Anda di halaman 1dari 17

“PEMBIDANGAN FIQH : IBADAH ( THAHARAH, SHALAT, ZAKAT,

PUASA, HAJI ), MU’AMALAH ( EKONOMI, HUKUM KELUARGA ),


JINAYAH ( PIDANA ), SIYASAH ( POLITIK )”

MAKALAH

USHUL FIQH

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

NATASYA ANGGRAINI ( 2110401044 )

ROCKY FEBRIANDI ( 2110401015 )

DOSEN PEMBIMBING :

YUDESMAN,S.Ag, M.Ag

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

( IAIN ) KERINCI

2021
BAB I

PENDAHULUAN
Kata fiqh secara etimologi berarti paham, mengetahui dan melaksanakan. Pengertian
ini dimaksudkan bahwa untuk mendalami sebuah permasalahan memerlukan pengerahan
potensi akal. Pengertian fiqh secara bahasa ini dapat dipahami dari firman Allah dalam
Alqur‘an antara lain surat Hud ayat 91 dan surat al-An’am ayat 65.

Menurut ulama ushul fiqh, fiqh adalah pengetahuan hukum Islam yang bersifat
amaliah melalui dalil yang terperinci. Sementara ulama fiqh mendefinisikan fiqh sebagai
sekumpulan hukum amaliah yang disyari’atkan Islam. Mustafa Ahmad Zarqa mendefinisikan
fiqh sebagai suatu ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yang dikeluarkan dari dalil-dalil yang terperinci.

Manusia sebagai subyek hukum tidak mungkin hidup di alam ini sendiri saja, tanpa
berhubungan dengan manusia lainnya. Eksistensi manusia sebagai makhluk sosial sudah
merupakan fitrah yang ditetapkan oleh Allah bagi mereka. Suatu hal yang paling mendasar
dalam memenuhi kebutuhan seorang manusia adalah adanya interaksi sosial dengan manusia
lain. Dalam kaitan dengan ini, Islam datang dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang
mengatur secara baik persoalan-persoalan yang akan dilalui oleh setiap manusia dalam
kehidupan sosial mereka.

Hubungan antar sesama manusia dalam Islam disebut dengan istilah Muamalah.
Ajaran tentang Muamalah berkaitan dengan persoalan-persoalan hubungan antar sesama
manusia dalam memenuhi kebutuhan masing-masing, sesuai dengan ajaran dan prinsip yang
terkandung dalam Al-qur’an dan As-sunnah. Itulah sebabnya bidang muamalah tidak bisa
dipisahkan dengan nilai-nilai ketuhanan. Dengan demikian, Akidah, Ibadah dan Muamalah
merupakan tiga rangkaian yang tidak bisa dipisahkan.

Salah satu cabang dari ilmu fiqh yang penting untuk kita pelajari adalah ibadah dan
muamalah. Ibadah merupakan segala sesuatu yang dilakukan manusia dalam rangka mencari
ridla Allah SWT. Sedangkan muamalah merupakan semua hukum yang diciptakan oleh Allah
untuk mengatur hubungan sosial manusia. Dengan demikian, dalam makalah ini akan dibahas
tentang ibadah dan muamalah (dalam arti luas). Diharapkan pembaca mengetahui secara jelas
tentang muamalah dalam arti luas serta ibadah dan semoga dengan mengetahui itu semua,
segala sesuatunya yang kita kerjakan mendapat Ridho Allah SWT.
BAB II

