Anda di halaman 1dari 5

Nama : Stefanny

NIM : 1808531032
Transgenik Pada Hewan Ternak

Berbagai metode untuk produksi ternak transgenik telah ditemukan dan dikemukakan oleh
beberapa peneliti antara lain transfer gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi pada
germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama, melalui sperma, melalui virus (sebagai
mediator), dengan particke gun (particle bombartmen) dan embryonic stem cells: Diantara
metode yang telah dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai dengan kemajuan hasil
produksi dan beberapa kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode. Sebagai contoh
produksi ternak transgenik dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan
diintegrasikan mulai digantikan dengan metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek
samping dari virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode mikroinjeksi
DNA pada pronukleus yang sering dipakai oleh peneliti.

Produksi ternak transgenik diperlukan dibidang peternakan. Sebagai contoh pada ternak sapi :
panjangnya interval generasi, jumlah anak yang dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen
menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu kebemasilan produksi
sapi trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk terjadinya mutasi gen secara tiba-
tiba (pada satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang diinginkan. Performans yang
diharapkan dari sapi transgenik adalah sapi yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi, efisien
dalam pemanfaatan pakan , kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten
terhadap penyakit. Permasalahan pada temak transgenik adalah rendahnya keturunan (offspring)
dari ternak trangenik yang dihasilkan baik pada hewan penelitian maupun pada ternak mamalia
(sekitar 1-4%) yang nantinya, menjadi prioritas peningkatan produksi ternak dibidang
peternakan. Rendahnya keturunan pada produksi temak transgenik harus dilihat dari berbagai
fase produksi, mengingat panjangnya prosedur yang harus dilalui.

TUJUAN PRODUKSI TERNAK TRANSGENIK

1. Meningkatkan produktivitas ternak

Pada beberapa negara komposisi genetik dari ternak domestik dimanipulasi untuk kepentingan
manusia. Pada tahun-tahun terakhir, perkembangan teknologi rekombinan DNA menjadi dasar
penting untuk mengisolasi single gen, menganalisa dan memodifikasi struktur nukleotida dan
mengcopi gen yang telah diisolasi dan mentransfer hasil copian pada genome. Saat ini medically
human proteins diproduksi dalam jumlah besar dalam susu domba transgenik. Di bidang
peternakan tranfer gen bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak seperti konversi
pakan, rataan pertambahan babet badan, mereduksi kandungan lemak, meningkatkan kualitas
daging, susu, wool secara cepat sehingga dapat mengurangi biaya produksi yang harus
ditanggung konsumen (Pursel dan Rexroad, 1993). Karakter dari produktivitas ternak dikontrol
oleh sejumlah gen yang dapat dipisahkan dari genom. Hasil pemetaan genom dari suatu spesies
ternak membantu dalam pemilihan satu atau beberapa gen yang diinginkan dan menguntungkan
secara ekonomi. Beberapa gen yang mempunyai patensi untuk pembentukan ternak transgenik
seperti Growth Hormon (GH), Growth Hormon Releasing Factor (GRF), Insulin like Growth
Factor I (IGF I), dan Stimulation of muscle development.

2. Meningkatkan kesehatan ternak

Aplikasi dari teknologi transgenik juga digunakan untuk memperbaiki kesehatan ternak.
Beberapa pendekatan dilakukan untuk meningkatkan resistensi ternak terhadap suatu penyakit
dan pembentukan antibodi. Resistensi penyakit bisa terjadi secara alami maupun induksi
antibodi. Tikus mengandung gen allel autosom dominan Mx1 yang tahan terhadap virus
influenza. Interferon menstimulasi produksi protein Mx yang menjadi promotor ketahanan
terhadap infeksi virus. Pada sapi transgenik Immunoglobin A (lgA) terdeteksi dalam serum
sekitar 650 µg/ml. Pada domba transgenik IgA dijumpai pada limposit.

3. Bioreaktor untuk produk-produk biomedis

Ternak transgenik memegang peran panting dalam menghasilkan produkproduk untuk


pengobatan penyakit. Ribuan orang mengambil keuntungan dari produk-produk biomedik yang
dihasilkan. Dari ternak transgenik. Contoh : insulin untuk pengobatan penyakit diabetes dan
oksitoksin untuk merangsang kelahiran. Beberapa produk biomedik yang dapat diproduksi dari
temak transgenik antara lain: Human alpha 1 anti tripsin (haAT), Human Lactoferin (hLF),
Human Protein C, Tissue Plasminogen Activator (TPA), Human Haemoglobin.

TEKNIK TRANFER GEN

Dari bebarapa literatur dikemukakan banyak teknik untuk memasukkan DNA asing kedalam
genome. Contoh introduksi DNA secara tradisional : presipitasi kalsium (Graham, 1973), infeksi
dengan virus sebagai mediator (Muligan et al., 1979), elektroporasi (Neimann et al., 2000) dan
lipofection (Fraley et al., 1980). Keberhasilan pertama kali metode mikroinjeksi pada tikus tahun
1970 (Gagne et al., 1950). Metode yang dikemukakan Dish Gordon (1994) antara lain:
menggunakan sperma sebagai media transfer gen, mikoinjeksi pada pronukleus, dengan
menggunakan particle gun (Particle bombardment, media virus, injeksi pada germinal vesicle,
injeksi pada sitoplasma oosit.

