Anda di halaman 1dari 51

Tugas I

A. Permasalahan
No Perkembangan Kondisi lapangan Kondisi ideal
1. Kognitif Di sekolah PAUD Dalam standar
- Mengenal konsep Terpadu Negeri perkembangan anak pada
bilangan Pertiwi martapura perkembangan kognitif
(pengurangan dan kelas B anak didik khususnya matematika
penjumlahan dasar ) sudah menguasai dasar (depdiknas, 2007)
konsep bilangan mulai diantaranya :
dari menghitung 1-20, 1. Anak mampu
lalu mengenal menyebutkan
lambang bilangan, bilangan 1-20
mengurutkan bilangan 2. Mengenal lambang
tetapi anak di kelas B bilangan
paud terpadu negeri 3. Menghubungkan
pertiwi martapura konsep bilangan
masih belum dengan lambang
sepenuhnya mampu bilangan
memahami konsep 4. Membuat urutan
penjumlahan dan bilangan dengan
pengurangan. sekitar benda-benda
40% anak didik masih 5. Membedakan dan
belum memahaminya membuat dua
dan faktor yang kumpulan benda yang
mempengaruhi hal sama jumlahnya, yang
tersebut, yaitu : tidak sama, lebih
- Faktor perubahan sedikit dan lebih
dari pembelajaran banyak.
online ke tatap 6. Menyebutkan hasil
muka pengurangan dan
- Faktor penggunaan penjumlahan dengan
media dan variasi benda
pembelajaran
yang monoton

B. Akibat

Dari permasalahan di atas jika tidak di tangani dengan baik akan memiliki
dampak kedepannya karena belajar menghitung dalam konsep penjumlahan
dan pengurangan dasar ini akan berpengaruh pada pembelajaran anak
kedepannya atau pada tingkat selanjutnya. Apabila kognitif anak tidak
dikembangkan, maka fungsi pikir tidak dapat digunakan dengan cepat dan
tepat untuk mengatasi situasi dalam rangka memecahkan masalah. Lingkup
perkembangan kognitif meliputi pengetahuan umum dan sains, konsep
bentuk, warna, ukuran, konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf.
Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini dengan cara bermain untuk itu
pembelajaran kognitif dapat dilakukan dengan metode permainan dengan
bermain anak akan merasa senang dalam belajar, tidak ada unsur paksaan dari
orang lain sehingga mudah menerima suatu pembelajaran yang disampaikan
oleh guru di PAUD.

C. Solusi

Dari permasalahan di atas dapat di cari penyelesaiannya melalui


pembelajaran yang mengarah ke pembelajran yang menyenangkan dengan
bermain dan meningkatkan semangat belajar anak di karenakan salah satu hal
yang mempengaruhi pemasalahan tersebut yaitu faktor perubahan
pembelajaran dari online ke tatap muka dan juga kita dapat mnegatasi
masalah ini dengan menggunakan media pembelajaran yang mengasikkan
karena dipermasalahan ini juga dikarena kan guru hanya menggunakan media
yang monoton sehingga anak kurang tertarik dalam pembelajaran sehingga
mengakibatkan kurang paham nya anak dalam pembelajaran konsep bilangan
dasar pada pengurangan dan penjumlahan dasar.
Disini saya ingin mengatasi permasalahan tersebut dengan menggunakan
media pembelajaran benda konkret yang di dampingi dengan model
pembelajaran demonstrasi, problem solving dan make a match. Dari
rancangan solusi disini akan memnuhi standar perkembangan anak pada
ranah kognitif memahami konsep penjumlahan dan pengurangan dengan
media konkret tersebut.
MENGEMBANGKAN KOGNITIF ANAK DALAM
MENGENAL KONSEP DASAR BILANGAN MENGGUNAKAN
MODEL SERU KELOMPOK B DI PAUD TERPADU NEGERI
PERTIWI MARTAPURA

PROPOSAL

NURSYIFA
NIM 1810126220013

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI
BANJARMASIN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan Globalisasi dari generasi ke genarasi seiring dengan proses


perkembangan zaman semakin pesat, yang menjadikan dampak teknologi semakin
berkembang sehingga mampu menjangkau semua daerah. Hal tersebut terjadi
karena adanya proses perubahan tatanan dunia yang membuat globalisasi
memaksa satu peristiwa yang terjadi pada wilayah tertentu mempengaruhi wilayah
lainnya begitupun sebaliknya (Sholeh, 2019:2). Perkembangan zaman saat ini
banyak memiliki tuntutan yang harus dipenuhi seperti halnya peningkatan mutu
sumber daya manusia berkualitas. Peningkatan mutu sumber daya manusia tidak
terlepas dari dunia pendidikan. tanpa adanya persiapan dari masyarakat dalam
Menghadapi globalisasi sekarang akan memberikan dampak ancaman keutuhan
negara dalam jangka panjang. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan kesadaran dan memperluas wawasan melalui pendidikan. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Mustari (2014:229) bahwa unsur penting untuk
memahami masalah global adalah memahami dan memperluas wawasan
pendidikan yang berperan penting dalam hal itu. Kondisi negara tidak akan
mengalami perubahan apabila pendidikan dalam kualitas sumber daya manusia
masih rendah.

Pendidikan merupakan salah satu hak untuk setiap warga negara salah
satunya yaitu pendidikan anak usia dini yang mana pendidikkan ini
mengembangkan potensi yang di miliki oleh setiap anak sejak usia dini.
Berdasarkan berbagai penelitian bahwa pada anak usia dini merupakan pondasi
terbaik dalam mengembangkan kehidupannya di masa depan bahkan pendidikkan
anak usia dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar seorang anak dalam
menerima proses-proses pendidikkan di jenjang selanjutnya.

Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14 “ Dalam Undang-


Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.”

Menurut khadijah ( 4 : 2015 ) PAUD adalah investasi besar bagi keluarga dan
juga bangsa. Sebab anak adalah generasi penerus keluarga dan bangsa. alangkah
bahagianya keluarga yang melihat anak-anaknya berhasil baik dalam bidang
pendidikan, keluarga maupun masyarakat. PAUD merupakan lembaga yang
memberikan layanan pendidikan kepada anak usia dini pada rentangan usia 4-6
tahun. Dalam konteks pendidikan anak usia dini, PAUD memiliki peran yang
cukup besar dalam proses optimalisasi kemampuan anak berikut juga dengan hal-
hal penanaman nilai-nilai pada anak.

Berdasarkan Permendikbud 146 tahun 2014 tentang Muatan Kurikulum


PAUD meliputi bidang pengembangan pembiasaan meliputi aspek perkembangan
moral dan nilai nilai agama, aspek perkembangan sosial emosional,
Pengembangan kemampuan dasar mencakup kemampuan bahasa, kognitif, dan
fisik motorik. Kemampuan pengembangan kognitif bertujuan mengembangkan
kemampuan berpikir anak, agar dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat
menemukan bermacam macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak
untuk mengembangkan kemampuan logika matematikannya dan pengetahuan
ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilah-milah,
mengelompokan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti.

Kemampuan kognitif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengetahui


sesuatu. artinya mengerti menunjukan kemampuan untuk menangkap sifat, arti,
atau keterangan mengenai sesuatu serta mempunyai gambaran yang jelas terhadap
hal tersebut, perkembangan kognitif sendiri mengacu kepada kemampuan yang
dimiliki seorang anak untuk memahami sesuatu. (khadijah, 31 : 2016 )
Pengembangan kognitif pada dasarnya dimaksudkan agar anak mampu
mengeksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca inderanya, sehingga dengan
pengetahuan yang didapatnya anak akan memainkan perannya sebagai makhluk
tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia ini untuk kepentingannya
dan orang lain. Apabila kognitif anak tidak dikembangkan, maka fungsi pikir
tidak dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi situasi dalam
rangka memecahkan masalah. Lingkup perkembangan kognitif meliputi
pengetahuan umum dan sains, konsep bentuk, warna, ukuran, konsep bilangan,
lambang bilangan dan huruf. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini dengan
cara bermain untuk itu pembelajaran kognitif dapat dilakukan dengan model
permainan dengan bermain anak akan merasa senang dalam belajar, tidak ada
unsur paksaan dari orang lain sehingga mudah menerima suatu pembelajaran yang
disampaikan oleh guru di PAUD. Banyak guru di PAUD jarang menggunakaan
teknik permainan dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan alasan yang
bermacam-macam diantaranya memakan banyak biaya, perlu persiapan yang
lama, perlu kreativitas guru yang tinggi dan banyak orangtua yang memandang
aneh jika pembelajaran disampaikan dengan bermain.

Pada kenyataannya, kondisi ideal dalam perkembangan kognitif pada


pembelajaran mengenal konsep dasar bilangan belum terlaksana sepenuhnya
dengan sempurna, seperti yang terjadi di PAUD Terpadu Negri pertiwi Martapura.
dalam proses pembelajaran mengenal konsep dasar bilangan Terutama pada
bagian menjumlah dan mengurang dasar, Siswa belum mampu menjumlah dan
mengurang dengan sempurna. Sesungguhnya pemahaman siswa dalam
pembelajaran materi menjumlah dan mengurang dasar sangat lah penting.
Berdasarkan wawancara dengan guru kelas B2 PAUD Terpadu Negri Pertiwi
Martapura, Ibu Nor Hilmah, S.Pd. mengatakan bahwa sebagian besar siswa masih
mengalami kesulitan belajar dalam menjumlah dan mengurang dasar. Hal tersebut
diperkuat dengan adanya data perkembangan kognitif. Hanya Terdapat 4 orang
siswa yang menguasai materi menjumlah dan mengurang serta 7 orang yang
masih belum bisa memahami konsep menjumlah dan mengurang dasar. melihat
keadaan ini peneliti ingin mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan
model seru yang di adaptasi dari kombinasi dari 3 model yaitu demonstrasion,
problem solving dan make a match disertai bantuan benda konkret dengan tujuan
dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak dalam mengenal konsep dasar
bilangan pada penjumlahan dan pengurangan yang ingin dicapai dan akan
diterapkan dalam pembelajaran, Di harapkan dengan model seru ini sesuai
namanya yaitu seru atau mengasikkan dapat mengatasi permasalahan ini yang
salah satu faktor yang berpengaruh yaitu pembelajarannya terlalu monoton
sehingga harus menciptakan pembelajaran yang seru dan mengasikkan.