PEMBAHASAN
 Pembidangan Ilmu Fiqih
Ilmu Fiqh merupakan kumpulan aturan yang meliputi segala sesuatu, memberi
ketentuan hukum terhadap semua perbuatan manusia, baik dalam urusan pribadinya
sendiri maupun dalam hubungannya sebagai umat dengan umat yang lain. Para ulama
masa dahulu telah mencoba mengadakan pembidangan ilmu Fiqh ini. Ada yang
membaginya menjadi tiga bidang yaitu ibadah, Muamalah, (Perdata Islam) dan
Uqubah (Pidana Islam), ada pula yang membaginya menjadi empat bidang yaitu
Ibadah, Muamalah, Munakahat, dan Uqubah. Walaupun demikian, dua bidang pokok
hukum Islam sudah disepakati oleh semua Fuqaha yaitu bidang ibadah dan bidang
muamalah. Bidang muamalah ini kadang-kadang disebut bidang adat (al-adat) yaitu
aturan-aturan yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia sebagai
perorangan maupun sebagai golongan, atau dengan perkataan lain, aturan-aturan
untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan duniawi.
A. IBADAH
Kata ibadah berasal dari bahasa Arab. Perubahan asal katanya berbunyi: 12 al
anqiyaadu (kepatuhan) dan al khudhuu’a (ketundukan). Adapun pengertian
“ibadah”menurut istilah diterangkan di dalam Ensiklopedia Arab, al Wasith,
dengan:13 Ketundukan kepada Tuhan (Allah) menurut cara mengagungkan-Nya.
Sehubungan dengan apa yang diterangkan di atas, maka para ulama pada umumnya
mempergunakan istilah ibadah itu hanya terbatas di dalam arti yang dikaitkan dengan
upacara-upacara ritual secara khusus menurut yang telah digariskan oleh syariat.
Dengan ibadah itulah setiap hamba menyembah dan mendekatkan diri (bertaqarrub)
kepada Allah. Sebagai contoh ialah penjelasan yang diberikan al-Ustadz Ahmad al-
Hushary mengenai ibadah yaitu: “Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan ibadah-
ibadah yang mengatur hubungan antara hamba dengan penciptanya, dan untuk
mengajar manusia bagaimanakah caranya ia berhubungan dan bertaqwa kepada
Tuhannya.
1. Pembagian Ibadah
Yusuf Musa menjelaskan bahwa ibadah dibagi menjadi lima: shalat, zakat, puasa,
haji dan jihad. Secara umum Wahban sependapat denga Yusuf Musa, hanya saja dia
tidak memasukan jihad dalam kelompok Ibadah mahdhah (Ibadah murni), dan
sebaliknya dia memasukan nadzar serta kafaraah sumpah. Kecenderungan Wahban
untuk memasukan sumpah dan nadzar sebagai Ibadah murni dapat diterima, karena
keduanya sangat individual dan tidak mempuyai sanksi-sanksi sosial.16 Dari dua
pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bawa yang dimaksud ibadah murni
(mahdhah), adalah suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah,dan bentuk
aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya
sangat ditentukan oleh tingkat ketauhidan dari masingmasing individu. Adapun
bentuk Ibadah mahdhah tersebut meliputi: Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa, Haji.
2. Bentuk-Bentuk Ibadah
Adapun bentuk-bentuk ibadah, yaitu:
a. Ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan ucapan.
b. Ibadah-ibadah yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan dengan sesuatu sifat.
c. Ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan suatu pekerjaan.
d. Ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan menahan diri dari sesuatu
pekerjaan.
e. Ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak.
f. Ibadah-ibadah yang melengkapi perkataan, pekerjaan, khusyuk menahan diri dari
berbicara
B. Thaharah
Thaharah adalah salah satu bagian di dalam Ilmu Fiqih yang menjadi kajian
utama para pakar hukum Islam pada setiap tulisan mereka, karena memang thaharah
adalah faktor yang sangat menentukan diterima ataukah tidak ibadah seseorang di
hadapan Allah.
Thaharah adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia,
karena seseorang yang beribadah kepada Allah tanpa adanya thaharah terlebih dahulu
maka ibadah seseorang tersebut tidak diterima di sisi yang kuasa, dan thaharah pun
juga berpengaruh dalah kesehatan seseorang. Maka dari itu dalam mempelajari Ilmu
Fiqih hal yang paling utama yang harus kita pelajari adalah masalah thaharah.
1. Pengertian Thaharah
Kata “thaharah” berasal dari bahasa Arab yang secara bahasa artinya
kebersihan atau bersuci. Thaharah menurut syari’at Islam ialah suatu kegiatan
bersuci dari hadats maupun najis sehingga seorang diperbolehkan untuk
mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti shalat.
Kegiatan bersuci dari najis meliputi bersuci pakaian dan tempat.
2. Klasifikasi Thaharah
Thaharah dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu thaharah najis,
thaharah hadats dan thaharah dari sisa-sisa kotoran yang ada di badan. Untuk
mengetahui lebih jelas tentang macam-macam thaharah, dapat dilihat dalam
uraian berikut ini:
a. Thaharah dari Najis artinya kotor, yakni benda yang ditetapkan oleh
hukum agama sebagai sesuatu yang kotor, yang tidak suci, meskipun di dalam
anggapan sehari-hari dianggap kotor tetapi di dalam hukum agama tidak
ditetapkan sebagai sesuatu yang najis, umpamanya lumpur. Para Fuqaha
mengelompokkan najis ke dalam tiga bagian:
a) Najis mughalladhah,
b) Najis mukhaffafah,
c) Najis mutawassithah,
b. Thaharah dari Hadats Hadats adalah sesuatu yang baru datang, hadats berarti
keadaan tidak suci (bukan benda) yang timbul karena datangnya sesuatu yang
ditetapkan oleh hukum agama sebagai yang membatalkan keadaan suci”.
Dalam ilmu Fiqih, hadats itu ada dua macam:
a) Hadats kecil
b) Hadats besar
Oleh karena hadats itu bukan benda yang dapat diketahui di mana letaknya,
maka bersuci dari hadats dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu:

a) Berwudhu, untuk bersuci dari hadats kecil.


