Oleh Kelompok:
Nama Nim
Abdul Jalil Afif 21.1.2151
Achol Hasani Achmad 21.1.2154
Muhammad Fahri 21.1.2229
Syaidina Ali Putra Akbar 21.1.2273
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL KARIMIYAH
SAWANGAN-DEPOK
2021/2022
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya, Makalah ini masih
jauh dari sempurna.Oleh karena itu, Kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Alquran adalah sumber pertama syariat Islam dan hadis adalah sumber
kedua.
As-Sunnah merupakan penjelas Alquran, pemerinci hukum-hukumnya, dan
mengeluarkan furu’ cabang dari ushul pokoknya.1
Mempelajari suatu objek dari macam-macam ilmu haruslah dibarengi dengan
mempelajari sejarah tumbuh dan perkembangan dari ilmu tersebut, dalam hal ini
mempelajari hadis. Maka seharusnya kita mendalami sejarah dari hadis tersebut,
sehingga dapat mengetahui tentang sikap dan tindakan umat terhadap hadis serta
usaha bagi pembinaan dan pemeliharaan hadis tersebut.2
Dalam perkembangannya, pengkodifisian alquran berbeda dengan
pengkodifisian hadis yang banyak diriwayatkan secara Ahad, individual, dan
Mutawatir 3. Dalam kodifikasi alquran para sahabat r.a tidak menemukan banyak
kendala karena tugas para kodifikator hanya mengumpulkan naskah-naskah alquran
yang sudah ada ditangan para sahabat r.a, untuk disesuaikan dengan hapalan para
sahabat lainnya yang secara mutawatir mereka terima dari nabi dan secara ilmiah
dapat dipastikan sebagai ayat-ayat alquran.
Sementara hadis ternyata lebih banyak dipelihara dalam ingatan dari pada dalam
catatan yang dimiliki oleh para sahabat, yang pada masanya Nabi mengijinkan
untuk
mencatat hadis.
1M. Ajjaj Al-Khatib, as-Sunnah Qabla Tadwìn , diterjemahkan AH. Akrom Fahmi, Hadits
Nabi Sebelum Dibukukan (Cet. 1; Gema Insani Press, 1999), h. 21
2H. Endang Soetadi AD, Ilmu Hadits (Cet. II; Bandung: Amal Bakti press, 1997), h. 29
3al-Asqalani. Syarh Nukhbat al-Fikr Fi Mushthalah Ahl al-Atsar (Mesir : Maktabah al-
Qadiriyah, t.th.), h. 4
Untuk menghimpun hadis-hadis ini diperlukan ketelitian yang sangat tinggi,
agar yang dinamakan hadis itu benar-benar dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah4. Jarak waktu yang cukup lama antara Nabi saw, dengan para penghimpun
hadis, dan perbedaan visi politik serta madzhab pada abad-abad berikutnya,
merupakan dimensi lain yang menambah rumitnya pembuktian status hadis oleh
ulama dari generasi ke generasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka Penulis akan
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi hadis pada masa kelahirannya?
2. Bagaimana masa penulisan, pembukuan, pentashihan, dan pengkajian hadis?
3. Bagaimana eksistensi hadis pada masa kontemporer?
PEMBAHASAN
7T.M. Hasby Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Cet. IV (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra,1999), h.31
8H. Endang Soetadi AD., Ilmu Hadits, Cet II (Bandung: Amal Bakti Press,1997), h. 35
B. Masa Penulisan Hadits
Penulisan hadis, suatu media terpenting bagi sejarah pertumbuhan dan
perkembangan hadis, terutama dalam penyebarannya di tengah-tengah
masyarakat. Sebagaimana penjelasan pada masa kelahiran dimana sudah ada
beberapa sahabat yang menulis hadis walaupun dalam bentuk perseorangan dan
belum resmi. Berbagai perdebatan panjang, terjadi dimasa sahabat dalam
penulisan hadis. Pada masa tabi’in mereka berusaha menelusuri hadis, dengan
perlawatan mencari hadis dan menanyakan kepada sahabat yang telah tersebar di
berbagai wilayah daulah islamiyah.
