif akan terjadi di dalam diri. Hal tersebut akan
Ketika harapan nonverbal telah dilanggar oleh orang lain, maka kemudian penafsiran
sekaligus menilai apakah pelanggaran tersebut positif atau negatif. Penafsiran dan evaluasi
tentang perilaku pelanggaran harapan nonverbal biasa disebut violation valence atau
valensi planggaran. Teori ini diasumsikan sebagai pondasi tolak ukur akan perilaku
nonverbal yang penuh arti dan bagaimana individu memiliki sikap tentang perilaku
nonverbal yang diharapkan. Valensi merupakan istilah untuk menguraikan evaluasi tentang
perilaku, yang kemudian divalensi secara positif maupun divalensi secara positif.
Perilaku yang divalensi secara positif misalnya ketika seseorang sedang duduk sendiri
disebuah pusat perbelanjaan kemudian ada seseorang yang asing tersenyum sambil melihat
kearah orang duduk tersebut. karena baru saja berjumpa dengan orang itu, perilaku tersebut
mungkin bisa mengacaukan sikap atau membuatmu berpikir. Perilaku tersebut bisa berarti
keramahan atau undangan untuk menjadi teman. Kemudian perilaku yang divalensi negatif
seperti perilaku tidak sopan atau isyarat yang menghina, misalnya ketika ada seseorang
yang memelototkan mata kearah orang lain atau ketika dua orang berpapasan disebuah
jalan kemudian beberapa detik kemudian salah satu orang diantara keduanya tertawa. Hal
tersebut memiliki nilai abiguitas yang mana satu sikap memiliki banyak arti.
Valensi ganjaran komunikator adalah unsur ketiga, yang mempengaruhi reaksi ketika
menyukai seperi misalnya orang yang melanggar mempunyai status yang lebih tinggi,
28
kresibilitas yang tinggi, atau secara fisik menarik, yang membuat orang memaklumi
perilaku nonverbal yang tidak menepati norma-norma sosial. Dengan kata lain jika
seseorang menyukai orang yang melanggar tersebut, orang itu tidak berfokus pada
keuntungan atau kerugian di masa yang akan datang. Stsatus soial, jabatan, keahlian
tertentu sampai penampilan fisik yang menarik dari komunkator merupakan sebuah
ganjaran yang potensial dengan istilah High-Rewrad Person. Semntara kebodohan atau
kejelekan rupa, dinilai sebagai sumber yang tidak potensial dalam memberikan ganjaran
Nasution (2003: 43) mengatakan bahwa lokasi penelitian menunjuk pada pengertian lokasi
sosial ayng dicirikan oleh adanya tiga unsur, yaitu pelaku, tempat, dan kegiatan yang diobservasi.
Lokasi penelitian menjadi tempat dimana peneliti memperoleh informasi mengenai hal yang
kemenarikan, keunikan, dan kesesuaian dengan topik yang telah ditentukan untuk diteliti. Adapun
lokasi penelitian ini adalah Huntara Banua Petobo, Jl. Kebun Sari, Kec. Palu Selatan, Kota Palu,
Adapun subjek penelitian ini adalah masyarakat huntara Petobo yang berlokasi di Subjek
penelitian ini dipilih secara purposive karena Huntara Banua Petobo menjadi salah satu huntara
29
yang sampai saat ini masih banyak duhuni oleh masyarakatnya dan sesuai judul yang diangkat
oleh peneliti karena melihat fenomena di lapangan. Pengumpulan data yang dilakukan seperti yang
telah dijelaskan di atas menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu observasi, wawancara mendalam
Objek penelitian adalah konsep atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian
(Arikunto, 2010: 15). Objek yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengalaman
Arikunto (2006: 224) menyatakan bahwa sumber data adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh dan untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi sumber data, peneliti telah
a) Person (orang), merupakan tempat dimana peneliti bertanya mengenai objek yang akan
diteliti.
b) Paper (kertas), tempat peneliti membaca dan mempelajari segala sesuatu yang
Menurut Lofland dalam Moleong (2007: 165), sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan yang didapat dari informan melalui wawancara,
30
3.5.2 Jenis Data
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berasa dari dua sumber, yaitu:
a) Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan baik melalui
data primer dilakukan dengan wawancara langsung terhadap masyarakat yang tinggal
di huntara Petobo.
b) Data sekunder, merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung
melalui media perantara atau dihasilkan pihak lain (Ruslan, 2003: 138), seperti
informasi teoritis melalui perpustakaan, dengan sumber-sumber dari buku, website, dan
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Menurut Sugiyono (2016: 209) bila dilihat
dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan
dengan observasi, wawancara, angket, dan dokumentasi. Namun dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan melalui tiga metode, yaitu:
a) Observasi, bertujuan untuk mengamati subjek dan objek penelitian, sehingga peneliti
sebagai pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tersebut. Dengan
wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang
31
informan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini
diajukan dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan, oleh karena itu jenis
terstruktur.
Berdasarkan judul yang diangkat oleh peneliti, teknis analisis data dalam penelitian ini
adalah analisi data kualitatif. Dalam penelitian komunikasi kualitatif, analisi data dapat dilakukan
saat pengumpulan data atau setelah proses pengumpulan data berakhir. Analisis data kualitatif
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengprganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dana pa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain (Bogdan dan Biklen, 1892 seperti yang dikutip Moleong, 2008: 248).
Analisis data model Miles dan Huberman dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
Reduksi data berarti merangkum, memilah hal pokok, memfokuskan pada hal yang
penting, dicari pola dan temanya. Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan
32
reduksi data meliputi: (1) membuat ringkasan, (2) mengkode, (3) menelusur tema. (4)
Penyajian data berarti mendisplay atau menyajikan data dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, dan sebagainya. Penyajian data yang paling sering
digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bersifat naratif. Ini dimaksudkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
dipahami.
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang
temuan baru yang disajikan berupa deskripsi atau gambaran yang awalnya belum jelas
menjadi jelas dan dapat berupa hubungan kausal atau interaktif dan hipotesis atau teori.
33
DAFTAR PUSTKA
A. BUKU TEKS
Daryanto & Rahardjo, M. (2016). TEORI KOMUNIKASI (Cetakan ke). Penerbit Gava
Media.
sebuah organisasi.
C. SUMBER LAIN
34