b) Mandi, untuk bersuci dari hadats besar.
c) Tayammum, secara bahasa artinya adalah menyengaja, sedangkan
menurut syara’ ialah menyengaja tanah untuk menghapus muka dan kedua
tangan dengan maksud dapat melakukan shalat dan lain-lain

C. Shalat
Berdasarkan ajaran Islam, shalat menempati kedudukan tertinggi
dibandingkan dengan ibadah-ibadah yang lain, bahkan kedudukan shalat dalam Islam
sangat besar sekali hingga tak ada ibadah lain yang mampu menandinginya, 44 di
mana hukum melaksanakannya adalah wajib bagi setiap Muslim. Shalat merupakan
instrumen dalam berkomunikasi antara manusia dan Allah.

Di samping itu, rukun Islam yang kedua ini juga merupakan amaliah ibadah
seorang hamba kepada Khaliqnya sebagai alat untuk mendekatkan diri. Shalat juga
merupakan tiang agama, sehingga seseorang yang mendirikan shalat berarti telah
membangun pondasi agama. Sebaliknya, seseorang yang meninggalkan shalat berarti
meruntuhkan dasar-dasar bangunan agama, agama tidak akan tegak melainkan dengan
shalat.

1. Pengertian Shalat
Shalat menurut bahasa Arab adalah do’a kemudian menurut istilah syara’’ adalah
ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan beberapa perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, menurut syara’ dan rukun tertentu.
2. Syarat-syarat dan Rukun Shalat
a. Syarat-syarat Shalat Syarat-syarat shalat adalah sesuatu hal yang harus
dipenuhi sebelum kita melaksanakan shalat. Syarat shalat dibagi menjadi 2
(dua), yaitu:
1) Syarat wajib shalat adalah syarat yang wajib dipenuhi dan tidak bisa di
tawartawar lagi. Seperti Islam, berakal dan tamziz atau baligh, suci dari
haid dan nifas serta telah mendengar ajakan dakwah Islam.
2) Syarat sah shalat yaitu:
a) Suci dari dua hadats
b)Suci dari najis yang berada pada pakaian, tubuh, dan tempat shalat
c) Menutup aurat, aurat laki-laki yaitu baina surroh wa rukbah (antara
pusar sampai lutut), sedangkan aurat perempuan adalah jami’i
badaniha illa wajha wa kaffaien (semua anggota tubuh kecuali wajah
dan kedua telapak tangan)
d)Menghadap kiblat
e) Mengerti kefardhuan shalat
f) Tidak meyakini salah satu fardhu dari beberapa fardhu shalat sebagai
suatu sunnah
g)Menjauhi hal-hal yang membatalkan shalat
3. Tata Cara Pelaksanaan Shalat
Menurut golongan Malikiyah cara-cara/rukun-rukun mengerjakan shalat adalah
sebagai berikut:
a. Niat,
b. Takbirtul ihram,
c. Berdiri waktu takbiratul ihram,
d. Membaca Surahul Fatihah dalam shalat berjama’ah dan salat sendirian,
e. Berdiri waktu membaca Surahul Fatihah,
f. Ruku’
g. Bangkit dari ruku’,
h. Sujud,
i. Duduk antara dua sujud,
j. Mengucapkan salam
k. Duduk di waktu mengucapkan salam,
l. I’tidal sesudah ruku’ dan sujud,
m. Tu’maninah pada seluruh rukun.

Menurut golongan Syafi’iyah rukun shalat tiga belas yaitu:

a.Niat
b.Takbiratul Ihram,
c.Berdiri pada shalat fardhu bagi yang sanggup,
d.Membaca Surahul Fatihah bagi setiap orang yang shalat kecuali ada uzur seperti
terlambat mengkuti imam (masbuq)
e. Ruku’
f. Sujud dua kali setiap rakaat
g. Duduk antara dua sujud
h. Membaca tasyahud akhir
i. Duduk pada tasyahud akhir
j. Sholawat kepada Nabi Muhammad setelah tasyahud akhir
k. Duduk di waktu membaca shalawat
l. Mengucapkan salam
m. Tertib.
4. Hikmah Shala

