Anda di halaman 1dari 16

Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/Kota

MATERI INTI 1
EPIDEMIOLOGI

TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta akan dapat menjelaskan tentang epidemiologi
kusta

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta akan dapat:
1. Menjelaskan distribusi penyakit kusta
2. Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit kusta
3. Menjelaskan upaya pengendalian atau pemutusan mata rantai
penularan penyakit kusta.

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah
yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.

Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang


sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan yang
memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, sosial ekonomi dari
masyarakat.

Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu
eliminasi kusta tahun 2000, sehingga penyakit kusta tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2000, namun demikian
berdasarkan data yang dilaporkan, jumlah penderita baru, proporsi cacat tingkat 2 dan
proporsi anak sampai saat ini belum menunjukkan adanya penurunan yang bermakna.

Kondisi ini juga terjadi di negara-negara lain di dunia, sehingga pada tahun 2009
ILEP/WHO mengeluarkan “Penguatan Strategi Global untuk terus menurunkan beban
akibat Penyakit Kusta (2011-2015)”. Kemudian dilanjutkan mengeluarkan Global Leprosy
Strategy 2016–2020, yang bertujuan untuk mempercepat menuju dunia bebas kusta dengan

1
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota
menggunakan prinsip-prinsip dalam melakukan suatu action, memastikan akuntabilitas dan
meniadakan inklusi terhadap penderita kusta.

Strategi global tersebut sesuai dengan WHO yang bertujuan untuk menyediakan
cakupan kesehatan universal dengan berfokus pada anak-anak, wanita dan populasi yang
rentan. Ini juga akan berkontribusi untuk mencapai tujuan SDGs 3 yaitu mencapai
kesehatan dan kesejahteraan semua orang pada tahun 2030.

Dalam menentukan kebijakan Nasional Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Kusta di Indonesia, sejak tahun 2011 Indonesia telah mengadopsi strategi ini dalam
membuat suatu peta perjalanan kusta dan kegiatan-kegiatan untuk menuju Eliminasi Kusta
serta menuju bebas kusta

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA


Epidemiologi penyakit kusta adalah ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi dan
faktor-faktor yang menentukan kejadian penyakit yang berhubungan dengan masalah
kesehatan pada masyarakat dan aplikasinya dengan pengendalian masalah tersebut.

Timbulnya penyakit merupakan suatu interaksi antara berbagai faktor penyebab


penyakit yaitu: Pejamu (host), agent (kuman) dan lingkungan. Melalui suatu proses yang
dikenal sebagai Rantai infeksi yang terdiri dari 6 komponen yaitu (1) penyebab (2) Sumber
penularan (3) Cara keluar dari sumber penularan (4) Cara penularan (5) Cara masuk ke
Host (6) Host.

Dengan mengetahui proses terjadinya infeksi atau rantai penularan penyakit maka
intervensi yang sesuai dapat dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan tersebut.

a. Distribusi Penyakit Kusta


1) Distribusi penyakit kusta menurut geografi
Distribusi prevalensi kusta di Indonesia terlihat pada gambar 1.1

2
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

Gambar 1.1
Peta Status Eliminasi menurut Provinsi Di IndoneisaTahun 2019

Status eliminasi suatu daerah/wilayah ditentukan berdasarkan prevalensi


kusta sebesar < 1 / 10.000 penduduk di wilayah tersebut.

Tabel 1.1
Distribusi Kasus Baru Kusta menurut Regional WHO Tahun 2019

Regional WHO Jumlah Kasus Baru yang Jumlah Kasus kusta Terdaftar
Ditemukan tahun 2019 (Prevalensi) akhir tahun 2019
(Case Detection Rate)
Afrika 20.205 (18)a 22.695 (17,6)b
Amerika 29.936 (29,5) 35.231 (34,7)
Mediterania Timur 4.211 (5,8) 4.894 (6,7)
Eropa 42 (<0,1) 18 (<0,1)
Asia Tenggara 143.787 (70,4) 109.956 (53,8)
Pasifik Barat 4.004 (2,1) 4.381(2,3)
Total 202.185 (25,9) 177.175 (22,4)
a
Case detection rate dalam tanda kurung per per 1 juta penduduk
b
Prevalence rate terlihat dalam tanda kurung per 1 juta penduduk