Tercatat beberapa kota yang menjadi pusat pembinaan dalam periwayatan
hadis sebagai tempat tujuan para tabiin dalam mencari hadis, yaitu Madinah,
Mekkah, Kufah, Bashrah, Syam, Mesir, Andalus, Yaman, dan Khurasan. Di kota-
9Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi wa al-Naysaburi, Shahih Muslim, juz IV
(Beirut: Dar al-Afaq al-Islamiyah, 1977), h. 2298
kota itu, masih terdapat beberapa sahabat ahli yang hidup. Di Madinah misalnya,
masih ada Abu Hurairah, ‘Abdullah bin 'Umar, dan Abu Sa'id. Di Mekkah, ada
Mu'az bin Jabal, dan Haris bin Hisyam. Di Kufah, ada Sa'ad bin Waqqas, dan
‘Abdullah bin Mas'ud. Di Bashrah, ada Anas bin Malik, dan ‘Abdullah bin
‘Abbas. Di Syam, ada Abu ‘Ubaidah Ibn al-Jarh, ‘Abdullah bin Unais. Di Mesir,
ada ‘Amr bin al-‘Ash, dan Uqbah bin ‘Amr. Di Andalus, ada Mas'ud bin al-
Aswad, dan Bilal bin Haris. Di Yaman, ada Mu'az bin Jabal yang pernah diutus
oleh Nabi saw, menjadi hakim. Di Khurasan, ada Buraidah bin Husain al-
Aslami.10
Contoh, perlawatan yang dilakukan oleh Abu Ayub al-Anshari yang pernah
pergi ke Mesir untuk menemui Uqbah Ibn Amir untuk menanyakan suatu Hadis
tentang menutup kesukaran sesama umat islam. Begitu pula Jabir pernah pergi ke
Syam sebulan lamanya melawat untuk mencari hadis kepada Abdullah Ibn Unais
al-Ansari.
Pada akhir abad I Hijriah, atau memasuki awal abad II Hijriah tulisan-tulisan
tentang hadis semakin banyak ditemukan, namun tidak tertata dengan baik, yakni
belum memiliki metode tersendiri. Agar penulisan hadis-hadis tetap mentradisi,
maka keluarlah instruksi dari khalifah Umar bin ‘Abdul Azis untuk menulis
hadis-hadis secara efektif, yakni tertata dengan baik dan menggunakan
metodemetode
tertentu, kemudian hadis-hadis itu dihimpun untuk dibukukan, karena
beliau takut akan hilangnya hadis dan meninggalnya para ulama.11
12T. M. Hasby Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Cet. IV (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra,1999), h. 60
13Almuwaththa’ adalah kitab yang paling terkenal dari kitab-kitab hadis abad ke II dan
mendapat sambutan yang besar sekali dari para ulama. Kitab ini mengandung 1726 rangkaian khabar
dari nabi, sahabat dan tabi’in.
Sistem penyusunan yang dipakai adalah tasnid, yakni menyusun hadis dalam
kitab-kitab berdasarkan nama sahabat perawi. Sistem tasnid ini mempunyai
kelemahan yaitu sulitnya mencari atau mengetahui hukum-hukum syara’ sebab
hadis dikumpul dalam satu tempat, tidak dalam satu maudu’. Kitab hadis yang
disusun dalam sistem ini dinamakan Musnad. Musnad-Musnad yang disusun
pada masa ini banyak sekali, salah satunya adalah Musnad ‘Ubaidillah Ibnu Musa
(123 H) .14
Di masa-masa berikutnya, terutama pada masa penghujung abad ketiga
Hijriah, bersamaan dengan permulaan masa pentashihan hadis, muncullah
beberapa kitab-kitab karangan ulama pada masa ini yang terbagi kedalam tiga
macam yaitu : kitab-kitab Shahih, kitab-kitab Sunan, dan kitab-kitab Musnad.15
14H.Endang Soetadi AD., Ilmu Hadits, Cet II (Bandung: Amal Bakti Press,1997), h. 63
15T.M. Hasby Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Cet. IV (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra,1999), h. 82
16Mudatsir, Ilmu Hadits, Cet I (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.109
Imam Al-Bukhari dengan menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama Al-
Jami’u Sahih. Di dalamnya beliau bukukan hadis-hadis yang dianggap sahih saja.