Hasil perkembangan kognitif anak menunjukkan bahwa 40% dari 11 anak


belum mencapai perkembangan mampu memahami konsep dasar menjumlah dan
mengurang. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan perkembangan
kognitif anak. Upaya yang dilakukan yaitu salah satunya dengan menerapkan
model pembelajaran Demonstrasion. Model pembelajaran
demonstrasion/peragaan merupakan salah satu strategi mengajar dimana guru
memperlihatkan suatu benda asli, benda tiruan, atau suatu proses dari materi yang
diajarkan kepada seluruh siswa (Roestiyah dalam Huda, 2013: 231). Hal ini juga
berarti bahwa strategi demonstrasion adalah cara penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan suatu proses, situasi, atau benda tertentu
yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk
tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain di depan seluruh
siswa.

Selain menggunakan model demonstarasion disini peneliti juga menggunakan


model problem solving yang mana menurut lina, dkk (2017) Pembelajaran
pemecahan masalah (problem solving) adalah interaksi antara stimulus dan respon
yang merupakan hubungan dua arah, belajar dan lingkungannya. Hubungan dua
arah itu terjadi antara siswa dan guru, antara pelajar dan pengajar. Lingkungan
memberikan pengaruh dan masukan kepada anak berupa bantuan dan masalah dan
system saraf otak memberikan bantuan secara efektif sehingga masalah yang
dihadapi diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari jalan pemecahannya.
Pengetahuan dasar dan pegalaman anak yang telah dimiliki dan telah diperoleh
dari lingkungannya akan menjadikan dirinya sebagaibahandanmateriuntuk
memperoleh pengertian serta dijadikan pedoman untuk mencapai tujuan
belajarnya. Model pembelajaran problem solving dalam mengembangkan
kemampuan kognitif pada anak usia dini. Menurut Anas Sudijono (2001: 49) yang
di kutip oleh lina, dkk (2017) mengatakan bahwa ranah kognitif adalah ranah
yang mencakup kegiatan mental (otak). Robert M. Gagne dalamW.S.Winkel
(1996: 102) juga menyatakan bahwa ”ruang gerak pengaturan kegiatan kognitif
adalah aktivitas mentalnya sendiri.” Lebih lanjut Gagne menjelaskan bahwa
”pengaturan kegiatan kognitif mencakup penggunaan konsep dan kaidah yang
telah dimiliki, terutama bila sedang menghadapi suatu problem.

Selain hanya menggunakan dua model tadi peneliti juga menggunakan


variasi model pembelajaran yang dianggap sesuai adalah model pembelajaran
make a match.model pembelajaraan make a match dapat memupuk kerja sama
peserta didik dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di
tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar
peserta didik lebih antusias mengikuti proses pembelajaran dan keaktifan peserta
didik tampak sekali pada saat peserta didik mencari pasangan kartunya masing-
masing. Diharapkan melalui metode pembelajaran make a macth akan
meningkatkan hasil belajar peserta didik juga mampu membuat siswa
bersemangat dalam belajar menjumlah dan mengurang dasar. (Hilmaningrum
2015)

Berdasarkan latar belakang yang ada, peneliti tertarik untuk memecahkan masalah
dengan melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul
“MENGEMBANGKAN KOGNITIF ANAK DALAM MENGENAL
KONSEP DASAR BILANGAN MENGGUNAKAN MODEL SERU
KELOMPOK B DI PAUD TERPADU NEGERI PERTIWI MARTAPURA ”

B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, peneliti
dapat memfokuskan apa saja yang akan menjadi rumusan masalah.
Adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana aktivitas guru saat melaksanakan pembelajaran mengembangkan
kognitif anak dalam mengenal konsep dasar bilangan menggunakan model
seru kelompok b di paud terpadu negeri pertiwi martapura?
2. Bagaimana aktivitas siswa saat mengikuti pembelajaran pada materi
mengenal konsep dasar bilangan penjumlahan dan pengurangan
menggunakan model seru kelompok b di paud terpadu negeri pertiwi
martapura?
3. Bagaimana peningkatan kemampuan kognitif Dalam Pembelajaran mengenal
konsep bilangan pada penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan
model seru kelompok b di paud terpadu negeri pertiwi martapura?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan aktivitas guru saat melaksanakan pembelajaran dalam
Mengembangkan Kognitif Anak Dalam Konsep dasar bilangan
Penjumlahan Dan Pengurangan Menggunakan model seru kelompok b di
paud terpadu negeri pertiwi martapura
2. Mendeskripsikan aktivitas siswa saat mengikuti pembelajaran pada
materi mengenal Konsep dasar bilangan penjumlahan dan pengurangan
dasar Menggunakan model seru kelompok b di paud terpadu negeri
pertiwi martapura
3. Menganalisis hasil Perkembangan Kemampuan kognitif pada
pembelajaran mengenal Konsep bilangan dasar Penjumlahan Dan
Pengurangan Menggunakan model seru kelompok b di paud terpadu
negeri pertiwi martapura