Sementara itu di regional Asia Tenggara distribusi kasus kusta bervariasi berdasarkan
penemuan kasus baru dan prevalensi seperti terlihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1.2
Situasi Kusta di Wilayah WHO SEARO pada Tahun 2019
Jumlah Kasus Baru yang Jumlah Kasus Kusta
Negara
Ditemukan Terdaftar akhir tahun 2019
Bangladesh 3.638 3.216

3
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Bhutan 18 18
Korea utara 0 0
India 114.451 79.898
Indonesia 17.439 19.938
Maladewa 5 6
Myanmar 2.488 2.287
Nepal 3.844 2.921
Sri Lanka 1.658 1.270
Thailand 138 269
Timor Leste 108 133
Total 143.787 109.956

2) Distribusi menurut waktu


Seperti terlihat pada tabel di bawah, terdapat 23 negara yang melaporkan kasus
baru pada tahun 2009-2018. Dua puluh tiga negara ini mempunyai kontribusi 95.6 %
dari seluruh kasus baru di dunia.

Dari tabel ini terlihat bahwa secara global terjadi penurunan penemuan kasus
baru, akan tetapi beberapa negara seperti Angola, Ethl, Kiribati, Indonesia, Nepal, dan
Filipina, Sudan, Somalia menunjukkan peningkatan deteksi kasus baru.

4
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
Tabel 1.3 Tren deteksi kasus baru Kusta di 23 negara prioritas global selama 10 tahun terakhir

Negara 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Angola 1 076 508 431 850 NR 823 619 605 847 721
Bangladesh 3 848 3 970 3 688 3 141 3 622 3 976 3 000 3 754 3 729 3638
Brazil 34 894 33 955 33 303 31 044 31 064 26 395 25 218 26 875 28 660 27863
Comoros NR 502 NR 480 324 343 310 429 275 478
Côte d’Ivoire NR 770 1 030 1 169 910 891 895 773 645 567

Republik Demokratik Kongo 5 049 3 949 3 607 3 744 3 272 4 237 3 765 3 649 3 323 3032
Egypt 680 649 644 NR 564 583 651 543 407 537
Ethiopia 4 430 NR 3 776 4 374 3 758 3 970 3 692 3 114 3 218 3201
India 126 800 127 295 134 752 126 913 125 785 127 326 135 485 126 164 120 334 114451
Indonesia 17 012 20 023 18 994 16 856 17 025 17 202 16 826 15 910 17 017 17439
Kiribati 182 111 94 137 123 180 218 187 173 136
Madagascar 1 520 1 577 1 474 1 569 1 617 1 487 1 780 1 430 1 424 1283
Micronesia 117 196 252 195 178 164 169 141 127 144
Mozambique 1 207 1 097 758 NR NR 1 335 1 289 1 926 2 422 2220
Myanmar 2 936 3 082 3 013 2 950 2 877 2571 2609 2279 2214 2488
Nepal 3 118 3 184 3 492 3 225 3 046 2 751 3 054 3 215 3 249 3844
Nigeria 3 913 NR 3 805 3 385 2 983 2 892 2 687 2 447 2 095 2424
Filipina 2 041 1 818 2 150 1 729 1 655 1 617 1 721 1 908 2 176 2122
Somalia 47 255 139 NR 14 107 635 1576 2610 2425
Sudan Selatan 1 799 1 801 576 691 NR NR NR 761 1152
Sri Lanka 2 027 2 178 2 191 1 990 2 157 1 977 1 832 1 877 1 703 1658
Sudan 2 394 706 727 677 684 624 624 551 509 414
Republik Tanzania 2 349 NR 2 528 2 005 1 947 2 256 2 047 1 936 1 482 1603
Kasus baru di negara
prioritas global 215 640 207 624 222 649 207 009 204 296 203 707 209 126 201 289 199 400 193 840
Proporsi dari total kasus
(%) 94.4 94.8 95.6 96.0 95.9 96.1 95.9 95.3 95.6 95.9
Total Global 228 474 219 075 232 857 215 656 213 067 211 973 217 971 211 182 208 619 202 185