Adapun hikmah shalat, yaitu:

a. Shalat merupakan hubungan langsung antara hamba dengan khaliq-nya

b. Shalat merupakan pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah,menguatkan jiwa dan


keinginan,
c. Shalat mengajar seseorang untuk berdisiplin dan menta’ati berbagai peraturan dan
etika dalam kehidupan dunia.
d. Shalat merupakan pengakuan aqidah setiap anggota masyarakat dan kekuatan jiwa
mereka yang berimplikasi terhadap persatuan dan kesatuan umat.
D. Zakat

Zakat adalah ibadah yang mengandung beberapa multi dimensi, yaitu dimensi ruh
atau ritual, dimensi moral, dimensi sosial, dan dimensi ekonomi. Zakat yang berdimensi
ritual mengajarkan kepatuhan terhadap perintah Allah. Dalam dimensi ini manusia
dituntut untuk untuk tulus ikhlas dalam menjalankan perintah Allah tanpa adanya
pertanyaan yang bernada mempertanyakan.

1. Pengertian Zakat
Secara etimologis, kata zakat berasal dari kata zakaa, yang berarti suci, baik, berkah,
terpuji, bersih, tumbuh, berkembang, penuh keberkahan. 56 Secara terminologis, zakat
adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang
yang berhak.
Zakat ialah kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari
kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan
beberapa syarat yang telah ditentukan. 58 Didin Hafidhuddin mendefinisikan zakat yaitu
bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah mewajibkan kepada
pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan
tertentu pula.
2. Prinsip-prinsip Zakat
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan
salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. M.A. Mannan dalam
bukunya Islamic Economics: Theory and Practice, sebagaimana yang dikutip oleh Hikmat
Kurnia dan A. Hidayat menyebutkan bahwa zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:
a. Prinsip keyakinan keagamaan
b. Prinsip pemerataan dan keadilan
c. Prinsip produktivitas
d. Prinsip nalar
e. Prinsip kebebasan
f. Prinsip etika dan kewajaran
3. Syarat Wajib Zakat (Muzakki)

Adapun Syarat wajib zakat (Muzakki), yaitu:

a. Islam
b. Baligh dan berakal
c. . Merdeka
d. Nishab
e. Haul.
f. Kepemilikan Penuh.
g. Digembalakan

4. Syarat Harta Zakat


Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim, baik itu laki-laki maupun perempuan
yang telah memenuhi syarat. Zakat diwajibkan beberapa jenis harta dengan berbagai syarat
yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini dibuat untuk membantu muzakki (orang yang berhak
mengeluarkan zakat) agar dapat mengeluarkan zakatnya sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku. Para ahli hukum Islam telah menetapkan beberapa syarat yang harus terpenuhi
dalam harta atau persyaratan harta yang dapat dijadikan sumber zakat atau objek zakat.
Adapun persayaratan harta yang menjadi objek zakat, yaitu:

a. Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal
b. Harta tersebut harus berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan,
c. Milik penuh,
d. Sampai Nishab.
e. Sumber-sumber zakat tertentu
f. Melebihi kebutuhan pokok.

5. Jenis-jenis Harta yang Menjadi Sumber Zakat

Adapun Jenis-jenis harta yang menjadi sumber zakat, yaitu:

a. Hewan Ternak
b. Emas dan Perak.
c. Perdagangan
d. Hasil Pertanian
e. Barang Tambang (ma’din) dan Barang Temuan (rikaz )
f. Zakat Profesi.

6. Mustahiq Zakat
Kelompok penerima zakat itu dikenal dengan asnaf, yaitu:
a. Fakir
b. Miskin
c. Amil zakat.
d. Muallaf
e. Hamba yang Disuruh Menebus Dirinya
f. Orang yang Terhutang
g. Fi Sabilillah
h. Ibn Sabi

E. Puasa

1. Pengertian Puasa

Puasa dari segi bahasa berarti menahan (imsak) dan mencegah (kalf) dari sesuatu,
dengan kata lain yang sifatnya menahan dan mencegah dalam bentuk apapun termasuk di
dalamnya tidak makan dan tidak minum dengan sengaja. Puasa artinya menahan dan
mencegah diri dari hal-hal yang mubah, yaitu berupa makan dan berhubungan dengan suami
isteri, dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Dalam hukum Islam puasa berarti
menahan, berpantang, atau mengendalikan diri dari makan, minum, seks, dan hal-hal lain
yang membatalkan diri dari terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenam matahari (waktu
maghrib).