Untuk mentashihkan hadis dibutuhkan pengetahuan yang luas tentang tarikh
Rijalil Hadis, berupa tanggal lahir dan wafat para perawi, agar dapat diketahui,
apakah dia bertemu dengan orang yang ia riwayatkan hadisnya atau tidak.
Maka langkah-langkah yang telah diambil oleh para ulama dalam usaha
mengkritik jalan-jalan menerima hadis sehingga mereka dapat melepaskan
sunnah dari tipu daya dan membersihkannya dari segala lumpur yang
mengotorinya ialah: mengisnadkan hadis, memeriksa benar tidaknya hadis yang
kepada para ahli, mengkritik para perawi, membuat ketentuan-ketentuan umum
untuk menentukan derajat-derajat hadis, menyusun kaidah-kaidah untuk
menentukan kaidah-kaidah maudu’.17
Adapun metode Klasifikasi pada Nama Sahabat adalah mengumpulkan
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh semua sahabat, sehingga memudahkan bagi
yang ingin mencari hadis dengan mengetahui terlebih dahulu nama sahabat
periwayat hadis, seperti :
1. al-Masanid : Metode musnad merupakan metode yang tidak menggunakan
klasifikasi hadis, melainkan berdasarkan rumus para sahabat Nabi yang
meriwayatkan hadis. Dengan demikian, jika seseorang ingin mencari hadis
melalui kitab musnad maka terlebih dahulu harus mengetahui nama sahabat
yang pertama meriwayatkan hadis itu. Tanpa mengetahui nama sahabat, maka
sangat sulit untuk menemukan hadis yang dicari. Contoh kitab tersebut adalah
Musnad Ahmad bin Hambal.
17T. M. Hasby Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Cet. IV (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra,1999), h. 70, 75
19 Utang Ranuwijaya, Pengantar Ilmu Hadits, (Cet.III; Jakarta, Gaya Media Pratama, 1998). h. 66
dengan pendekatan Ilmu Sejarah. Karya tulis hadis ini pengaruhnya bukan saja di
Indonesia, tapi sampai ke dunia internasional.20
Menurut Nasaruddin Umar, buku Syuhudi tersebut ditemui di hampir semua
perpustakaan besar di kanada, Amerika, Eropa dan Jepang.21 Sesuai dengan judul
bukunya tersebut, secara jelas diketahui bahwa metode penelitian yang digunakan
M. Syuhudi adalah pendekatan sejarah, yakni menelusuri berbagai kaidah-kaidah
kesahihan hadis baik dari segi sanad dan matannya menurut analisis historis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis telah
memperlihatkan sikap dan tindakan para ulama dalam memelihara hadis terlihat
pada
masa kelahiran, masa penulisan, masa pembukuan, masa pentashihan, masa
pengkajian, dan dimasa kini.
Berdasarkan pada pemisahan periode-periode pertumbuhan dan
perkembangan hadis sebagaimana yang tertera diatas maka dapatlah diketahui
proses
pertumbuhannya dari masa ke masa. Mempelajari sejarahnya dapat
menggambarkan
kepada kita betapa besar kesungguhan yang telah diberikan oleh para ahli dalam
menjaga orisinalitas hadis.
B. Saran
Dengan adanya pembelajaran mengenai Sejarah pertumbuhan dan
Perkembagan hadits, diharapkan kita bisa memacu semangat kita untuk lebih
memperdalam dan mempelajari ilmu hadits. Dan mudah-mudahan hal itu akan
menjadi dorongan untuk kita semua dan apabila ada kata kalimat yang salah dan
referensi yang tidak sesuai kami meminta maaf sebesar-besarnya karna itu
kekhilafan kami yang masih proses pembelajaran.Kritik dan saran sangat kami
butuhkan untuk menambah wawasan kami.
DAFTAR PUSTAKA