5
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota

Data Program Kusta Tahun 2019

6
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
Kasus Baru Kusta Januari - Desember 2019

Penderita Terdaftar Pada 31 Desember 2019


Angka Kusta
Jum lah Baru
No Kabupaten / Kota Prevalensi PB MB Kasus Anak Cacat tingkat 2 Default
Penduduk
per 10.000 CDR per Proporsi Proporsi Tanpa
PB MB Total
100.000 MB Wanita Cacat
Tot Angka
Anak Dewasa Anak Dewasa Anak Dewasa Anak  Dewasa Jml % % Jml %
Cacat
1 ACEH 5.371.532 9 27 24 279 339 0,63 14 63 21 256 354 6,59 78,25 38,7 35 9,89 91,53 15 4,24 2,79 24
2 SUMATERA UTARA 14.562.549 3 4 12 183 202 0,14 4 9 12 167 192 1,32 93,23 38,02 16 8,33 65,63 36 18,75 2,47 28
3 SUMATERA BARAT 5.441.197 3 9 - 59 71 0,13 3 17 2 69 91 1,67 78,02 37,36 5 5,49 36,26 10 10,99 1,84 9
4 RIAU 6.971.745 2 9 9 131 151 0,22 2 8 7 90 107 1,53 90,65 35,51 9 8,41 88,79 6 5,61 0,86 9
5 JAMBI 3.624.579 - 6 8 96 110 0,3 1 13 5 75 94 2,59 85,11 30,85 6 6,38 72,34 16 17,02 4,41 5
6 SUMATERA SELATAN 8.470.683 1 14 13 215 243 0,29 5 20 11 199 235 2,77 89,36 37,02 16 6,81 91,91 15 6,38 1,77 0
7 BENGKULU 1.991.838 - 1 2 17 20 0,1 - 2 2 16 20 1 90 40 2 10 65 4 20 2,01 0
8 LAMPUNG 8.447.737 1 6 11 175 193 0,23 2 9 7 127 145 1,72 92,41 33,1 9 6,21 90,34 9 6,21 1,07 6
9 DKI JAKARTA 10.557.810 10 122 50 858 1.040 0,99 9 89 27 445 570 5,4 82,81 32,11 36 6,32 85,44 36 6,32 3,41 37
10 JAWA BARAT 49.316.712 25 101 145 2.059 2.330 0,47 42 152 127 1.779 2.100 4,26 90,76 35,19 169 8,05 76,1 161 7,67 3,26 102
11 JAWA TENGAH 34.718.204 12 88 50 1.498 1.648 0,47 20 122 39 1.155 1.336 3,85 89,37 36,83 59 4,42 83,16 116 8,68 3,34 44
12 DI YOGYA 3.842.932 1 10 - 83 94 0,24 1 8 - 51 60 1,56 85 36,67 1 1,67 85 3 5 0,78 0
13 JAWA TIMUR 39.698.631 26 120 175 2.975 3.296 0,83 46 189 156 2.549 2.940 7,41 92,01 39,12 202 6,87 76,09 320 10,88 8,06 123
14 KALIMANTAN BARAT 5.069.127 1 5 10 125 141 0,28 1 7 5 67 80 1,58 90 31,25 6 7,5 75 14 17,5 2,76 2
15 KALIMANTAN TENGAH 2.714.859 5 5 16 100 126 0,46 5 5 3 72 85 3,13 88,24 42,35 8 9,41 83,53 4 4,71 1,47 3
16 KALIMANTAN SELATAN 4.244.096 - 12 10 152 174 0,41 3 20 7 121 151 3,56 84,77 35,1 10 6,62 85,43 4 2,65 0,94 8
17 KALIMANTAN TIMUR 3.721.389 2 11 13 181 207 0,56 3 24 9 159 195 5,24 86,15 33,33 12 6,15 91,79 7 3,59 1,88 6
18 SULAWESI UTARA 2.506.981 14 76 45 565 700 2,79 16 90 34 450 590 23,53 82,03 39,49 50 8,47 96,61 4 0,68 1,6 21
19 SULAWESI TENGAH 3.054.023 3 7 13 238 261 0,85 12 34 13 236 295 9,66 84,41 34,24 25 8,47 89,15 18 6,1 5,89 3
20 SULAWESI SELATAN 8.851.240 19 93 62 956 1.130 1,28 28 141 58 925 1.152 13,02 85,33 43,14 86 7,47 83,16 79 6,86 8,93 86
21 SULAWESI TENGGARA 2.704.737 2 14 10 220 246 0,91 1 19 4 190 214 7,91 90,65 38,32 5 2,34 91,12 8 3,74 2,96 23
22 BALI 4.336.923 2 6 4 120 132 0,3 2 11 4 103 120 2,77 89,17 35,83 6 5 96,67 4 3,33 0,92 14
23 NUSA TENGGARA BARAT 5.070.385 6 18 23 290 337 0,66 9 33 18 261 321 6,33 86,92 38,32 27 8,41 89,72 10 3,12 1,97 18
24 NUSA TENGGARA TIMUR 5.456.203 1 22 27 424 474 0,87 3 29 21 336 389 7,13 91,77 36,25 24 6,17 87,15 19 4,88 3,48 13
25 MALUKU 1.802.870 9 21 54 393 477 2,65 15 29 46 341 431 23,91 89,79 34,11 61 14,15 92,34 22 5,1 12,2 48
26 PAPUA 3.379.302 83 103 296 1.120 1.602 4,74 160 209 264 900 1.533 45,36 75,93 39,2 424 27,66 96,54 30 1,96 8,88 279
27 MALUKU UTARA 1.255.771 36 53 167 726 982 7,82 64 132 137 576 909 72,39 78,44 45,65 201 22,11 96,26 13 1,43 10,35 82
28 BANTEN 12.927.316 9 36 66 942 1.053 0,81 21 91 48 767 927 7,17 87,92 37,76 69 7,44 83,6 81 8,74 6,27 67
29 BANGKA BELITUNG 1.488.792 2 6 3 41 52 0,35 2 9 2 33 46 3,09 76,09 32,61 4 8,7 97,83 - - - 2
30 GORONTALO 1.202.631 2 5 17 195 219 1,82 3 8 17 190 218 18,13 94,95 41,28 20 9,17 92,66 10 4,59 8,32 5
31 PAPUA BARAT 959.617 217 350 232 778 1.577 16,43 203 328 168 571 1.270 132,34 58,19 43,15 371 29,21 95,75 40 3,15 41,68 81
32 SULAWESI BARAT 1.380.256 3 14 16 168 201 1,46 8 30 14 130 182 13,19 79,12 31,32 22 12,09 98,35 2 1,1 1,45 12
33 KEPULAUAN RIAU 2.189.653 3 3 12 49 67 0,31 3 4 7 34 48 2,19 85,42 45,83 10 20,83 93,75 3 6,25 1,37 0
34 KALIMANTAN UTARA 742.245 - 1 2 40 43 0,58 1 2 2 34 39 5,25 92,31 35,9 3 7,69 2 5,13 2,69 4
INDONESIA 268.074.565 512 1.378 1.597 16.451 19.938 0,744 712 1.956 1.297 13.474 17.439 6,51 84,7 38,41 2.009 11,52 85,49 1.121 6,43 4,18 1164