1. Spermatozoa sebagai pembawa gen.


Spermatozoa merupakan sarana seluler yang spesifik dirancang untuk mentransfer DNA asing
kedalam oosit. Metode sperma sebagai media tranfser gen ditemukan oleh Brackett di Amerika
Serikat. Penemuan ini menarik minat peneliti dari Italia (Gandolfi et al., 1989). Mereka
mendemonstrasikan sel sperma tikus yang berasal dari epididimis sebagai vektor untuk
membawa gen asing kedalam oosit. Pengikatan gen oleh sperma secara optimal bila sperma
dalam keadaan motil dan konsentrasi DNA cukup tinggi.
2. Mikroinjeksi pada pronukleus
Kemampuan genetik ternak secara nyata dapat dimanipulasi melalui pembedahan mikro pada
embrio stadium awal (embrio satu sel). Pertama sekali metode mikroinjeksi dilakukan oleh
Gurdon (1963) pada telur amphibi dengan menginjeksikan sitoplasma kedalam zygot, namun
hasilnya tidak berpengaruh pada perkembangan embrio selanjutnya. Kemudian dicoba lagi
dengan cara menginjeksi mRNA pada oosit amphibi, ternyata mampu mengkode peptida.
Penelitian-penelitian lain mulai menyusul dengan menggunakan hewan laboratorium terutama
embrio mencit dan selanjuynya berkembang pada embrio mamalia (Pinkert, 1994). Pada
mamalia dialoprkan aleh Sreenan dan Mc Evoy et. al., (1989) dari 11 resipien dilahirkan dua
puluh sapi yang tidak menunjukkan integrasi gen. Injeksi molekul DNA kedalam pronukleus
juga sekaligus mempelajari transkripsi dan kontrol translasi selama perkembangan embrio.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada embrio stadium awal mampu mentranskrip gen
baru yang diinjeksikan kedalam pronukleus (Hill, et. al, 1992). Metode DNA langsung
diinjeksikan pada pronukleus jantan dengan kandungan 200 - 500 copi susunan gen.
Kemudahan mikroinjeksi pada beberapa spesies sangat bervariasi : pada tikus relatif lebih mudah
dibanding pada embrio sapi karena oosit mengandung lemak. Pada embrio sapi mikroinjeksi
DNA pada inti sulit dilakukan bila tidak dilakukan dibawah mikroskop : Differential
Interference contrast mycroscopy (DIG).

3. Injeksi gen pada germinal vesikel


Visualisasi dari pronukleus pada sapi sangat sulit dan pertu pertakuan khusus yaitu sentrifugasi.
Pada metode ini penampakan germinal vesikel meski agak sulit menentukan waktunya tapi
penelitian di Polandia berhasil dilakukan oleh Jura et. al. (1990) dengan dimana DNA dilarutkan
dalam larutan buffer dan diinjeksikan pada mature oesit. Gagne et. al., (1991) melaporkan bahwa
injeksi pada germinal vesikel bisa menjadi alternatif bila ditemukan waktu yang tepat untuk
injeksi dan ini spesifik untuk setiap spesies.

4. Injeksi gen pada sitoplama


Beberapa peneliti mengemukakan kemungkinan injeksi DNA kedalam sitoplasma. Galli et. al.,
1991 melakukan metode ini pada sapi, domba dan babi yaitu injeksi DNA pada stadium berbeda
yaitu pada oosit dan zygot, dan hasil yang diperoleh sangat rendah persentsenya. Injeksi gen
pada sitoplasma banyak dilakukan pada ikan.

5. Particle gun
Metode ini banyak digunakan pada tanaman dengan cara DNA diikat pada suatu mikropartikel.
Metode ini pernah dicobakan pada sapi untuk menguji viabilitas sperma dan pengaruhnya akibat
adanya mikropartikel (Gordon, 1994). Transfer gen dengan metode ini mempunyai banyak
keuntungan yaitu mudah ditangani dengan satu kali tembakan akan menghasilkan beberapa
sasaran , partikel dapat mencapai sasaran yang lebih dalam dan dapat digunakan pada berbagai
macam jaringan (Potrykus, 1996).
6. Virus sebagai media
Seperti pada mikroinjeksi DNA, integrasi gen pada vieur lebih cepat karena kemampuannnya
mentranskripsi gen. Efektivitas penggunaan virus telah dicoba pada embrio tikus pada sapi
pertama sekali dilakukan oeh Kim et. al., (1993) dengan Murine Leukemia Virus (MLV). Infeksi
tidak hanya pada tryphectoderm tapi sampai ICM. Kubisch et. al., (1995) menginduksikan materi
DNA yang mengandung promotor SV40 atao pb ActinLacZ yang dikendalikan oleh bakteri beta
galatosidase. Pada sapi perah induksi gen bGH terbukti dapat meningkatkan produksi susu
sebanyak 18% (Kar1, 1989). Transkripsi jaringan spesifik mammae dari Mouse Mammary
Tumor Virus (MMTV) dapat menghasilkan susunan Long Terminal Repeat (LTR) pada genom.
Gen dengan struktur c-myc yang berikatan dengan promotor MMTV dan diinduksikan pada
embrio tikus menghasilkan tikus transgenik yang mengalami adenocarcinoma pada mammae.

