Anda di halaman 1dari 9

Sesi 3

MEMBANGUN HUBUNGAN

GAMBARAN UMUM
Dalam materi ini, peserta mengeksplorasi ciri kehidupan perkawinan yang sukses dan yang
gagal, sehingga dapat menyimpulkan tantangan dalam kehidupan berkeluarga. Setelah itu,
peserta belajar komponen penting dalam hubungan pasangan, dan tahap perkembangan
hubungan pasangan suami istri, penghancur hubungan vs pembangun hubungan, serta hal-hal
penting untuk membangun perkawinan yang baik. Peserta juga diajak untuk mengeksplorasi
potensi konflik yang terjadi dan bagaimana mengelola konflik sebagai bagian kehidupan
dalam keluarga

TUJUAN

1. Peserta mengenali hal-hal terpenting di dalam perkawinan bagi dirinya dan bagi
pasangannya.
2. Peserta memiliki kesadaran diri dan kesadaran sosial yang terkait dengan dinamika
perkawinan
3. Peserta memahami perspektif Islam tentang dinamika hubungan keluarga, komponen
hubungan perkawinan, tahap perkembangan hubungan dalam perkawinan, sikap
penghancur hubungan, dan sikap pembangun hubungan.
4. Peserta memahami dan mampu mengelola konflik dalam keluarga, terutama konflik
dengan pasangan.

POKOK BAHASAN
1. Segitiga Cinta
2. Tahap Perkembangan Hubungan dalam Perkawinan
3. Penghancur vs Pembangun Hubungan
4. Kebutuhan Saya-Kebutuhan Pasangan, Kematangan Hubungan, dan Rekening Bank
Hubungan
METODE
Game, tugas kelompok, tugas pasangan, role-play (bermain peran), presentasi, ceramah, dan
tanya-jawab.

WAKTU 
120 menit.

MEDIA
Lembar Rekening Bank Hubungan
Lembar Kasus
Kertas HVS, pensil, kertas plano, spidol, solatip, papan tulis putih, laptop dan LCD jika ada.

LANGKAH-LANGKAH

Pengantar (10 menit):


1. Sampaikan salam pada peserta dan ajaklah mereka bersama-sama membuka sesi dengan
bacaan basmalah bersama-sama.
2. Berilah penjelasan umum tentang materi dan tujuannya kemudian bagikan kertas HVS
dan pensil masing2 satu pd setiap peserta,

Langkah 1. Relasi dalam Keluarga, Komponen Hubungan Perkawinan dan Tahap


Perkembangan Hubungan (40 menit)
3. Fasilitator secara singkat mengulang bahan dari sesi sebelumnya mengenai 4 pilar
perkawinan sehat dalam Islam, yaitu relasi berpasangan, zawaaj (QS. Al-Baqarah, 2:
187), cara pandang mitsaaqan ghalizhan (QS. An-Nisa, 4: 21), sikap dan perilaku saling
berbuat baik (mu’asyarah bil ma’ruf, QS. An-Nisa, 4: 19), dan jika menghadapi
persoalan harus selalu dengan rembugan bersama (musyawarah, QS. Al-Baqarah, 2:
233).
4. Fasilitator menjelaskan bahwa pilar-pilar tersebut akan mewarnai Segitiga Cinta, yaitu
Kedekatan Emosi, Gairah, dan Komitmen.
a. Kedekatan emosi muncul dalam bentuk rasa kasih sayang, mawaddah dan rahmah,
di antara pasangan suami istri (QS. Ar-Rum, 30:21). Mereka menjadikan pasangan
sebagai pasangan jiwa, tempat berbagi kehidupan yang sesungguhnya.
b. Gairah adalah adanya dorongan untuk mendapatkan kepuasan seksual dari
pasangannya, sebagaimana menjadi salah satu tujuan perkawinan yaitu
menghalalkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Demikian
pentingnya komponen ini, Al-Qur’an banyak menyebutkannya di dalam berbagai
ayat, misalnya QS Al-Baqarah, 2: 187.
c. Komitmen, yaitu bagaimana suami-istri sama-sama memandang ikatan perkawinan
sebagai ikatan yang kokoh (mitsaaqan ghalizhan, QS. An-Nisa, 4: 21) agar bisa
menyangga seluruh sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Kedua pihak di harapkan
menjaga ikatan ini dengan segala upaya yang dimiliki.
5. Fasilitator melanjutkan dengan penjelasan bahwa keharmonisan keluarga akan
dipengaruhi oleh apa yang akan terjadi dalam kondisi kombinasi antara 3 komponen ini:
a. Kedekatan Emosi + Gairah + Komitmen
b. Kedekatan Emosi + Gairah – Komitmen
c. Gairah + Komitmen – Kedekatan Emosi
d. Komitmen + Kedekatan Emosi – Gairah
e. Kedekatan Emosi - Gairah – Komitmen
f. Gairah - Komitmen – Kedekatan Emosi
g. Komitmen - Kedekatan Emosi – Gairah

