Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Kota Depok

Tulisan ini dibuat, sebagai salah satu syarat untuk mengikuti dan menjadi peserta
dalam kegiatan MAKTAB 12 Ikatan Keluarga Mahasiswa Depok

Nama : Citra Lestari

Asal kampus : STAI Al-Karimiyah

A. Sejarah kota Depok

“…Maka hoetan jang laen jang disabelah timoer soengei Karoekoet sampai pada soengei
besar, anakkoe Anthony Chastelein tijada boleh ganggoe sebab hoetan itoe misti tinggal akan
goenanya boedak-boedak itoe mardaheka, dan djoega mareka itoe dan toeroen-temoeroennja
tijada sekali-sekali boleh potong ataoe memberi izin akan potong kajoe dari hoetan itoe boewat
penggilingan teboe… dan mareka itoe tijada boleh bikin soewatoe apa djoega jang boleh djadi
meroesakkan hoetan itoe dan kasoekaran boeat toeroen-temoeroennja,…” Penggalan kalimat
dengan ejaan van Ophuijsen itu adalah hasil terjemahan Bahasa Belanda kuno dari surat wasiat
tertanggal 14 Maret 1714 yang ditulis tangan Cornelis Chastelein, seorang Belanda, tuan tanah
eks pegawai (pejabat) Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Tiga bulan kemudian
Chastelein meninggal dunia, persisnya 28 Juni 1714. Cornelis Chastelein itulah yang disebut
cikal bakal berdirinya Kota Depok sekarang. Di bawah wewenang Kerajaan Belanda ketika itu
(1696), ia diizinkan membeli tanah yang luasnya mencakup Depok sekarang, ditambah sedikit
wilayah Jakarta Selatan plus Ratujaya, Bojong Gede, Kabupaten Bogor sekarang.

Meneer Belanda itu menguasai tanah kira-kira luasnya 1.244 hektare, setara dengan wilayah
enam kecamatan zaman sekarang. Yang menarik dari surat wasiatnya, ia melukiskan Depok
waktu itu yang dihiasi sungai, hutan, bambu rimbun, dan sengaja ditanam, tidak boleh diganggu.
Sungai Krukut yang disebut-sebut dalam surat wasiat itu boleh jadi berhubungan dengan wilayah
Kelurahan Krukut, Kecamatan Limo, Kota Depok sekarang, persisnya di selatan Cinere. Jika ada
penggilingan tebu, niscaya ada tanaman tebu. Pastilah tanaman tebu itu terhampar luas dengan
pengairan cukup. Bisa dibayangkan betapa elok Depok waktu itu. Depok dan Bogor menjadi
wilayah kekuasaan VOC sejak 17 April 1684, yaitu sejak ditandatanganinya perjanjian antara
sultan haji dari Banten dengan VOC. Pasal tiga dari perjanjian tersebut adalah Cisadane sampai
ke hulu menjadi batas wilayah kesultanan Banten dengan wilayah kekuasaan VOC. Saat
pemerintahan Daendels, banyak tanah di Pulau Jawa dijual kepada swasta, sehingga muncullah
tuan tanah-tuan tanah baru. Di daerah Depok terdapat tuan tanah Pondok Cina, Tuan Tanah
Mampang, Tuan Tanah Cinere, Tuan Tanah Citayam dan Tuan Tanah Bojong Gede. Pada masa
kejayaan VOC sejak akhir abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-18 hampir semua orang
Belanda di Batavia dan sekitarnya yang kaya raya memiliki sejumlah besar pekerja. Tumbuh
kembangnya jumlah pekerja antara lain disebabkan kemenangankemenangan yang diraih VOC
atau Belanda dalam menguasai suatu daerah, yang kemudian diangkut ke Pulau Jawa.

Pada era tersebut, hidup seorang tuan tanah dermawan yang juga menaruh perhatian
besar terhadap perkembangan agama Kristen di Batavia dan sekitarnya. Beliau adalah Cornelis
Chastelein yang menjadi anggota Read Ordinair atau pejabat pengadilan VOC. Ayahnya Antonie
Chastelein, adalah seorang Perancis yang menyeberang ke Belanda dan bekerja di VOC. Ibunya
Maria Cruidenar, putri Wali Kota Dordtrecht. Sinyo Perancis-Belanda ini menikah dengan noni
holland Catharina Van Vaalberg. Pasangan ini memiliki seorang putra, Anthony Chastelein, dan
kawin dengan Anna De Haan. Saat menjabat pegawai VOC, kariernya cepat melejit. Namun,
saat terjadi perubahan kebijakan karena pergantian Gubernur Jenderal VOC dari J. Camphuys ke
tangan Willem Van Outhorn, ia hengkang dari VOC. Sebagai agamawan fanatik, Cornelis tidak
senang melihat praktek kecurangan VOC. Borok-borok moral serta korupsi di segala bidang
lapisan pihak Kompeni Belanda selaku penguasa sangat bertentangan dengan hati nurani
penginjil ini. Maka ia tetap bersikukuh keluar dari VOC, beberapa saat sebelum Gubernur
Jenderal VOC Johannes Camphuys mengalihkan jabatannya kepada Willem Van Outhorn.