Para ilmuwan telah menggunakan teknologi tersebut untuk mengembangkan ternak


transgenik misalnya sapi transgenik yang mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi dan kualitas
daging yang baik dan juga telah menghasilkan domba transgenik yang mempunyai bulu yang
tebal dll. Hewan transgenik dapat dijadikan andalan sebagai hean yang potensial dalam
memajukan dunia peternakan. Berawal dari mencit sampai pengembangan ke ternak-ternak
seperti domba, sapi, kelinci dan babi. Produksi sapi transgenik sangat tergantung pada kualitas
embrio satu sel yang akan di injeksi. Bila embrio diperoleh secara in vivo maka prosedur diawali
dengan superovulasi ternak donor (untuk mendapatkan banyak embrio), koleksi zigot (embrio
satu sel), mikro injeksi DNA pada embrio, kultur embrio sampai fase blastosis, ditransfer pada
induk resipien dan diperoleh sapi transgenik (Bondioli et.al., 1991).

Hewan transgenik merupakan satu alat riset biologi yang potensial dan sangat menarik
karena menjadi model yang unik untuk mengungkap fenomena biologi yang spesifik. Beberapa
hewan transgenik diproduksi untuk mempunyai sifat ekonomis tertentu, misalnya untuk
memproduksi susu yang mengandung protein khusus manusia yang dapat membantu dalam
perawatan penyakit tertentu. Hewan transgenik lainnya diproduksi sebagai model penyakit
(secara genetic hewan dimanipulasi untuk menunjukkan gejala penyakit sehingga perawatan
dapat lebih efektif untuk dipelajari). Kemampuan untuk mengintroduksi gen-gen fungsional ke
dalam hewan menjadi terobosan berharga untuk memecahkan proses dan sistem biologi yang
kompleks. Transgenik mengatasi kekurangan dari praktek pembiakan satwa secara klasik yang
membutuhkan waktu lama untuk modifikasinya, dan dapat pula digunakan untuk menghilangkan
barrier/ keterbatasan lintas taksonomik.
Daftar Pustaka

Bondioli,K.R, Biery, KA., Hill, KG., Jones, KB. and De Mayo, F.G., 1991. Production of
Transgenic Cattle by Pronuklear Injection in "Transgenic Animals. pp. 265 -273.

Fraley, R, S. Subrami, P. Berg dan D. Papahadjopolous. 1980. Introduction of liposome


encapsulated SV40 DNA into cells. J. Biol. Chem. 255: 431 - 435.

Gagne, M. and Sirard M., 1995. Nuclear Injection of Bovine Oocytes after In Vitro Maturation.
J. Report. Fertil. 4 1 : 211 - 212.

Gordon I. 1994. Laboratory Production of cattle embryos. Cab International Walingford.

Graham, F.L. dan A. J. van der B.E. 1973. A new technique for the assay of inefectivity of
human adenovirus 5 DNA. Virology. 52 : 456 - 467.

HiII, K. G.[et.al]. 1992. Production of transgenic cattle by pronuclear injection. Theriogenology.


37 : 222.

Jura, J., F.L. 1990. In vitro maturation of bovine oocyte following buffer microinjection into
germinal vesicle or cytoplasm. Theriogenology. 33 : 93.

Karl, M.E., 1989. Gene transfer through embryo microinjection in Animal Biotechnology.
Oxford. pp: 233-249.

Kubisch , H.M., MA Larson, H. Funahashi dan RM. Robert, 1995. Pronuclear Visibility,
Development and Transgene Expresion in IVM/IVF Porcine Embryos. Theriogenology. 44 :
391-396.

Muligan, RC., B.H. Howard dan P. Berg. 1979. Synthesis of rabit α globin in cultured monkey
kidney cells following injection with a SV40 α globin reconbinant genome. J. Biol.
Chem. 277:108-111.

Niemann, H. and W.A. Kues, 2000. Transgenic Uvestock : Premises and Promises. J. Anim.
Reprod. Sci. 60 : 277 -293.

Pinkert, CA, 1994. Transgenic Animal Technology. A Laboratory Handbook. Academic Press.
San Diego. pp : 339 - 354.

Potrykus, I. 1996. Gene transfer to plants: Assesment and Prepectives. Physiol. Plant. 79: 125-
134.

Pursel, V.G., RE, Hammer, D.J. Bold, RD. Palmiter dan RL Brinster. 1990. Genetic engineering
of swine: Integration, expression and germ line transmission of growtg related genes. J.
Reprod. Fertil. 41 : 77.

Anda mungkin juga menyukai