Langkah 2. Penghancur Hubungan Perkawinan dan Pembangun Hubungan Perkawinan (30


menit)
6. Fasilitator meminta satu pasangan untuk bermain peran menjadi pasangan yang sedang
bertengkar mengenai cara mereka mendidik anak yang bertolak belakang. Satu pihak
sangat keras dan kaku, sementara pihak lainnya sangat longgar dan tidak berdisiplin.
Kepada salah satu peserta diberikan kartu berisi perintah untuk tidak mau kalah dan
mengungkit persoalan di masa lalu. Kepada pasangannya diberikan kartu berisi perintah
untuk defensif (membela diri) dan mencari alasan pembenaran mengapa ia bersikap
demikian.
7. Fasilitator bertanya kepada forum, apa saja yang dipelajari dari role-play di atas.
Fasilitator melanjutkan dengan penjelasan tentang sikap penghancur hubungan: kritik
(sikap menyalahkan), sikap membenci dan merendahkan, sikap membela diri dan
mencari alasan, serta sikap mendiamkan (mengabaikan).
Hasil penelitian tentang perbedaan sikap dan kata-kata yang digunakan oleh pasangan
perkawinan yang stabil dengan pasangan perkawinan yang labil:
kata/sikap positif kata/sikap negatif
Pasangan dengan hubungan perkawinan 5 1
yang stabil
Pasangan dengan hubungan yang labil 1 8

Tabel 1. Perbandingan kata dan sikap pada pasangan suami istri (Gottman, 1994)

Fasilitator menghubungkan penemuan penelitian ini dengan banyaknya petunjuk tentang


bagaimana suami dan istri harus bersikap di dalam perkawinan. Fasilitator perlu selalu
merujuk kepada 4 pilar perkawinan sehat yang telah dibahas sebelumnya.
8. Materi selanjutnya adalah Membangun Hubungan Perkawinan. Fasilitator menjelaskan
tentang beberapa pondasi dan cara pandang dalam membangun hubungan:
a. Kebutuhan Saya dan Kebutuhan Pasangan Saya adalah sama-sama penting
dan perlu diselaraskan. Nilai adil menjadi prinsip utama dalam memahami
kebutuhan saya, kebutuhan pasangan, dan kebutuhan untuk menjaga
keseimbangan antara kedua hal ini (QS An-Nisa, 129-130).
b. Rekening Bank Hubungan, di mana masing-masing istri/suami memiliki
kesempatan untuk membangun hubungan dengan memperlakukan
pasangannya dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf, QS. An-Nisa, 4: 19). Setiap
tindakan baik akan menambah saldo rekening, dan setiap tindakan yang
menyakiti akan mengurangi saldo rekening.
c. Kematangan dalam berinteraksi, yaitu pondasi penting dalam melakukan
musyawarah (QS. Al-Baqarah, 2: 23). Musyawarah hanya akan dapat
terwujud bila pasangan suami-istri memahami bahwa demi tujuan perkawinan,
diperlukan kesepakatan untuk tidak saling mengalahkan tetapi mencari yang
terbaik bagi keluarga.

Langkah 3. Rekening Bank Hubungan (30 menit)


9. Bekerja dengan pasangan:
a. Bagikan lembar rekening bank hubungan
b. Mintalah peserta mengisi rekening:
i. Di kolom Debet (Setoran), diisi hal-hal apa saja dalam perkawinan yang penting
dan berharga bagi catin. Misalnya sikap terbuka, jaminan nafkah, mandiri dari
pengaruh orang tua, waktu yang cukup, dan seterusnya.
ii. Di kolom Kredit (Penarikan), diisi hal-hal apa saja yang tidak diharapkan oleh
catin.
iii. Mintalah catin untuk bergantian menyampaikan kepada pasangan, dengan
peraturan tidak boleh ada diskusi, hanya mendengarkan dengan empati.
10. Fasilitator menanyakan kepada peserta, apa pelajaran yang didapat dari tugas
berpasangan. Fasilitator membuat kesimpulan dan menyelaraskannya dengan petunjuk
Al-Qur’an dan hadits yang sudah dibahas dalam materi ini.
Sesi 4
KOMUNIKASI DAN MENGELOLA KONFLIK

GAMBARAN UMUM
Dalam materi ini, peserta mengeksplorasi potensi konflik yang terjadi dan bagaimana
mengelola konflik sebagai bagian kehidupan dalam keluarga

TUJUAN

1. Peserta memahami dan mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi


2. Peserta memahami dan mampu mengelola konflik dalam keluarga, terutama konflik
dengan pasangan.

POKOK BAHASAN
1. Prinsip Komunikasi: Empati, 4 Tingkat Komunikasi
2. Mengelola Konflik
3. penjelasan tentang komunikasi (4 level komunikasi, empati, seek first to understand)

METODE
Game, tugas kelompok, tugas pasangan, role-play (bermain peran), presentasi, ceramah, dan
tanya-jawab.