Pada 18 Mei 1696, ia membeli tiga bidang tanah di hutan sebelah selatan Batavia yang
hanya bisa dicapai melalui Sungai Ciliwung dan jalan setapak. Ketiga bidang tanah itu terletak di
6ilangan Mampang, Karanganyar, dan Depok. Tahun itu juga, ia mulai menekuni bidang per-
tanian di bilangan Seringsing (Serengseng). Untuk menggarap lahan pertaniannya yang luas itu,
ia mendatangkan pekerja dari Bali, Makassar, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Ternate, Kei,
Jawa, Batavia, Pulau Rate, dan Filipina. Semuanya berjumlah sekitar 120 orang. Atas permintaan
ayahnya dulu, ia pun menyebarkan agama Kristen kepada para budaknya. Perlahan muncul di
sini sebuah padepokan Kristiani yang disebut De Eerste Protestante Organisatie van Kristenen,
disingkat Depok. Semboyan mereka Deze Einheid Predikt Ons Kristus yang juga disingkat
Depok.

Menjelang ajalnya, 13 Maret 1714, Cornelis Chastelein menulis wasiat berisi antara lain,
mewariskan tanahnya kepada seluruh pekerjanya yang telah mengabdi kepadanya sekaligus
menghapus status pekerja menjadi orang merdeka. Setiap keluarga bekas pekerjanya
memperoleh 16 ringgit. Hartanya berupa 300 kerbau pembajak sawah, dua perangkat gamelan
berlapis emas, 60 tombak perak, juga dihibahkannya kepada bekas pekerjanya. Pada 28 juni
1714 Cornelis Chastelein meninggal dunia, meninggalkan bekas budaknya yang telah melebur
dalam 12 marga yaitu Jonathans, Leander, Bacas, Loen, Samuel, Jacob, Laurens, Joseph,
Tholens, Isakh, Soediro, dan Zadhoks. Marga itu kini hanya tinggal 11 buah karena marga
Zadoks telah punah. Anthony, putra Cornelis Chastelein, meninggal pada 1715, satu tahun
setelah ayahnya meninggal. Istri Anthony kemudian menikah dengan Mr. Joan Francois De
Witte Van Schooten, anggota dari Agtb. Raad van Justitie des casteels Batavia.

Di Depok saat ini masih terdapat Lembaga Cornelis Chastelein (LCC) yang bergerak di
bidang pendidikan dan sosial. Lembaga itu dibentuk 4 Agustus 1952 dihadapan Notaris Soerojo
dengan perwakilan diantaranya J.M Jonathans dan F.H Soedira. Sementara itu, keturunan pekerja
yang dimerdekakan Cornelis Chastelein itu biasa disebut Belanda Depok. Namun RM Jonathans,
salah satu tokoh YLCC menyebut julukan itu tidak kondusif, seolah olah memberi pembenaran
bahwa komunitas tadi merupakan representasi masyarakat Belanda yang ada di Indonesia, yang
ketika itu menjajah Indonesia. Sejak saat ini Depok terus bertumbuh dan berkembang menjadi
kawasan hunian yang ramai. Pada 1871 pemerintah Hindia Belanda memutuskan menjadikan
Depok wilayah otonom sendiri. Sejak itu, Depok yang kala itu telah memiliki daerah teritorial
sekitar 1.249 hektare, diperintah seorang residen sebagai Badan Pemerintahan Depok tertinggi.
B. Wilayah di kota Depok

Kecamatan Cimanggis, yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua belas) Desa yaitu
Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak
Pasar, Desa Curug, Desa Hajarmukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Jatijajar, Desa
Tapos, Desa Cimpaeun, Desa Luwinanggung.

Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa yaitu Desa Sawangan, Desa
Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug,
Desa Bojongsari, Desa Bojongsari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa
Pengasinan, Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.

Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa yaitu Desa Limo, Desa Meruyung, Desa
Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangklan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.

Ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojong Gede yaitu Desa Cipayung, Desa Cipayung
Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, Desa Pondok Jaya.

Kota Depok selain merupakan Pusat Pemerintah yang berbatasan langsung dengan Wilayah
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, juga merupakan wilayah peyangga Ibu Kota Negara yang
diarahkan untuk Kota pemukiman, kota pendidikan, pusat pelayanan perdagangan dan jasa Kota
pariwisata dan sebagai Kota resapan air.

C. Walikota Depok yang pernah menjabat :

a) Drs. Moch. Rukasah Suradimadja (1982-1984)


b) Drs. H. M. I. Tamdjid (1984-1988)
c) Drs. H. Abdul Wachyan (1988-1991)
d) Drs. H. Sofyan Safari Hamim (1992-1996)
e) Drs. H. Badrul Kamal (1997-2005)
f) Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, Msc. (2005-2010)

D. VISI KOTA DEPOK

Menuju Kota Depok yang Melayani Dan Mensejahterakan

E. MISI KOTA DEPOK


1. Mewujudkan Pelayanan yang Ramah, Cepat dan Transparan.
2. Membangun dan Mengelola Sarana dan Prasarana Infrastruktur yang Cukup, Baik dan
Merata
3. Mengembangkan Perekonomian Masyarakat, Dunia Usaha, dan Keuangan Daerah
4. Meningkatkan Kualitas Keluarga, Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan
Masyarakat yang Berlandaskan Nilai-nilai Agama

Anda mungkin juga menyukai