7
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

Grafik.1.1
Tren Angka Prevalensi dan Penemuan Kusta Baru tahun 2011-2019

3) Distribusi menurut orang


a) Etnik atau suku
Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat dilihat
karena faktor geografi. Apabila diamati dalam satu negara atau wilayah yang sama
kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor
etnik.

Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma
dibandingkan dengan etnik India. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal
yang sama, kejadian kusta lepromatosa lebih banyak pada etnik China
dibandingkan etnik melayu dan India.

b) Faktor sosial ekonomi


Sudah diketahui bahwa faktor sosial ekonomi berperan penting dalam kejadian
kusta. Hal ini terbukti pada negara-negara di Eropa. Dengan adanya peningkatan
sosial ekomomi, maka kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan hilang. Kasus
kusta pada pendatang di negara tersebut ternyata tidak menularkan kepada orang
yang sosial ekonominya tinggi.

c) Distribusi menurut umur


Berdasarkan statistik, distribusi penyakit kusta menurut umur dilaporkan
berdasarkan penemuan kasus baru karena saat timbulnya penyakit sangat sulit

8
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

diketahui. Pada penyakit kronik seperti kusta, informasi berdasarkan data


penemuan kasus baru dan data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak
menggambarkan resiko spesifik umur. Kusta diketahui terjadi pada semua usia
berkisar antara bayi sampai usia lanjut (3 minggu sampai lebih dari 70 tahun), yang
terbanyak adalah pada umur muda dan produktif.