WAKTU 
120 menit.

MEDIA
Lembar Kasus
Kertas HVS, pensil, kertas plano, spidol, solatip, papan tulis putih, laptop dan LCD jika ada.

LANGKAH-LANGKAH
1. Fasilitator mengawali sesi dengan menampilkan salah satu kasus konflik pasangan suami
istri. Bersama-sama, dilakukan brainstorming untuk mengumpulkan beberapa informasi
mengenai kasus tersebut:
a. Fakta-fakta apa yang terjadi dalam kasus tersebut (suami melakukan apa atau
merespon bagaimana, istri melakukan apa atau merespon bagaimana)?
b. Faktor-faktor apa yang melatari kasus tersebut terjadi (internal dan eksternal)?
c. Untuk mengantisipasi, apa yang bisa dilakukan agar kasus tersebut tidak terjadi di
kemudian hari?
2. Ajak para peserta untuk menyadari kembali tentang adanya perbedaan antara dua
pasangan, bahkan dalam satu individu juga terjadi perbedaan keinginan antara berbagai
anggota tubuh. Sehingga yang penting bagaimana merespon perbedaan tersebut, bukan
mempermasalahkan, membesarkannya, dan menjadikannya sebagai sumber
pertengkaran.
3. Hal yang sama juga mengenai konflik, dengan arti sebagai ketegangan akibat perbedaan
yang ada, adalah sesuatu yang lumrah. Ia bisa positif jika dikelola dengan baik untuk
dinamisasi hubungan dan pencarian pembelajaran ke depan dalam menghadapi berbagai
tantangan dan untuk memahami perbedaan masing-masing. Tetapi jika tidak, konflik bisa
membesar dan menjadi awal petaka dalam kehidupan rumah tangga.
4. Ajak para peserta untuk menyadari berbagai sumber konflik yang biasa terjadi dalam
kehidupan rumah tangga. Hal-hal ini pasti terjadi di setiap rumah tangga. Hanya soal
besar kecil, sering jarang, dan bagaimana mengelolanya. Sumber-sumber yang dimaksud
adalah:
 Ketidak setaraan status, posisi, dan relasi
 Kebutuhan pasangan yang tidak terpenuhi
 Perbedaan kebiasaan dan budaya antara dua pasangan dan keluarganya masing-
masing
 Perbedaan peran dan tanggung-jawab baik dalam ranah domestik maupun publik
 Tekankan, sekali lagi, bahwa yang penting bukan melihat dan memperbesar
perbedaan-perbedaan itu. Tetapi bagaimana kita meresponnya untuk dinamisasi dan
kebaikan keluarga. Beberapa tips dalam mengelola konflik adalah sebagai berikut:
 Pastikan selalu memandang perbedaan secara positif lalu berpikir untuk mencapai
win-win solution.
 Hindari sikap-sikap negatif seperti 4 sikap penghancur hubungan,
 Mulailah dengan memahami terlebih dahulu, lalu coba minta untuk dipahami
 Lakukanlah sinergi berdua, bekerja sama, bukan sendiri-sendiri. Dari caraku-caramu,
menjadi cara kita bersama.
 Usahakan selalu membuka kesempatan untuk tawar menawar dan negoisasi untuk
membangun kesepakatan bersama.
 Jangan ragu untuk mencari mediasi jika diperlukan.
5. Fasilitator menjelaskan tentang 4 tingkat komunikasi dalam konflik:
a. Basa-basi (Talking Nice)
b. Berdebat (Talking Tough)
c. Dialog Reflektif (Reflective Dialogue)
d. Dialog Solutif (Generative Dialogue)
6. Pemahaman mengenai hal tersebut menjadi bahan untuk memasuki aktivitas berlatih
empati. Fasilitator membagi peserta menjadi pasangan-pasangan, sesuai pasangan suami-
istri, atau berpasangan perempuan dan perempuan, atau laki-laki dan laki-laki. Fasilitator
menayangkan slide-slide kasus singkat di layar proyektor, dan meminta setiap pasangkan
untuk melatih 4 tingkat komunikasi dan empati.
7. Fasilitator menyimpulkan tentang tips mengelola konflik.
8. Tutuplah sesi dengan ucapan terimakasih dan bacaan hamdalah bersama-sama.
Cekcok Pasutri Berujung Maut
Liputan6.com
06 Sep 2017, 09:08 WIB