Pengertian puasa banyak yang mendefinisikan, sedangkan menurut istilah banyak


para pakar hukum Islam yang memberikan definisi antara lain menurut Yusuf Qardawi
bahwa puasa adalah menahan dan mencegah kemauan dari makan, minum, bersetubuh
dengan isteri dan semisal sehari penuh, dari terbitnya fajar siddiq hingga terbenamnya
matahari, dengan niat tunduk dan mendekatkan diri kepada Allah swt.

2. Syarat Wajib dan Sah Puasa

Adapun syarat seseorang diwajibkan untuk melaksanakan puasa adalah:

a. Islam.
b. Berakal.
c. Baligh.
d. Mampu berpuasa.

3. Rukun Puasa

Adapun rukun puasa ada 2 (dua) yaitu:

a. Niat yaitu menyengaja puasa Ramadhan, setelah terbenam matahari hingga sebelum
fajar shadiq. Artinya pada malam harinya, dalam hati telah tergerak (berniat), bahwa
besok harinya akan mengerjakan puasa wajib Ramadhan. Adapun puasa sunnat, boleh
niatnya dilakukan pada pagi harinya.
b. Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam
matahari.

4. Macam-Macam Puasa

a. Puasa Wajib. (fardhu).


b. Puasa Kafarat
c. Puasa yang diharamkan.
d. Puasa makruh
e. Puasa yang disunnahkan.

5. Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Berikut adalah beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, yaitu:

a. Muntah dengan sengaja.


b. Mengeluarkan sperma bukan melalui persetubuhan.
c. Ragu
d. Haid dan Nifas
e. Murtad.
f. Berubah niat.
g. Bersetubuh dengan sengaja.

6. Hari-hari yang dilarang Puasa

Adapun hari-hari yang dilarang berpuasa, yaitu:

a. Hari raya idul fitri dan idul adha.


b. Hari Tasyrik
c. Puasa Dahr.

F. Ibadah Haji

A. Pengertian Haji
Haji berasal dari bahasa Arab yang berarti "al-Qashd", yaitu menyengaja atau
menuju. Adapun dalam istilah sejarah "haji" berarti menyengaja mengunjunggi
Ka'bah demi melakukan Raadah tertentu, baik berupa thawaf sa'i, wuquf di Arafah
dan sebagainva. (AI-Sayyid Sabiq,tt : 527).
Haji merupakan aktivitas yang sudah terkenal pada masa Nabi Ibrahim dan
Ismail Karena beliau adalah orang yang pertama kali membangun Ka'bah atas titah
Allah. Haji merupakan rukun Islam yang diwajibkan satu kali seumur hidup
sebagaimana yang telah dilandaskan dalam surat Ali-Imran ayat 97 yang berbunyi
"Mengerjakan haji merupakan ke wajiban manusia terhadap Allah, Yakni bagi orang
yang sanggup melakukan perjalanan ke Bait Allah. Barang siapa mengingkari
kewajiban itu sesungguhnya Allah maha kaya dan semesta alam".
B. Syarat-Syarat Wajib Haji
Dalam hajipun terdapat Syarat-Syarat Wajib yang harus dipenuhi diantaranya :
(AISayyid Sabiq 30).
1) Islam (bukanlah orang kafir)
2) Mampu (baik sehat badan, juga tersedia bekal untuk perjalanan pergi dan
kembali tersedianya kendaraan, aman dalam perjalanan.
3) Baligh dan berakal
4) Merdeka (bukan budak / hamba sahaya)
C. Cara Pelaksanaan Haji
Cara pelaksanaan haji terdapat tiga macam pekerjaan yaitu fardhu, Wajib dan
sunat Fardhu haji berbeda dengan Wajib haji, jika pekerjaan fardhu dalam haji tidak
dikerjakan, maka hajimya tidak sah, sedangkan jika wajib haji ditinggalkan, ia dapat
mengganti dengan "dam". Sedangkan rukun (fardhu) haji ada enam, yaitu
1) Ihram
2) Wuquf
3) Thawaf
4) Sa'i
5) Bermalam di Muzdalifah
6) Melempar Jumrah
7) Bercukur Mayoritas jumhur
8) Tahallul
9) Tartib
10) Ihsar dan Fawat
11) Bermalam di Mina
D. Macam-Macam Haji
Haji jika dilihat dari segi hukumnya, haji terbagi dua, yaitu : haji wajib dan
haji sunat. Haji wajib yang dilakukan sekali seumur hidup sebagai rukun Islam, ada
juga yang termasuk haji yang dilakukan sebagai oleh nazar atas dirinya. Sedangkan
haji sunat adalah haji yang dilakukan sebagai tambahan setelah melaksanakan haji
wajib. Sedangkan haji menurut cara pelaksanaan haji terbagi tiga macam, yaitu : haji
Ifrad, haji Tamattu‟ dan haji Qiran.
E. Dam dan Denda
Ada beberapa hal yang menyebabkan yang berhaji wajib membayar dam
(denda) menurut sebab wajibnya. denda itu ada lima macam, yaitu :
1) Dam karena meninggalkan salah satu perintah yang merupakan bagian dari
haji
2) Dam karena bercukur, berhias, atau bersenang (taraffah)
3) Dam ihshar (melakukan tahallul)
4) Dam karena membunuh binatang burung
5) Dam karena jima'