Tahun 2019, kasus baru kusta pada anak dilaporkan sebanyak 2.009 kasus
(11,52%). Proporsi kasus anak ini tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan
target nasional yaitu 5%. Hal tersebut mengindikasikan kemungkinan masih
banyaknya sumber penularan tersembunyi di masyarakat

d) Distribusi menurut jenis kelamin


Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkan laporan, sebagian
besar negara didunia kecuali di beberapa negara di Afrika menunjukkan bahwa
laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
Relatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor
lingkungan atau faktor sosial budaya. Pada kebudayaan tertentu akses perempuan
ke pusat pelayanan kesehatan sangat terbatas.

Setiap tahunnya, kasus kusta pada perempuan dilaporkan sebanyak 36-40% dari
keseluruhan kasus kusta baru. Pada tahun 2019, dilaporkan sebanyak 6.698 kasus
kusta pada perempuan (38,4%). Proporsi kasus kusta pada perempuan perlu
dipantau untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan akses layanan kesehatan antara
perempuan dengan laki-laki.

9
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

b. Faktor-Faktor Yang Menentukan Terjadinya Sakit Kusta

1) Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium Leprae dimana untuk pertama
kali ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen pada tahun 1873.

M.Leprae hidup dalam sel dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf
(Schwan Cell) dan sel dari sistem retikulo endotelial.
Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2 – 3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam
kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari.
Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus adalah 27-30°C.

10
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

2) Sumber Penularan
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber
penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada
telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus (Athymic nude mouse).

3) Cara keluar dari Pejamu (Host)


Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman. Suatu kerokan
hidung dari penderita tipe lepromatous yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman
sebesar 104 - 107. Dan telah terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari penderita tipe
lepromatous merupakan sumber kuman yang terpenting di dalam lingkungan.

4) Cara Penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2 – 5 tahun, akan tetapi dapat
juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M. Leprae yang utuh (hidup) keluar dari
tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain.
Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan
penderita. Penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi
sumber penularan kepada orang lain.

5) Cara masuk kedalam pejamu


Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum dapat
dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernapasan bagian atas
dan melalui kontak kulit yang tidak utuh.

6) Pejamu (Tuan rumah = Host)


Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita,
hal ini disebabkan karena adanya imunitas. M. Leprae termasuk kuman yang obligat
intraseluler, dan sistem kekebalan yang paling efektif adalah kekebalan seluler. Faktor
fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan serta faktor infeksi dan malnutrisi
dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.
Sebagian besar (95 %) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil yang
dapat ditulari (5%). Dari 5 % yang tertular tersebut sekitar 70 % dapat sembuh sendiri
dan hanya 30 % yang menjadi sakit.

Contoh:
Dari 100 orang yang terpapar; 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri
tanpa obat, 2 orang menjadi sakit dimana hal ini belum memperhitungkan pengaruh
pengobatan.

11
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam salah satu dari 3 kelompok
berikut ini, yaitu:
a) Pejamu yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi merupakan kelompok terbesar
yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta.
b) Pejamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman kusta, bila
menderita penyakit kusta biasanya tipe PB.
c) Pejamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yang
merupakan kelompok kecil, bila menderita kusta biasanya tipe MB.

