BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pembebanan
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983,
struktur suatu bangunan harus direncanakan menurut kekuatannya terhadap
pembebanan-pembebanan oleh beban mati, beban hidup dan beban angin. Untuk
konstruksi kuda-kuda tidak dipengaruhi oleh beban gempa.
Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau dalam perencanaan kuda-kuda
adalah beban tetap dan beban sementara. Adapun yang dimaksud dengan
pembebanan tetap adalah beban mati di tambah dengan beban hidup, sedangkan
pembebanan sementara adalah penjumlahan beban mati ditambah dengan beban
hidup ditambah pula dengan beban angin. Dalam perencanaan diambil beban yang
paling maksimum.
2
V
P = ( kg/m2 )…………………………………………………….(2.2)
16
Dimana :
V = Kecepatan angin ( m/det2 )
P = Beban Angin ( kg/m2 )
5
P = M + H + G……............………...........................………………...(2.5)
3. Pembebanan Khusus
P = M + H + G……………...................................…………………...(2.6)
P = M + H +A + K ……………...................................….…………...(2.7)
P = M + H +G + K……………...................................……….......…..(2.8)
6
Sedangkan lendutan yang timbul pada gording akibat beban merata dan
terpusat adalah:
4
5 q x . L 1 Px . L3
ƒytb = x + x ………………………………………(2.10)
384 EI x 48 EI x
Dimana :
ƒytb = Lendutan yang timbul terhadap sumbu x dan sumbu y
q = Beban terbagi rata (kg/m)
P = Beban terpusat (kg)
L = Panjang batang (m)
E = Modulus elasitas kayu (kg/cm2)
I = momen inersia (cm4)
a. Batang tunggal
Gambar 2.1 b
Batang Tunggal
(2.14)
Iy
iy min =
√ Fbr
(cm) ............. ..............................................................
(2.15)
Lk
λx = ix min ....... ..........................................................................
(2.16)
Lk
λy = iy min ....... .........................................................................
(2.17)
(2.18)
Dimana :
σ ytb// = tegangan yang timbul sejajar serat (kg/cm2)
Fbr = Luas penampang bruto (cm2)
9
b. Batang ganda
b b
Gambar 2.2 Batang Ganda
Sehingga:
Pxω σ
σ tk // ytb = Fbr
≤ σ́ tk// (kg/cm2) .......................................................
(2.21)
3.4.2 Batang tarik
Pada batang-batang tarik dan bagian-bagian yang dibebani dengan tegangan
lentur, perlemahan-perlemahan akibat lubang alat-alat penyambung dan lainnya
harus diperhatikan dengan teliti. Besarnya pengurangan luas tiap alat sambung
adalah sebagai berikut.
1. 0 % = Untuk sambungan dengan perekat
2. 10 % - 15 % = Untuk sambungan dengan paku
10
Dimana :
σ ytb = Tegangan yang timbul (kg/cm2)
P = Gaya yang bekerja pada batang (kg)
Fn = Luas penampang netto (cm2)
Fn = 0,8 . Fbr
Fbr = Luas penampang bruto (cm2)
a. Golongan I
Sambungan bertampang satu s=50 d b 1 ¿ ……..…(2.23)
atau λb = 4,8 s=240 d 2 ¿ ….…….(2.24)
Sambungan bertampang dua s=125 d b3 ¿………..(2.25)
atau λb = 3,8 s=250 d b 1 ¿…….….(2.26)
atau s=480 d 2 ¿ ………..(2.27)
b. Golongan II
Sambungan bertampang satu S=40 d b1 ¿ ………..(2.28)
atau λb = 5,4 S=215 d 2 ¿ ……..…(2.29)
Sambungan bertampang dua S=100 d b 3 ¿………..(2.30)
atau λb = 4,3 S=200 d b 1 ¿…….….(2.31)
atau S=430 d 2 ¿ ………..(2.32)
c. Golongan III
Sambungan bertampang satu S=25 d b 1 ¿ …….….(2.33)
atau λb = 6,8 S=170 d2 ¿ …….….(2.34)
Sambungan bertampang dua S=60 d b 3 ¿ ………..(2.35)
12
Dimana:
S=¿ Kekuatan sambungan (kg)
α =¿ sudut antara arah gaya dan arah serat kayu
b 1=¿tebal kayu tepi (cm)
b 3=¿ tebal kayu tengah (cm)
d = b 3=¿ garis tengah baut (cm)
Dari tiap-tiap golongan yang diambil adalah harga yang terkecil, yang
termasuk golongan I adalah kayu kelas kuat I ditambah dengan rasamala. Yang
termasuk golongan II adalah semua kayu dengan kayu kelas kuat II. Yang
termasuk golongan III adalah semua kayu dengan kayu kelas kuat III.
1. Jika pada sambungan tumpang satu, salah satu batasnya dari besi (baja)
atau pada sambungan bertumpang dua pelat-pelat penyambung dengan
besi (baja), maka harga S dinaikkan 25 %.
2. Apabila baut tersebut digunakan pada konstruksi yang selalu terendam air,
maka dalam perhitungan kekuatannya dikalikan dengan 2/3. Apabila baut
digunakan pada konstruksi yang tidak terlindung, maka kekuatannya harus
dikalikan dengan 5/6. Dan apabila dipergunakan pada konstruksi yang
mengalami sementara, maka kekuatannya harus dikalikan 5/4.
Penempatan baut pada sambungan harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan pada PKKI (1961).
Banyaknya baut yang digunakan untuk tiap batang kuda-kuda dapat
dihitung dengan rumus :
Dimana
n = Jumlah baut (buah)
P = Gaya batang tekan/tarik yang bekerja (kg)
P1 = Gaya batang tarik yang bekerja (kg)
P2 = Gaya batang tekan yang bekerja (kg)