B. MU’AMALAH

Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial, atau hablum minannas.
Dalam syariat Islam hubungan antar manusia tidak dirinci jenisnya, tetapi diserahkan kepada
manusia mengenai bentuknya. Islam hanya membatasi bagian-bagian yang penting dan
mendasar berupa larangan Allah dalam Al-Quran atau larangan Rasul-Nya yang didapat
dalam As-Sunnah. Dari segi bahasa, muamalah bersal dari kata ‘aamala, yu’amilu, mu’amalat
yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan (seperti jual-
beli, sewa dsb). Sedangkan secara terminologis muamalah berarti bagian hukum amaliah
selain ibadah yang mengatur hubungan orang-orang mukallaf antara yang satu dengan
lainnya baik secara individu, dalam keluarga, maupun bermasyarakat.

Dengan pertimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian maju,


masalah muamalah pun dapat disesuaikan sehingga mampu mengakomodasi kemajuan
tersebut. Karena sifatnya yang terbuka tersebut, dalam bidang muamalah berlaku asas
umum, yakni pada dasarnya semua akad dan muamalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil
yang membatalkan dan melarangnya. Dari prinsip dasar ini dapat dipahami bahwa semua
perbuatan yang termasuk dalam kategori muamalah boleh saja dilakukan selama tidak ada
ketentuan atau nash yang melarangnya. Oleh karena itu, kaidah-kaidah dalam bidang
muamalah dapat saja berubah seiring dengan perubahan zaman, asal tidak bertentangan
dengan ruh Islam.

a. Hukum al-Iqtishadiyah wa al-maliyah, (hukum ekonomi)


yaitu hukum yang berhubungan dengan hak-hak privat dalam perolehan harta
benda dan penggunaannya sesuai dengan perundangan, hak negara dalam
membelanjakan uang negara, aturan yang berhubungan dengan harta benda antara si
kaya dan si miskin, termasuk pula adalah pembahasan hukum privat dan publik.
b. Ahkam al-Ahwal al-Syakhiyyah (Hukum Keluarga)
Hukum Keluarga Islam adalah aturan-aturan atau hukum-hukum yang ada di
dalam Agama Islam yang mengatur masalah-masalah di dalam sebuah keluarga sejak
dimulainya pembentukannya hingga berakhirnya perkawinannya karena kematian
ataupun perceraian
Ahkam 'amaliyah, menurut Wahbah al-Zuhaily, sebagaimana dikutip oleh
Suparman Usman, terbagi menjadi dua, yaitu ahkam al-ibadat dan ahkam al-
mu'amalat. Ahkam al-ibadat yaitu ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya. ahkam al-mu'amalat yaitu ketentuan-ketentuan
atau hukum yang mengatur hubungan antar manusia (makhluk). Ahkam al-mu'amalat
sebagai ketentuan-ketentuan atau hukumyang mengatur hubungan antar manusia
(makhluk), selanjutnya terbagi menjadi tujuh bidang.
Bidang-bidang tersebut adalah:
1. Ahkam al-ahwal al-syahsiyat (Hukum orang dan Keluarga),
2. Ahkam al-madaniyat (Hukum Benda),
3. Al-Ahkam al-jinaiyat (Hukum Pidana Islam),
4. Al-Ahkam al-Qadla wa al-Murafa'at ( Hukum Acara),
5. Ahkam al-Dusturiyah (Hukum Tata Negara dan Perundang-undangan),
6. Ahkam al-Dauliyah (Hukum Internasional),
7. Ahkam al-Iqtishadiyah wa al-Maliyah ( Hukurn Perekonomian dan
Moneter),

Keuntungan adanya kodifikasi hukum keluarga Islam setidaknya dapat dilihat


dari sudut pandang keuntungan adanya kodifikasi hukum:

 Pertama, dengan adanya kodifikasi hukum akan mendorong kepatuhan masyarakat


untuk melaksanakan hukum tersebut, mengingat apabila hukum dilanggar akan
menimbulkan akibat hukum yang berupa sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
 Kedua, akan mempermudah para penegak hukum di dalam menyelesaikan masalah-
masalah yang diajukan kepadanya, karena mereka tidak perlu bersusah payah untuk
mencari ketentuan hukum mengenai masalah yang di ajukan kepada mereka di dalam
kitab-kitab fikih, sehingga pada akhirnya dalam penyelesaian kasusnya dapat berjalan
lebih cepat dan lebih lancar sesuai dengan keinginan para pencari keadilan.