D. Rencana Pemecahan Masalah


Permasalahan yang dihadapi anak kelompok B PAUD Terpadu Negeri
Pertiwi Martapura yaitu anak masih belum mampu mengenal konsep dasar
bilangan penjumlahan dan pengurangan, hal ini disebabkan karena anak
kesulitan beradaptasi dengan pembelajaran daring yang berubah ke PTM,
anak kurang terstimulasi dan pembelajaran yang monoton, ditambah dengan
penggunaan media yang kurang menarik perhatian anak. Jika masalah
tersebut dibiarkan maka kemampuan menjumlah dan mengurang dasar anak
tidak dapat berkembang dengan optimal sesuai dengan tahapan
perkembangan kognitif anak. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka
pemecahan masalah dalam penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan model seru yang di adaptasi dar kombinasi Model
Demonstarasi yang dikombinasikan Dengan Problem Solving dan Make A
Match dengan berbantuan benda konkret.
Alasan memilih ketiga model tersebut, dengan asumsi bahwa kombinasi
Model Demonstrasi yang dikombinasikan Dengan Problem Solving dan
Make A Match sangat tepat dalam hal tersebut dikarenakan sangat cocok
untuk mengembangkan konsep dasar menjumlah dan mengurang anak usia
dini dan menambah daya tarik anak dalam pembelajaran dengan
mengorganisasikan materi yang dapat menumbuhkan keaktifan, sehingga
anak mampu memecahkan masalah kehidupan matematika jangka panjang
karena adanya kebermaknaan dalam Pembelajaran.
Peneliti memilih Model Demonstrasi sebagai model utama karena dapat
mengatasi masalah siswa yang sulit memahami pembelajaran yang bersifat
verbal saja. Hal ini diungkapkan oleh model demonstrasi yang menjelaskan
bahwa guru dengan menggunakan alat peraga mampu memperagakan dan
mempertunjukan suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang
dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang
dipertunjukan oleh guru atau sumber belajar lain di depan seluruh siswa.
(Huda, 2013 : 231)
Model Problem Solving digunakan peneliti sebagai penambah model
utama karena dengan model ini dapat menumbuhkan rasa ingin tahu anak
dalam menyelesaikan suatu masalah sehingga mampu meningkatkan
kemampuan berpikir anak (Critical Thingking). hal ini sesuai dengan
pengertian dari model pembelajaran Problem solving yaitu model yang
melibatkan siswa aktif secara optimal, memungkinkan siswa melakukan
eksplorasi, observasi eksperimen, investigasi, pemecahan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep-konsep dasar dari berbagai
konten area. (Ratnaningsih, 2007 : 3)
Menurut Kurniasih (2016:55) Model pembelajaran Make a Match atau
mencari pasangan dikembangkan oleh Lorns Curran tahun 1994 dimana “
model pembelajaran ini siswa diajak mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan”.
Proses pembelajaran akan lebih menarik dan sebagian besar siswa sangat
berantusias dalam mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa akan
tampak saat siswa mencari pasangan kartu masing masing, hal ini dapat
mengembangkan kognitif anak melalui proses mencari pasangan hasil dari
jumlah pengurangan dan penambahan. Tujuan pengkombinasian dengan
model pembelajaran Make a match ini adalah agar peserta didik tidak merasa
tegang dan bosan dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik lebih
bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran tak hanya itu
penggunaan model make a match ini di harapkan agar nanti melengkapi
model problem solving dengan pemberian masalah dalam belajar menjumlah
dan mengurang sehingga anak akan mencari pasangan kartu sesuai dengan
soalan tersebut, dapat terlihat bahwa nantinya anak tidak hanya mengetahui
pemecahan masalah saja namun anak jua mengetahui penjumlahan dan
pengurangan dasar dengan menggunakan lambang bilangan sesuai dengan
kartu pasangan soalan dan jawaban yang di gunakan oleh model make a
match ini. Dengan demikian, model pembelajaran make a match dapat
mengatasi penyebab masalah yang peneliti kemukakan sebelumnya yaitu
pembelajaran yang monoton, media yang kurang mendukung dapat teratasi
serta anak akan memahami konsep penjumlahan dan pengurangan
menggunakan lambang bilangan dengan penggunaan model tersebut.
Adapun langkah-langkah model seru ini yaitu ( Kombinasi model
demonstrasi, Problem Solving dan Make a match ) adalah sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan pembelajaran apa yang akan dilakukan siswa
selama kegiatan berlangsung (Demonstrasi)
2. Guru menyajikan ringkasan yang akan disampaikan dalam kegiatan
pembelajaran. (Demonstrasi)
3. Guru menyampaikan atau merumuskan masalah untuk di pecahkan
(Problem Solving)
4. Guru dan Murid menelaah atau menganalisis bersama. (Problem Solving)
5. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review (satu sisi berupa kartu soal dan sisi
sebaliknya berupa kartu jawaban) (Make a match)
6. siswa dan guru bersama-sama memperhatikan kartu dan memikirkan
jawaban atau soal dari kartu yang di tempelkan di papan tulis (make a
match)
7. Siswa mencari kartu yang cocok dengan jawaban di papan tulis (make a
match)
8. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya (make a match)
9. Kesimpulan (make a match)
10. proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas tertentu
yang ada kaitannya dengan pelaksaan demonstrasi dan proses pencapaian
tujuan pembelajaran. (demonstrasi)
Ketiga model pembelajaran tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing masing pada setiap modelnya, digabungkan untuk
mendapatkan sebuah hasil yang relevan dengan kondisi nyata di lapangan.
Dengan adanya model pembelajaran ini nantinya diharapkan mampu
mengembangkan kognitif anak dalam pembelajaran mengenal konsep dasar
bilangan penjumlahan dan pengurangan, khususnya di kelompok B PAUD
Terpadu Negeri Pertiwi Martapura. Dengan adanya model pembelajaran ini,
pembelajaran dikelas akan berlangsung secara efektif, aktif, dan juga
menyenangkan. Sehingga nantinya pada proses pembelajaran didalam kelas
dapat mencapai sebuah hasil yang diharapkan dengan menggunakan model
tersebut.
E. Manfaat Hasil Penelitian
manfaat dari hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diharapkan :
1. Guru
Manfaat hasil penelitian ini bagi guru adalah sebagai salah satu bahan
atau informasi dalam memilih model pembelajaran dalam
mengembangkan kognitif anak dalam pengenalan konsep bilangan dasar
pada penjumlahan dan pengurangan di taman kanak-kanak.
2. Kepala Sekolah
Dijadikan sebagai salah satu bahan dalam membinaan guru di sekolah
dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran mengembangkan
kognitif anak dalam pengenalan konsep dasar bilangan pada penjumlahan
dan pengurangan di taman kanak-kanak
3. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi bagi
peneliti lain untuk melakukan penelitian berikutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Hakikat Anak Usia Dini
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya.
Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan
potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan cara-cara lainnya
yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Tidak dapat dipungkiri
bahwa pendidikan merupakan masalah yang sangat esensi bagi
manusia. Melalui pendidikan, manusia akan memperoleh
pengetahuan sehingga dapat mengenali dan menggali potensi- potensi
yang dimilikinya secara optimal. Pendidikan harus diberikan sejak
dini, ada juga yang mengatakan bahwa pendidikan diberikan mulai
sejak lahir bahkan sebelum lahir (prenatal).
Anak pada usia dini merupakan masa golden age. Golden age
adalah tahap perkembangan dan pertumbuhan emas yang terjadi di
masa-masa awal kehidupan seorang anak yang terlahir di dunia. Masa
golden age ini merupakan masa penentu keberhasilan di kehidupannya
kelak. Apabila anak melewati masa golden age dengan baik maka
anak akan memiliki keuntungan besar pada masa yang akan datang.
Agar masa ini dapat di jalani dengan baik oleh seiap anak maka perlu
diupayakan pendidikan yang tepat bagi anak sejak dini. Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) merupakan tempat yang tepat dibutuhkan
anak untuk mendahdapi masa depannya, karena PAUD akan
memberikan persiapan untuk anak menghadapi masa yang akan
datang.
Sejalan dengan pengertian anak usia dini Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) adalah pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar
yang merupakan suatu upaya pembinaan pada anak usia lahir sampai
usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam pendidikan lebih lanjut
[ CITATION Lis17 \l 1033 ]. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 ayat 1
menyebutkan Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang
pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu
upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia 6
tahun yang dilakukan dengan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak mempunyai kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut. Dalam Rozalena dan Kristiawan [CITATION
Roz171 \n \t \l 1033 ] menyebutkan bahwa PAUD berfungsi untuk
membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi yang
dimiliki anak pada usia dini secara optimal sehingga terbentuk
perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya
agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan
Anak Usia Dini terdapat enam lingkup perkembangan yang harus
dikembangkan pada anak usia dini yaitu Nilai Agama dan Moral,
Fisik Motorik, Kognitif, Bahasa, Sosial Emosional, dan Seni. Semua
lingkup perkembangan ini perlu diperhatikan dan diberi rangsangan
yang baik. Pendidikan anak usia dini harus menjadi lonjakan awal
dalam pertumbuhan seseorang ketika dewasa. Anak Usia Dini harus
mempunyai hak untuk dibesarkan serta dikembangkan baik dalam hal
fisik maupun rohani seorang anak (Rizqina dan Suratman, 2020).
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu proses pembinaan
tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara
menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan nonfisik, dengan
memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral
dan spiritual), motorik, akal pikir, emosional, dan sosial yang tepat
agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Upaya yang
dilakukan mencakup stimulasi intelektual, pemeliharaan kesehatan,
pemberian nutrisi, dan penyediaan kesempatan yang luas untuk
mengeksplorasi dan belajar secara aktif. Dengan demikian, PAUD
didiskripsikan sebagai berikut:
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pemberian upaya
untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan pemberian
kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan
dan keterampilan pada anak;
2. PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan
kecerdasan spiritual), sosio-emosional (sikap prilaku serta
agama), bahasa dan komunikasi;
3. PAUD harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan
anak usia dini itu sendiri [ CITATION Muh17 \l 1033 ].
2. Karakteristik Anak Usia Dini
Masa Anak Usia Dini atau masa kakak - kanak sering disebut
dengan istilah The Golden Age, yakni masa keemasan, dimana segala
kelebihan atau keistimewaan yang dimilki pada masa ini tidak akan
dapat terulang untuk kedua kalinya. Itulah sebabnya masa ini sering
disebut sebagai masa penentu bagi kehidupan selanjutnya [ CITATION
Uce17 \l 1033 ]. Perkembangan anak pada masa ini tidaklah sama
karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda
[ CITATION Nur15 \l 1033 ].
Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan
mendasar sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan
kehidupan manusia. Masa ini ditandai oleh berbagai periode penting
yang fundamental dalam kehidupan anak selanjutnya sampai periode
akhir perkembangannya. Salah satu periode yang menjadi penciri
masa usia dini adalah periode keemasan. Banyak konsep dan fakta
yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa
usia dini, yaitu masa semua potensi anak berkembang paling cepat.
Beberapa konsep yang disandingkan untuk masa anak usia dini adalah
masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka, asa bermain,
dan masa membangkang tahap awal [ CITATION Dad14 \l 1033 ] .
Namun, di sisi lain anak usia dini berada pada masa kritis, yaitu masa
keemasan anak tidak akan dapat diulang kembali pada masa-masa
berikutnya, jika potensi-potensinya tidak distimulasi secara optimal
dan maksimal pada usia dini tersebut. Dampak dari tidak
terstimulasinya berbagai potensi saat usia emas, akan menghambat
tahap perkembangan anak berikutnya. Jadi, usia emas hanya sekali
dan tidak dapat diulang lagi.
Anak usia dini adalah anak kelompok anak yang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Anak usia
dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini
adalah usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak. Usia dini merupakan usia ketika anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Anak usia dini
merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik
tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Pada masa ini stimulasi
seluruh aspek perkembangan memiliki peran penting untuk tugas
perkembangan selanjutnya. Pertumbuhan adalah perubahan secara
fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi fisik yang
berlangsunng secara normal pada anak yang sehat dalam perjalanan
waktu tertentu. Perkembangan merupakan proses pendewasaan
seorang individu yang terjadi secara berkesinambungan dalam
kehidupan seseorang. Pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara
berurutan, mencakup masa bayi, masa kanak-kanak, masa sekolah,
masa remaja, masa pubertas dan terakhir masa dewasa [ CITATION
Soe05 \l 1033 ]
Anak usia dini memiliki batasan usia tertentu, karakteristik yang
unik, dan berada pada suatu proses perkembangan yang sangat pesat
dan fundamental bagi kehidupan berikutnya. Selama ini orang dewasa
mengidentikkan anak usia dini sebagai orang dewasa mini, masih
polos dan belum bisa berbuat apa-apa karena belum mampu berpikir.
Pandangan ini berdampak pada pola perlakuan yang diberikan pada
anak, antara lain sering memperlakukan anak sebagaimana orang
dewasa. Saat mendidik atau membimbing anak dipaksa mengikuti
pola pikir dan aturan orang dewasa. Namun, seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan banyaknya studi tentang anak
usia dini, orang dewasa semakin memahami bahwa anak usia dini
bukanlah orang dewasa mini, dan berbeda dengan orang dewasa
[ CITATION Dad14 \l 1033 ].
3. Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003 halaman 6 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1, butir 14 Pendidikan Anak Usia
Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
lahir sampai dengan 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut. Menurut Nur Cholimah (2008),
mengemukakan bahwa PAUD adalah usaha sadar dalam memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui penyediaan
pengalaman dan stimulasi bersifat mengembangkan secara terpadu dan
menyeluruh agar anak dapat bertumbuh kembang secara sehat dan
optimal sesuai dengan nilai, norma, dan harapan masyarakat. Mursid
(2015: 46) menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan
salah satu bentuk penyelenggaraan lingkungan seperti bina keluarga
balita dan posyandu yang terintegrasi PAUD atau yang kita kenal
dengan satuan PAUD sejenis (SPS). (Arifudin, 2021 : 1)
Beberapa pendapat para ahli mengenai hakikat pendidikan anak
usia dini adalah suatu upaya yang dilakukan oleh lembaga satuan
pendidikan formal yaitu Taman Kanak-Kanak yang mengadakan
program pendidikan usia 4-6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan untuk mengoptimalkan berbagai aspek 21 perkembangan
anak yaitu aspek nilai agama dan moral, kognitif, bahasa, social-
emosional, fisik-motorik dan seni.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses alamiah yang
terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, dua
kata tersebut (pertumbuhan dan perkembangan) selalu digunakan
bersamaan untuk menunjukkan adanya sebuah perubahan, yang
terkadang menyebabkan keambiguan makna. Sederhananya,
pertumbuhan lebih menitik beratkan kepada perubahan fisik yang
bersifat kuantitatif, sedangkan perkembangan lebih bersifat kualitatif,
yang berarti serangkaian perubahan progresif sebagai akibat dari
proses kematangan dan pengalaman. Lebih jauh lagi, perkembangan
juga berarti perubahan mental yang secara bertahap dan membutuhkan
waktu. Dimulai dari kemampuan yang sederhana, menjadi kemampuan
yang lebih rumit dan kompleks, seperti tingkah laku, sikap,
kecerdasan, dan sebagainya (Busthomi, 2012:20 dalam Mulyani,
2017:130).
Sedangkan menurut Jamaris, perkembangan merupakan suatu
proses yang bersifat kumulatif. Artinya, perkembangan terdahulu akan
menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu, lanjut
Jamaris, apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu, maka
perkembangan selanjutnya cenderung akan mendapat hambatan
(Yuliani Sudjiono, 2009 dalam Mulyani, 2017:130). Aspek-aspek
perkembangan dasar anak usia dini:
a. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah proses dimana individu dapat
meningkatkan kemampuan dalam menggunakan pengetahuannya
(Mansur, 2011:34). Menurut Berk, perkembangan kognitif adalah
kapasitas intelektual yang dimiliki oleh seorang anak dan
bagaimana kapasitas tersebut berkembang sampai mereka dewasa
kelak (Berk: 2005). Sementara itu, dengan bahasa yang sederhana,
Aliah menjelaskan bahwa, perkembangan kognitif merupakan
perubahan kemampuan berpikir atau intelektual (Aliah, 2006:137).
b. Perkembangan Psikomotorik
Mulai anak membuka mata di pagi hari sampai ia menutup mata
di malam hari, semua aktivitasnya dilakukan dengan bergerak, baik
itu dengan berjalan, berlari, berjingkrak, melompat, dan lainnya.
Bergerak aktif kian kemari, adalah aktivitas alami anak-anak, dan
itu adalah hal yang lumrah. Justru ketika kita menemui anak yang
diam, maka kita akan berpikir “negatif” tentangnya, apakah dia
sedang sakit, sedih, atau yang lainnya. Dengan demikian, bisa
dikatakan bahwa gerakan aktif anak dalam kesehariannya adalah
simbol atau tanda mereka ada dalam keadaan baik-baik saja
(Mulyani, 2015).
c. Aspek Perkembangan Sosial-Emosional
Emosi adalah letupan perasaan yang muncul dari dalam diri
seseorang, baik bersifat positif ataupun negatif (Rahman, 2002).
Sedangkan dalam pengertian yang sederhana, Lawrence E. Shapiro
menjelaskan, emosi adalah kondisi kejiwaan manusia. Karena yang
sifatnya psikis atau kejiwaan, lanjut Lawrence, maka emosi hanya
dapat dikaji melalui letupan-letupan emosional atau gejala-gejala
dan fenomena-fenomena. Seperti kondisi sedih, gembira, gelisah,
benci, dan lain sebagainya (Suyadi, 2010)
Selanjutnya Gottman dan De Claire (dalam Putra dan Dwilestari,
2012:50) menambahkan bahwa anak-anak yang mempunyai
keterampilan emosional mampu mengatur keadaan emosi, lebih
terampil menenangkan diri sendiri bila marah, lebih terampil untuk
memusatkan diri, berhubungan dengan lebih baik dengan orang
lain, dan lebih cakap memahami orang lain. Perkembangan sosial
adalah suatu proses yang muncul di mana anak-anak belajar
tentang diri dan orang lain, serta tentang membangun dan merawat
pertemanan (Ramadina, 2021).
d. Perkembangan Bahasa
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri dan selalu membutuhkan orang lain
dalam kesehariannya. Dengan demikian, kemampuan untuk
berkomunikasi dan berinteraksi adalah hal yang mutlak harus
dikuasai. Tanpa adanya komunikasi, sulit bagi manusia untuk
berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Begitu
pentingnya kemampuan berkomunikasi dalam hidup manusia,
maka sudah seyogianya hal tersebut diperhatikan dalam
pembelajaran anak usia dini. Morisson (2012) menjelaskan bahwa
komunikasi sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan berbahasa
seseorang. Sementara itu, tingkat kemampuan berbahasa seseorang
sangat dipengaruhi oleh seringnya kata-kata diucapkan kepada
anak sejak dini secara berulang-ulang yang selalu didengar dari
lingkungannya. Dengan demikian untuk pengembangan bahasa
anak usia dini, dibutuhkan kegiatan-kegiatan untuk melatih
keterampilan berbahasa dan menambah perbendaharaan kata anak
(Mulyani, 2017:133-141).
4. Konsep Pembelajaran Anak Usia Dini
Pembelajaran menurut Surya (2007:7), ialah suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi tersebut menunjukkan
bahwa pembelajaran sebagai usaha untuk memperoleh perubahan
perilaku dalam diri individu (Susanto, 2017:116).
Konsep belajar bagi anak usia dini adalah belajar melalui bermain,
menempatkan anak sebagai subjek, sedangkan orang tua atau guru
menjadi fasilitator. Dalam konsep ini, anak akan memiliki kebebasan
untuk mengekspresikan imajinasi, dan kreativitas berpikirnya;
merangsang daya cipta dan berpikir kritis. Apabila dua hal ini
terbangun anak akan menjadi orang yang percaya diri dan mandiri.
Model belajar anak bukan menghafal, melainkan menganalisis.
Kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak (TK) didesain untuk
memungkinkan anak bermain. Setiap kegiatan harus mencerminkan
jiwa bermain, yaitu senang, merdeka, dan demokratis. Setiap
permainan yang diberikan harus diberi muatan pendidikan sehingga
anak dapat belajar (Susanto, 2017:117). Jadi konsep pembelajaran
anak usia dini adalah dalam proses kegiatan pembelajaran yang
dilakukan melalui bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain
yang menumbuhkan kesenangan bagi anak untuk membantu anak
kearah perubahan tumbuh kembang anak yang lebih baik lagi sesuai
dengan tingkat capaian perkembangan anak.
5. Perkembangan Kognitif
a. Pengertian perkembangan kognitif

Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padananya


knowing, berarti mengetahui. Dalam artian yang luas, cognition
(kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif kemudian
popular sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis
seorang manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan
informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.

Perkembangan diartikan sebagai sebuah proses


berlangsungnya perubahan-perubahan dalam diri seseorang, yang
membawa penyempurnaan dalam kepribadiannya. Sedangkan
perkembangan kognitif meliputi peningkatan pengetahuan serta
pemahaman, yang biasa disebut dengan perkembangan intelektual,
dan perluasan kemampuan berbahasa. Misalnya, anak mulai
mengenal benda-benda tertentu yang dapat dipakai sebagai tempat
duduk, kemudian ia mulai mengerti bahwa ada variasi dalam
ukuran dan warna benda-benda itu, namun terdapat sejumlah ciri
yang sama antara benda-benda itu.Perkembangan kognitif adalah
proses terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada
waktu manusia sedang berfikir. Kemampuan kognitif ini
perkembangan fisik dan syarat-syarat yang berada di pusat syaraf.
Salah satu teori yang berpengaruh dalam menjelaskan
perkembangan kognitif.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif bertujuan untuk


memperoleh struktur-struktur psikologis yang diperlukan supaya
manusia mampu berfikir secara logis dan mampu mengadakan
penalaran secara abstrak mengenai masalah-masalah actual dan
hipotesis. Piaget memandang anak sebagai organisma aktif yang
berkembang dengan impuls-impuls internal dan pola-pola
perkembangan tertentu”. (Sumanto, 152 : 2014 )

Jean Piaget, yang hidup dari tahun 1896 sampai tahun 1980,
adalah seorang ahli biologi dan psikologi berkebangsaan Swiss. Ia
merupakan salah seorang yang merumuskan teori yang dapat
menjelaskan fase-fase perkembangan kognitif. Teori ini dibangun
berdasarkan dua sudut pandang yang disebut sudut pandang aliran
structural (structuralism) dan aliran konstruktif (constructivism).
Aliaran structural yang mewarnai teori Piaget dapat dilihat dari
pandangannya tentang intelegensi yang berkembang melalui
serangkaian tahap perkembangan yang ditandai oleh
perkembangan kualitas struktur kognitif. Aliran konstruktif terlihat
dari pandangan Piaget yang menyatakan bahwa anak membangun
kemampuan kognitif melalui interaksinya dengan dunia di
sekitarnya. Dalam hal ini, anak disamakan dengan peneliti yang
selalu sibuk membangun teori-teorinya tentang dunia disekitarnya,
melalui interaksinya dengan lingkungan disekitarnya.

Hasil dari interaksi ini adalah terbentuknya struktur kognitif,


atau schemata (dalam bentuk tunggal disebut skema) yang dimulai
dari terbentuknya struktur berfikir logis, kemudian berkembang
menjadi suatu generalisasi (kesimpulan umum). Dengan demikian,
anak memperoleh suatu konsep yang mencakup semua benda itu
dan mengenal serta menggunakan kata yang mengandung konsep
itu. Perkembangan intelektual oleh para psikolog semakin
dikaitkan dengan cara anak dalam berbagai tahap perkembangan
memperoleh informasi tentang dunia disekelilingnya dan dirinya
sendiri, mengolah informasi yang didapatkan tersebut dan
mengorganisasikan sehingga bermakna baginya. ( WS. Winkel 1 :
2006 ).