Cerita kematian Indria Kameswari menggemparkan dan menyedot perhatian publik. Perempuan
cantik yang bekerja di Balai Diklat Badan Narkotika Nasional (BNN) itu tewas ditembak suaminya
sendiri, Abdul Malik Azis alias Muhamad Akbar. Kepada polisi, Akbar mengaku membunuh Indria.
Namun dia masih bungkam soal motif menghabisi nyawa istrinya, juga tentang senjata yang dipakai
menembak wanita 38 tahun tersebut.
"Sampai saat ini keterangan tersangka masih berbelit-belit. Yang bersangkutan amat-amat tidak
kooperatif. Ini yang memberatkan yang bersangkutan juga," ujar Kapolres Bogor AKBP Andi M
Dicky Pastika, saat dihubungi, Selasa (5/9/2017). Pelaku, kata Dicky, hanya mengakui menembak
punggung istrinya di rumah kontrakan mereka di Perumahan River Valley, Bogor.
Diduga kuat, pembunuhan itu dipicu oleh cekcok pasangan suami istri tersebut, juga sikap kasar sang
istri kepada suaminya. Pembantu rumah tangga pasutri itu, kepada tetangga korban mengungkapkan,
hampir setiap bertemu pasangan itu selalu cekcok. Bahkan, malam hingga pagi sesaat sebelum
kejadian, keduanya juga bertengkar. "Pokoknya asal ketemu berantem. Taman Safari tuh keluar
semua. Padahal, di Taman Safari enggak semua ada, kan?" ujar pembantu korban, seperti
diungkapkan Eva kepada Liputan6.com. Maksudnya Taman Safari adalah makian dengan
menggunakan nama binatang.
Selain kata-kata kasar, tak jarang cekcok itu berujung pada penyiksaan fisik yang dilakukan korban
kepada suaminya. Dalam sebuah rekaman yang diduga rekaman pertengkaran korban dengan
suaminya, yang beredar 4 September, terdengar suara seorang wanita yang diduga Indria berteriak-
teriak sambil memaki seorang pria yang diduga Akbar. Dalam rekaman berdurasi 27 detik itu, si
wanita mengatakan malu dan tak mau naik mobil odong-odong dan tinggal di rumah kontrakan. Dia
juga menagih janji mobil baru dari suaminya.
"Mana sekarang mobil mana? Mana mobilnya? Mana mobilnya, mana mobilnya sekarang? Lu buktiin
aja enggak lu. Yang ini, yang itu, bacot aja semuanya. Coba mana bacot lu terealisasi, mana bacot lu
yang terealisasi. Enggak ada satu pun," teriak wanita itu dengan nada tinggi. Pada pertengkaran itu,
wanita tersebut berkali-kali memaki dan menyebut suaminya dengan nama binatang. Sementara pria
yang diduga Akbar, tak melayani amukan si perempuan. "Ya baru kemarin, jangan dipukul-pukul,
dong," ucap dia.

"Saya cuma mampu berusaha. Saya memberikan nafkah sesuai kemampuan saya," ujar pria tersebut.

Soal pertengkaran dan perlakuan kasar korban diakui oleh saudara dan ibunda Akbar. Ibunda Akbar,
Asiyah, saat ditemui di rumahnya, di Warakas, Jakarta Utara, Selasa (5/9/2017) mengatakan, telah
berkali-kali meminta anaknya menceraikan Indria. "Coba kalau sudah cerai, sudah selesai urusannya,
enggak kayak gini. Emak nyesel kenapa dia enggak nurutin," kata perempuan 67 tahun itu menahan
tangis.

Menurut Asiyah, anaknya menderita sejak menikah dengan Indria. Diketahui tiga tahun terakhir
Akbar sering berkonsultasi ke dokter kejiwaan. Asiyah menduga, anaknya mengalami tekanan jiwa
akibat tuntutan dan perlakuan kasar istrinya. "Sabar digebukin, saking mau berkeluarga dengan dia
(korban). Akhirnya ya begini. Maaf ya pas mau hubungan suami-istri aja pernah diludahin kena
mukanya. Dibilang, 'enggak level gue sama lu, gue levelnya pejabat'," ujar Asiyah menceritakan
kejadian yang dialami anaknya.

Asiyah mengaku mengetahui prahara rumah tangga pasutri itu dari Akbar sendiri. Dia mengatakan,
Akbar sering pulang ke Warakas dan mengadu tentang kejadian yang menimpanya. Awalnya, Asiyah
dan enam saudara Akbar tak percaya dengan perilaku korban. Namun, mereka akhirnya percaya
setelah mendengar sendiri rekaman yang diberikan Akbar.

Anda mungkin juga menyukai