C. JINAYAH ( PIDANA )

Istilah hukum Pidana berasal dari kata straf (Belanda) yang adakalanya disebut
dengan hukuman, istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukuman yang
merupakan istilah yang dipakai secara umum dan dapat mempunyai arti luas dan berubah-
ubah karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas.
Sedangkan menurut Pompe menyatakan hukum pidana adalah keseluruhan aturan
ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.
Menurut Apeldoorn menyatakan bahwa hukum pidana dibedakan menjadi dua yaitu materil
dan formal :

a. Hukum pidana materil


b. Hukum pidana formal

Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang berisi ketentuan tentang:

a. Aturan hukum pidana dan larangan melakukan perbuatan tertentu yang disertai
dengan ancaman berupa sanksi pidana bagi yang melanggar larangan itu.
b. Syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi si pelanggar untuk
dijatuhkannya sanksi pidana.

 Pembagian Hukum Pidana


a. Hukum pidana dalam keadaan diam dan dalam keadaan bergerak hukum
pidana dibedakan atas hukum pidana materil dan formal.
b. Hukum pidana dalam arti objektif dan subjektif.
c. Pada siapa berlakunya hukum pidana dibedakan akan hukum pidana umum
dan hukum pidana khusus.
d. Sumbernya, hukum pidana umum dan pidana khusus.

 Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia


a. Asas Legalitas
Yaitu seseorang tidak dapat dipidana kecuali atas perbuatan yang dirumuskan
dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu.
b. Asas Hukum Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lage
Dasar pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan
perbuatan pidana adalah norma yang tertulis. Dasar ini adalah mengenai
dipertanggungjawabkannya seseorang atas perbuatan yang telah
ditentukannya. Jadi mengenai criminal responsibility atau criminal liability.
c. Asas Teritorial
Menurut asas territorial berlakunya undang-undang pidana suatu negara
semata-mata digantungkan pada tempat dimana tindak pidana atau perbuatan
pidana dilakukan, dan tempat tersebut harus terletak di dalam teritori atau
wilayah negara yang bersangkutan.
d. Asas perlindungan (Asas Nasional Pasif)
Asas personalitas ini memuat prinsip, bahwa peraturan hukum pidana
Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang kepentingan hukum
negara Indonesia, baik dilakukan olh warga negaraa Indonesia atau bukan
yang dilakukan diluar Indonesia.
e. Asas Personal (Asas Nasional Aktif)
Menurut asas ini ketentuan hukum pidana berlaku bagi setiap warga negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana diluar Indonesia.
f. Asas Universal
Asas Universal terdapat dalam sebagian dari Pasal 4 KUHP yaitu ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang
yang elakukan diluar Indonesia suatu kejahatan Mengenai mata uang atau
uang kertas yang dikeluarkan oleh negaraatau bank, dari sudut KUHP
kejahatan mengenai mata uang dan uang kertas tanpa memandang dimana dan
oleh siapa dilakukan, dapat diadili oleh Pengadial di Indonesia.

D. SIYASAH ( POLITIK )
Secara sederhana siyasah syar‘iyyah diartikan sebagai ketentuan kebijaksanaan
pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syariat. Khallaf merumuskan siyasah
syar‘iyyah dengan: Pengelolaan masalah-masalah umum bagi pemerintah islam yang
menjamin terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya kemudharatan dari masyarakat
islam,dengan tidak bertentangan dengan ketentuan syariat islam dan prinsip-prinsip
umumnya, meskipun tidak sejalan dengen pendapat para ulama mujtahid.
Dengan menganalisis definisi-definisi yang di kemukakan para ahli di atas dapat
ditemukan hakikat Siyasah syar‘iyyah, yaitu:
1. Bahwa Siyasah syar‘iyyah berhubungan dengan pengurusan dan pengaturan
kehidupan manusia.
2. Bahwa pengurusan dan pengaturan ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan (ulu
ai-amr)
3. Tujuan pengaturan tersebut adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan menolak
kemudharatan.
4. Pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan ddengan syariat islam.