Sementara itu menurut Bower yang dikutip Daehler dan


Bukatko mengemukakan bahwa bayi manusia memulai
kehidupannya sebagai organisme sosial yang betul-betul
berkemampuan, sebagai makhluk hidup yang betul-betul mampu
belajar, dan sebagai makhluk hidup yang mampu memahami”.
( Muhibbim Syah 23 : 2005 )

Kant, sebagai moyang aliran kognitif, menyimpulkan bahwa


jiwalah yang menjadi alat utama pengetahuan, jiwalah yang
menafsirkan secara aktif pengalaman indriawi. Jiwalah yang
menafsirkan, mendistorsi, dan mencari makna. Tidak selamanya
kita merespons stimuli eksternal. Aliran kognitif lebih dekat
dengan aliran tasawuf dalam islam yang menyatakan bahwa
pengetahuan yang ditemukan jiwa dijamin aman”. (Mahmud 39 :
2009 )
Bandura menekankan bahwa manusia adalah makhluk kognitif
atau manusia memiliki kognitif. Manusia sebagai prosesor
informasi yang aktif dan manusia berfikir tentang relasi antara
prilaku dengan konsekuensinya. menurut Bandura belajar dapat
terjadi sebagai hasil dari melihat seseorang melakukan tindakan
serta mengalami reinforcement dan punishment dari perilakunya
tersebut”. ( Sumanto 170 : 2014 )

b. Tahap perkembangan Kognitif

Menurut martinis yamin hal 118 yang di kutip oleh siska


destiani “ Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat
kumulatif, artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar
bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, apabila terjadi
hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan
selanjutnya akan memperoleh hambatan.

Piaget membagi perkembangan kognitif kedalam empat fase yaitu


fase sensorimotor, fase pra-operasional, fase operasi konkret dan
fase operasional formal ( Siska destiani, 19 : 2018 )

1. Praoperasional (2-7 Tahun) Perkembangan kognitif pada


praoperasional terjadi dalam diri anak ketika berumur dua
sampai tujuh tahun. Artinya anak tersebut sudah memiliki
kesadaran. Tahap praoperasional merupakan tahap awal
pembentukan konsep secara stabil. Penalaran mental mulai
muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian lemah, serta
keyakinan terhadap hal yang magis terbentuk. Pemikiran
praoperasional tidak lain dari masa tunggu yang longgar.”
( Siska destiani, 19 : 2018 )
c. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif

Perkembangan tidak berakhir dengan pencapaian maturitasfisik


saja namun perubahan terjadi sepanjang hidup, yang
mempengaruhi sikap individu, proses kognitif, dan prilaku.
Muhibbin Syah mengungkapkan bahwa perkembangan manusia
diperlukan adanya perhatian khusus mengenai hal-hal seperti :

1. proses pematangan khusus nya pematangan fungsi kognitif


2. proses belajar
3. pembawan atau bakat.

Berkaitan dengan hal tersebut penulis akan menjelaskan faktor-


faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya mutu perkembangan
kognitif anak berdasarkan beberapa aliran dalam perkembangan
psikologi pada diri manusia, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Faktor intern, yaitu faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri
yang meliputi pembawaan dan potensi psikologi tertentu yang
turut mengembangkan dirinya sendiri.
2. Faktor eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau diluar diri anak
yang meliputi lingkungan dan pengalaman berinteraksi anak
tersebut dengan lingkungannya.

Menurut Budiningsih “Ciri pokok karakteristik perkembangan


kognitif anak usia dini pada tahap pra-operasional adalah pada
pnggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembang
dalam hal konsep-konsep intuitif anak telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak. Anak
mengolah informasi yang tidak diungkapkan denhgan kata-kata
sehingga anak dapat mengungkapkan isi hati secara simbolik”.
Selanjutnya Budiningsih membagi karakteristik tahap pra-
operasional sebagai berikut:

a. Anak dapat membentuk kategori objek, tetapi kurang disadari


b. Anak mulai mengetetahui hubungan hal-hal yang lebih
komplek secara logis
c. Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide
d. Anak mampu memperoleh prinip-prinsip secara benar dan
mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara
mengelompokkan objek tersebut (Asri Budiningsih, 38 : 2005).
6. Kriteria Keaktifan Guru
Menurut Rusman (Rusman, 2013) keterampilan dasar mengajar
guru secara aplikatif indikatornya dapat digambarkan melalui sembilan
keterampilan mengajar, yaitu:
a. Keterampilan Membuka Pelajaran
Kegiatan membuka pelajaran adalah merupakan kegiatan awal
yang sangat penting yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam
suatu pembelajaran. Karena kegiatan ini adalah kegiatan awal yang
akan sangat menentukan keberlangsungan kegiatan pembelajaran
yang selanjutnya karena merupakan pengkondisian mental atau
psikologi siswa agar siap menerima pembelajaran dari awal sampai
akhir pembelajaran. Apabila kegiatan ini berhasil dilakukan oleh
guru, maka kegiatan selanjutnya yaitu kegiatan inti dan kegiatan
penutup juga akan berhasil.
b. Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Keterampilan ini sangat
pentingdikuasai oleh seorang guru. Karena melalui keterampilan
ini guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih
bermakna (Sanjaya, 2011).
c. Keterampilan Memberi Penguatan (reinforcement skills)
Guru yang baik harus selalu memberikan penguatan, baik dalam
bentuk penguatan verbal (diungkapkan dengan kata-kata langsung
seperti betul, bagus, pintar, ya, seratus, tepat sekali, dan
sebagainya), maupun nonverbal (biasanya dilakukan dengan gerak,
elusan, isyarat, sentuhan, pendekatan, dan sebagainya) yang
merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap
tingkah laku siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi
atau umpan balik bagi siswa atas perbuatan yang baik sebagai
suatu tindakan dorongan, sehingga perbuatan tersebut terus diulang
(Rusman, 2013).
d. Keterampilan Mengadakan Variasi
Variasi adalah keterampilan guru untuk menjaga agar iklim
pembelajaran tetap menarik perhatian, tidak membosankan
sehingga siswa menunjukkan sikap antusias dan ketekunan, penuh
gairah, dan berpartisipasi aktif dalam setiap langkah pembelajaran
(Sanjaya, 2011). Penggunaan variasi dimaksudkan agar siswa
terhindar dari perasaan jenuh dan membosankan, yang
menyebabkan perasaan malas muncul. Penggunaan variasi
merupakan keterampilan guru di dalam menggunakan bermacam
kemampuan untuk mewujudkan tujuan belajar peserta didik
sekaligus mengatasi kebosanan dan menimbulkan minat, gairah,
dan aktivitas belajar yang efektif (Rusman, 2013).
e. Keterampilan Menjelaskan
Penyampaian informasi yang terencana dengan baik disajikan
dengan urutan yang cocok merupakan ciri utama kegiatan
menjelaskan. Rusman mengemukakan (Rusman, 2013) penyajian
suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya dengan
memperhatikan hal-hal berikut ini:
- Kejelasan
Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti oleh siswa.
- Penggunaan contoh dan ilustrasi
Memberikan penjelasan sebaiknya menggunakan contoh-
contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang ditemui
siswa dalam kehidupan sehari-hari.
- Pemberian tekanan.
- Penggunaan balikan
f. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil adalah salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi sistem
pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa secara berkelompok.
Untuk itu keterampilan guru harus dilatih dan dikembangkan,
sehingga para guru memiliki kemampuan untuk melayani siswa
melakukan kegiatan pembelajaran kelompok kecil.
g. Keterampilan Mengelola Kelas
Menurut Sanjaya (2011) keterampilan mengelola kelas adalah
keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar
yang optimal dan mengembalikannya manakala terjadi hal-hal
yang dapat mengganggu suasana pembelajaran
h. Keterampilan Pembelajaran Perseorangan
Rusman (2013) menyatakan bahwa pembelajaran individual adalah
pembelajaran yang paling humanis untuk memenuhi kebutuhan
dan interes siswa. Komponen-komponen yang perlu dikuasai guru
dalam pembelajaran perseorangan adalah:
(1) keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi
(2) keterampilan mengorganisasi
(3) keterampilan membimbing dan memudahkan belajar, yaitu
memungkinkan guru membantu siswa untuk maju tanpa
mengalami frustasi
(4) keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan
pembelajaran.
i. Keterampilan Menutup Pelajaran
Rusman (2013) menjelaskan bahwa keterampilan menutup
pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
mengakhiri kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah
dipelajari oleh siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan
tingkat keberhasilan guru dalam proses pembelajaran.
7. Kriteria Keaktifan Siswa
Menurut Sardiman (2012) dalam belajar sangat diperlukan adanya
aktivitas, tanpa aktivitas belajar itu tidak mungkin akan berlangsung
dengan baik. Aktivitas dalam proses belajar mengajar merupakan
rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar,
berfikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat
menunjang prestasi belajar.
Aktivitas belajar siswa banyak macamnya. Para ahli mencoba
mengadakan klasifikasi, antara lain Paul D. Dierich dalam (Sardiman,
2012) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:
a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca,
memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang
lain.
b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, dan
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara,
diskusi, interupsi.
c. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian,
percakapan, diskusi, musik, pidato.
d. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan,
laporan, angket, dan menyalin.
e. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta,
diagram.
f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain:
melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi,
bermain, berkebun, dan beternak.
g. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi,
mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan,
mengambil keputusan.
h. Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa
bosan, gembira, bersemangat, bergairah berani, tenang, dan
gugup.
8. Model Pembelajaran Demonstrasion
a). Pengertian model pembelajaram demonstrasion
Demonstrasion adalah model yang digunakan untuk
memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang
berkenaan dengan bahan ajaran. Model ini mengharuskan Guru
lebih aktif dari pada anak didiknya. Dilain waktu anak didik juga
bisa melakukan demonstrasi baik secara berkelompok ataupun
individu, dengan mendapat bimbingan dari guru, bila di perlukan.
Dengan model ini anak didik dituntut memperlihatkan suatu objek
atau proses dengan mendemonstrasikan.
Menurut Daryanto (2013) Model Pembelajaran Demonstrasion
merupakan suatu cara penyajian informasi dalam kegiatan belajar
mengajar dengan mempertunjukkan tentang cara melakukan
sesuatu disertai penjalasan secara visual dari proses dengan jelas
(Rara, 2015:7).

b). Langkah-langkah Penerapan Model Demonstrasion

Untuk melaksanakan model demonstrasion yang baik atau


efektif, ada beberapa digunakan langkah-langkah yang harus
dipahami dan digunakan oleh guru, yang terdiri dari perencanaan,
uji coba dan pelaksanaan oleh guru lalu diikuti oleh peserta didik
dan diakhiri dengan evaluasi.