c. Upaya Pengendalian Atau Pemutusan Mata Rantai Penularan


Penentuan kebijakan dan metoda pengendalian penyakit kusta sangat ditentukan
oleh pengetahuan epidemiologi kusta dan perkembangan ilmu dan teknologi di bidang
kesehatan.
Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan dengan
melakukan 3 hal, yaitu:
1. Deteksi dini
Deteksi dini melalui kegiatan penemuan kasus. Penemuan kasus kusta dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu:
a. Aktif, yaitu penemuan penderita kusta yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
melalui kunjungan lapangan, diikuti dengan pemeriksaan tanda dan gejala klinis
kusta, dan dimungkinkan untuk dilanjutkan pemeriksaan laboratorium.
Metode penemuan aktif kasus kusta ada 4 yaitu:
1) Pemeriksaan kontak
 adalah kegiatan penemuan penderita kusta yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dengan melakukan pemeriksaan tanda kusta terhadap semua
anggota keluarga yang serumah, tetangga dan kontak sosial dari penderita
baru kusta (indeks case).
 Pemeriksaan riwayat kontak dilakukan sesegera mungkin paling lambat 1
bulan setelah ditemukan penderita baru.
2) RVS (Rapid Village Survey/ Pemeriksaan Cepat Desa)
 Merupakan suatu cara menemukan penderita baru kusta secara aktif oleh
petugas kesehatan dengan melibatkan masyarakat dalam lingkup yang lebih
kecil (desa) yang pada daerah (lokus) yang memiliki kasus atau riwayat kusta.
 Target minimum pemeriksaan adalah 80% dari penduduk di lokus tersebut.
3) ICF Kusta (Intensifikasi Case Finding/Intesifikasi Penemuan kasus kusta)
 Suatu kegiatan penemuan penderita kusta melalui pemberdayaan masyarakat
atau pelibatan kader, pada suatu wilayah tertentu yang cukup luas, dimana
masih terus ditemukan kasus kusta dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.
 Target pemeriksaan kusta minimal 80% dari total penduduk di wilayah
tersebut.

12
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

4) Pemeriksaan Anak Sekolah


 Suatu kegiatan yang dilakukan fasyankes pada suatu sekolah dengan
melibatkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dalam rangka penjaringan
penderita kusta di sekolah.
 Prioritas dilakukan pada wilayah yang mempunyai kasus anak.
 Target adalah seluruh guru dan murid di sekolah tersebut.

b. Pasif, yaitu penemuan penderita kusta yang dilakukan terhadap orang yang belum
pernah berobat kusta, atas kemauan sendiri atau atas saran orang lain ke puskesmas
atau fasilitas pelayanan kesehatan kesehatan lain (RS, Klinik, Balai Pengobatan).

2. Pencegahan
Untuk mencegah penularan kusta kepada orang sehat dilakukan pemberian
kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis kusta dilakukan dengan cara pemberian Rifampisin
dosis tunggal (Single Dose Rifampicin/SDR) kepada kontak dekat dari kasus indeks.
Pemberian kemoprofilaksis ini telah terbukti secara efektif mengurangi risiko kusta.

Ada 3 pendekatan kemoprofilaksis yaitu:


a. Kemoprofilaksis kusta dengan pendekatan blanket
 yaitu adalah kegiatan pemberian kemoprofilaksis dengan sasaran seluruh
penduduk di suatu daerah

 kriteria:
Metode ini membutuhkan biaya dan tenaga yang sangat besar, oleh karenanya
pendekatan ini sangat disarankan pada daerah–daerah dengan kriteria:
1) Kabupaten/kota dengan beban tinggi yang memiliki angka penemuan kasus
baru > 5 per 100.000 penduduk
2) Daerah terisolir dengan akses terbatas/ sulit (DTPK, daerah tertinggal)
3) Daerah dengan pelayanan kesehatan (terutama Kusta) yang tidak memadai/
rutin.
 Keuntungan: pemberian kemoprofilaksis dilakukan serentak pada seluruh
penduduk sehingga mendapatkan intervensi yang sama dan lebih termotivasi
untuk meminum obat
 Kerugian: membutuhkan biaya dan tenaga yang sangat besar

b. Kemoprofilaksis kusta dengan pendekatan partisipasi masyarakat


 Yaitu pemberian kemoprofilaksis dengan pendekatan partisipasi masyarakat
melibatkan anggota keluarga, petugas kesehatan di desa, OYPMK, tokoh
masyarakat/agama, kader kesehatan dan organisasi kemasyarakatan lainnya
yang berada di lokasi tempat tinggal penderita Kusta.
 Kriteria:

13
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

1. Daerah beban tinggi yang memiliki penderita kusta baru >5 per 100.000
penduduk atau >30 penderita kusta baru per tahun selama 3 tahun berturut-
turut
2. Daerah dengan stigma tinggi sehingga kemungkinan besar indeks kasus akan
menolak dibuka kerahasiaan tentang penyakit Kusta yang dialaminya
3. Daerah dengan penduduk yang padat dan tinggal berkelompok/ kluster
4. Tersedia tenaga kader kesehatan aktif yang memadai
5. Harus tersedia formulir pemeriksaan bercak suspek kusta (minimal 1 buah
untuk 1 keluarga)
 Keuntungan: dapat meningkatkan diseminasi informasi Penyakit Kusta dan
meningkatkan kewaspadaan terhadap resiko penularan penyakit Kusta. Selain itu,
beban kerja petugas dalam melakukan pemeriksaan Kusta relatif lebih ringan.

c. Kemoprofilaksis kusta dengan pendekatan kontak


 Yaitu kegiatan pemberian kemoprofilaksis dengan pendekatan kontak yaitu
dengan sasaran meliputi seluruh kontak (kontak serumah, tetangga, dan sosial)
dari penderita baru.
 Kriteria: Daerah yang tidak termasuk dalam kriteria daerah yang dapat
melakukan kemoprofilaksis kusta dengan pendekatan blanket ataupun
pendekatan partisipasi masyarakat dapat melakukan Kemoprofilaksis Kusta
dengan pendekatan kontak.
 Keuntungan: sebagai stimulan bagi petugas dan masyarakat.
 Kerugian:
o kerahasiaan identitas kasus indeks penderita kusta baru diketahui
masyarakat, berdampak stigma bagi penderita, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
o Beban petugas kesehatan, karena jumlah kontak per kasus indeks yang harus
diperiksa minimal 20 orang.

Pemberian kemoprofilaksis dosis tunggal Rifampisin yang diberikan pada ke 3


pendekatan tersebut diatas adalah dengan sediaan tablet 600 mg, 450 mg, dan 300 mg
dan 150mg. Adapun dosisnya adalah:
- Umur >15 tahun: Rifampisin tablet 600 mg
- Umur 10 - 15 tahun: Rifampisin tablet 450 mg
- Umur 5 - <10 tahun: Rifampisin tablet 300 mg
- Umur 2 - <5 tahun dan anak dengan berat badan di bawah 20 kg; rifampisin dosis 10
- 15 mg per kg berat badan

Untuk teknik pengelolaan sediaan rifampisin egiatan kemoprofilaksis, akan


dijabarkan di modul logistik P2 kusta (MI 3).

14
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

3. Tatalaksana Kasus kusta


Tatalaksana kasus kusta harus dilaksanakan secara menyeluruh, pengobatan yang
adekuat dan sedini mungkin agar tujuan pengendalian dan pemutusan mata rantai
penularan dapat tercapai. Pengobatan kasus kusta saat ini adalah dengan pemberian
pengobatan Multy Drug Terapy (MDT). Penjelasan lengkap dari pengobatan kasus
kusta akan disampaikan pada pembahasan modul inti 2 tentang Tata Laksana Kusta.

Berikut ini adalah bagan intervensi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kusta.
Cara Pemutusan Mata Rantai Penularan Penyakit Kusta

Kemoprofilaksis Pengobatan
MDT
Menjadi sakit dan tubuh
mereka menjadi tempat
perkembangan
Mycobacterium leprae

Penderita
Tuan
Kusta
rumah/Host:
menjadi
yang
sumber
kekebalannya
penularan
kurang

Cara Cara
masuk ke keluar: dari
host: dari saluran
saluran nafas
nafas
Cara penularan
utama: Melalui
percikan droplet

15
Modul Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program Kusta di Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota

Alur 1. 1 Cara Pemutusan Mata Rantai Penularan Penyakit Kusta

Pemutusan Mata Rantai Yang Paling Efektif

Berikan kemoprofilaksis pada kontak


Temukan Kasus Sedini Mungkin
dan
Obati Penderita sampai RFT

16

Anda mungkin juga menyukai