 Cakupan Fiqh Siyasah


Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ruang lingkup kajian fiqh
siyasah.diantaranya ada yang menetapkan lima bidang. Namun ada pula yang
menetapkan kepada empat atau tiga bidang pembahasan. Bahkan ada sebagian ulama
yang membagi ruang lingkup kajian fiqh Siyasah menjadi beberapa bidang. Menurut
al-Mawardi, ruang lingkup kajian fiqh Siyasah mencakup:
1. Kebijaksanaan pemerintah tentang peraturan perundang-undangan (siyasah
dusturiyah).
2. Ekonomi dan militer (siyasah maliyah).
3. Peradilan (siyasah qadha’iyah).
4. Hukum perang (siyasah harbiah).
5. Administrasi negara (siyasah idariyah).

Sedangkn ibnu Taimiyah meringkasnya menjadi empat bidang kajian yaitu:

1. Peradilan.
2. Administrasi negara.
3. Moneter
4. Serta hubungan internasional

Sementara Abdul wahhab khallaf lebih mempersempitnya menjadi tiga bidang


kajian saja yaitu:

1. Peradilan.
2. Hubungan internasional
3. Dan keuangan negara

Berbeda dengan tiga pemikirandi atas, T.M. Hasbi malah membagi ruang lingkup
fiqh siyasah menjadi delapan bidang yaitu:

1. Politik pembuatan perundang-undangan.


2. Politik hukum.
3. Politik peradilan.
4. Politik moneter/ekonomi.
5. Politik administrasi.
6. Politik hubungan internasional.
7. Politik pelaksanaan perundang-undangan.
8. Politik peperangan.

Berdasaran perbedaan pendapat di atas, pembagian fiqh siyasah dapat


disederhanakan menjadi tiga bagian pokok. Pertama politik perundang-undangan
(al- siyasah al-dusturiyah). Bagian ini meliputi pengkajian tentang penetapan
hukum(tasyri’iyah) oleh lembaga legislatif, peradilan (qadha’iyah) oleh lembaga
yudikatif,dan administrasi pemerintahan (idariyah) oleh birokrasi atauaksekutif.
Kedua, politik luar negeri (al-siyasah al-kharijiah).

Bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga muslim dengan


warga negara non-muslim (al-siyasah al-duali al-‘am) atau disebut juga dengan
hubungan internasional. Ketiga, politik keuangan dan moneter (al-siyasah al-
maliyah). Permasalahan yang termasuk dalam siyasah maliyah ini adalah negara,
perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak dan perbankan.

BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

 Ilmu Fiqh merupakan kumpulan aturan yang meliputi segala sesuatu, memberi
ketentuan hukum terhadap semua perbuatan manusia, baik dalam urusan pribadinya
sendiri maupun dalam hubungannya sebagai umat dengan umat yang lain.
 Adapun pengertian “ibadah”menurut istilah diterangkan di dalam Ensiklopedia Arab,
al Wasith, dengan:13 Ketundukan kepada Tuhan (Allah) menurut cara
mengagungkan-Nya. Sehubungan dengan apa yang diterangkan di atas, maka para
ulama pada umumnya mempergunakan istilah ibadah itu hanya terbatas di dalam arti
yang dikaitkan dengan upacara-upacara ritual secara khusus menurut yang telah
digariskan oleh syariat.
 Thaharah adalah salah satu bagian di dalam Ilmu Fiqih yang menjadi kajian utama
para pakar hukum Islam pada setiap tulisan mereka, karena memang thaharah adalah
faktor yang sangat menentukan diterima ataukah tidak ibadah seseorang di hadapan
Allah.
 Adapun Syarat wajib zakat (Muzakki), yaitu: Islam, Baligh dan berakal, Merdeka,
Nishab, Haul, Kepemilikan Penuh, Digembalakan
 Istilah hukum Pidana berasal dari kata straf (Belanda) yang adakalanya disebut
dengan hukuman, istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukuman
yang merupakan istilah yang dipakai secara umum dan dapat mempunyai arti luas dan
berubah-ubah karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup
luas.
 Secara sederhana siyasah syar‘iyyah diartikan sebagai ketentuan kebijaksanaan
pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syariat.

DAFTAR PUSTAKA
http://repository.uinsu.ac.id/4435/1/FULL%20TEXT.pdf

https://muamalah.iainpare.ac.id/2019/08/ruang-lingkup-muamalah.html

http://eprints.umm.ac.id/47803/2/BAB%20II.pdf

http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/tahdzib/article/view/3581

Anda mungkin juga menyukai