Menurut Ali (2010:85-86) langkah-langkah penerapan model


demonstrasion adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan kecakapan atau keterampilan yang hendak


dicapai setelah demonstrasi
2. Mempertimbangkan penggunaan model yang tepat dan efektif
untuk mencapai tujuan yang dirumuskan.
3. Memilih alat yang mudah didapat, dan mencobanya sebelum
didemonstrasikan supaya tidak gagal saat diadakan
demonstrasi.
4. Menetapkan langkah-langkah yang akan dilaksanakan
5. Memperhitungkan waktu yang tersedia
6. Pelaksanaan demonstrasi
7. Membuat perencanaan penilaian terhadap kemajuan peserta
didik.

c). Kelebihan dan Kekurangan Model Demonstrasion

Setiap model yang digunakan untuk pembelajar terdapat


kelebihan dan kekurangannya, begitu juga dengan model
demonstrasion. Menurut Djamarah dan Zain (2010:91), model
demonstrasion mempunyai kelebihan dan kekurangan, sebagai
berikut:

1. Kelebihan model demonstrasion


a. Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih
konkrit, sehingga menghindari verbalisme.
b. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari.
c. Proses pengajaran lebih menarik.
d. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan
antara teori dengan kenyataan, dan mencobanya
melakukannya sendiri.
2. Kekurangan Model Demonstrasion
a. Model ini memerlukan keterampilan guru secara khusus,
karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan
demonstrasion akan tidak efektif.
b. Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang
memadai tidak selalu tersedia dengan baik.
c. Demonstrasion memerlukan kesiapan dan perencanaan
yang matang di samping memerlukan waktu yang cukup
panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau
jam pelajaran lain (Deswita, 2021).
9. Model Pembelajaran Problem Solving
a. Pengertian Problem solving
Problem solving yaitu model yang melibatkan siswa aktif secara
optimal, memungkinkan siswa melakukan eksplorasi, observasi
eksperimen, investigasi, pemecahan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep-konsep dasar dari
berbagai konten area. (Ratnaningsih, 2007 : 3)
b. Penerapan model problem solving
Dalam penerapan suatu model pembelajaran pasti di situ terdapat
beberapa tahap atau langkah untuk menerapkasn suatu model.
Adapun untuk penerapan model problem solving, menurut
pendapat solso mengemukakan enam langkah penerapan model
pembelajaran problem solving yaitu :
1. Identifikasi masalah
2. Representasi permasalahan
3. Perencanaan pemecahan
4. Menerapkan/mengimplementasikan
5. Menilai perencanaan
6. Menilai hasil pemecahan.
c. Kelebihan dan kekurangan problem solving
1) Kelebihan
a) Dapat membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan
kehidupan dan sessuai dengan kebutuhan masyarakat.
b) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat
membiasakan para siswa menghadapi dan memcahkan
masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan
di dalam kehidupan.
c) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan
berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam
proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dan
menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka
mencari pemecahan.
2) Kelemahan
a) Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya
sesuai dengan tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan
kelasnya serta pengetahuan yang telah di miliki siswa,
sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru.
b) Proses belajar mengajar dengan menggunakan model ini
sering memerlukan waktu yang cukup dan banyak
c) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan
dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan
banyak berfikir memecahkah permasalahan sediti atau
kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai
sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
10. Model Pembelajaran Make Aa Match
a. Pengertian Make a Match
Menurut Agus Suprijono, model pembelajaran Make a Match
adalah kartu-kartu yang terdiri dari kartu yang berisi pertanyaan-
pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan tersebut (Suprijomo, 2012:94).
Agus Suprijono mengartikan model pembelajaran Make a Match
merupakan pembelajaran menggunakan kartu-kartu yang berisi
pertanyaan- pertanyaan sesuai materi yang dipelajari. Menurut
Rusman, pembelajaran Make a Match merupakan salah satu jenis
model dalam pembelajaran kooperatif, yaitu siswa mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas
waktunya. Dan siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi
poin.
Rusman menjelaskan pembelajaran Make a Match yaitu suatu
pembelajaran mencari pasangan kartu yang berisi pertanyaan atau
jawaban (Rusman, 2013:223)
b. Langkah-langkah pembelajaran make a match
Berikut langkah – langkah pembelajaran Make a Match :
1) Guru menyiapkan kartu yang berisi beberapa konsep/topik
yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal
dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban)
2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu
3) Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas soal dari kartu
yang dipegang
4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu
yang cocok dengan kartu nya (soal jawaban)
5) Setiap peserta didik yang dapat mencocok kan kartu nya
sebelum batas waktu diberi poin
6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik
mendapat kartu yang yang berbeda dari sebelumnya.
7) Kesimpulan (hanafiah, 2012:46)
c. Kelebihan Pembelajaran Make a Match
Penting nya pembelajaran Make a Match diterapkan dalam suatu
pembelajaran dikelas karena model ini memiliki kelebihan.
Menurut Jarolimek & Paker, mengatakan keunggulan dalam
pembelajaran Make a Match yaitu sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan yang positif
2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu
3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas
4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan
5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa
dengan guru.
6) Memiliki banyak kesempatan untuk meng-ekspresikan
pengalaman emosi yang menyenangkan (Puspitasaru, 2015 : 4)
Model pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan
juga memiliki beberapa kelebihan yang lain diantaranya:

1) Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan


2) Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik
perhatian siswa
3) Mampu mmeningkatkan daya serap siswa terhadap materi
pembelajaran dan menjadikan pelajaran tersebut lebih
bermakna bagi siswa
4) Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran
5) Kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis
6) Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh
siswa (sri narti, 2016:25)
d. Kelemahan Pembelajaran Make a Match
Model pembelajaran Make a Match juga memiliki beberapa
kelemahan. Adapun kelemahan model pembelajaran Make a Match
adalah:
1) Jika model model Make a Match tidak dipersiapkan dengan
baik, akan banyak waktu yang terbuang
2) Pada awal penerapan model Make a Match, banyak siswa yang
akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya
3) Jika guru tidak mengarahkan dengan baik, akan banyak siswa
yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan
4) Guru harus hati-hati dan bijaksana dalam saat memberi
hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena
mereka bisa malu
5) Menggunakan model Make a Match secara terus-terusan akan
menimbulkan kebosanan (Miftahul huda, 2014:253)
11. Kemampuan Penjumlahan Dan Pengurangan Dasar Anak Usia
Dini
a. Pengenalan penjumlahan dan pengurangan
Anak usia dini mengenal matematika dari lingkungannya
melalui bermain, lingkungan yang baik ialah lingkungan yang
mendukung perkembangan anak. Mengenalkan matematika kepada
anak agar anak mencapai tingkat perkembangan kognitifnya,
belajar matematika pada anak mencakup penjumlahan,
pengurangan, perkalian pembagian dan pecahan. Pengenalan
matematika dalam pengajarannya dapat diawali dengan
mengunakan benda-benda konkret, selanjutnya menggunakan
gambar-gambar dan kemudian dengan angka. Penjumlahan adalah
suatu cara pendek untuk mengitung. Simbol penting dari
penjumlahan yaitu + dan = dalam mengenalkan penjumlahan harus
dimulai dari yang sederhana, misalnya 3+2 dan dikembangkan
menjadi 5+2.
Pengurangan dapat diajarkan setelah anak memahami
penjumlahan, pengenalan penjumlahan dan berhitung diajarkan
secara bertahap karena anak yang tidak dapat menjumlahkan juga
tidak dapat mengalikan, dan anak yang tidak dapat mengalikan
juga tidak dapat melakukan pembagian, sedangkan pengurangan
bukan kemampuan prasyarat dari perkalian (Abdurrahman,
2009:178). Pembelajaran matematika dapat dikenalkan melalui
pendekatan, agar pembelajaran berlangsung secara optimal.
Menurut Abdurrahman (2009: 225) ada empat pendekatan yang
paling berpengaruh dalam pembelajaran matematika diantaranya:
a) Urutan belajar yang bersifat perkembangan (development
learning sequences)
Pendekatan dengan urutan belajar ini menekankan pada
kesiapan belajar anak, mengingat kemampuan kognitif
memiliki tahapan pada tiap perkembangannya, maka guru
harus menyesuaikan bahan pembelajaran dengan
menyesuaikan tahap perkembangan anak.
b) Belajar tuntas (matery learning)
Belajar tuntas menekankan pada pengajaran matematika
melalui pembelajaran langsung dan terstruktur. Mengingat
pembelajaran matematika yang berurutan maka pendekatan
belajar tuntas sangat sesuai dengan kurikulum matematika.
c) Strategi belajar (learning strategies)
Pada strategi ini memusatkan bagaimana belajar matematika
yang mana anak diajak memantau pikirannya sendiri seperti
“Apakah harus dikurangi atau dijumlah?” banyak anak yang
mengalami kesulitan maka strategi belajar kognitif diperlukan
untuk belajar matematika.
d) Dan pemecahan masalah (problem solving).
Pendekatan pemecahan masalah ini menekankan pada
pengajaran untuk berpikir tenang cara memecahkan masalah
dan memproses informasi matematika Matematika dikenalkan
kepada anak agar anak mencapai tingkat perkembangannya.

Menurut Muliawan (2009: 265) menyatakan bahwa tema


berhitung pada PAUD diarahkan pada hitung-hitungan sederhana,
yaitu penambahan dan pengurangan angka dasar 1 sampai 10.
Pada tingkat lebih lanjut, khususnya anak Taman Kanak-Kanak
tingkat 2 (TK B), kombinasi pengurangan dan penambahan
tersebut dapat divariasikan dengan lebih kompleks. Mengenalkan
matematika pada anak, selain melalui pendekatan juga terdapat
beberapa prinsip-prinsip dalam mengenalkan matematika,

menurut Yew yang dikutip dalam Susanto (2011: 103)


menjelaskan prinsip tersebut sebagai berikut:

a) Buat pelajaran mengasyikkan


b) Ajak anak terlibat secara langsung
c) Bangun keinginan dan kepercayaan diri dalam menyelesaikan
berhitung
d) Hargai kesalahan anak dan jangan menghukumnya
e) Fokus pada apa yang anak capai Belajar berhitung penjumlahan
dan pengurangan dapat dikenalkan kepada anak melalui
berbagai kegiatan yang menyenangkan.

Menurut Depdiknas (dalam Susanto 2011: 102) mengenalkan


berhitung permulaan seperti penjumlahan dan pengurangan dapat
dinenalkan pada anak melalui permainan berhitung diantaranya:

a) Dimulai dari menghitung benda


b) Berhitung dari yang lebih mudah ke yang sulit
c) Anak berpartisipasi aktif dan adanya rangsangan untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri
d) Suasana yang menyenangkan
e) Bahasa yang sederhana dan menggunakan contoh-contoh
f) nak dikelompokkan sesuai tahap berhitungnya
g) Evaluasi dari mulai awal sampai akhir kegiatan Proses
berhitung penjumlahan dan pengurangan kepada melalui
permainan berhitung membangun minat anak agar anak lebih
mudah memahami dan anak akan lebih siap menerima
pembelajran matematika pada tingkat pendidikan selanjutnya
yang lebih komplek.
b. Tahap Kemampuan Berhitung
Guru berperan penting dalam memberikan kegiatan
pembelajaran matematika kepada anak didik. hal ini berkaitan
dengan rasa ingin tahu anak tentang matematika seperti
penjumlahan, ukuran, bentuk dan konsep-konsep matematika
lainnya. Matematika merupakan bagian dari berhitung
mengenalkan anak matematika dapat melalui tahapan-tahapan yang
ada untuk membantu mempercepat penguasaan berhitung melalui
jalur matematika diataranya tahapan penguasaan konsep, tahap
trasisi, tahap pengenalan lambang.
Menurut Pujiastuti dkk, (2012: 133) dalam jurnal
Pengembangan Kemampuan Matematika Anak Usia 5-6 Tahun
Melalui Kegiatan di Sentra Seni menerangkan bahwa pada
pengenalan matematika permulaan perlu adanya tahapan-tahapan
yang berkesinambungan dan berkaitan yang akan berkembang
menjadi sebuah kemampuan. Mengenalkan matematika pada anak
dapat dilakukan melalui tiga tahapan kemampuan berhitung, hal
tersebut juga dijelaskan dalam jurnal Nurhasanah yang berjudul
Pengembangan Matematika Permulaan Melalui Bermain Kreatif
pada Anak Usia Dini. Ketiga tahapan tersebut adalah:
a) Penguasaan konsep
penguasaan konsep merupakan tahap yang diawali dengan
membentuk pemahaman atau pengertian tentan sesuatu dengan
menggunakan benda dan peristiwa konkrit, seperti mengenal
warna, bentuk dan menghitung benda/bilangan. Contoh: guru
memperkenalkan konsep 5 maka diawali dengan berbahan,
benda atau media yang menggambarkan jumlah 5.
b) Masa transisi
pada masa transisi ini proses berpikir anak mengalami
peralihan, dari pemahaman konkrit menuju pengealan lambang
yang abstrak. Contoh: setelah anak secara konsep telah
memahami konsep 5 maka anak dapat menghubungkan antara
benda konkret atau nyata dengan lambang bilangan.
c) Lambang
merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang
5 untuk menggambarkan konsep bilangan lima, merah untuk
menggambarkan konsep warna, besar untuk menggambarkan
konsep ruang.
Dari pendapat di atas tahapan pengenalan matematika juga
dinyatakan oleh pendapat Susanto (2011: 100). Pada tahapan
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a) Pertama tahap penguasaan konsep dimulai dengan
mengenalkan konsep atau pengertian tentang sesuatu dengan
menggunakan benda-benda yang nyata, seperti pengenalan
warna, bentuk dan menghitung bilangan.
b) Kedua tahap transisi yang merupakan peralihan dari
pemahaman secara konkret dengan menggunakan benda-benda
nyata menuju ke pemahaman secara abstrak.
c) Dan ketiga tahapan pegenalan lambang adalah yang mana
setelah anak memahami sesuatu secara abstrak, maka anak
dapat dikenalakan pada tingkat penguasaan terhadap konsep
bilangan dengan meminta anak untuk melakukan proses
penjumlahan dan perngurangan melalui penyelesaian soal.

Menurut Dienes (Susanto, 2011:101) mengemukakan ada lima


tahapan berhitung lima tahapan ini diantanya :

a) Bermian bebas (free play)


bermain sesuka hati anak belum ada aturan, tidak terstruktur,
namun anak tetap bisa belajar bentuk dari konsep yang dibuat.
b) Generalisasi (generalization)
anak mulai bereksplorasi tentang pola-pola dan keteraturan
pada konsep tertentu misalnya bemain mengelompokkan.
c) Representasi (representation)
anak mencari kesamaan sifat dari beberapa situasi sejenis.
d) Simbolisasi (symbolization)
anak merumuskan represtasi dari setiap konsep dengan
menggunakan simbol contoh: kartu angka (flashcard).

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa


mengenalkan matematika kepada anak ada tahapan-tahapan yang
harus dikenalkan kepada anak, tahapan-tahapan ini diantaranya
tahapan penguasaan konsep, tahapan transisi dan tahap lambang.
dikarenakan matematika merupakan pembelajaran yang berurutan
akan sia-sia jika mengenalkan matematika kepada anak tanpa
mengikuti tahapan-tanpa yang ada, melalui tahapan pula guru akan
mengetahui sejauh mana pemahaman anak tentang pembelajaran
matematika.

12. Langkah-Langkah model seru ( Kombinasi Model Demonstrasi,


Problem Solving Dan Make A Match ) Dalam Pengenalan Konsep
dasar bilangan Penjumlahana Dan pengurangan Anak Usia Dini
Adapun langkah-langkah sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan pembelajaran apa yang akan dilakukan
siswa selama kegiatan berlangsung (Demonstrasi)
2. Guru menyajikan ringkasan yang akan disampaikan dalam
kegiatan pembelajaran. (Demonstrasi)
3. Guru menyampaikan atau merumuskan masalah untuk di
pecahkan (Problem Solving)
4. Guru dan Murid menelaah atau menganalisis bersama. (Problem
Solving)
5. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep
atau topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi berupa kartu
soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban) (Make a match)
6. siswa dan guru bersama-sama memperhatikan kartu dan
memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang di tempelkan di
papan tulis (make a match)
7. Siswa mencari kartu yang cocok dengan jawaban di papan tulis
(make a match)
8. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya (make
a match)
9. Kesimpulan (make a match)
10. proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas
tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksaan demonstrasi dan
proses pencapaian tujuan pembelajaran. (demonstrasi)
Ketiga model pembelajaran tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing masing pada setiap modelnya, digabungkan untuk
mendapatkan sebuah hasil yang relevan dengan kondisi nyata di
lapangan. Dengan adanya model pembelajaran ini nantinya
diharapkan mampu mengembangkan kognitif anak dalam
pembelajaran konsep penjumlahan dan pengurangan dasar,
khususnya di kelompok B PAUD Terpadu Negeri Pertiwi Martapura.
Dengan adanya model pembelajaran ini, pembelajaran dikelas akan
berlangsung secara efektif, aktif, dan juga menyenangkan. Sehingga
nantinya pada proses pembelajaran didalam kelas dapat mencapai
sebuah hasil yang diharapkan dengan menggunakan model tersebut.

B. Penelitian Yang Relevan


Penelitian Yang Di Lakukan Oleh Gusti Ayu Made Mertadi ( 2014 )
Yang Meneliti Tentang Penerapan Model Make A Match Berbantuan
Media Kartu Angka Untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak
Ditk Buana Sutha Nugraha Selemadeg Yaitu Pada Pra Siklus Sebesar
21,4% Yang Berada Pada Kategori Sangat Rendah. Ini Terlihat Dari
Peningkatan Rata-Rata Persentase Perkembangan Anak Pada Siklus I
Sebesar 61,6% Yang Berada Pada Kategori Rendah Menjadi Sebesar
82,95% Pada Siklus Ii Yang Ada Pada Kategori Tinggi.
Lalu Penelitian Yang Di Lakukan Oleh Ani Rahayu (2017) Yang
Meneliti Tentang Upaya Meningkatkan Kemampuan Kognitif Berhitung
Berhitung Dengan Metode Demonstrasi Permainan Di Taman Kanak-
Kanak Yaitu Peningkatan Kemampuan Kognitif Berhitung Terbukti Dari
Nilai Rata-Rata Sebelum Tindakan Dan Setelah Tindakan, Dimana
Masing-Masing Siklus Menunjukkan Peningkatan Yang Cukup Baik,
Dengan Nilai Rata-Rata Pra Siklus 48,9% Naik Pada Siklus I Menjadi
66,3% Dan Akhirnya Pada Siklus Ii Juga Naik Menjadi 83%.
Pembelajaran Dengan Menggunakan Metode Demonstrasi Terbukti Dapat
Meningkatkan Kemampuan Berhitung Karena Proses Pembelajaran
Menjadi Lebih Jelas Dan Anak Lebih Memahami Pelajaran.
Adapun penelitian yang di lakukan oleh badri munawwirah dkk
(2021) yang meneliti tentang pengaruh model pembelajaran problem
solving dengan puzzle terhadap kemampuan kognitif anak usia 5 - 6 tahun
yaitu pada pra siklus menunjukkan 60% anak belum mampu menyusun
puzzel pada siklus i 40% anak belum mampu menyusun puzzel lalu pada
siklus ii 20% anak belum mampu menyusun puzzel. artinya pada setiap
siklusnya mengalami peningkatan perkemabangan kognitif dengan
menggunakan model pembelajaran problem solving.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas dapat di tarik
kesimpulan bahwa model pembelajaran demonstrasi, problem solving dan
make a match mampu mengatasi permasalahan atau mampu
mengembangkan kognitif anak usia dini.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan Kemendikbud no. 137 tahun 2014 kondisi idealnya anak
usia 5-6 tahun pada perkemabangan kognitif anak dapat mengenal
bilangan yaitu kemampuan Menyebutkan hasil pengurangan dan
penjumlahan dengan benda atau menyebutkan hasil penambanhan
(menggabungkan 2 kumpulan benda) dan pengurangan (memisahkan
kumpulan benda) dengan benda sampai 10. Namun pada realitanya Di
sekolah PAUD Terpadu Negeri Pertiwi martapura kelas B anak didik
masih belum sepenuhnya mampu memahami konsep penjumlahan dan
pengurangan. sekitar 40% anak didik masih belum memahaminya, hal ini
mengakibatkan lemahnya pemahaman anal terhadap konsep penjumlahan
dan pengurangan dasar sehingga dalam kegiatan menjumlah maupun
mengurang anak mengalami kesusahan.
Jika hal ini dibiarkan maka akan berpengaruh pada kegiatan akademis
dan menimbulkan masalah berupa terlambatnya perkembangan kognitif
anak dalam penjumlahan dan pengurangan anak yang mana akan
menimbulkan masalah pada pemahaman anak. Dapat berkembangnya
kemampuan kognitif anak dalam pembelajaraan mengenal konsep dasaf
bilangan pada penjumlahan dan pengurangan adalah harapan yang ingin
dicapai, oleh karena itu hendaknya menggunakan strategi yang tepat agar
dapat meningkatkan kemampuan menjumlah dan mengurang anak. Salah
satu strategi yang peneliti anggap tepat untuk mengatasi permasalahan di
atas adalah menggunakan Kombinasi Model Demonstrasi, Problem
Solving Dan Make A Match Dalam Pengenalan Konsep Penjumlahana Dan
pengurangan Dasar Anak Usia Dini dengan menggunakan benda konkret.
Tujuannya agar aktivitas belajar anak tinggi dan anak dapat terstimulasi
dengan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga perkembangan
kognitif anak dapat berkembang dengan hasil yang diharapkan.

Bagan Alur Kerangka Berpikir dalam Penelitian Tindakan Kelas


(PTK) seperti gambar di bawah ini:

Kondisi ideal Realita


 Aktifitas pembelajaran  Aktifitas belajar anak
bervariasi (sanjaya, monoton
2012)
 Anak belum mampu
 Anak mampu menyebutkan hasil
menyebutkan hasil pengurangan dan
pengurangan dan penjumlahan dengan benda.
penjumlahan dengan Hanya 4 orang siswa yang
benda (KEMENDIKBUD, 2014) mampu dan 7 lainnya belum.

Masalah

 Pembelajaran monoton
 Anak belum mampu menjumlah
dan mengurang dasaar dengan
benda

Dampak Penyebab
 Berpengaruh pada kegiatan
 Perubahan pembelajaran
akademis
daring ketatap muka
 Berpengaruh pada
 Penggunaan media dan
kemampuan berhitung
variasi pemeblajaran
anak
yangmonoton
Solusi
menggunakan Kombinasi Model Demonstrasi,
Problem Solving Dan Make A Match Dalam
Pengenalan Konsep Penjumlahana Dan pengurangan
Dasar Anak Usia Dini dengan menggunakan benda
konkret.

Hasil
Berkembangnya aspek kognitif
anak dalam menjumlah dan
mengurang serta pembelajaran
Skema
berjalan dengan menyenangkan

Kombinasi Model Demonstrasi, Anak kurang memahami


Problem Solving Dan Make A penjumlahan dan pengurangan
Match dengan benda

Kegiatan penjumlahan dan


Aktivitas belajar rendah
pengurangan dasar

Media benda konkret Pembelajaran dan medai yang


monoton/ tidak menarik

Catatan: Panah sebagai penunjuk penerapan model pembelajaran agar


dapat mengatasi masalah yang terjadi
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut maka hipotesis penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
- Jika Menggunakan Kombinasi Model Demonstrasi, Problem Solving
Dan Make A Match Dalam Pengenalan Konsep Penjumlahana
Danpengurangan Dasar Anak Usia Dini Di PAUD Terpadu Negeri
Pertiwi Martapura maka dapat mengembangkan aktivitas belajar anak.
- Jika Menggunakan Kombinasi Model Demonstrasi, Problem Solving
Dan Make A Match Dalam Pengenalan Konsep Penjumlahana
Danpengurangan Dasar Anak Usia Dini Di PAUD Terpadu Negeri
Pertiwi Martapura maka dapat mengembangkan aspek kognitif anak
khususnya dalam Penjumlahan dan pengurangan dasar anak usia dini
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad.2010.Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Media


Grafika: Jakarta.

Arifudi, Opan, Dkk.2021.Konsep dasar pendidikan anak usia dini. Bandung :


Widina Bhakti Persada Bandung
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.

Budiningsih, Asri.2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Daryanto. 2013. Strategi dan Tahapan Mengajar. Bandung: YramaWidya.

Deswita.2021. Penerapan Metode Demonstrasi Pada Pembelajaran Sains Materi


Struktur Bagian Tumbuhan Dengan Fungsinya Siswa Kelas Iv Sdn 202/I
Kembang Seri Kecamatan Maro Sebo Ulu. Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Jambi

Hanafiah dan Cucu Suhana.2012.Konsep Strategi Pembelajaran.Refika Aditama.

Hilmaningrum , C.C, Dkk.2015. Penerapan Metode Pembelajaran Make A Match


Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan
Administrasi Perkantoran.Universitas Sebelas Maret Surakarta
Huda,Miftahul.2013. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Huda, Miftahul.2014.Model-model Pengajaran dan Pembelajaran.Pustaka Pelajar


: Yogyakarta.

Huliyah, M. (2017). Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini. As-Sibyan: Jurnal


Pendidikan Anak Usia Dini , 1(1), 60-71.
Kurniasi, I & Sani.2016.Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Profesionalitas Guru. Yogyakarta : Kata Pena
Mahmud. 2009 .Psikologi Pendidikan.Bandung : CV Pustaka setia

Manab, A. (2015). Penelitian Pendidikan Kualitatif. Yogyakarta: Kalimedia.


Manab, A. (2015). Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif. Yogyakarta:
Kalimedia.

Mertadi, Gusti, Dkk.2014. Penerapan Model Make A Match Berbantuan Media


Kartu Angka Untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Ditk
Buana Sutha Nugraha Selemadeg. Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan
Anak Usia Dini. Vol (2) No (1)

Muhibbin Syah .2005. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Edisi

Munawirrah, Badri.2021. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving


Dengan Puzzle Terhadap Kemampuan Kognitif Anak Usia 5 - 6
Tahun.Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Pendidikan Anak Usia Dini. Vol
(7) No. (01) : 17-23

Mursid. (2015). Pengembangan Pembelajaran PAUD. Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Narti, Sri.2016.Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Make a Match pada
Materi Ajar Nama Malaikat dan Tugas-tugasnya. 6 (2)

Nurmalitasari, F. (2015). Perkembangan Sosial Emosi Pada Anak Usia


Prasekolah. Buletin Psikologi, 23(2), 103-111.
Puspitasari, Lina.2015.Penerapan Model Pembelajaran CooperativeLearning
Tipe Make A Match pada Mata Pelajaran IPS di SDN 104 Kota Utara,
Kota Gorontalo. Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo.

Rahayu, Ani. 2017.Upaya Meningkatkan Kemampuan Kognitif Berhitung Dengan


Metode Demonstrasi Permainan Ditaman Kanak-Kanak Kemala
Bhayangkari 83 Purworejo Tahun 2017.[Tesis]. Program Magister
Manajemen Stie Widya Wiwaha Yogyakarta.

Ramadina, Nurilah.2021. Mengembangkan Aktivitas Dan Motorik Halus Anak


Kelompok A Dalam Membuat Garis Sesuai Pola Melalui Model Coklat Di
Tk Aba 1 Pagatan. Universitas lambung mangkurat : Banjarmasin.
Rara, G,P Dkk.2015. Penggunaan Model Demonstrasi Dalam Materi Ajar
Instalasi Sistem Operas. Jurnal Dinamika. Vol. 5, No. 3

Ratnaningsih, N. 2007. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap


Kemampuan Berfikir Kritis Dan Kreatif Matematik Serta Kemandirian
Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi. UPI Bandung.

Rozalena, R. &. (2017). Pengelolaan pembelajaran paud dalam mengembangkan


potensi anak usia dini. JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan
Supervisi Pendidikan), 2(1), 76-86.
Rusman.2013.Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme
Guru. PT Rajagrafindo Persada : Jakarta.

Samsudin. 2008. Pembelajaran Motorik Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Litera.


Sanjaya, W.2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses.
Jakarta: Kencana Prenada Media.

Santoso, S. (2005). Dasar-Dasar Pendidikan TK. Jakarta: Universitas Terbuka.


Sardiman.2012. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Sumanto. 2014 .Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Center of Academic


Publishing Service.

Suprijomo, Agus. 2012.Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM.


Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Suryana, D. (2014). Hakikat Anak Usia Dini. Dasar-Dasar Pendidikan TK 1, 5-


10.
Suyadi. (2012). Penelitian Tindakan Kelas (Ptk) Dan Penelitian Tindakan Sekolah
(Tps). Yogyakarta: Andi.
Sholeh, M. (2019). Isu Global Dan Tantangan Pembelajaran Pendidikan IPS.
INA-Rxiv, 2

Uce, L. (2017). The Golden Age : Masa Efektif Merancang Kualitas Anak.
Bunayya: Junal Pendidikan Anak, 1(2), 77-92.
Wekke, I. S. (2019). Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gawe Buku.
WS. Winkel. Psikologi Pengajaran. 2006. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai